EVALUASI MUTU BENIH LIMA GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TARAF UMUR PANEN

ABSTRAK

EVALUASI MUTU BENIH LIMA GALUR KACANG TANAH (Arachis
hypogaea L.) PADA TARAF UMUR PANEN

Oleh

Widiya Wirawan

Persentase pertumbuhan kecambah akan sangat mempengaruhi mutu benih.
Benih yang bermutu merupakan benih yang memenuhi syarat memiliki nilai
viabilitas tinggi. Varietas kacang tanah yang berdaya hasil tinggi dapat diperoleh
antara lain melalui introduksi galur atau varietas, seleksi, dan persilangan.
Introduksi galur atau varietas dapat bermanfaat dalam menambah keragaman
genetik untuk keperluan pemuliaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui mutu fisiologis dari galur benih kacang tanah yang belum dirilis.
Perlakuan terdiri atas lima galur benih kacang tanah dan empat waktu panen yaitu
80 Hari Setelah Tanam (HST), 85 HST, 90 HST, dan 95 HST. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS)
dengan tiga kelompok. Homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan uji
Bartllet dan kemenambahan model diuji dengan uji Tukey. Pengujian hipotesis

dilakukan pada taraf nyata 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Galur
J/91283-99-C-192-17 (a2), 7720/0210/PEMALANG (a3), dan
7638/0138/MADIUN (a4) menghasilkan mutu benih yang terbaik, sedangkan

Widiya Wirawan
galur G/92088//92088-02-B-2-9 (a1) dan GH 02/G-2000-B-653-54-28 (a5)
menghasilkan mutu benih yang terendah tergantung pada umur panen optimum
yang berbeda. Galur a2 memiliki umur panen 88,6091,20 hari; galur a3
memiliki umur panen 87,4390,08 hari; dan galur a4 memiliki umur panen
90,2591,80 hari. Variabel yang mendukung adalah daya berkecambah,
kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang tajuk, panjang
akar, dan bobot kering kecambah normal. Galur a1 memiliki umur panen
87,6390,41 hari; galur a5 memiliki umur panen 88,2189,99 hari. Variabel
yang mendukung adalah kecepatan berkecambah, panjang tajuk, panjang akar,
dan bobot kering kecambah normal.
Kata kunci : benih, galur, kacang tanah, mutu

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Propinsi Lampung pada tanggal 14

September 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan
Bapak Sri Widodo dan Ibu Ruri Supadmi.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK YWKA Bandar
Lampung, Propinsi Lampung pada tahun 1995, Sekolah Dasar di SD Fransiskus
1 Bandar Lampung pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri
23 Bandar Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 5
Bandar Lampung pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi
yang pada tahun 2008 menjadi Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Pada November 2010–Desember 2010, penulis melaksanakan Praktik
Umum di PT Andal Hasa Prima (PT AHP) Lampung. Selama perkuliahan,
penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Teknologi Benih semester
genap tahun ajaran 2009/2010, 2010/2011, dan 2011/2012.

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,
Kupersembahkan karya kecilku sebagai tanda cinta, hormat, dan baktiku kepada
Ibu Ruri Supadmi dan Bapak Sri Widodo serta adik-adiku Widya Ratnaningrum

dan Widya Febriandaru yang selalu menyayangi, medo’akan, dan
menyemangatiku, serta almamater tercinta Universitas Lampung.

Anyone who has never made a mistake has never tried anything new.
(Albert Einsten

SANWACANA

Penulis memanjatkan puji syukur pada Tuhan Yang Penuh Kasih, karena berkat
rahmat, kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan diselesaikannya skripsi ini maka penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:

1.

Bapak Dr. Ir. Paul Timotiwu, M.S., selaku pembimbing pertama atas ide,
bimbingan, saran, nasehat dan kesabaran yang diberikan selama proses
penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini.

2.


Ibu Ir. Ermawati, M.S., selaku pembimbing kedua atas nasehat, kritik, arahan,
koreksi, bimbingan dan saran untuk penulis selama penyelesaian skripsi.

3.

Ibu Ir. Yayuk Nurmiati, M.S., selaku pembahas atas nasehat, bimbingan,
kritik, arahan, koreksi, dan sarannya untuk penulis dalam rangka penyelesaian
skripsi.

4.

Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Budidaya
Pertanian dan Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis
selama masa perkuliahan.

5.

Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


6.

Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.

i

7.

Ibu Ruri Supadmi, Bapak Sri Widodo, Widya Ratnaningrum, Widya
Febriandaru atas kasih sayang, doa, dan semangatnya yang selalu tercurah
untu penulis.

8.

Dolly Saputra, Sri Purwanti Agustini, I Made Ratna Diane, I ketut Tri
Suantike, Eko Abadi Novrimansyah, David Simamora, Adi Cahyadi, dan
Ambar Yusni Perdani yang telah memberikan saran, masukan dan waktunya
dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi.


9.

Kepada teman-teman Agronomi 2007 Universitas Lampung yang selalu
memberikan semangat dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan bermanfaat.

Bandar Lampung, November 2014

Widiya Wirawan

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

..................................................................................


Halaman
v

............................................................................

DAFTAR GAMBAR

...............................................................................

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

vii
1

..................................................

1


1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................

4

1.3 Landasan Teori ...........................................................................

5

1.4 Kerangka Pemikiran ...................................................................

7

1.5 Hipotesis .....................................................................................

9

................................................................

10


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah

............................................

10

2.2 Umur Panen

...........................................................................

13

2.3 Mutu Benih

............................................................................

13


.............................................................

16

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2 Bahan dan Alat
3.3 Metode Penelitian

................................................

16

.......................................................................

16

....................................................................


16

3.4 Pelaksanaan Penelitian

............................................................

18

.............................................................................

19

.....................................................

21

4.1 Hasil Penelitian .......................................................................

21

4.2 Pembahasan

37

3.5 Pengamatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

............................................................................

iii

....................................................

41

............................................................................

41

.......................................................................................

41

PUSTAKA ACUAN .................................................................................

42

LAMPIRAN ..............................................................................................

45

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

Tabel 1—34 ...................................................................................... 46—75

iv

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Uji perbandingan ortogonal daya berkecambah.

………….…....

22

2. Uji perbandingan ortogonal kecepatan berkecambah. ...................

25

3. Uji perbandingan ortogonal keserempakan berkecambah. ………

28

4. Uji perbandingan ortogonal panjang tajuk.

...................................

31

5. Uji perbandingan ortogonal panjang akar. …..................................

34

6. Uji perbandingan ortogonal bobot kering kecambah normal ..........

36

7. Data daya berkecambah galur pada taraf umur panen. ....................

46

8. Uji kesamaan ragam daya berkecambah. ………….......................

47

9. Analisis ragam daya berkecambah. .................................................

48

10. Hasil uji perbandingan ortogonal daya berkecambah.

………......

49

11. Data kecepatan berkecambah galur pada taraf umur panen. ...........

51

12. Uji kesamaan ragam kecepatan daya berkecambah.

......................

52

.......................................

53

13. Analisis ragam kecepatan berkecambah.

14. Hasil uji perbandingan ortogonal kecepatan berkecambah.

….......

54

15. Data keserempakan berkecambah galur pada taraf
umur panen. ………………...........................................................

56

16. Uji kesamaan ragam keserempakan berkecambah.

........................

57

17. Analisis ragam keserempakan berkecambah. ..............................
.
18. Hasil uji perbandigan ortogonal keserempakan berkecambah. .......

58
59

v

19. Data panjang tajuk galur pada taraf umur panen. ...........................

61

20. Uji kesamaan ragam panjang tajuk. ...............................................

62

21. Analisis ragam panjang tajuk. ...................................................…..
.
22. Hasil uji perbandingan ortogonal panjang tajuk. ………………..

63
64

23. Data panjang akar galur pada taraf umur panen. ............................

66

24. Uji kesamaan ragam panjang akar.

...............................................

67

...................................................…...

68

26. Hasil uji perbandingan ortogonal panjang akar. ...............................

69

27. Data bobot kering kecambah normal galur pada
taraf umur panen. ...........................................................................

71

28. Uji kesamaan ragam bobot kering kecambah normal.

...................

72

29. Analisis ragam bobot kering kecambah normal. .......................…..
.
30. Hasil uji perbandingan ortogonal bobot kering
kecambah normal. ………………………………………………...

73

25. Analisis ragam panjang akar.

74

vi

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar
1. Tata letak percobaan.

Halaman
...................................................................

2. Pengaruh galur dan umur panen terhadap daya berkecambah.

17

.....

23

3. Pengaruh galur dan umur panen terhadap
kecepatan berkecambah. ..............................................................

26

4. Pengaruh galur dan umur panen terhadap
keserempakan berkecambah. ........................................................

29

5. Pengaruh galur dan umur panen terhadap panjang tajuk.

.............

32

6. Pengaruh galur dan umur panen terhadap panjang akar.

..............

33

7. Pengaruh galur dan umur panen terhadap
bobot kering kecambah normal. ....................................................

37

vii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas
terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak
nabati, kacang tanah menempati posisi kedua setelah kedelai. Biji kacang tanah
diketahui mengandung protein (25-35%), lemak (43-55%), nikotimin, thiamin,
dan vitamin E. Selain dapat dikonsumsi langsung kacang tanah juga digunakan
sebagai bahan baku industri makanan.
Produktivitas yang rendah dan tingkat konsumsi kacang tanah yang tinggi
menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara pengimpor kacang tanah
terbesar di dunia. Produktivitas kacang tanah di Indonesia adalah 1,195 ton pada
tahun 2007 dan 1,125 ton pada tahun 2008 (Deptan, 2011).
Beberapa kendala yang dapat menyebabkan rendahnya hasil yang dicapai
diantaranya pengolahan tanah yang kurang optimal, serangan hama dan penyakit,
penggunaan mutu benih yang rendah, dan karena varietas yang diusahakan
berdaya hasil rendah. Keseimbangan antara kemajuan teknologi dan penggunaan
varietas yang berdaya hasil tinggi diharapkan dapat meningkatkan produksi.
Varietas kacang tanah yang berdaya hasil tinggi dapat diperoleh antara lain
melalui introduksi galur atau varietas, seleksi, dan persilangan. Introduksi galur

2
atau varietas dapat bermanfaat dalam menambah keragaman genetik dari bahan
yang tersedia untuk keperluan pemuliaan yang berasal dari negara lain, sedangkan
persilangan digunakan untuk menggabungkan sifat-sifat yang diinginkan.
Pengamatan terhadap galur introduksi, galur hasil persilangan (hibridisasi),
maupun galur hasil mutasi buatan, bertujuan untuk mendapatkan beberapa galur
harapan sebagai calon individu baru (Adisarwanto, 2000).
Pengujian terhadap galur-galur introduksi kacang tanah diharapkan untuk
memperoleh galur yang mempunyai potensi hasil yang tinggi dan mampu
beradaptasi dengan baik di lingkungan tanamnya. Keragaman genetik memiliki
peran penting pada suatu individu untuk menampilkan sifat-sifat tertentu yang
berbeda dengan individu lainnya. Keragaman terbesar terjadi pada keragaman
antargalur, keragaman tersebut merupakan kelompok populasi yang secara genetik
berbeda serta keragaman dalam galur tersebut terdapat bermacam-macam famili
homozigot (Kasno, 1999).
Galur-galur unggul baru diharapkan memiliki potensi produksi dan mutu benih
yang tinggi. Menurut Sadjad (1994), mutu benih adalah mutu yang disandang
oleh benih yang mencakup mutu fisiologis, mutu fisik, dan mutu genetik. Mutu
fisik adalah mutu atau kualitas benih yang dapat dilihat dari luar atau penampakan
benihnya seperti ukuran benih, warna benih, dan kulit benih. Mutu fisiologis
adalah mutu berdasarkan kemampuan benih untuk berkecambah dan kekuatan
tumbuh benih, sedangkan mutu genetik dapat dilihat dari tingkat kemurnian benih
tersebut apakah seragam atau tidak, jenis benih, dan varietasnya. Secara umum

3
benih dikatakan bermutu tinggi apabila benih tersebut memiliki viabilitas yang
tinggi.
Benih mencapai kematangan fisiologis sewaktu terikat dengan tanaman induknya.
Pada saat kematangan fisiologis itu benih memiliki viabilitas yang maksimal,
demikian pula dengan bobot keringnya. Hal inilah yang menjamin tingginya
viabilitas benih. Selanjutnya penyakit dan hama, kekurangan air serta kekurangan
makanan, baik pada tanaman induk sewaktu pertumbuhan dan perkembangannya
atau pada waktu pematangan fisik benih tersebut, faktor yang demikian
berpengaruh terhadap tingginya viabilitas benih (Kartasapoetra, 2003).
Tingkat kematangan seringkali diungkapkan sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap viabilitas benih, terutama dalam hal daya dan kecepatan
berkecambah benih (Mayer dan Mayber, 1975). Dalam konsep Steinbauer –
Sadjad (Sadjdad, 1993) dikemukakan bahwa benih dapat mempunyai kemampuan
berkecambah yang berbeda selama proses pematangannya, dan secara umum
dapat dibedakan kedalam tiga fase. Fase pertama adalah saat benih pada kondisi
matang morfologis sampai benih matang untuk berkecambah. Fase kedua
merupakan periode dimana benih mempunyai viabilitas maksimal, sedangkan fase
ketiga merupakan periode terjadinya penurunan viabilitas benih.
Panen sebelum tercapainya matang optimum akan menghasilkan produksi yang
rendah, benih muda, dan kualitas benih rendah (McDonald dan Copeland, 1997).
Penundaan umur panen walau hanya beberapa hari dapat menyebabkan
kehilangan mutu benih, sehingga perlu untuk menentukan denganpasti waktu

4
kematangan benih optimum pada benih agar dapat dipanen dengan kualitas benih
yang baik dan hasil yang lebih tinggi (Bedane et al., 2006).
Informasi yang lengkap mengenai kualitas maupun perilaku perkecambahan benih
tidak hanya bermanfaat bagi upaya budidaya tanaman, tetapi juga untuk upaya
pelestarian plasma nutfah. Dalam hal ini, viabilitas benih dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya merupakan aspek penting yang perlu diungkapkan. Viabilitas
benih dapat diartikan sebagai kemampuan benih untuk berkecambah dan
menghasilkan tanaman normal. Pengertian ini menempatkan viabilitas sebagai
sinonim dari kapasitas berkecambah benih. Benih dinilai viabel atau nonviabel
tergantung dari kemampuannya untuk berkecambah dan membentuk tanaman
normal.
Galur kacang tanah yang berbeda tentu akan memiliki respon yang berbeda pula
pada waktu masak optimumnya. Galur tertentu akan mencapai masak optimum
pada umur yang berbeda untuk dapat mencapai mutu terbaiknya. Penelitian ini
dilakukan untuk mengevaluasi lima galur kacang tanah yang diberi perlakuan
empat taraf umur panen.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan, maka penelitian ini dirancang untuk
menjawab masalah-masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Galur kacang tanah manakah yang akan menghasilkan mutu benih terbaik?
2. Bagaimana pengaruh taraf umur panen pada mutu benih yang dihasilkan oleh
lima galur kacang tanah?

5
3. Bagaimana pengaruh galur kacang tanah yang berbeda dengan taraf waktu
panen yang berbeda pada mutu benih?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian
disusun sebagai berikut:
1. Menentukan galur yang menghasilkan mutu benih terbaik.
2. Menentukan kisaran taraf umur panen yang menghasilkan mutu benih terbaik.
3. Menentukan tanggapan benih terhadap galur kacang tanah yang berbeda
dengan taraf umur panen yang berbeda untuk mutu benih yang dihasilkan.
1.3 Landasan Teori
Benih menjadi salah satu faktor utama yang menjadi penentu keberhasilan dalam
budidaya tanaman. Menurut FAO, peningkatan campuran varietas lain dan
kemerosotan produksi sekitar 2,6% tiap generasi pertanaman merupakan akibat
dari penggunaan benih yang kurang terkontrol mutunya. Penggunaan benih
bermutu dapat mengurangi resiko kegagalan budidaya karena bebas dari serangan
hama dan penyakit, tanaman akan dapat tumbuh baik pada kondisi lahan yang
kurang menguntungkan dan berbagai faktor tumbuh lainnya. (Wirawan dan
Wahyuni, 2004).
Mutu benih meliputi mutu genetik, fisiologik, dan fisik. Benih yang benar adalah
benih dengan mutu genetik tertentu yang telah dideskripsikan oleh pemulia
tanaman, mutu fisiologi benih ditentukanoleh viabilitas benih sehingga mampu
menghasilkan tanaman yang normal (Hasanah, 2002).

6
Mugnisjah dan Setiawan (1995) menyatakan bahwa salah satu kunci budidaya
terletak pada kualitas benih yang ditanam. Untuk itu diperlukan benih yang
memiliki daya kecambah tinggi, sehat dan murni. Benih yang memiliki
persyaratan tersebut diharapkan akan menghasilkan bibit yang benar, seragam dan
sehat. Berdasarkan persyaratan kualitas, benih yang ditanam harus bermutu
tinggi.
Salah satu tahapan dalam pemuliaan tanaman yaitu uji daya hasil. Galur
yang terbukti mempunyai daya hasil tinggi dapat diajukan untuk dilepas sebagai
varietas baru. Hasil evaluasi ini berguna untuk mengetahui manfaat suatu
genotipe sehingga diketahui genotipe yang dapat dijadikan varietas budidaya,
genotipe-genotipe yang perlu diseleksi lebih lanjut, dan genotipe yang dapat
dijadikan tetua dalam hibridisasi selanjutnya (Allard, 1960). Pembentukan
varietas unggul dilengkapi dengan teknik budidaya yang baik, akan menghasilkan
peningkatan produksi dan produktivitas kacang tanah.
Beberapa kegiatan secara simultan dalam mengevaluasi varietas atau galur
introduksi, galur hasil persilangan (hibridisasi), maupun galur hasil mutasi buatan
pada akhirnya akan diperoleh beberapa galur harapan sebagai calon varietas baru.
Galur-galur harapan tersebut kemudian diuji atau dievaluasi mengenai
potensi daya hasil. Pengujian atau evaluasi potensi daya hasil dan persyaratan
kriteria yang lain merupakan tahapan lanjutan dari proses pembentukan varietas
unggul. Adapun yang dilakukan pada tahap ini adalah uji daya hasil pendahuluan,
uji daya hasil lanjutan, dan uji multilokasi (Adisarwanto, 2004).

7
Umur panen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih yang
dihasilkan, sebab mutu benih tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
selama pemasakan dan panen (Justice dan Bass, 1979).
Mutu fisiologis benih yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan tingkat
kepekaan benih terhadap lingkungan dan faktor pembatas lainnya. Perbedaan
mutu tersebut terjadi karena umur panen yang berbeda pada varietas yang sama.
Menurut hasil penelitian, saat yang paling tepat untuk panen adalah saat
dicapainya bobot kering maksimum, karena pada saat itu benih memiliki viabilitas
tertinggi (Harrington, 1972).
Mutu benih tertinggi diperoleh saat masak fisiologis. Tidak pernah diperoleh
mutu benih lebih tinggi daripada mutu benih pada saat masak fisiologis. Jadi
setelah mencapai masak fisiologis, benih tidak akan memiliki mutu yang lebih
tinggi daripada saat masak fisiologis. Karena pada saat lewat masak fisiologis
benih akan mengalami penurunan mutu karena cadangan makanannya digunakan
untuk melakukan respirasi (Hidayat, 1995).
Faktor genetik yang berbeda dapat ditampilkan pada berbagai sifat tanaman yang
menyangkut bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman
pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).
1.4 Kerangka Pemikiran
Mutu benih merupakan salah satu faktor yang penentu keberhasilan budidaya
tanaman yang peranannya tidak dapat digantikan oleh faktor lain karena benih
merupakan bahan tanaman pembawa potensi genetik. Pembentukan dan

8
perkembangan benih sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan
tumbuh tanaman. Benih dengan mutu yang tinggi dapat dihasilkan dengan
penerapan prinsip agronomis dan genetis dalam proses produksi benih.
Galur merupakan hasil dari pemuliaan tanaman yang diharapkan dapat menjadi
varietas baru dengan sifat-sifat unggul tertentu. Beberapa kegiatan dalam evaluasi
varietas atau galur introduksi, galur hasil persilangan (hibridisasi), maupun galur hasil
mutasi buatan pada akhirnya akan diperoleh beberapa galur harapan sebagai calon
varietas baru. Galur-galur harapan tersebut kemudian diuji atau dievaluasi mengenai
potensi mutu yang dimiliki. Pengujian atau evaluasi mutu benih dan persyaratan
kriteria yang lain merupakan tahapan lanjutan dari proses pembentukan varietas

Penentuan waktu panen adalah suatu aspek yang penting dalam produksi benih
agar didapatkan benih dengan kualitas dan kuantitas yang maksimum. Umur
panen merupakan salah satu faktor agar mutu benih yang dihasilkan tepat, sebab
mutu benih tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama pemasakan
dan panen. Proses pemasakan dan penentuan umur panen yang dilakukan pada
akhirnya akan berpengaruh pada viabilitas benih yang dihasilkan.
Benih kacang tanah yang dipanen sebelum fase pemasakan maka benih belum
cukup ukuran dan akan menjadi keriput. Benih akan rentan terhadap kerusakan,
daya simpan yang kurang baik, dan dalam proses perkecambahan memiliki
viabilitas yang rendah. Pemanenan yang dilakukan setelah benih melewati fase
kemasakan juga akan berpengaruh buruk. Benih yang tetap ada pada tanaman
akan terlalu kering dan mudah mengalami kerusakan disamping akan mundur
dalam kapasitas perkecambahan dan viabilitasnya.

9
Penentuan umur panen yang tepat pada masing-masing galur yang diuji akan
dijadikan acuan penting sebelum galur tersebut dilepas menjadi varietas.
Pendugaan umur panen terbaik pada setiap galur kacang tanah yang diuji maka
diberikan empat taraf waktu panen pada setiap galur. Setiap galur akan diberikan
uji daya berkecambah, kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah,
panjang tajuk, panjang akar, dan bobot kering kecambah normalnya pada masingmasing taraf umur panen yang diberikan. Adanya perbedaan potensi genetik pada
setiap galur akan tampak pada nilai yang dihasilkan pada masing-masing variabel
pengujian.
Galur-galur kacang tanah yang digunakan secara genetik akan memiliki potensi
yang berbeda antara satu dengan lainnya untuk beradaptasi pada lingkungan
tumbuh. Perbedaan potensi genetik pada galur tersebut juga akan berpengaruh
pada penentuan umur panen yang tepat untuk menghasilkan mutu terbaik pada
masing-masing galur. Galur satu dengan lainnya mungkin akan memiliki rentan
umur panen yang berbeda-beda untuk menghasilkan mutu benih terbaik.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat salah satu galur yang menghasilkan mutu benih terbaik
2. Terdapat kisaran taraf umur panen yang menghasilkan mutu benih terbaik
3. Galur yang berbeda dengan taraf umur panen yang berbeda menghasilkan
tanggapan benih yang berbeda untuk mutu yang dihasilkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,
diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan
Brazil. Kacang Tanah di wilayah Asia mula-mula ditanam di India dan Cina,
diperkirakan sejak abad ke-6. Tanaman kacang tanah ditanam di Indonesia
diperkirakan sejak akhir abad ke-15 (Sumarno, 1993).
Kacang tanah merupakan anggota famili Papilionidae, sub famili Leguminosae,
genus Arachis. Berdasarkan bentuk/letak cabang lateral, tipe pertumbuhan kacang
tanah dapat dibedakan menjadi tipe menjalar dan tipe tegak. Kacang tanah
termasuk tanaman herba semusim dengan akar tunggang dan akar-akar lateral
yang berkembang baik, memiliki empat helaian daun yang disebut tetrafoliate
dengan daun-daun pada bagian atas baisanya lebih besar dibandingkan dengan
yang dibawah.
Kacang tanah termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri dan penyerbukan terjadi
beberapa saat sebelum bunga mekar (kleistogami), oleh karena itu jarang terjadi
penyerbukan silang. Bunganya tersusun dalam bentuk bulir yang muncul di
ketiak daun dan termasuk bunga sempurna, yaitu pada satu bunga terdapat organ
bunga jantan dan organ bunga betina. Bunga kacang tanah berbentuk seperti

11
kupu-kupu, terdiri dari kelopak (calix), tajuk atau mahkota bunga, benang sari
(anteridium), dan kepala putik (stigma). Mahkota bunga kacang tanah berwarna
kuning terdiri dari lima helai yang bentuknya berlainan satu dengan yang lain
(Trustinah, 1993).
Proses terjadinya persarian dan pembuahan diikuti dengan bakal buah yang akan
tumbuh memanjang yang disebut ginofor dan bersifat geotropik. Warna ginofor
umumnya hijau, atau bila ada pigmen antosiania warnanya menjadi merah atau
ungu dan setelah masuk ke dalam tanah warnanya menjadi putih. Perubahan
warna ini disebabkan ginofor mempunyai butir-butir klorofil yang dimanfaatkan
untuk melakukan fotosintesis selama di atas permukaan tanah, dan setelah
menembus tanah fungsinya akan bersifat seperti akar.
Pertumbuhan tanaman terdiri dari fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif
dimulai sejak perkecambahan sampai sebelum berbunga, sedangkan fase generatif
dimulai sejak timbulnya bunga pertama sampai polong masak, yang meliputi
pembungaan, pembentukan polong, pembentukan biji, dan pemasakan biji.
Sumarno dan Slamet (1993) menjelaskan bahwa tanaman kacang tanah memiliki
sifat-sifat fisiologis yang unik, yang tidak terdapat pada tanaman kacangkacangan lain, seperti:
1. Pertumbuhan vegetatif dan generatif lebih dipengaruhi oleh suhu daripada
oleh panjang penyinaran.
2. Pertumbuhan generatif memerlukan radiasi surya yang cukup tinggi.
3. Bunganya terbentuk pada tajuk di atas tanah, tetapi polong masuk dan
berkembang di dalam tanah dan mampu menyerap hara langsung dari tanah.

12
Kacang tanah mulai berbunga kira-kira pada umur 4-5 minggu. Bunga keluar dari
ketiak daun. Bentuk bunganya sangat aneh. Setiap bunga seolah-olah bertangkai
panjang berwarna putih. Tangkai berwarna putih tersebut sebenarnya bukan
bunga melainkan tabung kelopak. Mahkota bunganya (corolla) kuning. Bendera
dari mahkota bunganya bergaris-garis merah pada pangkalnya. Umur bunganya
hanya satu hari, mekar di pagi hari dan layu pada sore hari. Penyerbukan bunga
kacang tanah terjadi pada malam hari, yakni sebelum bunga mekar (Asiamaya,
2000).
Kacang tanah berbuah polong. Polongnya terbentuk setelah terjadi pembuahan.
Buah kacang tanah berada di dalam tanah setelah terjadi pembuahan bakal buah
tumbuh memanjang dan nantinya akan menjadi tangkai polong. Mula-mula,
ujung ginofor yang runcing mengarah ke atas, kemudian tumbuh mengarah ke
bawah dan selanjutnya masuk kedalam tanah sedalam 1-5cm. Pada waktu
menembus tanah, pertumbuhan memanjang ginofor akan terhenti. Panjang
ginofor ada yang mencapai 18cm. Tempat berhentinya ginofor masuk ke dalam
tanah tersebut menjadi tenpat buah kacang tanah. Ginofor yang terbentuk di
cabang bagian atas dan tidak masuk ke dalam tanah akan gagal membentuk
polong (Deptan, 2006).
2.2 Umur Panen
Penentuan waktu panen adalah suatu aspek yang penting dalam memproduksi
benih agar diperoleh kualitas yang maksimum. Menurut Douglass (1980), panen
yang paling tepat adalah saat benih mencapai masak fisiologis. Pada saat ini
benih memiliki daya kecambah dan daya tumbuh yang maksimum. Menunda

13
panen sampai lewat masak fisologis akan mengakibatkan turunnya viabilitas
disamping memperbesar resiko kerusakan atau kehilangan akibat hama dan
penyakit serta faktor lingkungan lainnya.
Menurut Nugraha (2008), umur panen adalah kondisi tanaman yang sudah
mencapai masak optimum dan sudah siap diambil buahnya. Untuk mendapatkan
benih yang memiliki viabilitas yang tinggi maka dapat dilakukan dengan
memperhatikan waktu pemanenan. Ketepatan waktu dalam melakukan panen
untuk mendapatkan benih akan sangat berpengaruh terhadap mutu benih yang
dapat dilihat dari kecepatan dan daya kecambah apabila benih tersebut ditanam.
Menurut Ma’rufah (2008), waktu pemanenan yang tepat untuk memanen biji
adalah pada saat biji pada tanaman tersebut mencapai masak fisiologis. Pada saat
biji mencapai masak fisiologis, proses-proses fisiologis yang berkaitan dengan
pengisian biji dihentikan sehingga proses pertumbuhan (perbesaran) tidak lagi
terjadi dan biji mencapai bobot maksimum. Indikator yang dapat dilihat selain
berat biji yang sudah mencapai maksimum, tanda biji sudah mencapai masak
fisiologis adalah terjadinya penurunan kadar air dalam biji hingga batasan
tertentu. Kadar air benih akan mengalami fluktuasi dan saat kadar air mengalami
fluktuasi maka benih sudah masak fisiologis.
2.3 Mutu Benih
Input dasar yang paling penting dalam pertanian adalah mutu benih, mutu benih
yang baik merupakan dasar bagi produktifitas pertanian yang lebih baik. Benih
merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam budidaya tanaman,

14
karena faktor tersebut ikut menentukan produksi. Kualitas ditentukan oleh proses
perkembangan dan kemasakan benih, panen dan perontokan, pengeringan,
penyimpanan benih sampai fase pertumbuhan di persemaian (Mugnisjah dan
Setiawan, 1995).
Benih merupakan faktor yang menentukan dalam upaya meningkatkan produksi
tanaman. Hanya benih yang memiliki mutu baik yang nantinya akan
mendapatkan hasil yang maksimal dan berkelanjutan. Dalam teknologi benih,
viabilitas hanya satu dari sekian banyak faktor yang menunjukkan kriteria benih.
Mutu benih yang tinggi dengan penerapan teknologi benih yang baik akan
kembali pada mutu fisiologi benih berupa status viabilitasnya (Sadjad, 1993).
Benih yang bermutu dapat dilihat dengan parameter viabilitas benih itu sendiri.
Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melihat viabilitas benih adalah
daya berkecambah benih dan untuk melihat viabilitas benih ada beberapa
parameter yang dapat digunakan antara lain keserempakan berkecambah benih,
kecepatan berkecambah benih, dan daya hantar listrik (Copeland and McDonald,
2001).
Salah satu cara untuk mendapatkan benih dengan viabilitas yang tinggi adalah
dengan memanen benih pada umur yang tepat sehingga viabilitas benihnya belum
turun tetapi kadar airnya cukup rendah sehingga tidak menyulitkan dalam
prosesingnya.
Penundaan pemanenan dapat menurunkan mutu benih karena terjadinya
kemunduran benih. Delouche (1990) yang dikutip oleh Nugraha dan Soejadi

15
(1995) menyatakan bahwa ketahanan benih terhadap kemunduran benih berbedabeda tergantung kepada fenotipenya. Kemunduran benih dapat terjadi karena
beberapa faktor yaitu adanya infestasi hama dan penyakit, kondisi iklim yang
tidak baik, dan lain-lain. Kemunduran benih akan mempengaruhi viabilitas,
vigor, dan daya simpan benih. Oleh sebab itu, periode antara matang fisiologis
sampai panen merupakan periode yang sangat kritis untuk kualitas benih. Waktu
pemanenan yang tepat merupakan cara untuk mendapatkan benih yang bermutu
tinggi.

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Lampung mulai Januari 2012 sampai dengan Maret 2012.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah galur benih kedelai dan air. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian adalah kertas merang, plastik, karet, baki, gunting,
label, alat pengecambah benih tipe IPB 73-2B, oven, kertas milimeter bergaris,
neraca analitik, dan alat pembagi tepat.
3.3 Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan menguji hipotesis,
maka rancangan perlakuan disusun secara faktorial 5x4. Faktor pertama berupa
lima galur kacang tanah yaitu galur G/92088//92088-02-B-2-9, galur J/91283-99C-192-17, galur 7720/0210/PEMALANG, galur 7638/0138/MADIUN, dan galur
GH 02/G-2000-B-653-54-28. Faktor kedua berupa empat taraf umur panen yaitu
80 hst, 85 hst, 90 hst, dan 95 hst. Galur yang digunakan oleh peneliti merupakan
hasil pemuliaan oleh Astanto Kasno dari Balitkabi.

17
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok teracak
sempurna (RKTS) dengan tiga kelompok. Pengelompokan dilakukan berdasarkan
hari kerja.
Homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan uji Bartllet dan kemenambahan
model diuji dengan uji Tukey. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf nyata
0,05. Tanggapan untuk lima galur kacang tanah diuji dengan perbandingan kelas,
sedangkan perlakuan lima taraf umur panen diuji dengan uji polinomial ortogonal.
Tata letak percobaan yang dilakukan dibawah ini.

a3b0

a5b2

a2b3

a3b2

a4b0

a4b2

a1b0

a5b1

a4b1

a2b1

a2b2

a3b3

a5b0

a1b3

a1b2

a3b1

a4b3

a1b1

a5b3

a2b0

a4b0

a2b0

a4b2

a1b3

a4b3

a1b0

a3b1

a5b3

a3b2

a5b0

a1b2

a5b1

a1b1

a2b2

a3b3

a3b0

a4b1

a2b1

a2b3

a5b2

a4b0

a2b0

a5b3

a3b0

a4b3

a1b2

a2b3

a3b1

a1b1

a2b2

a5b0

a4b1

a1b0

a5b1

5b2

a3b4

a1b2

a2b1

a4b2

a3b2

Gambar 1. Tata letak percobaan

I

II

III

18
Gambar 1 (Lanjutan).
Keterangan:
a1 = Galur G/92088//92088-02-B-2-9
a2 = Galur J/91283-99-C-192-17
a3 = Galur 7720/0210/PEMALANG
a4 = Galur 7638/0138/MADIUN
a5 = Galur GH 02/G-2000-B-653-54-28

b0 = Umur panen 80 HST
b1 = Umur panen 85 HST
b3 = Umur panen 90 HST
b4 = Umur panen 95 HST

3.4 Pelaksanaan Penelitian
Benih galur kacang tanah yang sudah dipanen dan dikupas kulitnya disiapkan
bersama alat-alat yang akan digunakan. Benih galur kacang tanah dipisahkan ke
dalam wadah, pada tiap galur juga dipisahkan antar empat taraf umur panen.
Benih kacang tanah dipisahkan berdasarkan galur dan taraf umur panennya,
kemudian rendam kertas merang yang digunakan sebagai bahan tanam ke dalam
baki berisi air sampai basah merata. Kertas merang yang digunakan sebagai
media tanam terdiri dari tiga lembar untuk bagian bawah sebagai alas, dan dua
lembar sebagai penutupnya. Kertas merang yang dibasahkan kemudian
diletakkan sebanyak tiga lapisan diatas plastik dengan permukaan kertas yang
kasar menghadap ke atas. Benih kacang tanah sebanyak 25 ditanam pada
permukaan kertas merang yang kasar, selanjutnya dua lapis kertas merang
digunakan sebagai penutup. Kertas merang digulung ke arah panjang substrat
secara rapi kemudian diikat dengan karet gelang. Benih yan telah ditanam pada
media kertas merang kemudian dikecambahkan dalam alat pengecambah benih
(germinator). Pengujian benih kacang tanah pada metode ini dilakukan 7 hari
setelah kacang tanah dipanen dan dikupas kulitnya. Pengujian tersebut berlaku
bagi semua taraf umur panen kacang tanah yang diuji.

19
3.5 Pengamatan
Daya berkecambah benih.
Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali dengan membedakan kecambah normal,
kecambah abnormal, dan benih mati. Daya berkecambah benih dihitung
berdasarkan persentase kecambah normal yang dihasilkan pada 5x24 jam untuk
pengamatan pertama dan 7x24 jam untuk pengamatan kedua. Daya berkecambah
benih dapat diketahui dengan rumus:
DB (%) = KN pengamatan I + KN pengamatan II
Σ benih yang ditanam

x 100%

Kecepatan berkecambah.
Pengamatan dilakukan pada hari kedua sampai dengan hari ketujuh dengan
jumlah kecambah normal yang diamati tumbuh per hari. Kecepatan berkecambah
dapat diketahui dengan rumus:
KCT =
Keterangan:

Xi
Xi-1
Ti

Σ(Xi-Xi-1)
Ti

= Jumlah kecambah normal pengamatan hari ke-i
= Jumlah kecambah normal pada hari sebelum hari ke-i
= Banyaknya hari sejak tanam sampai dengan hari ke-i

Keserempakan berkecambah.
Pengamatan persentase kecambah normal kuat yang tumbuh dilakukan pada hari
ketujuh. Kecambah normal kuat dihitung dengan rumus:

20
KNK (%) =

Σkecambah Normal Kuat
x 100%
Σbenih yang ditanam

Panjang akar kecambah normal.
Panjang akar kecambah normal diukur dari bagian ujung akar hingga pangkal akar
pada kecambah normal saat 7 hari setelah tanam.

Panjang tajuk kecambah normal.
Panjang tajuk kecambah normal diukur dari bagian ujung hipokotil hingga
pangkalnya pada kecambah normal saat 7 hari setelah tanam.

Bobot kering kecambah normal.
Bobot kering kecambah normal diamati saat kecambah normal tanpa kotiledon
berumur 7 hari setelah tanam. Kecambah terlebih dahulu dikeringkan dengan
oven pada suhu 800C selama 3x24 jam atau sampai bobotnya tetap. Kecambah
yang sudah kering ditimbang dalam satuan gram.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Galur a2, a3, dan a4 menghasilkan mutu benih yang terbaik, sedangkan galur a1
dan a5 menghasilkan mutu benih yang terendah tergantung pada umur panen
optimum yang berbeda. Galur a2 memiliki umur panen 88,6091,20 hari; galur
a3 memiliki umur panen 87,4390,08 hari; dan galur a4 memiliki umur panen
90,2591,80 hari. Variabel yang mendukung adalah daya berkecambah,
kecepatan berkecambah, keserempakan berkecambah, panjang tajuk, panjang
akar, dan bobot kering kecambah normal. Galur a1 memiliki umur panen
87,6390,41 hari; galur a5 memiliki umur panen 88,2189,99 hari. Variabel
yang mendukung adalah kecepatan berkecambah, panjang tajuk, panjang akar,
dan bobot kering kecambah normal.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan dapat disarankan untuk peneletian
evaluasi galur benih untuk mengamati mutu fisik benih seperti bentuk benih,
warna kulit benih, dan bobot 100 butir agar informasi yang didapat tentang galur
tersebut lebih lengkap.

PUSTAKA ACUAN

Adisarwanto, A.A. 1993. Budidaya kacang tanah. Malang. Balai Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Hlm. 91-107.
Asiamaya. 2000. Kacang Tanah. http://www.asiamaya.com/
nutrients/kctanah.htm. Diakses pada 15 Oktober 2011.
Bedane, G.M., M.L. Gupta, and D.L. George. 2006. Optimum Harvest matutity
for Guayule Seed. Industrial Crops and Products an International
Journal. 24: 26-33
Copeland, L.O. and M.B. McDonald. 1997. Principles of Seed
Science and Technology: Fourth Edition. Kluwer Academic Publishers.
London. 749 p
Deptan. 2006. Budidaya Kacang Tanah Tanpa Olah Tanah.
http://www.deptan.go.id/teknologi/tp/kctanah. Diakses pada 9 Oktober 2011
Harrington, J.F. 1972. Problems of Seed Storage. Seed Science and Technology.
1: 453-461.
Hasanah, M. 2002. Peran Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan
Industri Benih Tanaman Industri. Jurnal Litbang Pertanian. 21(3). 2002
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Institut Teknologi Bandung.
Bandung. 275 hlm.
Justice, O.L., and O.L. Bass. 1979. Principles and Practices off Seed Storage.
CastleHouse Publ. London. 506 p.
Kamil, J. 1979. Teknologi Benih 1. Angkasa Raya. Padang. 227 hlm.
Kartika, E. dan S. Ilyas. 1994. Pengaruh tingkat kemasakan benih dan metode
konservasi terhadap vigor benih dan vigor kacang jogo (Phaseolus vulgaris
L. ). Karya Ilmiah Fakultas Pertanian IPB. Hlm. 44—59.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih: Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta. 187 hlm.

43
Kasno, A. 1993. Pengembangan varietas kacang tanah. Dalam BalaiPenelitian
Tanaman Pangan Malang (Ed.). Monograf Balittan Malang :Kacang Tanah.
Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang. Hlm 31-68
Lakitan, B. 2004. Dasar dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. Hlm. 73–80.
Mayer, A.M. and A.P. Mayber. 1975. The Germination od Seeds: Second
Edition. Pergamon Press. England. 244 p.
Ma’rufah, D. 2008. Pengisian dan pemasakan biji. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta. http://www.scribd.com/doc/33009269/Pengisian dan
Pemasakan Biji. Diakases tanggal 9 Oktober 2011.
Mugnisjah, W.Q. dan A. Setiawan. 1995. Pengantar Produksi Benih.
PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 186 hlm.
Nugraha, S. 2008. Penentuan umur panen dan sistem panen.
http://www.pustaka-deptan.go.id/bppi. Diakses tanggal 10 Oktober 2011.
Nugraha, U.S. dan Soejadi. 1995. Pengaruh Umur Panen terhadap Mutu
Benih Padi IR-64. Balai Penelitian Tanaman Padi. Jawa Barat. 75 hlm.
Perdani, A.Y. 2012. Umur Matang Fisiologis, Daya Simpan, dan Kemunduran
Benih 20 Genotipe Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). (Tesis)
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 87 hlm.
Purnomo, J. dan Paidi. 2007. Daya hasil kacang tanah berumur genjah.
Inovasi teknologi kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung
kemandirian pangan & kecukupan energy. Balai Penelitian Tanaman
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Hlm. 136-144.
Qun, S., W. Jian, and S. Bao. 2007. Advances on Seed Vigor
Physiological and Genetik Mechanism. Agricultural Sciences in China.
6(9): 1.060-1.066.
Rahmianna, A.A., E. Yusnawan, dan A. Taufiq. 2009. Pod Yield and Kernel
Quality of Peanut Grown under Two Different Irrigations and Two Harvest
Time. Indonesian Journal of Agriculture. 2(2):103-109.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta. 103 hlm.
Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta. 145 hlm.

44
Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta. Hlm. 60-69.
Sriwidodo. 1987. Daya Hasil dan Sifat Agronomik Galur-galur Harapan
Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Agrikam. 2(1) : 1-6.
Surya, M.I. 2008. Pengaruh Tingkat Kemangatangan Buah terhadap
Perkecambahan Biji pada Pyracantha spp. Buletin Kebun Raya
Indonesia. 11(2):36-40.
Sutopo, S. 1993. Teknologi Benih. Rajawali Pers. Jakarta. 245 hlm.
Tatipata, A., P. Yudono, A Purwantoro, dan W. Mangoendidjodjo. 2004.
Pengaruh Kadar Air Awal, Kemasan dan Lama Simpan terhadap
Protein Membran dalam Mitokondria Benih Kedelai. Buletin Agronomi.
36(1)8-16.
Trustinah. 1993. Biologi Kacang Tanah. Monograf Balittan Malang.
Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. Hlm. 9-23.
Wirawan, B. dan S. Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar
Swadaya. Jakarta. 120 hlm.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis HypogaeaL.) dan Jagung (Zea MaysL.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

0 73 137

Analisis Produksi Dan Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (Arachis hipogaea L.) Di Kabupaten Tapanuli Utara(Studi Kasus: Desa Banuaji IV, Kec. Adiankoting, Kab. Tapanuli Utara)

22 161 102

Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) Pada Lahan Sawah di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

0 31 72

Respons Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Terhadap Pemberian Kompos Jerami Padi, Rhizobium Serta Pupuk Ca (Kalsium) pada Lahan Pasang Surut di Desa Selotong Kabupaten Langkat

2 89 112

Respon Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Terhadap Fungisida Sistemik Pada Pengendalian Bercak Daun (Cercospora sp) di Lapangan.

1 46 86

Respon Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)Terhadap Fungisida Sistemik Pada Pengendalian Bercak Daun (Cercospora sp) di Lapangan.

1 29 84

Respon Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) Terhadap Pemberian Kompos Tandan Kosong kelapa Sawit Dan Unsur Hara P

0 31 83

Respon Morfofisiologis Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Terhadap Cekaman Kekeringan

0 27 113

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis Hypogaea. L.) Terhadap Waktu Pemangkasan Dan Perebahan

1 19 145

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kacang Tanah (Arachis Hypogaeal.) Dengan Pemberian Pupuk Kandang Ayamdan Pupuk Npk (15: 15: 15)

0 51 115