Peran Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan Dalam Meminimalisir Terjadinya Perceraian (Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012)

PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN
PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN
(Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi
Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:
ILAL PAJRI SIREGAR
NIM : 208044100001

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M

PERAN BADAN PENASEHAT PEMBINAAN PELESTARIAN

PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA PERCERAIAN
(Studi Pada Bp4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:
ILAL PAJRI SIREGAR
NIM : 208044100001

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2014 M

i


ABSTRAK
ILAL PAJRI SIREGAR, NIM: 208044100001, PERAN BADAN PENASEHAT
PEMBINAAN PELESTARIAN PERKAWINAN DALAM MEMINIMALISIR
TERJADINYA PERCERAIAN (Studi Pada Bp4 Kecamatan Pamulang Kota
Tangerang Selatan). Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1435 H/2014 M. xi +81.
Konflik rumah tangga tidak mungkin untuk dihindari. Setiap orang berpotensi
untuk terjadinya konflik. Oleh karena itu penting untuk menjembatani hubungan
antara suami dan istri yang sedang dalam konflik. Dalam hal ini Negara sebagai pihak
ketiga diwakili oleh Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)
didirikan untuk mengurangi potensi semakin meningkatnya perceraian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yaitu dpreskriptif analitis. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan
perundang-undangan dan wawancara. Sedangkan data sekunder berupa buku-buku,
kitab-kitab, dan karya tulis ilmiah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara
kualitatif.
Dari penelitian yang dilakukan ada tiga hal terkait dalam penelitian ini.
Pertama, peran badan penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4)

terkait dengan usaha untuk meminimalisir perkawinan sangat penting. Kedua,
langkah-langkah yang telah dilakukan oleh BP4 terkait upaya meminimalisir telah
dilakukan baik dengan cara sosialisasi, penyuluhan, maupun advokasi. Serta
melakukan seluruh kegiatan yang bersifat memberikan edukasi kepada masyarakat
terkait dengan perlunya memperhatikan pentingnya institusi keluarga, dalam
memajukan Negara dan agama.
Ketiga, Akan tetapi upaya ini belum bisa dilakukan secara maksimal,
sedikitnya ada lima faktor yang menjadi penghambat usaha BP4 Pertama,
perkembangan globalisasi serta meningkatnya pengaruh teknologi informasi. Kedua,
belum optimalnya pelaksanaan fungsi dan tugas BP4 karena masih lemahnya SDM
dan rendahnya komitmen pengurus, tidak tersedianya alokasi anggaran khusus
(APBN & APBD), serta terbatasnya sarana dan prasarana pendukung. Ketiga,
sosialisasi terhadap keberadaan dan peran BP4 masih kurang, sehingga masyarakat
belum mengenal dan tidak dapat memanfaatkan pelayanan konsultasi BP4. Keempat,
makin banyaknya keluarga miskin yang bermasalah dan memerlukan bantuan dan
konseling. Kelima, masih lemahnya hubungan/koordinasi BP4 dengan instansi
pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Kata kunci
Pembimbing
Daftar Pustaka


: BP4, mediasi, perceraian.
: Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA.
: Tahun 1969 s.d Tahun 2010.

v

KATA PENGANTAR
‫ا‬

‫ﷲا‬

Puji syukur kepada Allah Tuhan Seru Sekalian Alam. Tidak ada kata yang
pantas kecuali pujian yang terus dilafalkan oleh lisan dan tidak ada perbuatan baik
dan perbuatan ketaatan kecuali tertuju hanya kepada-Nya. Hanya Dia lah yang pantas
dipuji dan hanya Dia lah yang pantas disembah, kepada-Nya pula hamba memohon
pertolongan, sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Sholawat serta salam kepada “legislator” yang tidak ada tandingannya,
membuat hukum dengan kemaslahatan yang mengelilinginya, menegakkan hukum
dengan penuh kebersihan akal dan jiwa sehingga setiap keputusan sesuai tidak ada

yang menentangnya. Semoga sholawat dan salam menolong hamba pada saat
penghakiman di akhirat kelak, serta memberikan atsar semangat dan keteguhan
dalam perjuangan penulis dalam menegakkan hukum di kehidupan sehari-hari hamba.
Penulis sangat berterimakasih kepada kedua orang tua, dan seluruh keluarga
penulis yang telah mendidik dari kecil sampai sekrang. Mudah-mudahan Allah swt
melindungi dan memberikan keberkahan kepada kita sekeluarga. Amiin.
Tidak lupa, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang
turut mempengaruhi hamba dalam mendewasakan penulis, yang terhormat:
1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., Ketua Program Studi Ahwal
sakhsiyyah sekaligus sebagai pembimbing yang telah membimbing
penulis dalam penulisan Skripsi ini. Ibu Rusdiana, MA., Sekretaris
Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah;
3. Muhfida, SHI yang terus rela untuk kami sibukkan dalam setiap
pengurusan administrasi, hingga selesai penulisan skripsi ini.

vi

4. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. Sebagai pembimbing skripsi,

terimakasih tak terhingga atas masukan dan dukungannya dalam penulisan
skripsi ini.
5. Abdul Karim Munthe, Muhammad Rozi dan teman-teman kelas yang
telah turut mensuport penulis sampai penulisan skripsi ini selesai ditulis.

Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak
dapat penulis tuliskan, semoga doa dan harapan kita semua dikabulkan-Nya, Amiin.

Jakarta, 1 Oktober 2014
Penulis

Ilal Pajri Siregar

vii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………

i


PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ………………………………………..

iii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………. iv
ABSTRAK ………………………………………………………………………. v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. ix
BAB I :

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………………… 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………….. 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………… 9
E.

Studi Rivew Terdahulu …………………………………………… 10


F.

Metode Penelitian ………………………………………………… 12

G. Review Studi Terdahulu ………………………………………….. 10
H. Sistematika Penulisan ……………………………………………... 14

BAB II : TIJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN
viii

A. Pengertian perceraian ……………………………………………… 16
B. Dasar Hukumnya ………………………………………………….. 17
C. Macam-macam Perceraian ………………………………………… 19
D. Alasan-alasan Terjadinya Perceraian ……………………………… 32

BAB III: GAMBARAN

UMUM

TENTANG


BADAN

PENASEHATAN

PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4)
A. Profile BP4 ………………………………………………………… 35
B. Sejarah BP4 ………………………………………………………... 38
C. Tujuan, Visi dan Misi BP4 ………………………………………... 42
D. KebijakanUmum BP4 ……………………………………………... 43
E.

Susunan Pengurus BP4 dan Program Kecamatan Pamulang ……… 49

BAB IV: ANALISA EKSISTENSI B4 DALAM UPAYA MEMINIMALISIR
TERJADINYA

PERCERAIAN

(StudiPada


BP4

Kecamatan

Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012)
A. Deskripsi Geografis Kecamatan Pamulang ……………………….. 55
B. Eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian .. 56
C. Faktor penghambat pelaksanaan program BP4 …………………….61
D. Analisa Penulis terhadap eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir
terjadinya perceraian ………………………………………………. 69

ix

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………... 77
B. Saran-Saran ……………………………………………………….. 78

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN


x

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan atau rumahtangga adalah suatu ikatan lahir dan batin antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui akad nikah (ijab kabul)
dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera.
Pernikahan atau perkawinan merupakan sunnatullah yang artinya perintah
Allah dan Rasul-Nya, tidak hanya semata-mata keinginan manusia atau hawa
nafsu saja, karena seorang yang telah berumah tangga berarti ia telah menjalankan
sebagian dari syariat agama Islam.1
Pengertian istilah perkawinan lebih luas dari istilah pernikahan. Jika
pernikahan merujuk pada sebuah ikatan yang dilakukan atau di buat oleh pihak
suami dan istri untuk hidup bersama, dan atau merujuk pada sebuah proses dari
ikatan tersebut, perkawinan merujuk pada hal-hal yang muncul terkait dengan
proses, pelaksanaan dan akibat dari pernikahan.2 Dengan demikian, perkawinan
mencakup bukan saja syarat dan rukun pernikahan dan bagaimana pernikahan

1

Sidi Nazar Bakhry, “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” (tt: Pedoman Ilmu
Jaya, 2001), Cet 1, h.2.
2

Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan dalam
lingkungan Peradilan Agama, Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Jakarta:
Depag RI, 2001), h.131.

1

2

harus dilakukan, tetapi juga masalah hak dan kewajiban suami istri, nafkah,
perceraian, pengasuhan anak, perwalian dan lain-lain.3
Sayyid Sabiq, lebih lanjut mengomentari perkawinan merupakan
sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan
maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah
sebagai jalan bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan
melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya
yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.4
Pengertian tersebut hanya melihat dari satu sisi saja yakni kebolehan
hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang
semula dilarang menjadi dibolehkan. 5 Meskipun demikian, hukum perkawinan
Islam bagi kaum muslimin memperoleh jaminan tetap berlaku, sebagaimana dapat
dipahamkan dengan jelas dari pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Perkawinan dan
yang diisyaratkan dalam banyak pasal Undang-Undang. Hal ini sejalan pula
dengan jaminan pada pasal 29 UUD 1945 yang bersumber kepada sila Ketuhanan
Yang Maha Esa pada dasar falsafah Negara Pancasila.6

3

Euis Nurlaelawati, Kapita Selekta Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011), h.73.
4

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr,1983), cet.ke-4, jilid 2, h.5.

5

Baharuddun Ahmad, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis, (Jambi:
Syari’ah Press IAIN STS, 2008), cet.I, h.54.
6

h.9.

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2010), cet. Ke-12,

3

Al-Quran menyatakan perkawinan sangat dianjurkan kepada hambanya
yang beriman dan telah memenuhi syarat untuk melaksanakan perkawinan, dalam
rangka untuk mencapai kesempurnaan ibadahnya. Karena pada dasarnya manusia
adalah makhluk yang diciptakan Allah membutuhkan pendamping hidup sebagai
makhluk ciptaan lainnya. Allah telah menjanjikan kepada hambanya yang
melaksanakan perkawinan akan memberikan anugerah yang berlipat ganda.
Pada prinsipnya hukum perkawinan di Indonesia menganut asas
monogami. Dengan demikian tidak boleh seorang laki-laki atau perempuan
memiliki pasangan lebih dari satu. Walaupun demikian seorang suami masih
dimungkinkan untuk melakukan poligami jika pihak yang bersangkutan telah
benar-benar mampu memenuhi persyaratan untuk beristri lebih dari seorang
seperti sang suami punya kemampuan dan sanggup berlaku adil, sedangkan sang
istri tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai istri yang baik.7
Keharmonisan dalam suatu rumah tangga yang mawadah warahmah
merupakan impian dan cita-cita setiap pasangan suami isteri. Di awal kehidupan
berkeluarga, sepasang suami istri memandang bahtera rumah tangga mereka
dengan kaca mata emas, penuh keindahan, cinta dan harapan. Dengan berbekal
pengalaman hidup masing-masing, mereka memasuki gelanggang kehidupan baru
yang masih asing. Sejuta harapan untuk mewujudkan suatu keluarga yang

7

Sidi nazar Bakhry, “Kunci Keutuhan rumah tangga; keluarga sakinah” (pedoman Ilmu
Jaya, 2001), Cet 1 , h.4.

4

sejahtera, saling menyayangi dan abadi selalu terucap manis disaat bersanding,
sebagai “cita-cita indah bersama” mereka.8
Perkawinan disyaratkan dalam Islam adalah untuk mewujudkan keluarga
yang sakinah dengan landasan mawaddah warahmah. Namun demikian, tidak
jarang pasangan suami istri yang telah terikat dalam tali perkawinan tidak bisa
mewujudkan keluarga yang sakinah. Realita di masyarakat banyak juga pasangan
suami istri menjalani kehidupan rumah tangga mereka dengan tidak harmonis,
yang ujungnya berkakhir dengan perceraian.
Ditinjau dari segi yuridis, ikatan perkawinan akan menimbulkan suatu
hubungan hukum yang bersifat hak dan kewajiban antara suami dan istri secara
timbal balik, selain hal tersebut juga merupakan suatu perbuatan keagamaan yang
erat sekali hubungannya dengan kerohanian seseorang, sebagai salah satu masalah
keagamaan maka setiap agama di dunia ini mempunyai peraturan tersendiri
tentang perkawinan. Sehingga pada prinsipnya diatur dan harus tunduk pada
ketentuan-ketentuan ajaran agama yang di anut oleh mereka yang akan
melangsungkan perkawinan.9
Sehingga masalah hak dan kewajiban suami istri merupakan tindak lanjut
dari kehidupan keluarga yang didirikan atas landasan cinta dan kasih sayang.
Dengan satu kesadaran, masing-masing pihak (suami-istri) menyadari bahwa
8

Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili, “Perceraian salah siapa?” Bimbingan Islam
Mengatasi problematika Rumah Tangga ( Jakarta: Lentera, 2001).
9

Abdurrahman dan Syahrani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung:
Penerbit Alumni, 2001), Cet.Ke-IV, h.17.

5

antara pria dan wanita mempunyai perbedaan-perbedaan secara alami baik
fisiologi (fungsi fisik), psikologi, maupun fungsi. Karena itu hak dan kewajiban
suami istri harus didirikan di atas prinsip-prinsip itu.10
Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan akad pernikahan adalah
saling berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai, dan
menghormati satu dengan lainnya. Sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita
yang diinginkan.
Ada

beberapa

tujuan

yang

diharapkan

dapat

tercapai

dengan

disyariatkannya perkawinan dalam Islam, di antaranya adalah untuk tercapainya
rasa tentram dan kasih sayang antara pasangan yang melangsungkan perkawinan,
sebagaimana disyariatkan dalam surat al-Ruum ayat 21. Tujuan lainnya adalah
untuk memelihara pandangan mata dan menjaga kehormatan diri dan untuk
mendapatkan keturunan yang sah serta sehat jasmani, rohani, maupun sosial, juga
mempererat silaturahmi serta untuk mencapai masa depan individu dan keluarga
yang lebih baik.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka pasangan suami istri yang
memegang peranan utama dalam mewujudkan keluarga sejahtera, perlu
meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina
kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama yang dianutnya dan ketentuan
masyarakat.

10

Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakînah, (Surabaya: PT. BinaIilmu, 1995), cet.I. h.101.

6

Berbicara mengenai badan atau lembaga yang berperan dan berkiprah
seperti halnya di atas, maka diharapkan pula bahwa suatu badan atau lembaga itu
adalah suatu wadah yang dapat dijadikan suatu wacana atau tempat untuk
mendapatkan pendidikan, bimbingan dan penataran. Sebagai gambaran atau
pengajaran bagi calon pasangan suami istri untuk rumah tangganya yang akan
mereka lalui bersama sebagai anggota masyarakat yang baru.
Dalam kehidupan masyarakat kita terdapat suatu badan yang oleh
pemerintah diberi wewenang ikut andil menyelesaikan persoalan rumah tangga
dari masyarakat muslim yang kenal dengan istilah BP4 (Badan Penasehatan
Pembinaan Pelestarian Perkawinan) dan diharapakan badan tersebut dapat
memberikan bantuan kepada pemerintah dalam rangka mencapai tujuan dari
sebuah perkawinan yaitu perkawinan yang sakinah, mawaddah, warahmah.
BP4 juga mempunyai fungsi dan tugasnya yaitu mendamaikan suami istri
yang berselisih dan memberikan nasehat atau bimbingan sebelumnya bagi calon
pasangan suami istri yang akan melangsungkan perkawinan. Badan ini telah
mendapat pengakuan resmi dari pemerintah sejak dikeluarkannya SK Menteri
Agama No.85 Tahun 1961, yang menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan
yang

berusaha

pada

bidang

penasehatan

perkawinan

dan

pencegahan

perkawinan.11

11

Muchtar Zubaidah, fungsi dan Tugas BP4;Nasehat perkawinan Dan Keluarga, (Jakarta:
Maret, 1993), h.36.

7

Sebagai konsultan penasehat keluarga tentu saja tantangan yang dihadapi
BP4 adalah bagaimana memberi pelayanan sebaik mungkin, baik dari memahami
persoalan yang dihadapi oleh pasangan suami istri atau menggunakan tenagatenaga yang profesional dalam bidang konsultasi dan bimbingan penyuluhan
keluarga dan perkawinan, sehingga mampu berjalan efektif dalam menjalankan
tugas-tugasnya.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis terdorong untuk
mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul:
“PERAN

BADAN

PERKAWINAN

PENASEHAT
DALAM

PEMBINAAN

PELESTARIAN

MEMINIMALISIR

TERJADINYA

PERCERAIAN (Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang
Selatan)”
B. Indetifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas memberikan gambaran bahwa negara
mengambil peran dalam meminimalisir persoalan perkawinan dengan mendirikan
lembaga yang disebut dengan Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian
Perkawinan atau Bp4. Oleh karena itu di sini penulis beberapa permasalahan yang
terkait dengan pembahasan di atas, sebagai berikut:
1. Bagaiamana peran Bp4 dalam meminimalisir permasalahan perkawinan
khususnya di Kecamatan Pamulang?

8

2. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan BP4 dalam meminimalisir
perceraian?
3. Apa yang menjadi faktor penghambat kinerja BP4 dalam meminimalisir
angka perceraian?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini perlu dilakukan agar
pembahasannya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok
permasalahan. Disamping itu juga untuk mempermudah melakukan
penelitian. Oleh sebab itu, penulis membatasi dengan hanya membahas
permasalahan tentang bagaimana eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir
terjadinya perceraian khususnya pada BP4 di kecamatan Pamulang kota
Tangerang Selatan dan hanya membahas pada tahun 2011 sampai dengan
tahun 2012.
2. Perumusan Masalah
Berangkat dari masalah tersebut peneliti merumuskan permasalahan
dengan pertanyaan sebagai berikut :
a. Bagaimana peran BP4 Kecamatan Pamulang dalam meminimalisir
terjadinya perceraian ?
b. Langkah- langkah apa saja yang diambil oleh BP4 dalam meminimalisir
terjadinya perceraian ?

9

c. Faktor-faktor apa saja yang menghambat BP4 Kecamatan Pamulang
dalam melakukan pencegahan terjadinya perceraian?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan yang telah
disebutkan di atas maka tujuan sebuah penelitian ini adalah:
a. Untuk

mengetahui

perana

BP4

Kecamatan

Pamulang

dalam

meminimalisir terjadinya perceraian.
b. Untuk mengetahui dampak progam BP4 Kecamatan Pamulang dalam
mencegah terjadinya perceraian.
c. Untuk mengetahui faktor penghambat BP4 Kecamatan Pamulang dalam
melakukan pencegahan terjadinya perceraian.
2. Manfaat penelitian
Apabila tujuan penelitian bisa tercapai dan rumusan masalah dapat
terjawab dengan baik, maka penelitian diharapakan dapat member manfaat
baik. Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pandangan tokoh masyarakat terhadap pentingnya BP4
terhadap upaya pembetukan keluarga sakinah.
b. Mengetahui perkembangan progam-progam yang dilaksanakan BP4 dan
seberapa pengaruhnya progam BP4 terhadap upaya pembentukan keluarga
sakinah.

10

c. Sebagai bahan untuk menambah wawasan, memperdalam dan memperluas
keilmuan mengenai hokum keluarga dan hokum perkawinan Islam.

E. Studi Review Terdahulu
Dalam penulisan karya ini penulis menemukan data yang berhubungan
dengan BP4, untuk menentukan arah dalam pembahasan skripsi ini, penulis
menelaah skripsi yang membahas tentang judul yang akan penulis kemukakan
dalam penulisan skripsi:
1. Dhoni Setiawan menyusun skripsinya yang berjudul “Peran Badan Penasehat
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam mencegah terjadinya
perceraian” yang ditulis pada tahun 2006. Skripsi tersebut hanya membahas
keberadaan BP4 Kecamatan Pamulang sangat besar, namun dewasa ini
keberadaan BP4 Kecamatan Pamulang hanya “wujuduhu kaadamihi” yaitu
ada tapi seperti tidak ada. Dikarenakan kurangnya peran BP4 kecamatan
pamulang untuk memaksimalakan keadaan, karena BP4 masih dalam naungan
KUA. Dan dalam skripsinya juga dia memaparkan tentang upaya BP4
kecamatan pamulang yaitu, pemberian nasehat perkawinan kepada calon
pengantin, memberikan informasi tentang kehidupan rumah tangga,
memberikan ceramah agama, dan memperkecil angka pernikahan dibawah
umur.

11

2. Kemudian skripsi yang ditulis Nurjamil dengan judul: ”Peran BP4 dalam
mensukseskan perkawinan di Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis
Jawa Barat” yang ditulis pada tahun 2004. Menggambarkan tentang
keberhasilan BP4 Kecamatan Cijeungjing dalam meminimalisir angka
perceraian, namun peran ulama setempatlah yang paling besar pengaruhnya
dalam keberhasilan tersebut. Penulis juga memaparkan kendala-kendala yang
dihadapi BP4 yaitu, masyarakat menginginkan masalah yang praktis sehingga
merasa cukup untuk mendapatkan nasehat ketika akad nikah saja, kemudian
kurangnya SDM di Kecamatan Cijeungjing itu sendiri.12
3. Hal serupa juga dilakukan Rahmi yang mengambil judul skripsi: ”Peran BP4
dalam membentuk keluarga sakinah (Studi Kasus BP4 Kebayoran Lama)”
yang ditulis pada tahun 2004. Di sini ia menulis usaha-usaha BP4 dalam
pembentukan keluarga sakinah di antaranya: memberikan penataran kepada
calon pengantin yang dilaksanakan 3 kali dalam sebulan, kemudian
memberikan buku saku Hukum Munakahat secara Cuma-Cuma kepada calon
pengantin, memberikan nasehat, danpemecahan masalah dalam kehidupan
rumah tangga, serta meningkatkan mutu pernikahan.
Yang membedakan dari ketiga skripsi di atas dengan penelitian skripsi
yang akan penulis bahas adalah bahwa penulis membahas eksistensi dari pada
BP4 dalam meminimalisir terjadinya perceraian, serta membahas bagaimana
12

Nurjamil,”Peran BP4 Dalam mensukseskan perkawinan dikecamatan Cijeungjing
kabupaten Ciamis Jawa Barat”.(skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas islam Negeri
Syarif Hidayatullah jakarta, 2004)

12

dampak progam yang dilaksanakan BP4 dalam mencegah terjadinya perceraian
yang dilakukan BP4 Kecamatan Pamulang pada tahun 2011 hingga 2012 saja.

F. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif
analisis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif. 13 Metode deskriptif
analisis yaitu metode yang menggambarkan dan memberikan analisis terhadap
kenyataan dilapangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian yang menggunakan
pendekatan kualitatif yaitu Prosedur Penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang atau perilaku yang
diamati.
2. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder yaitu:
a. Data Primer
Data primer: Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan, peraturan pemerintah No.9 tahun 1975 tentang
pelaksanaan Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan,
13

2004).

Lexy J. Moelang, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdayarya,

13

keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 3 Tahun 1999 tentang
pembinaan keluarga sakinah, keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan
Haji Nomor D/77/1999 tentang petunjuk pelaksanaan pembinaan gerakan
keluarga sakinah, Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang
Kependudukan dan Keluarga Sejahtera, Surat Keputusan Menteri Agama
RI No. 85 Tahun 1961.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan
mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan masalah yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah AlQuran, Hadis, buku-buku ilmiah, Undang-Undang, Kompilasi Hukum
Islam, serta peraturan-pearturan yang erat kaitannya dengan masalah yang
diajukan.
3. Teknik Pengumpulan Data

Agar didalam penelitian ini penulis mendapatkan hasil yang sesuai
dengan apa yang akan diteliti, maka tekhnik yang digunakan adalah library
research dan wawancara. Wawancara merupakan alat re-cheking atau
pembuktian

terhadap

informasi

atau

keterangan

yang

diperoleh

sebelumnya.Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview)
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara

14

Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan
sosial yang relatif lam. 14 Adapun koresponden yang akan diwawancarai
adalah kepala BP4 kecamatan Pamulang dan para tokoh masyarakat.
4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini menggunakan pedoman
penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

G. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan dalam penulisan skripsi ini, terdiri dari lima bab
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I. PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menjelaskan pendahuluan
yang akan memberikan gambaran umum dan menyeluruh tentang skipsi ini
dengan menguraikan tentang: latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, studi review
terdahulu, serta sistematika penulisan.
Bab II. KONSEP DASAR PERCERAIAN Bab ini menjelaskan tentang;
konsep dasar perceraian yang akan memberikan gambaran tentang: pengertian

14

kualitatif.pdf.

http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-penelitian-

15

perceraian dan dasar hukumnya, macam-macam perceraian, sebab akibat
terjadinya perceraian dan faktor pengganggu keharmonisan keluarga dan yang
menyebabkan terjadinya perselisihan.
Bab III. TINJAUAN UMUM TENTANG BP4 bab ini berisikan tentang
gambaran umum tentang badan penasehat pembinaan dan pelestarian perkawinan
(BP4) terdiri dari; Sejarah BP4, Visi dan Misi BP4, kebijakan umum BP4 dan
Struktur organisasi dan tugas-tugas BP4.
Bab IV. TEMUAN DAN ANALISIS LAPANGAN Bab ini berisikan
tentang analisis eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian
terdiri dari; Deskripsi geografis kecamatan Pamulang, eksistensi BP4 dalam
upaya meminimalisir terjadinya perceraian, faktor penghambat pelaksanaan
program BP4, pandangan masyarakat terhadap eksistensi BP4 dan analisa penulis
terhadap eksistensi BP4 dalam upaya meminimalisir terjadinya perceraian.
Bab V. PENUTUP bab akhir ini berisi penutup, yang terdiri dari
kesimpulan dan saran-saran serta akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan
lampiran-lampiran yang di anggap penting.

BAB II
TIJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN
A. Pengertian perceraian
Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara suami dan istri untuk
membentuk keluarga yang sakinah, berlandaskan mawaddah dan rahmah.
Walaupun demikian bukan berarti setiap pernikahan yang dilaksanakan akan
tercipta keluarga yang sakinah. Ada juga pernikahan yang berakhir pada
perceraian. Secara sederhana perceraian adalah proses putusnya hubungan suami
istri. Kalau kita menggunakan logika hukum perjanjian, maka perkawinan adalah
ikatan atau kesepakatan. Ketika kesepakatan itu tidak berjalan dengan sesuai
harapan maka terjadi putusnya perikatan, dalam istilah hukum perkawinan yang
di kenal dengan perceraian.
Perceraian terjadi dalam dua kondisi. Perceraian masih hidup dan
percerarian karena kematian. Perceraian karena matinya suami atau istri
merupakan perceraian yang alami. Semua orang yang telah menikah pada
akhirnya akan bercerai karena kematian. Sedangkan perceraian dalam keadaan
masih hidup dapat terjadi karena permohonan talak oleh suami atau karena
gugatan oleh istri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “cerai” diartikan “pisah, putus
hubungan sebagai suami istri, talak”. Sedangkan “perceraian” diartikan sebagai

16

17

“perpisahan, perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan, atau proses,
perbuatan, cara menceraikan”.1
Untuk masing-masing pengertian dan macam-macam perceraian akan
dijelaskan pada sub bab selanjutnya.
B. Dasar Hukum Perceraian
Perceraian bukan perbuatan illegal atau perbuatan yang dilarang oleh
hukum. Bercerai baik dalam pandangan hokum Islam maupun menurut undangundang perkawinan diperbolehkan, selama sesuai dengan alasan-alasan yang
dibenarkan oleh aturan. Berikut beberapa dasar hukum yang menjadi alasan
diperbolehkannya perceraian.
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 38 sampai
dengan pasal 41.
2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
pasal 113 sampai dengan pasal 148.
Selain dari ketentuan peraturan perundang-undangan di atas. Islam juga
memandang bahwa percerain bukan suatu perbuatan yang diharamkan,
sebagaimana yang terdapat dalam Alquran dan Hadis Nabi saw. Berikut beberapa
kutipan ayat dan Hadis:

ٍ ‫ﺎك ﺑِﻤﻌﺮ‬
ٍ ‫وف أَو ﺗَﺴ ِﺮﻳﺢ ﺑِِﺈ ْﺣﺴ‬
ِ ِ

‫ْﺧ ُﺬوا‬
ُ ‫ﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ أَ ْن ﺗَﺄ‬ ‫ﺎن َوَﻻ ﻳَ ِﺤ‬
ٌ ْ ْ
َ
ُْ َ ٌ ‫ﺴ‬
َ ‫ﺮﺗَﺎن ﻓَﺈ ْﻣ‬ ‫اﻟﻄ َﻼ ُق َﻣ‬
ِ
ِ
ِ
ِ َ ‫َﻻ ﻳ ِﻘﻴﻤﺎ ﺣ ُﺪ‬ ‫ﻻ أَ ْن ﻳ َﺨﺎﻓَﺎ أ‬ِ‫ﻦ َﺷﻴﺌًﺎ إ‬ ‫ﻮﻫ‬
‫ود‬
َ ‫ﻴﻤﺎ ُﺣ ُﺪ‬
ْ ُ ‫ﻤﺎ آﺗَـ ْﻴﺘُ ُﻤ‬ ‫ﻣ‬
ُ َ ُ
َ
َ ‫َﻻ ﻳُﻘ‬ ‫ﻪ ﻓَِﺈ ْن ﺧ ْﻔﺘُ ْﻢ أ‬‫ود اﻟﻠ‬
1

.1

Amran YS Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, cet V, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2002), h. 121.

18

ِ
ِ
‫ﺪ‬ ‫وﻫﺎ َوَﻣ ْﻦ ﻳَـﺘَـ َﻌ‬
ْ ‫ﻴﻤﺎ اﻓْـﺘَ َﺪ‬
َ ‫ت ﺑِ ِﻪ ﺗِﻠ‬
ُ ‫ْﻚ ُﺣ ُﺪ‬
َ ‫ ِﻪ ﻓَ َﻼ ﺗَـ ْﻌﺘَ ُﺪ‬‫ود اﻟﻠ‬
َ َ‫ﻪ ﻓَ َﻼ ُﺟﻨ‬‫اﻟﻠ‬
َ ‫ﺎح َﻋﻠَْﻴ ِﻬ َﻤﺎ ﻓ‬
(229 :2/‫ )اﻟﺒﻘﺮة‬.‫ﺎﻟِ ُﻤﻮ َن‬‫ﻚ ُﻫ ُﻢ اﻟﻈ‬
َ ِ‫ ِﻪ ﻓَﺄُوﻟَﺌ‬‫ود اﻟﻠ‬
َ ‫ُﺣ ُﺪ‬

Artinya: ”Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada
dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya . Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka
itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 229).

ِ
ِ ‫ ِﻪ ﺑْ ِﻦ ﻋُﻤﺮ ر‬‫َﻋﻦ َﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠ‬
‫ َﻋﻠَﻰ َﻋ ْﻬ ِﺪ‬،‫ﺾ‬
ٌ ِ‫ َﻖ ْاﻣ َﺮأَﺗَﻪُ َوﻫ َﻲ َﺣﺎﺋ‬‫ﻪُ ﻃَﻠ‬‫ أَﻧ‬:‫ﻪُ َﻋ ْﻨـ ُﻬ َﻤﺎ‬‫ﺿ َﻲ اﻟﻠ‬
ْ
َ ََ
ِ َ ‫ﺎب رﺳ‬
ِ ‫ر ُﺳ‬
 ِ
 َ ‫ ِﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
َ ‫ﺴﺄ ََل ﻋُ َﻤ ُﺮ ﺑْ ُﻦ‬
ُ‫ﻰ اﷲ‬‫ﺻﻠ‬
َ ‫ﻪ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
ُ َ ِ ‫اﻟﺨﻄ‬
َ
َ َ‫ ﻓ‬،‫ﺻﻠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ‬
ِ ‫ »ﻣﺮﻩُ ﻓَـ ْﻠﻴـﺮ‬:‫ﻢ‬‫ﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ وﺳﻠ‬‫ ِﻪ ﺻﻠ‬‫ﻮل اﻟﻠ‬
،‫اﺟ ْﻌ َﻬﺎ‬
ُ ‫ﺎل َر ُﺳ‬
َ ‫ ﻓَـ َﻘ‬،‫ﻚ‬
َ ِ‫ َﻢ َﻋ ْﻦ ذَﻟ‬‫َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠ‬
ُ
َ
َُ ُْ َ َ َ
ِ
ِ ِ
‫ َوإِ ْن‬،‫ﻚ ﺑَـ ْﻌ ُﺪ‬
َ‫ﺴ‬
َ ‫ﻢ ﺗَﺤ‬ ُ‫ ﺛ‬،‫ﻰ ﺗَﻄ ُْﻬ َﺮ‬‫ﻢ ﻟﻴُ ْﻤﺴ ْﻜ َﻬﺎ َﺣﺘ‬ ُ‫ﺛ‬
َ ‫ﻢ إِ ْن َﺷ‬ ُ‫ ﺛ‬،‫ﻢ ﺗَﻄ ُْﻬ َﺮ‬ ُ‫ﻴﺾ ﺛ‬
َ ‫ﺎء أ َْﻣ‬
2
ِ ِ َ ‫ ﻓَﺘِﻠ‬،‫ﺲ‬


«ُ‫ﺴﺎء‬
 ‫ َﻖ ﻗَـ ْﺒ َﻞ أَ ْن ﻳَ َﻤ‬‫ﺎء ﻃَﻠ‬
َ ‫َﺷ‬
َ ‫ﺪةُ اﻟﺘﻲ أ ََﻣ َﺮ اﻟﻠﻪُ أَ ْن ﺗُﻄَﻠ َﻖ ﻟَ َﻬﺎ اﻟﻨ‬ ‫ْﻚ اﻟﻌ‬

.2

Artinya: “Dari Abdullah ibn ‘Umar Ra. Ibn ‘Umar menalak istrinya yang
sedang haid pada masa Rasulullah. Umar ibn Khattab menanyakan hal
tersebut kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw menjawab “perintahkan ia
untuk balik kepada istrinya, sampai istrinya tersebut suci dari haid,
kemudian haid lagi dan suci lagi. Kalau dia (Ibn ‘Umar) ingin istrinya
tersebut maka bertahanlah, tapi kalau tidak maka talaklah ia sebelum
menyetubuhinya. Itulah ‘iddah istrinya yang ditalak.

‫ »أﺑﻐﺾ‬:‫ ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬:‫ ﻗﺎل‬،‫ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ‬
3

.3

«‫اﻟﺤﻼل إﻟﻰ اﷲ اﻟﻄﻼق‬

Artinya: “Dari ‘Abdullah ibn ‘Umar bercerita, “Rasulullah saw bersabda:
Halal yang paling tidak disukai Allah adalah Talak”.
2

Bukhari, Shohih Bukhari, Juz 7. (Mesir: Dar al-Thûq al-Najah, 1422 H), h.41.

3

Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, Juz 1. (Damaskus: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, tt), h.650.

19

Demikian beberapa kutipan Alquran dan Hadis yang menjelaskan
perihal kebolehan melakukan perceraian dengan segala akibat hukumnya.
C. Macam-macam Perceraian
Dalam Hukum Islam dikenal beberapa macam perceraian yaitu talak,
khulû’, zihâr, ila’, dan li’ân.
1. Talak
a. Pengertian talak
Talak berasal dari kata ithlâq yang berarti melepaskan atau
meninggalkan. Dalam istilah agama, talak berarti melepaskan ikatan
perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.4 Sedangkan menurut
istilah syarak, ada beberapa defenisi yang dilontarkan oleh beberapa ulama
yaitu:
Abdurrahman al-Jaziri:

ٍ ِ ِ
ٍ ‫ﺼ ْﻮ‬
‫ص‬
ِ ‫ َﻜ‬‫إِ َزاﻟَﺔُ اﻟﻨ‬
ُ ‫ﻪ ﺑِﻠَ ْﻔﻆ َﻣ ْﺨ‬‫ﺼﺎ ُن ﺣﻠ‬
َ ‫ﺎح أ َْو ﻧـُ ْﻘ‬

Artinya:
Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi
(ikatan) pelepasan dengan menggunakan kata-kata tertentu.

Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya mendefenisikan talak dengan:

.‫ ِﺔ‬‫ﺰْو ِﺟﻴ‬ ‫اج َوأِﻧْـ َﻬ ِﺎء اﻟ َْﻌﻠَ َﻘ ِﺔ اﻟ‬
ِ ‫ﺰَو‬ ‫ﻞ َراﺑِﻄَ ِﺔ اﻟ‬ ‫ﺣ‬

Artinya:
Talak artinya lepasnya ikatan dan berakhirnya hubungan perkawinan
atau hubungan suami istri.

4

Amran YS Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, h. 121.

20

Abu Zakaria al-Anshari mengartikan talak dengan:

‫َﻼ ِق‬‫ﺎح ﺑِﻠَ ْﻔ ِﻆ اﻟﻄ‬
ِ ‫ َﻜ‬‫ِﺣ ُﻞ َﻋ ْﻘ ِﺪ اﻟﻨ‬

Artinya: Melepaskan ikatan nikah dengan menggunakan lafadz talak.

Dari beberapa defenisi talak di atas tersebut, maka dapat kita ambil
kesimpulan bahwa talak adalah hilangnya atau lepasnya ikatan perkawinan,
tetapi ada beberapa mainstream yang mengakibatkan perbedaan dalam
mendefenisikan arti talak. Sebagian ulama menekankan talak pada akibat
hukumnya, yaitu hilangnya hubungan suami istri dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban suami istri. Sedangkan sebagian ulama
lainnya berorientasi pada tindakan seseorang yang bertujuan untuk
melepaskan ikatan perkawinan dengan menggunakan lafadz tertentu.
Adapun arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan yang dikemukakan
oleh Abdurrahman al-Jaziri adalah berkurangnya hak talak bagi suami yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga
menjadi dua, dari dua menjadi satu dan dari satu menjadi hilang hak talak itu
yaitu yang terjadi dalam talak rajî’.
b. Macam-macam Talak
Ditinjau dari segi dijatuhkannya, talak dibagi menjadi tiga macam
yaitu: 5
1.

5

Talak Sunnî, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan
sunnah Rasulullah SAW. Dikatakan sunni jika memenuhi syaratsyarat berikut ini:

Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, cet I (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 192.

21

a.

Istri yang ditalak sudah pernah digauli, apabila talak dijatuhkan
terhadap istri yang belum pernah digauli, maka tidak termasuk
talak sunni.
b. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu
dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama Syafi’iyyah,
perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan
tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid
(menopause) atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau
ketika istri sedang haid, semuanya tidak termasuk dalam kategori
talak sunni.
c. Talak dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik
dipermulaan, dipertengahan, maupun diakhir suci, walaupun
beberapa saat lalu datang haid.
d. Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana
talak itu dijatuhkan.
2. Talak Bid’î, yaitu talak yang dijatuhkan tidak atau bertentangan
dengan tuntutan sunnah dan tidak memenuhi syarat-syarat talak
sunnî.
Yang termasuk talak bid’î:
a. Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik
dipermulaan haid maupun dipertengahannya.
b. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi
pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci yang dimaksud.
3. Talak la sunnî wa la bid’î, yaitu talak yang tidak termasuk kategori
talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid’î yaitu:
a.

talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.

b.

talak yang dijatuhkan terhadap istri yang pernah haid, atau istri
yang telah lepas haid.

22

c. talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.6
Adapun talak ditinjau dari tegas atau tidaknya kata-kata yang
dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
1.

Talak shârih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang
jelas dan tegas. Talak dengan kata-kata yang jelas misalnya
mencakup perkataan seperti: talak, firâq, dan sarah. Demikianlah
pendapat Imam Syafi’î dan Imam Ahmad seperti disebutkan dalam
al-Qur’an. Adapun beberapa contoh talak sharih sebagai berikut:
a.

engkau saya talak sekarang juga, engkau saya cerai sekarang
juga.

b.

engkau saya firâq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang
juga.

c.

engkau saya sarah sekarang juga, engkau saya lepaskan sekarang
juga.

2. Talak kinâyah, yaitu talak dengan memggunakan kata-kata sindiran
atau samara, seperti suami berkata pada istrinya:

6

a.

Engkau sekarang telah jauh dari diriku

b.

Selesaikan sendiri segala urusanmu

c.

Janganlah engkau mendekati aku lagi

Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.193.

23

Mengenai kedudukan talak dengan kata-kata kinayâh ini,
bergantung kepada niat si suami. Artinya, jika suami dengan katakata tersebut bermaksud menjatuhkan talak, maka jatuhlah talak itu,
dan jika suami dengan kata-kata tersebut tidak bermaksud
menjatuhkan talak, maka talak tidak jatuh.7 Sebab, maksud dari
ucapan suami tersebut tidak dapat dipahami kecuali diketahui niat
suami ketika mengucapkan kalimat tersebut.
Kemudian jika kita tinjau dari segi ada atau tidak adanya
kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
1.

Talak Raj’î, yaitu talak dimana suami masih memiliki hak untuk
kembali kepada istrinya (rujuk) sepanjang istrinya tesebut masih
dalam masa iddah. Salah satu diantara syaratnya adalah bahwa si istri
sudah pernah digauli, sebab istri yang dicerai sebelum dicampuri
tidak mempunyai masa iddah, berdasarkan firman Allah SWT yang
berbunyi:

ِ َ‫ﻧَ َﻜ ْﺤﺘُﻢ اﻟْﻤ ْﺆِﻣﻨ‬
‫ﻦ‬ ‫ﻮﻫ‬
 ‫ﻦ ِﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﺒ ِﻞ أَ ْن ﺗَ َﻤ‬ ‫ﻮﻫ‬
ُ ‫ﺴ‬
ُ ‫ ْﻘﺘُ ُﻤ‬‫ﻢ ﻃَﻠ‬ ُ‫ﺎت ﺛ‬
ُ ُ
ٍ ِ
.‫اﺣﺎ َﺟ ِﻤ ًﻴﻼ‬
ُ ‫ﺮ ُﺣ‬ ‫ﻦ َو َﺳ‬ ‫ﻮﻫ‬
ُ ُ‫ﻌ‬‫ﺪوﻧَـ َﻬﺎ ﻓَ َﻤﺘـ‬ َ‫ﺪة ﺗَـ ْﻌﺘ‬ ‫ﻋ‬
ً ‫ﻦ َﺳ َﺮ‬ ‫ﻮﻫ‬

ِ
‫آﻣﻨُﻮا إِذَا‬
َ ‫ﻳﻦ‬
َ ‫ َﻬﺎ اﻟﺬ‬‫ﻳَﺎ أَﻳـ‬
‫ﻦ ِﻣ ْﻦ‬ ‫ﻓَ َﻤﺎ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ‬
(49 :33/‫)اﻷﺣﺰاب‬

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu
7

Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h.196.

24

ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekalisekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya”.
(Qs. al-Ahzâb [33]: 49).

Adapun

syarat

lainnya

adalah,

talak

tersebut

tidak

menggunakan uang pengganti dan tidak termasuk syarat untuk
melengkapi talak tiga.8 Karena, talak merupakan hak peroregatif suami
sehingga tidak perlu ada konpensasi yang diberikan oleh istri maupun
suami.
Setelah terjadi talak raj’î maka istri wajib menjalani masa
iddah, dan apabila dikemudian hari suami ingin kembali kepada bekas
istrinya sebelum berakhir masa iddahnya, maka hal itu dapat dilakukan
dengan menyatakan rujuk, tetapi jika dalam masa iddah tersebut bekas
suami tidak menyatakan rujuk terhadap bekas istrinya, maka dengan
berakhirnya masa iddah tersebut, maka kedudukan talak berubah dari
talak raj’î berubah menjadi talak ba’in. Apabila sesudah berakhirnya
masa iddah itu suami ingin kembali, maka wajib hukumnya
melakukan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula. Talak
raj’î hanya terjadi pada talak pertama dan kedua saja, hal ini
berdasarkan firman Allah SWT:

8

Muhammad Jawad Mughniyyah, Fiqh Lima Mazhab, (terj. Dari Kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib
al-Khamsah). Jakarta: Lentera, 2005, cet Ke-xv, h.451.

25

ٍ
ٍ ‫وف أَو ﺗَﺴ ِﺮﻳﺢ ﺑِِﺈﺣﺴ‬
ِ َ‫ﺮﺗ‬ ‫َﻼ ُق ﻣ‬‫اﻟﻄ‬
ِ ٌ ‫ﺎن ﻓَِﺈ ْﻣﺴ‬
.(229 :2/‫)اﻟﺒﻘﺮة‬. ‫ﺎن‬
َ
َ ْ ٌ ْ ْ ‫ﺎك ﺑ َﻤ ْﻌ ُﺮ‬
َ

Artinya:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara
yang baik.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 229)

Ayat ini memberi makna bahwa talak yang disyariatkan Allah
ialah talak yang dijatuhkan oleh suami satu demi satu, tidak sekaligus,
dan bahwa suami boleh memelihara kembali bekas istrinya setelah
talak pertama dengan cara yang baik, dan demikian juga dengan talak
yang kedua. Arti memelihara kembali inilah yang disebut dengan
merujuknya dan mengembalikannya ke dalam ikatan perkawinan dan
berhak mengumpulinya dengan cara yang baik. Hak merujuk hanya
terdapat dalam talak raj’î.
2. Talak Ba’in, yaitu talak yangi tidak memiliki hak untuk rujuk kepada
wanita yang ditalaknya. Mengenai talak ba’in ini. Para fuqaha telah
sependapat bahwa talak tersebut karena belum ada pergaulan, karena
adanya bilangan tertentu, dan karena adanya penerimaan ganti pada
khulû’, meski masih diperselisihkan di antara fuqahâ’, apakah khulû’
itu talak atau fasakh.9
Talak ba’in terbagi menjadi dua macam, yaitu:

9

Abdurrahman Haris Abdullah, Ibnu Rusyd: Bidayatul Mujtahid, (terj), , cet I, (Semarang:
Asy-Syifa,1990), h. 447.

26

a. Talak Ba’in Sughrâ, adalah talak ba’in yang menghilangkan
pemilikan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istri.
Artinya, bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan
bekas istri, baik dalam masa iddahnya maupun sesudah berakhir
masa iddahnya.
Talak Ba’in Kubrâ, yaitu talak tiga dimana dalam talak tersebut suami
tidak bisa rujuk kembali kepada bekas istrinya dan tidak boleh menikah kembali,
kecuali bekas istri tersebut telah menikah dengan laki-laki lain, dan telah
bercampur dengan laki-laki tersebut, kemudian diceraiakan laki-laki tersebut,
serta masa iddahnya juga telah habis dengan laki-laki tersebut. Dan hal ini tidak
boleh disengaja atau dibuat-buat. Akan tetapi hal ini harus berjalan dengan
sendirinya.
2. Khuluk
Khuluk yang dibenarkan dalam hukum Islam tersebut berasal dari kata
khala’a ats-tsauba yang berarti menanggalkan pakaian. Hal ini karena
perempuan sebagai pakaian laki-laki dan laki-laki pun pakaian perempuan.10
Oleh karenanya apabila seorang istri ingin melepaskan ikatan perkawinan dari
suaminya diistilahkan dengan khuluk.
Sedangkan menurut istilah syarak, khuluk adalah akad yang dilakukan
oleh suami istri untuk membebaskan istri dari pernikahan dengan syarat istri

10

. Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 3, (Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006) cet I, h. 190.

27

membayarkan sejumlah harta, lalu suami menolaknya atau mengkhuluknya.11
Bisa berarti khuluk adalah tebusan yang diberikan oleh istri supaya suami
menceraikannya.
Khuluk merupakan penghormatan hukum Islam terhadap seorang istri
dengan memberi jalan kepadanya yang menghendaki perceraian dengan
mengajukan khuluk sebagaimana hukum Islam memberi jalan kepada suami
untuk menceraikan istrinya dengan jalan talak.
Adapun dasar hukum disyariatkannya khuluk ialah firman Allah SWT
sebagai berikut:

ِ
.(229 :2/‫ت ﺑِ ِﻪ )اﻟﺒﻘﺮة‬
ْ ‫ﻴﻤﺎ اﻓْـﺘَ َﺪ‬
َ َ‫ﻓَ َﻼ ُﺟﻨ‬
َ ‫ﺎح َﻋﻠَْﻴ ِﻬ َﻤﺎ ﻓ‬

Artinya:
“Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan
oleh isteri untuk menebus dirinya” (Qs. al-Baqarah [2]: 229).

Hadis Nabi yang diriwayatkan imam al-Bukhârî dan an-Nasâ’i dari Ibnu
Abbâs yang berkata: “Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada
Rasulullah SAW, sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak mencela akhlak
dan agamanya, tetapi aku tidak ingin menjadi kafir dari ajaran Islam akibat
terus hidup bersama dengannya’. Rasulullah saw bersabda, ‘Maukah kamu
mengembalikan kebunnya (Tsabit, suaminya)?’ Ia menjawab, ‘Mau’.
Rasulullah SAW bersabda, ‘Terimalah (Tsabit) kebun itu dan talaklah ia satu
kali’.”
11

163-164.

M. Abdullah Mujied dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2002) cet III, h.

28

Dengan demikian, apabila istri merasa khawatir suami tidak
menunaikan kewajibannya yang telah ditetapkan oleh syariah dalam
perkawinan mereka, maka istri dapat melepaskan diri dari ikatan perkawinan
mereka dengan menyerahkan kembali seluruh atau sebagian dari harta
kekayaan yang dulu diterima dari suaminya.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya mengatakan bahwa khuluk hanya
boleh dilakukan apabila ada alasan yang benar. Antara lain karena suami cacat
badan, berakhlak buruk, atau tidak memenuhi kewajibannya. Sedangkan istri
khawatir akan melanggar hukum Allah. Apabila tidak ada alasan yang cukup
kuat, maka haram hukumnya bagi istri melakukan khuluk.12 Karena talak
adalah bagian dari hak peroregatif suami.
Di Indonesia, khuluk biasanya dikaitkan dengan taklik talak atau dengan
perjanjian talak yang diucapkan oleh suami disaat melangsungkan akad nikah
berlangsung. Inti perjanjian itu adalah persetujuan pihak suami untuk
menjatuhkan talaknya, apabila taklik talak itu dilanggar oleh pihak suami. Oleh
karena itu, di dalam KHI Pasal 116 huruf (g), “pelanggaran terhadap taklik
talak bias dijadikan alasan oleh istri untuk mengajukan gugatan cerai kepada
Pengadilan Agama.
Konsekuensi hukum yang ditimbulkan oleh khuluk berbeda dengan
talak yang dijatuhkan oleh suami secara bertahap. Apabila seorang istri telah

12

Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002), h.94.

29

mengkhuluk dirinya, maka secara hukum suami tidak berhak merujuki istrinya,
meskipun istrinya bersedia kembali ‘iwad (tebusan) yang telah diberikan
kepada suami sebagai syarat terjadinya khuluk. Namun suami bisa kembali
kepada bekas istrinya dengan syarat diadakannya akad nikah baru adanya
muhallil.13 Yaitu istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain dan telah
melakukan hubungan suami istri dan pernikahnya telah putus dan masa
iddahnya telah selesai.
3. Zihar
Zihar berasal dari kata “adz-zahâr” yang berarti punggung.14 Dalam
kaitannya dengan suami istri, zihar adalah ucapan suami kepada istrinya yang
berisi menyerupakan istri dengan punggung ibu suami, seperti ucapan suami
kepada istrinya, “Engkau bagiku adalah seperti punggung ibuku”.
Zihar ini merupakan bentuk

Dokumen yang terkait

Efektivitas mediasi melalui badan penesihatan pembinaan dan pelstarian perkawinan (BP4) dalam menekan angka perceraian : studi pada BP4 pusat Tahun 2009

4 35 90

Revitalisasi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) bagi remaja usia nikah : studi kasus BP4 Kota Jakarta Selatan

0 9 104

Peran badan penasehat pembinaan pelestarian perkawinan dalam meminimalisir terjadinya perceraian: studi pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012

0 11 92

Peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam mencegah kasus perceraian di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cipayung Jakarta Timur

4 36 0

Peran (BP4) Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan dalam Mencegah Terjadinya Perceraian di Kabupaten Wonosobo

0 17 90

PERANAN BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN Peranan Badan Penasehatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Penyelesaian Perselisihan Dalam Perkawinan (Studi Di Kantor BP4 Kecamatan Gemo

0 2 11

PENDAHULUAN Peranan Badan Penasehatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Penyelesaian Perselisihan Dalam Perkawinan (Studi Di Kantor BP4 Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen).

0 3 14

PERANAN BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN Peranan Badan Penasehatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Penyelesaian Perselisihan Dalam Perkawinan (Studi Di Kantor BP4 Kecamatan Gemo

0 3 11

Eksistensi Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan Kota Pekanbaru Dalam Mencegah Terjadinya Perceraian.

0 0 6

EFEKTIVITAS KERJA BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DALAM MENGURANGI TERJADINYA PERCERAIAN DI KECAMATAN MAKASSAR

0 0 113