Peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam mencegah kasus perceraian di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cipayung Jakarta Timur

(1)

KASUS PERCERAIAN DI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)

KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam

(S.Sos.I)

Oleh:

Nurlia Zulfatun Nisa NIM: 107052001404

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H / 2013 M


(2)

(3)

(4)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang digunakan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2013


(5)

ii

Peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam Mencegah Kasus Perceraian Di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung Jakarta Timur.

Pernikahan merupakan peristiwa ikatan sakral bertujuan untuk mewujudkan sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah dengan landasan ibadah. Namun tidak selalu perjalanan kehidupan pernikahan itu indah, bisa jadi di dalamnya ada banyak masalah, yang memunculkan keinginan-keinginan untuk bercerai. Oleh karena itu, sebelum mengambil keputusan untuk bercerai agar masyarakat dapat mengikuti kegiatan mediasi. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan dengan dibantu mediator, akan tetapi dalam proses ini mediator tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Di tingkat Kecamatan sebagai lembaga yang berfungsi menangani dan memediasi pasangan suami istri yang mempunyai permasalahan di dalam rumah tangga adalah BP4 yang berkantor di KUA setempat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: a) Bagaimana peran BP4 dalam mencegah kasus perceraian di KUA Kec. Cipayung, b) Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan mediasi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah mediator, yaitu Alvian Syehabudin, S.Hi, Hj. Lisnidar, M.Pd.i, Ida Saidah, M.Pd.i, Ansori, S.Hi dan objek penelitian, yaitu proses mediasi.

Menurut Soerjono Soekanto, dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar

menjelaskan “peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status)”.

Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Begitu pula peran suatu lembaga menentukan apa yang diperbuat bagi masyarakat.

Kesimpulan dari penelitian ini, adalah: Peran BP4 KUA Kec. Cipayung sangat penting dan memberikan nilai-nilai positif, dengan mengikuti mediasi diharapkan dapat membantu masyarakat agar permasalahan yang ada di dalam rumah tangga dan keinginan untuk bercerai dapat tercegah. Adapun faktor pendukung mediasi adalah: a) Itikad baik pasangan suami istri, b) Lingkungan sosial yang mendukung, c) Peningkatan kualitas mediator, d) Keterbukaan klien. Sedangkan faktor penghambat mediasi adalah: a) Tidak ingin masalah diketahui orang lain, b) Ketidakperdulian masing-masing pihak (suami istri), c) Masalah yang diadukan sudah terlalu berat, d) Faktor psikologis, e) Faktor biaya.


(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang selalu istiqomah menjalankan ajaran-Nya.

Penyusunan skripsi ini mendapat bantuan dari berbagai pihak baik berupa moril maupun materil, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan, Drs. Wahidin Saputra, MA, selaku

Pembantu Dekan I, Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku Pembantu Dekan II, Drs. Study Rizal LK, MA, selaku Pembantu Dekan III, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan

Penyuluhan Islam.

3. Drs. Sugiharto, MA, selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan

Islam yang telah banyak membantu kebutuhan akademis untuk mahasiswa, khususnya penulis.

4. Rubiyanah, MA, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan

bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

5. Drs. M. Lutfi, MA selaku dosen penasehat akademik yang senantiasa

memberikan arahan serta masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

iv

Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan berbagai pengetahuannya kepada para mahasiswa.

7. Seluruh staff Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi serta staff Perpustakaan Utama.

8. Kedua orang tua penulis, H. Wakijo Susilo (alm) dan Sunarti yang telah

memberikan bimbingan, dukungan, doa untuk penulis.

9. Kedua kakak penulis, Desmiarti S.P dan Surya Pradana S.E serta seluruh

keluarga besar penulis yang telah memberikan bantuan dan dukungan.

10. Muis Sunarya, S.Ag selaku Kepala KUA Kec. Cipayung yang telah

mengizinkan untuk melaksanakan penelitian ini dan kepada seluruh staff KUA Kec. Cipayung yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi.

11. Alvian Syehabudin, S.Hi selaku Koordinator Tata Usaha di KUA Kec.

Cipayung yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan serta informasi dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Abidin selaku pegawai KUA Kec. Cipayung yang telah banyak memberikan

bantuan kepada penulis.

13. Kepada teman-teman BPI 2007 dan khusus untuk Isbat, Teri, Yayan, Eno,

Mirna, yang sudah banyak membantu. Terima kasih atas semua bantuannya.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih


(8)

v

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala jasa yang telah diberikan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat.

Jakarta, Mei 2013


(9)

vi

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 7

C.Perumusan Masalah ... 7

D.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metodologi Penelitian ... 10

G.Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Peran ... 16

1. Definisi Peran ... 16

2. Macam-Macam Peran ... 17

B. Mediasi ... 19

1. Definisi Mediasi ... 19

2. Definisi Mediator ... 21


(10)

vii

4. Manfaat Mediasi ... 24

5. Tahapan Mediasi ... 25

BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) KECAMATAN CIPAYUNG A. Profil Kantor Urusan Agama (KUA) ... 29

1. Sejarah Berdirinya KUA ... 29

2. Visi dan Misi KUA... 32

3. Kondisi Geografis KUA... 33

4. Struktur Organisasi KUA ... 34

5. Tugas Pokok dan Fungsi KUA ... 35

6. Jenis Pelayanan KUA ... 35

7. Landasan KUA ... 36

C. Profil Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)... 39

1. Sejarah Berdirinya BP4 ... 39

2. Visi dan Misi BP4 ... 41

3. Struktur Organisasi BP4 ………. 42

4. Dasar Hukum, Tujuan dan Sasaran BP4 ... 43

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA A. Data Informan ... 46


(11)

viii

1. Peran BP4 dalam Mencegah Kasus Perceraian

KUA Kec. Cipayung ... 51

2. Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Mediasi ... 67

3. Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Mediasi ... 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN


(12)

ix

DAFTAR TABEL

1. Laju Pertumbuhan Perceraian (2008-2011) ... 2 2. Data Informan ... 46 3. Data Mediator ... 48


(13)

x

1. Struktur Organisasi Kantor Urusan Agama (KUA)

Kec. Cipayung ... 34

2. Alur Pelayanan Nikah dan Rujuk KUA

Kec. Cipayung ... 38

3. Struktur Organisasi Badan Penasehatan


(14)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Izin Penelitian/ Wawancara BP4 KUA Kec. Cipayung.

2. Surat Izin Penelitian/ Wawancara Pengadilan Agama Kelas IA.

3. Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kec.

Cipayung.

4. Daftar Berita Acara Konsultasi.

5. Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur.

6. Daftar Wawancara.


(15)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita yang diharapkan di dalamnya tercipta keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah, untuk mencapai sebuah keluarga yang harmonis, sangat diperlukan adanya saling pengertian, saling memahami kepentingan kedua belah pihak, serta yang utama adalah yang terkait dengan hak dan kewajiban.

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagian dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa.1

Dalam kehidupan rumah tangga sering kita jumpai pasangan suami istri yang mengeluh dan mengadu kepada orang lain ataupun kepada keluarganya, karena tidak terpenuhinya hak yang harus diperoleh atau tidak dilaksanakannya kewajiban dari salah satu pihak, atau karena alasan lain, yang dapat berakibat timbulnya suatu perselisihan diantara keduanya. Berdasarkan data tahun 2010, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, dari 2.000.000 orang yang melaksanakan pernikahan setiap tahun di

Indonesia, ada 285.184 perkara yang berakhir dengan percerain per tahun.2

1

Yahya Harahap. Hukum Perkawinan Nasional: Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Peraturan PemerintahNo. 9 Tahun 1975. (Medan: CV. Zahir Trading Co, 1975), hlm. 11.

2

http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/01/inilah-penyebab-perceraian-tertinggi-di-indonesia/


(16)

2

Berikut data jumlah kasus perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur yang terjadi sejak periode tahun 2008-2012.

Tabel 1

Laju Pertumbuhan Perceraian Tahun 2008-2012.3

No Tahun

Kasus Pertumbuhan (%)

Cerai Talak Cerai Gugat Cerai Talak

Cerai Gugat

1 2008 498 1035 - -

2 2009 665 1279 33,53 23,57

3 2010 661 1448 -0,60 13,21

4 2011 721 1569 9,08 8,36

5 2012 772 1891 7,02 20,52

Data-data yang ada pada tabel 1 di atas, menunjukan laju pertumbuhan perceraian tentang perkara yang diputus dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, tetapi pada tahun 2010 mengalami penurunan. Dari data tersebut, untuk kasus cerai talak tahun 2009 mengalami kenaikan dari tahun 2008 sebesar 33,53% lalu mengalami penurunan ditahun 2010 sebesar -0,60% dan ditahun 2011 laju pertumbuhan mengalami kenaikan hingga 9,08% dan ditahun 2012 mengalami penurunan kembali, yaitu 7,02%. Kemudian di kasus cerai gugat tahun 2009 juga mengalami kenaikan dari tahun 2008 sebesar 23,57%, lalu ditahun 2011 menurun hingga 8,36%, dan tahun 2012 mengalami peningkatan kembali sampai 20,52%.

Laju pertumbuhan tertinggi untuk kasus cerai talak dicapai tahun 2009 yaitu sebesar 33,53%, sedangkan yang mengalami pertumbuhan terendah yaitu di tahun 2010 sebesar -0,60%. Kemudian untuk kasus cerai gugat

3

Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tentang Perkara yang Diputus, (2008-2011).


(17)

tingkat pertumbuhan perceraian selama empat lima terakhir mengalami kenaikan hingga tahun 2012 dan ditahun tersebut sebesar 20,52%.

Pada data tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan perceraian mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 meskipun ditahun 2010 kasus cerai talak sempat mengalami penurunan dan kasus cerai gugat ditahun 2011 juga mengalami penurunan. Hal ini menunjukan bahwa laju pertumbuhan angka perceraian perlu diperhatikan lebih lanjut, mengingat tiap tahunnya terus mengalami kenaikan. Dengan tingginya angka perceraian tersebut tidak lepas dari adanya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian.

Adapun faktor perceraian disebabkan banyak hal, mulai dari selingkuh, ketidakharmonisan, sampai karena persoalan ekonomi. Faktor ekonomi merupakan penyebab terbanyak dan yang unik adalah 70% yang mengajukan cerai adalah istri dengan alasan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Data diatas memberikan gambaran bahwa,

tingkat perceraian secara nasional cukup tinggi.4

Perselisihan suami istri yang memuncak dapat membuat rumah tangga tidak harmonis, sehingga akan mendatangkan kemudaratan. Oleh karena itu, Islam membuka jalan berupa perceraian. Perceraian merupakan jalan terakhir yang ditempuh suami istri, bila rumah tangga mereka tidak dapat dipertahankan lagi. Persengketaan suami istri tidak serta-merta menjadi alasan yang memutuskan hubungan perkawinan, tetapi mengandung proses mediasi dan rekonsiliasi, agar rumah tangga mereka dapat dipertahankan.

4

http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/01/inilah-penyebab-perceraian-tertinggi-di-indonesia/


(18)

4

Qur’an mengingatkan agar perceraian sebaiknya dihindari, dan diupayakan

agar tetap dapat dipertahankan, karena dampak perceraian bukan hanya dirasakan oleh pihak suami istri, tetapi juga anak-anak mereka, bahkan secara

lebih luas berdampak juga pada keluarga besar dari kedua belah pihak.5

Al-Qur’an mengharuskan adanya proses peradilan maupun

nonperadilan dalam menyelesaikan sengketa keluarga, baik untuk kasus syiqaq maupun nusyuz. Syiqaq adalah kasus percekcokan atau perselisihan yang meruncing antara suami istri yang diselesaikan oleh dua orang juru damai (hakam). Nusyuz adalah tindakan istri yang tidak patuh kepada suaminya atau suami yang tidak menjalankan hak dan kewajibannya terhadap

istri dan rumah tangganya, baik yang bersifat lahir maupun batin. Al-Qur’an

menawarkan pola mediasi tersendiri terhadap penyelesaian sengketa keluarga terutama syikak. Pengutusan hakam bermaksud untuk berusaha mencari jalan

keluar terhadap kemelut rumah tangga yang dihadapi oleh suami istri.6

Proses penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang dikenal

dengan hakam didasarkan pada Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 35:7

لْهأ ْ م اً كح هلْهأ ْ م اً كح ا ثعْباف ا نْيب اقش ْمتْخ ْ إ

اديري ْ إ ا

اًريبخ اً يلع اك هَللا َ إ ا نْيب هَللا ِف ي اًحاْصإ

Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscahaya Allah memberi taufiq kepada suami istri, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

5

Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif, Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hlm. 181.

6

Sayhrizal Abas. Mediasi: Dalam Perspektif, Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, hlm. 184-185.

7

Sayhrizal Abas. Mediasi: Dalam Perspektif, Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, hlm. 185.


(19)

Ayat ini menganjurkan adanya pihak ketiga atau mediator yang dapat membantu pihak suami istri dalam mencari jalan penyelesaian sengketa keluarga mereka.

Proses perceraian melibatkan rasa emosional yang tinggi,

menimbulkan proses hukum yang rumit, serta metode yang digunakan

berhasil untuk menyelesaikan masalah perceraian. Mediasi perceraian memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang ingin mempertahankan

pernikahan untuk membuat keputusan dalam rangka membantu

terselesaikannya masalah yang ada di pernikahan.

Secara etimologi (bahasa), mediasi berasal dari bahasa latin mediare

yang berarti berada di tengah, karena seorang yang melakukan mediasi (mediator) harus berada di tengah orang yang bertikai. Dari segi terminologi (istilah) terdapat banyak pendapat yang memberikan penekanan yang berbeda tentang mediasi. Meski banyak yang memperdebatkan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan mediasi, namun setidaknya ada beberapa batasan atau definisi yang bisa dijadikan acuan. Salah satu diantaranya adalah definisi yang diberikan oleh the National Alternative Dispute Resolution

Advisory Council yang mendefinisikan mediasi sebagai berikut:8

“Mediation is a process in which the parties to a dispute, with the assistance of a dispute resolution practitioner (the mediator), identify the disputed issues, develop options, consider alternatives and endeavour to reach an agreement. The mediator has no advisory or determinative role in regard to the content of the dispute or the outcome of its resolution, but may advise on or determine the process of mediation whereby resolution is attempted”. (David Spencer, Michael Brogan, 2006:9)

8


(20)

6

Mediasi merupakan sebuah proses dimana pihak-pihak yang bertikai, dengan bantuan dari seorang praktisi resolusi pertikaian (mediator) mengidentifikasi isu-isu yang dipersengketakan, mengembangkan opsi-opsi, mempertimbangkan alternatif-alternatif dan upaya untuk mencapai sebuah kesepakatan. Dalam hal ini mediator tidak memiliki peran menentukan dalam kaitannya dengan isi atau materi persengketaan atau hasil dari resolusi persengketaan tersebut, tetapi ia (mediator) dapat memberi saran atau menentukan sebuah proses mediasi untuk mengupayakan sebuah

resolusi/penyelesaian.9

Salah satu lembaga yang selama ini berfungsi menangani dan memediasi pasangan suami istri yang mempunyai permasalahan di dalam rumah tangganya adalah BP4. BP4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) adalah badan yang dibentuk oleh Departemen Agama, untuk mendamaikan atau memediasikan para pihak yang beragama Islam yang ingin bercerai.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 Pasal 28

Ayat (3) menyebutkan bahwa:10

“Pengadilan Agama dalam berusaha mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada Badan Penasihat Perkawinan,

Perselisihan dan Perceraian (BP4) agar menasehati kedua suami istri tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”.

9

http://wmc-iainws.com

10

Nurnaningsih Amriani. Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdatadi Pengadilan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 134.


(21)

Berdasarkan permasalah tersebut penulis tertarik untuk memilih judul

penelitian, “Peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan

(BP4) dalam Mencegah Kasus Perceraian Di Kantor Urusan Agama (KUA)

Kec. Cipayung Jakarta Timur”.

B. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah dan mempertegas ruang lingkup pembahasan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu mediasi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung Jakarta Timur dari bulan Mei 2012 sampai dengan Desember 2012.

C. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peran BP4 dalam mencegah kasus perceraian di KUA Kec.

Cipayung?

2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan mediasi?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini, yaitu:

1) Untuk mengetahui dan menganalisis peran BP4 dalam mencegah

kasus perceraian di KUA Kec. Cipayung.

2) Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam


(22)

8

2. Manfaat Teoritis

1) Penilitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran ilmiah

yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ilmu dan bimbingan konseling serta pengetahuan tentang bimbingan Islam.

2) Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada

kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam di bidang bimbingan Islam.

3. Manfaat Praktis

1) Bagi lembaga, dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk

memberikan masukan-masukan terhadap metode yang digunakan.

2) Bagi jurusan, penelitian ini dapat menambah koleksi kajian tentang

peran BP4 dalam mencegah kasus perceraian.

3) Bagi akademik, dapat menambah wawasan, informasi dan

pengetahuan tentang peran BP4 bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.


(23)

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan terhadap beberapa tulisan dengan skripsi di perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menemukan karya-karya yang berhubungan dengan judul yang penulis angkat, diantaranya adalah skripsi yang ditulis oleh Tubagus Chaerul Laily. Mahasiswa Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Ahwal Al-Saykhsyiyah, Fakultas Syariah dan Hukum-UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dengan judul Evektivitas Mediasi Melalui Badan Penasihat Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Pada BP4 Pusat Tahun 2009). Skripsi tersebut hanya berkisar pada evektivitas mediasi melalui BP4 pusat dalam menekan angka perceraian, apakah sudah terlaksana dengan efektif atau belum. Dan pemberian bantuan penyelesaian perselisihan yang dilakukan oleh BP4 pusat kepada pasangan bersengketa belum berjalan efektif. Hal ini di tunjang dari bukti-bukti data, yaitu dari 150 kasus yang diterima oleh BP4 pusat pada tahun 2009, hanya 5 kasus saja yang dapat di damaikan oleh konsultan BP4.

Sedangkan judul yang saya angkat adalah Peran Badan Penasehatan

Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam Mencegah Kasus Perceraian di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung Jakarta Timur. Pembahasan lebih pada bagaimana peran BP4 dalam mencegah kasus perceraian serta faktor pendukung dan penghambat terhadap pelaksanaan mediasi.


(24)

10

F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis.

Penelitian deskriptif hanya menggambar dan meringkaskan berbagai kondisi situasi atau bebagai variable. Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubung dengan status subyek penelitian pada saat ini, misalnya sikap atau pendapat terhadap individu organisasi dan sebagainya. Data deskriptif pada umumnya dikumpulkan melalui

metode pengumpulan data, yaitu wawancara atau metode observasi.11

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data

yang ditetapkan.12

a. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang

11

Made I Wirartha. Metode Penelitian Sosial Ekonomi.(Yogyakarta, ANDI: 2006), hlm. 154.

12


(25)

diselediki. Penelitian ini melaksanakan pengamatan langsung.13 Peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan mediasi yang dilakukan oleh BP4 KUA Kec. Cipayung.

b. Wawancara

Metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara tanya jawab secara langsung dengan responden, diharapkan dapat memberikan informasi yang benar dengan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan pada BP4 KUA Kec. Cipayung, yaitu konselor (mediator) serta beberapa klien di BP4. Pertanyaan pokoknya adalah tentang pelaksanaan dan proses mediasi yang diberikan oleh BP4 KUA Kec. Cipayung.

c. Dokumentasi

Penulis mencari sumber-sumber dengan menggunakan dokumen-dokumen, buku-buku, serta mengamati dan mempelajari bermacam-macam bentuk data dengan cara pengumpulan dokumentasi yang terdapat di BP4 KUA Kec. Cipayung.

3. Subjek dan Obyek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mediator, yaitu Alvian Syehabudin, S.Hi, Hj. Lisnidar, M.Pd.i, Ida Saidah, M.Pd.i, Ansori, S.Hi dan objek penelitian ini, yaitu proses mediasi.

13


(26)

12

4. Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Data Primer

Data yang diperoleh dari observasi yang berperan sebagai pengamat dan wawancara langsung dari pihak-pihak yang terkait, berhubungan dengan penelitian ini.

2) Data Sekunder

Data yang diperoleh dari catatan-catatan, dokumen-dokumen, buku, rekaman, majalah dan sebagainya.

5. Tempat dan Waktu Penelitian

1) Penelitian ini dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec.

Cipayung yang beralamat di Jl. Bina Marga No. 30, Cipayung-Jakarta Timur. Alasan pemilihan lokasi tersebut, didasari oleh berbagai pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a. Lokasi penelitian cukup strategis, dekat dengan rumah, hemat

biaya dan tenaga untuk penulis. Sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian.

b. Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai sebuah institusi publik,

dikelola oleh pemerintah yang memiliki Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) untuk membantu masyarakat yang ingin mengajukan perceraian ke Pengadilan

Agama. Oleh karena itu menarik perhatian bagi pembaca dan


(27)

2) Waktu penelitian dari bulan Mei 2012 sampai dengan Desember 2012.

6. Teknik Penulisan

Penelitian ini berpedoman dan mengacu kepada buku “Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta”. Diterbitkan oleh CeQDA, April 2007, Cet. Ke-2. 7. Analisa Data

Analisa berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data, selanjutnya di ikuti dengan analisis. Melalui analisis data yang sangat beraneka ragam dan berjumlah banyak didapatkan menjadi keterangan empiris yang ringkas dan mudah dimengerti. Analisis data diawali dengan pembuatan rencana analisis data, kemudian program analisis dilakukan pada himpunan data yang ada. Hasil analisis dikemukakan dalam bentuk

pernyataan empiris.14

Seperti penjelasan yang dikutip dari buku Metodologi Penelitian Sosial menurut Husnaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar tentang analisa data, adapun beberapa langkah-langkah dalam analisa data ini, yaitu:

1. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar”

yang muncul dari catatn-catatan lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,

14

Nurul Zuriah. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi. (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm 7.


(28)

14

menelusuri tema, membuat gugus, menulis memo, dan lain sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data yang terkumpul dapat diverifikasi.

2. Display data, pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam teks naratif. Penyajian juga dapat berbentuk matriks, grafik jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.

3. Penarikan kesimpulan, merupakan kegiatan diakhir penelitian kualitatif. Penelitian harus sampai pada kesimpulan dan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan dan

kekokohannya.15

15

Husnaini Usman dan Purnomo setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet 1 edisi 2, hlm. 85-87.


(29)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara ringkas tentang susunan isi proposal. Hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca, di antaranya adalah: BAB I PENDAHULUAN Meliputi Latar Belakang Masalah, Perumusan

Masalah, Pembatasan Masalah, Tunjuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodelogi Penelitian, Sistematika Penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Meliputi Definisi Peran, Macam-Macam

Peran, Definisi Mediasi, Definisi Mediator, Tujuan Mediasi, Manfaat Mediasi, Tahapan Mediasi,

BAB III GAMBARAN UMUM KUA DAN BP4 KECAMATAN

CIPAYUNG Meliputi Profil Kantor Urusan Agama (KUA), Profil Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). BAB IV DATA DAN ANALISA DATA Meliputi Data Informan, Data

Mediator, Analisa Data.


(30)

16

BAB II

Landasan Teori

A. Peran

1. Definisi Peran

Teori peran klasik mengatakan bahwa ada cara-cara yang dapat dilakukan bagaimana masyarakat diperintah dan bagaimana perintah-perintah ini mempengaruhi perilaku individu dalam masyarakat. Karena teori peran menganggap bahwa struktur sosial menghambat anggota masyarakat, yang memberinya hak dan kewajiban. Maka ini akan mendukung secara langsung terhadap bentuk interaksi dan sifat

komunikasi mereka.1

Arti penting sosiologi dari peran ialah bahwa peran memaparkan apa yang diharapkan dari orang. Ketika individu di seluruh masyarakat menjalankan peran mereka, peran tersebut saling bertaut untuk membentuk sesuatu yang dinamakan masyarakat. Sebagaimana telah dikemukakan

oleh Shakespear, peran orang menyediakan mereka “jalan masuk” dan

“jalan keluar” dipentas kehidupan. Singkatnya, peran sangat efektif untuk

mengekang orang mengatakan kepada mereka kapan mereka harus

“masuk” dan kapan mereka harus “keluar”, maupun apa yang harus

dilakukan di antaranya.2

1

Nina W. Syam. Sosiologi Komunikasi.(Bandung: Humaniora, 2009), hlm. 135.

2

M. James Henslin. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. (Jakarta: Erlangga, 2007), edisi ke-6, hlm 95.


(31)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di

masyarakat.3

Pengertian lain peran menurut Soeryono Soekanto, peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial

masyarakat.4

Dalam teorinya Biddle & Thomas dikutip dari buku Sarlito Wirawan

Sarwono, membagi peristilahan dalam teori peran empat golongan, yaitu

istilah-istilah yang menyangkut:5

a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial.

b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.

c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku.

d. Kaitan antara orang dan perilaku.

2. Macam-Macam Peran

a. Macam-macam peran (atas dasar pelaksanaannya):

1) Peran yang diharapkan

Contoh : hakim, diplomatik, protokoler, dan lain-lain.

2) Peran yang disesuaikan

Peran yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat. Peran ini sifatnya lebih luwes.

3

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 667.

4

Suryono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet ke 1, hlm. 667.

5

Sarlito Wirawan Sarwono. Teori-Teori Psikologi Sosial. (Jakarta: Rajawali Press, 1984), hlm. 233-234.


(32)

18

b. Macam-macam peran (atas dasar cara memperolehnya):

1) Peran bawaan (ascribed roles)

Peran yang diperoleh secara otomatis tanpa melalui usaha. Contoh : peran ayah , peran ibu.

2) Peran pilihan (achieved roles)

Peran yang diperoleh atas dasar keputusan sendiri.

Contoh : seseorang yang memutuskan untuk kuliah di UNAIR.

3) Penyebab Terjadinya Stratifikasi Sosial6

Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut:

a) Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur

masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.

b) Peranan tersebut seyogyanya diletakan pada individu-individu yang

oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus terlebih dahulu berlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.

c) Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tidak

mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.

d) Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,

belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang

6

Diakses Pada Tanggal 3 November 2012. Hukum Bisnis Syariah (HBS)/Muamalah UIN SGD Bandung. https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=305075116272328&id= 202837546496086


(33)

seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa

membatasi peluang-peluang tersebut.7

B. Mediasi

1. Definisi Mediasi

Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare

yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya

menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. „Berada di

tengah’ juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak

memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga

menimbulkan kepercayaan dari para pihak yang bersengketa.8

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti

sebagai proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu

perselisihan sebagai penasihat. Pengertian mediasi yang diberikan Kamus

Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting. Pertama,

mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa. Kedua,

pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang

berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam

7

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. ( Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 215-216.

8

Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 1.


(34)

20

penyelesain sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak

memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.9

Di Indonesia, pengertian mediasi secara lebih konkret dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 butir 6). Pengertian mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 tidak jauh berbeda dengan esensi mediasi yang dikemukakan oleh para ahli resolusi konflik. Namun, pengertian ini menekankan pada suatu aspek penting yang mana mediator proaktif

mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. 10

Menurut John W. Head dikutip dari buku Gatot Soemartono, mediasi

adalah suatu prosedur penengahan di mana seseorang bertindak sebagai

“kendaraan” untuk berkomunikasi antarpara pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri. Dalam definisi tersebut, mediator

dianggap sebagai “kendaraan” bagi para pihak untuk berkomunikasi.11

Menurut Garry Goopaster dikutip dari buku Syahrizal Abbas,

memberikan definisi mediasi sebagai proses negoisasi pemecahan masalah

dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan

9

Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 2.

10

Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, hlm. 8.

11

Gatot Soemartono. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 120.


(35)

pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh

kesepakatan perjanjian yang memuaskan.12

ْ إ ا لْهأ ْ م اً كح هلْهأ ْ م اً كح ا ثعْباف ا نْيب اقش ْمتْخ ْ إ

اديري

اك هَللا َ إ ا نْيب هَللا ِف ي اًحاْصإ

اًريبخ اً يلع

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. An-Nisa: 35)

2. Definisi Mediator

Mediator adalah pihak ketiga yang membantu penyelesaian sengketa para pihak, yang mana ia tidak melakukan intervensi terhadap pengambilan keputusan. Mediator menjembatani pertemuan para pihak, melakukan negoisasi, menjaga dan mengontrol proses negoisasi, menawarkan alternatif solusi dan secara bersama-sama para pihak

merumuskan kesepakatan penyelesaian sengketa.13

Pengertian mediator, disebutkan dalam Pasal 1 butir 5, yaitu:

“Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang

berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan

penyelesaian sengketa.”14

12

Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif, Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hlm. 5.

13

Syahrizal Abbas. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasionai, hlm. 59.

14

Gatot Soemartono. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 119-120.


(36)

22

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mediator adalah perantara

(penghubung, penengah) bagi pihak-pihak yang bersengketa.15

Menurut Gifford dikutip dari buku Nurnaningsih Amriani

mengidentifikasi fungsi-fungsi mediator dalam sebuah proses perundingan

sebagai berikut:16

1. Memperbaiki komunikasi di antara pihak.

2. Memperbaiki sikap para pihak atau kuasa hukumnya tentang proses

perundingan.

3. Menanamkan sikap realistis kepada pihak yang merasa situasi atau

kedudukannya tidak menguntungkan.

4. Mengajukan usulan-usulan yang belum diidentifikasi oleh para pihak.

3. Tujuan Mediasi

Tujuan dilakukannya mediasi adalah menyelesaikan sengketa antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial. Mediasi dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama, tidak ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang

dikalahkan.17

15

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaska, 2007), edisi ketiga, hlm. 726.

16

Nurnaningsih Amriani. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 65.

17

Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif, Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hlm. 24.


(37)

Beberapa tujuan mediasi, yaitu:18

1) Utama

a. Membantu mencarikan jalan keluar atau alternatif penyelesaian atas

sengketa yang timbul di antara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.

b. Dengan demikian proses negosiasi adalah proses yang forward

looking dan bukan backward looking, yang hendak dicapai bukanlah mencari kebenaran dan atau dasar hukum yang diterapkan namun

lebih kepada penyelesaian masalah.“The goal is not truth finding or

law imposing, but problem solving. (Lovenheim, 1996 : 1.4)

2) Tambahan

a. Melalui proses mediasi diharapkan dapat dicapai terjalinnya

komunikasi yang lebih baik diantara para pihak yang bersengketa.

b. Menjadikan para pihak yang bersengketa dapat mendengar,

memahami alasan/penjelasan/argumentasi yang menjadi dasar/ pertimbangan pihak yang lain.

c. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengurangi

rasa marah/bermusuhan antara pihak yang satu dengan yang lain.

d. Memahami kekurangan/kelebihan/kekuatan masing-masing, dan hal

ini diharapkan dapat mendekatkan cara pandang dari pihak-pihak yang bersengketa, menuju suatu kompromi yang dapat diterima para pihak.

18


(38)

24

4. Manfaat Mediasi

Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan manfaatnya, karena pihak telah mencapai kesepakatan yang mengakhiri persengketaan mereka secara adil dan saling menguntungkan. Mediasi dapat memberikan sejumlah keuntungan antara lain:

a. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat relatif

murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau ke lembaga arbitrase.

b. Mediasi akan memfokuskan perhatikan para pihak pada kepentingan

mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologi mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.

c. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara

langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.

d. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol

terhadap proses dan hasilnya.

e. Mediasi dapat mengubah hasil yang dalam litigasi dan arbitrase sulit

diprediksi, dengan suatu kepastian melalui suatu konsensus.

f. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu

menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskan.

g. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir


(39)

dijatuhkan oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase.19

5. Tahapan Mediasi

Ada beberapa tahapan mediasi secara umum, yaitu:

a. Tahapan Pendahuluan ( preliminary)

1) Di butuhkan suatu proses “pemahaman” yang cukup sebelum suatu

proses mediasi dimulai, misalnya: apa yang menjadi sengketa?

2) Konsultasi dengan para pihak tentang tempat dan waktu mediasi,

identik pihak yang hadir, aturan tempat duduk, dan sebagainya.

b. Sambutan Mediator

1) Menerangkan urutan kejadian.

2) Meyakinkan para pihak yang masih ragu.

3) Menerangkan peran mediator dan para pihak.

4) Menegaskan bahwa para pihak yang bersengketalah yang

“berwenang” untuk mengambil keputusan.

5) Menyusun aturan dasar dalam menjalankan tahapan.

6) Memberi kesempatan mediator untuk membangun kepercayaan dan

menunjukkan kendali atas proses.

7) Mengonfirmasi komitmen para pihak terhadap proses.

c. Presentasi Para Pihak

1) Setiap pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan permasalahnnya

kepada mediator secara bergantian.

19

Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 25.


(40)

26

2) Tujuan dari persentase ini adalah untuk memberikan kesempatan

kepada para pihak untuk mendengar sejak dini, dan juga memberi kesempatan setiap pihak mendengarkan permasalahan dari pihak lainnya secara langsung.

3) Who first? Who decides?

d. Identifikasi Hal-Hal yang Sudah Disepakati

Salah satu peran yang penting bagi mediator adalah mengidentifikasi masalah yang telah disepakati antara para pihak sebagai landasan untuk melanjutkan proses negoisasi.

e. Mengidentifikasi dan Mengurutkan Permasalahan

Mediator perlu membuat suatu “struktur” dalam pertemuan

mediasi yang meliputi masalah-masalah yang sedang diperselisihkan dan sedang berkembang. Dikonsultasikan dengan para pihak, sehingga

tersusun “daftar permasalahan” menjadi suatu agenda.

f. Negosiasi dan Pembuatan keputusan

1) Tahap negoisasi yang biasanya merupakan waktu alokasi terbesar.

2) Dalam model klasik (Directing the traffic), mediator berperan untuk

menjaga urutan, struktur, mencatat kesepahaman, reframe dan meringkas, dan sekali-kali mengintervensikan membantu proses komunikasi.

3) Pada model yang lain (Driving the bus), mediator mengatur arah

pembicaraan, terlibat dengan mengajukan pertanyaan kepada para pihak dan wakilnya.


(41)

g. Pertemuan Terpisah

1) Untuk menggali permasalahan yang belum terungkap dan dianggap

penting guna tercapainya kesepakatan.

2) Untuk memberikan suasana dinamis pada proses negoisasi bilamana

ditemui jalan buntu.

3) Menjalankan tes realitas terhadap para pihak.

4) Untuk menghindarkan kecenderungan mempertahankan pendapat

para pihak pada join sessions.

5) Untuk mengingatkan kembali atas hal-hal yang telah dicapai dalam

proses ini dan mempertimbangkan akibat bila tidak tercapai kesepakatan.

h. Pembuatan Keputusan Akhir

1) Para pihak dikumpulkan kembali guna mengadakan negoisasi akhir,

dan menyelesaikan beberapa hal dengan lebih rinci.

2) Mediator berperan untuk memastikan bahwa seluruh permasalahan

telah dibahas, di mana para pihak merasa puas dengan hasil akhir.

i. Mencatat Keputusan

1) Pada kebanyakan mediasi, perjanjian akan dituangkan ke dalam

tulisan, dan ini bahkan menjadi suatu persyaratan dalam kontrak mediasi.

2) Pada kebanyakan kasus, cukup pokok-pokok kesepakatan yang

ditulis dan ditandatangani, untuk kemudian disempurnakan oleh pihak pengacara hingga menjadi suatu kesepakatan akhir.


(42)

28

3) Pada kasus lainnya yang tidak terlalu kompleks, perjanjian final

dapat langsung.

j. Kata Penutup

1) Mediator biasanya memberikan ucapan penutup sebelum mengakhiri

mediasi.

2) Ini dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak atas

apa yang telah mereka capai, meyakinkan mereka bahwa hasil tersebut merupakan keputusan mereka sendiri, serta mengingatkan tentang hal apa yang perlu dilakukan di masa mendatang.

3) Mengakhiri mediasi secara “formal”.20

20

Nurnaningsih Amriani. Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 69.


(43)

29

GAMBARAN UMUM KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DAN

BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN

PERKAWINAN (BP4)

A.Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung

1. Sejarah Berdirinya KUA

Jauh sebelum bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia sudah mempunyai lembaga kepenghuluan yaitu semenjak berdirinya Kesultanan Mataram. Pada saat itu Kesultanan Mataram telah mengangkat seseorang yang diberi tugas dan wewenang khusus di bidang kepenghuluan. Pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Lembaga Kepenghuluan sebagai lembaga swasta yang diatur dalam suatu Ordonansi, yaitu Huwelijk Ordonantie S. 1929 No. 348 jo S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche Huwelijk Ordonantie S. 1933 No. 98 dan Huwelijs Ordonantie Buetengewesten S 1932 No. 482. Untuk Daerah Vorstenlanden dan seberang diatur dengan Ordonansi tersendiri. Lembaga tersebut dibawah pengawasan Bupati dan penghasilan karyawannya diperoleh dari hasil biaya nikah, talak dan rujuk yang

dihimpun dalam kas masjid.1

1

Diakses Pada Hari Kamis 23 Februari 2012. Sekilas Sejarah Berdirinya Kantor Urusan Agama. http://kuakecamatankumai.blogspot.com/2012/02/sekilas-sejarah-berdirinya-kantor.html


(44)

30

Kemudian pada masa Pemerintah Pendudukan Jepang, tepatnya pada tahun 1943 Pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia mendirikan Kantor Shumubu (KUA) di Jakarta. Pada waktu itu yang ditunjuk sebagai Kepala Shumubu untuk wilayah Jawa dan Madura adalah KH. Hasyim

Asy’ari pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan pendiri

Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Sedangkan untuk pelaksanaan tugasnya, KH.

Hasyim Asy’ari menyerahkan kepada putranya K. Wahid Hasyim sampai

akhir pendudukan Jepang pada bulan Agustus 1945. Sesudah merdeka, Menteri Agama H. M. Rasjidi mengeluarkan Maklumat No. 2, tanggal 23 April 1946 yang isi maklumat tersebut mendukung semua lembaga

keagamaan dan ditempatkan ke dalam Kementrian Agama.3

Dalam rangka itu, Kementerian Agama sebagai bagian dari pemerintahan secara keseluruhan telah mereposisi dan merefungsionalisasi kebijakannya melalui perubahan fungsi penguasaan ke arah pelayanan dan kemitraan, fungsi pengaturan kearah bimbingan dan fasilitator, fungsi pembinaan kearah pembekalan dan pemberdayaan, serta fungsi pemusatan

(sentralisasi) kearah penyebaran tanggungjawab.4

Bahwa Kantor Urusan Agama merupakan satuan unit terkecil dari birokrasi Kementerian Agama RI yang berada di tingkat di bawah Kantor Kementerian Agama Kotamadya/Kabupaten. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI (KMA) Nomor 517 Tahun 2001, KUA merupakan ujung tombak Departemen Agama memiliki tugas untuk melaksanakan

3

Diakses Pada Hari Kamis 23 Februari 2012. Sekilas Sejarah Berdirinya Kantor Urusan Agama. http://kuakecamatankumai.blogspot.com/2012/02/sekilas-sejarah-berdirinya-kantor.html

4


(45)

sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kotamadya/Kabupaten di bidang urusan Agama Islam, dan membantu pembangunan pemerintah di bidang keagamaan di wilayah Kecamatan. Untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok tersebut KUA memiliki beberapa fungsi yaitu, fungsi administrasi, fungsi pelayanan, fungsi pembinaan dan fungsi penerangan

serta penyuluhan.5

Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, maka rumusan visi, misi, program, sasaran dan kebijakan harus dirancang guna menentukan acuan dan arah pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut agar mencapai efektivitas, efisiensi dan tingkat produktifitas yang optimal, disamping itu juga agar memiliki sistem pengukuran dan pertanggung jawaban yang valid, akurat dan reliabel. Dan semua itu akan bermuara pada peningkatan yang berkelanjutan sebagai abdi masyarakat dari suatu

lembaga yang bernama Kantor Urusan Agama (KUA).6

Kantor Urusan Agama Kec. Cipayung mulai definitif seiring definitifnya wilayah Kecamatan Cipayung sekitar akhir tahun 1992. Hal ini sebagai konsekuensi pemekaran Kecamatan Pasar Rebo menjadi tiga kecamatan terpisah menjadi Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Ciracas dan Kecamatan Cipayung. KUA Kec. Cipayung pertama kali berkantor di Kelurahan Setu dan mulai berkantor di Jl. Binamarga No. 3 sejak tahun 1994. Adapun nama-nama yang pernah menjabat sebagai Kepala KUA

Kec. Cipayung adalah:7

5

Laporan Tahunan Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung Tahun 2011, hlm. 4.

6

Laporan Tahunan Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung Tahun 2011, hlm. 4.

7


(46)

32

1. H. Kasdjuri Gani Tahun 1992 s.d 1993

2. H.M. Hamzah, S.Ag Tahun 1993 s.d 1995

3. Drs. H. Faizin Tahun 1995 s.d 1998

4. Drs. H. Marzuki Tahun 1998 s.d 2000

5. H. Lukman Haki, S.H Tahun 2000 s.d 2002

6. Drs. Ansori Tahun 2002 s.d 2005

7. Drs. H. Abdullah, M.M Tahun 2005 s.d 2006

8. H. Nuryadin, S. Ag Tahun 2006 s.d 2009

9. Drs. M. Zen Tahun 2009 s.d 2010

10. H. Ahmad Haikal, M.A Tahun 2010 s.d 2012

11. Muis Sunarya, S. Ag Tahun 2012 s.d Sekarang

2. Visi dan Misi KUA

Beberapa visi dan misi KUA Kec. Cipayung, yaitu:8

1) Visi:

Terwujudnya pelayanan dan bimbingan berkualitas di bidang urusan agama Islam pada Kecamatan Cipayung.

2) Misi:

a. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ketatausahaan.

b. Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan nikah dan rujuk.

8


(47)

c. Meningkatkan pelayanan dan pembinaan zakat dan wakaf. Meningkatkan pelayanan dan pembinaan masjid.

d. Meningkatkan pelayanan dan bimbingan pengembangan keluarga

sakinah.

e. Meningkatkan pelayanan dan pembinaan ibadah sosial.

3. Kondisi Geografis KUA

Wilayah Kecamatan Cipayung yang terletak di sebelah timur Provinsi DKI Jakarta adalah salah satu dari sepuluh kecamatan yang berada di wilayah Kotamadya Jakarta Timur yang dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor: 16.0/I/I/1966 tanggal 12 Agustus 1966, tentang pembentukan kota administratif Kecamatan dan Kelurahan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (Lembaran Daerah Nomor 5 Tahun 1966). Wilayah Kecamatan Cipayung berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1227 tahun 1989, memilki luas 2.735,39 Ha. Dibagi ke dalam delapan kelurahan meliputi 49 RW, 454 RT.

Batas-batas wilayah Kec. Cipayung adalah:9

Sebelah Utara : Jl. Pintu I bagian Barat TMII, Jl. Pintu II Bagia Timur

TMII dan Jl. Raya Pondok Gede Bekasi.

Sebelah Timur : Kali Sunter (Pilar batas nomor 125 s.d 148).

Sebelah Selatan : Patok Batas DKI Jakarta Dan Jawa Barat (No. 148

s.d165).

Sebelah Barat : Jalan Tol Jagorawi.

9


(48)

34

4. Struktur Organisasi Kantor Urusan Agama (KUA)


(49)

5. Tugas Pokok dan Fungsi KUA Kec. Cipayung

Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cipayung Jakarta Timur sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI

(KMA) Nomor 18 Tahun 1975 jo. KMA Nomor 517 Tahun 2001, adalah:8

Membantu sebagian tugas umum Kantor Departemen Agama Kotamadya Jakarta Timur dalam bidang urusan agama Islam, dan

membantu pelaksanaan pembangunan dibidang agama di wilayah

Kecamatan Cipayung Jakarta Timur”.

6. Jenis Pelayanan KUA Kec. Cipayung

Beberapa Jenis Pelayanan KUA, yaitu:

a. Pelayanan bidang nikah atau rujuk.

b. Pelayanan dan bimbingan penasihatan pranikah.

c. Pelayanan dan pembinaan Keluarga Sakinah dan Pemberdayaan

Ekonomi Keluarga.

d. Pelayanan konsultasi krisis keluarga.

e. Pelayanan, bimbingan dan pembinaan jaminan produk halal.

f. Pelayanan dan pembinaan pengembangan kemitraan ormas Islam

dan lembaga keagamaan.

g. Pelayanan dan bimbingan penentuan arah kiblat (Masjid, TPU, Hotel

dan Kantor).

h. Pelayanan dan bimbingan jadwal shalat, jadwal imsakiyah dan

sertifikat arah kiblat.

8


(50)

36

i. Pelayanan data tempat ibadah dan lembaga keagamaan.

j. Pelayanan pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan Akta Pengganti

Akta Ikrar Wakaf (APAIW).

k. Palayanan dan bimbingan Manajemen Kemasjidan.

l. Pelayanan dan bimbingan Zakat, Infaq dan Shadaqah.

m. Pelayanan dan pembinaan penyuluh agama.

n. Pelayanan dan bimbingan manasik haji dan umrah.

o. Pelayanan dan pembinaan kerukunan umat beragama tentang KUA.9

7. Landasan KUA Kec. Cipayung

Program kerja Kantor Urusan Agama Kecamatan Cipayung Jakarta Timur disusun atas dasar :

a. Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

b. Undang-Undang No. 2 tahun 2000 tentang Program Pembangunan

Nasional Tahun 2000-2005.

c. Instruksi Presiden RI No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kerja

Instansi Pemerintah.

d. Keputusan Menteri Agama RI No. 489 Tahun 2001 tentang Juklak

Akuntabilitas Satuan Organisasi di lingkungna Departemen Agama.

9


(51)

e. Keputusan Menteri Agama RI No. 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.

f. Keputusan Menteri Agama RI No. 421 Tahun 2001 tentang Kode Etik

PNS Departemen Agama.

g. Instruksi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi DKI

Jakarta No. WJ/I/HK.005/011/2002 tentang pelaksanaan Hasil Raker

Tahun 2002.10

10


(52)

38

Gambar 2: Alur Pengurusan Berkas Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung.


(53)

B.Profil Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)

1. Sejarah Berdirinya BP4

Departemen Agama yang kemudian dirubah menjadi Kementerian Agama dibentuk di Indonesia oleh pemerintah Indonesia menjelang usia 5 bulan kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya tanggal 3 januari 1946. Tugas pokok Kementerian Agama sebagaimana dijelaskan oleh Menteri Agama yang pertama Bapak H.M. Rasyidi sebagai berikut: Pemerintah Republik Indonesia mengadakan Kementerian Agama tersendiri ialah untuk memenuhi kewajiban pemerintah terhadap pelaksanaan UUD 1945 pasal 29

yang berbunyi:11

“Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Sebagai upaya untuk melihat kualitas keluarga, pada tahun 1950-1954 telah diadakan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa dari pernikahan yang telah dilaksanakan pada tahun tersebut hampir 60% di antaranya cerai. Melihat kenyataan seperti ini, beberapa pejabat di lingkungan Kementerian Agama dan para tokoh masyarakat merasa perlu didirikan suatu lembaga penasehatan perkawinan yang dapat memberikan penasehatan untuk memberikan jalan keluar terhadap kasus-kasus yang terjadi di dalam keluarga. Dari maksud tersebut berdirilah lembaga penasehatan perkawinan di beberapa kota besar, yaitu: di pulau Jawa,

11

Sururudin, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian. http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/. Diakses pada tanggal 19 September 2010.


(54)

40

seperti di Jakarta, di Bandung, dan di Yogyakarta yang kemudian dipersatukan menjadi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Pada kesempatan konperensi Dinas Departemen Agama ke VII tanggal 25 s.d 30 januari 1961 di Cipayung diumumkan bahwa BP4 yang bersifat nasional telah berdiri pada tanggal 3 januari 1960 dan sejak saat itulah berlaku Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang baru. Tujuan didirikannya BP4 adalah untuk mempertinggi kualitas perkawinan, mencegah perceraian sewenang-wenang dan mewujudkan

rumah tangga yang bahagia sejahtera menurut tuntunan agama Islam.12

Berdasarkan keputusan Menteri Agama RI Nomor 85 tahun 1961 ditetepakanlah bahwa BP4 sebagai satu-satunya badan yang bergerak dalam bidang penasihatan perkawinan, talak dan rujuk dan upaya untuk mengurangi angka perceraian yang terjadi di Indonesia. Keputusan Menteri Agama tersebut kemudian diperkuat dengan keputusan Menteri Agama No. 30 tahun 1977 tentang penegasan pengakuan BP4 pusat, dan dengan KMA tersebut kepanjangan BP4 dirubah menjadi Badan Penasehatan Pembinaan

dan Pelestarian Perkawinan sampai dengan sekarang.13

BP4 selaku lembaga mitra kerja Kementerian Agama dengan bertujuan mempertinggi mutu perkawinan dalam mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, yaitu keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah dengan mengembangkan Program Gerakan Keluarga Sakinah. Bahwa untuk mempertinggi mutu perkawinan dan mewujudkan keluarga

12

Sururudin, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian. http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/. Diakses pada tanggal 19 September 2010.

13


(55)

sakinah diperlukan adanya bimbingan yang terus-menerus dari konselor dan Penasihat Perkawinan secara profesional. Untuk menghadapi tuntutan perubahan masyarakat dan meningkatnya arus informasi yang menimbulkan berbagai dampak terhadap kehidupan keluarga, peran BP4 perlu ditingkatkan dengan menyusun langkah program konkrit untuk mencapai

tujuan diatas.14

2. Visi dan Misi BP4

Beberapa visi dan misi BP4, yaitu:15

1) Visi BP4 adalah terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah,

warahmah.

2) Misi BP4 adalah:

a. Meningkatkan kualitas konsultasi perkawinan, mediasi, dan

advokasi.

b. Meningkatkan pelayanan terhadap keluarga bermasalah melalui

kegiatan konseling, mediasi, dan advokasi.

c. Menguatkan kapasitas kelembagaan dan SDM BP4 dalam

rangka mengoptimalkan program dan pencapaian tujuan.

14

Hasil Munas BP4 Ke XIV/2009. Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), 2009. hlm. 14.

15

Hasil Munas BP4 Ke XIV/2009. Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), hlm. 14.


(56)

42

3. Struktur Organisasi BP4

Gambar 3

Ketua BP4 Muis Sunarya, S.Ag 19680405 199803 1 004 Bendahara

Sri Mulyati, S. Pd.i 150 220 407

Wakil Bendahara Jamilah, A. Md

150 330 737

Sekretaris

Alvian Syehabudin, S.Hi 19750118 200501 1 003

Wakil Sekretaris Bahtari, S.E 197912 10201101 1 008

Bidang

Pendidikan & Pelatihan Amid Nuryadin, S. Pd.i 19671231 200604 1 272

Bidang Konsultan & Hukum

Sirajjudin, SH 197203061 199403 1 001

Bidang Advokasi & Mediasi Helmi Nurfianti, S.Hi 19830808 200901 2 016

Bidang

Komunikasi & Informasi Marfuqoh. S, S.Ag

150 396 336

Bidang

Pendidikan & Kesejahteraan Linda Lestari, S.Ag

150 415 550

Konselor (Mediator) Alvian Syehabudin, S.Hi

19750118 200501 1 003 Hj. Lisnidar, M. Pd.i

150 211 287

Dra. Hj. Ida saidah, M. Pd.i 150 275 163

Ansori, S.Hi 19810215 200901 1 015


(57)

4. Dasar Hukum, Tujuan dan Sasaran BP4

a. Dasar Hukum

1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

2) Undang-Undang No. 7 Tahun tentang Peradilan Agama.

3) PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UUP No. 1 tahun 1974.

4) Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam Indonesia.

5) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BP4.

6) Keputusan Menteri Agama RI Nomor 85 Tahun 1961 Jo. Nomor:

30 tahun 1977 tentang penegasan pengakuan Badan Penasehatan

Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4).16

b. Tujuan

1) Tujuan Umum

Rencana Kerja BP4 Kecamatan Cipayung untuk

mempertinggi mutu perkawinan dan mewujudkan rumah tangga yang

bahagia sejahtera serta kekal menurut agama islam.17

2) Tujuan Khusus

a) Secara khusus BP4 Kecamatan Cipayung bertujuan.

b) Memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

c) Memberikan penerangan kepada masyarakat tentang

upaya-upaya untuk membentuk keluarga sakinah.

16

Laporan Tahunan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kecamatan Cipayung, 2010. hlm. 1.

17

Laporan Tahunan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kec. Cipayung, 2010, hlm. 1.


(58)

44

d) Meningkatkan mutu penasihatan kepada calon penganten yang

akan memasuki jenjang rumah tangga.

e) Memberikan penerangan dan nasehat mengenai nikah dan rujuk

kepada yang akan melakukannya baik perorangan maupun kelompok.

f) Memberikan bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan

keluarga.

g) Memberikan bimbingan dan penyuluhan Undang-Undang

Perkawinan serta hukum munakahat.18

c. Sasaran

1) Umum

a) Terwujudnya rumah tangga bahagia bagi setiap pasangan suami

istri.

b) Hubungan dan kerjasama yang baik dengan instansi terkait.

2) Penasehatan Preventif

Yaitu penasehatan yang dilakukan baik berupa penyuluhan, kursus-kursus dan bimbingan seperti :

a) Penyuluhan mengenai perkawinan kepada remaja usia nikah.

b) Memberikan penerangan lewat kursus bagi para calon

penganten.

c) Memberikan bimbingan dalam upaya membentuk keluarga

sakinah.

18

Laporan Tahunan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kec. Cipayung, 2010, hlm. 1.


(59)

3) Penasehatan Perselisihan Perkawinan

Yaitu penasehatan dan pengarahan yang diberikan kepada para pihak dari keluarga yang tengah menghadapi konflik

keluarga.19

19

Laporan Tahunan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kec. Cipayung 2010, hlm. 2.


(60)

46

BAB IV

DATA DAN ANALISA DATA

A. Data Informan

Berdasarkan dari hasil lapangan yang telah penulis temukan terdapat empat narasumber (mediator) dan tiga klien yang telah mengikuti pelaksanaan mediasi. Konsultasi dimulai dari adanya pendaftaran tentang data-data pribadi klien terdiri dari nama, alamat, dan kemudian nomor yang bisa dihubungi. Adapun persoalan-persoalan yang sedang dialami oleh klien untuk dibawa dikonsultasikan, tidak dituliskan di dalam buku pendaftaran karena itu hal yang sensitif atau bersifat pribadi dan data-data yang sudah terdaftar kemudian dirangkum di dalam proses konsultasi.

Berikut data informan yang penulis wawancarai dalam penelitian:

Tabel 2 Tabel Data Informan

No Nama Jabatan Pendidikan

1 Klien A Narasumber (Klien) S1

2 Klien B Narasumber (Klien) S1


(61)

1. Klien A

Lahir di Jakarta pada tanggal 11 November 1982 yang beralamat di Jl. Kelapa Dua Wetan III No. 37A. Kel. Kelapa Dua Wetan, Kec. Ciracas, kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Memiliki latar belakang pendidikan di STIE Adhy Niaga. Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen tahun 2007, Jakarta dengan gelar Sarjana. Saat ini bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung sebagai Pelaksana dan merupakan salah satu klien yang telah mengikuti kegiatan mediasi di BP4 KUA Kec.

Cipayung.1

2. Klien B

Merupakan salah satu dari klien di BP4 KUA Kec. Cipayung yang pernah melaksanakan kegiatan mediasi. Klien ini penulis beri inisial nama klien B, yang saat ini berusia 56 tahun dan memiliki latar belakang

pendidikan dengan gelar Sarjana.2

3. Klien C

Merupakan salah satu dari klien di BP4 KUA Kec. Cipayung yang pernah melaksanakan kegiatan mediasi. Klien ini diberi inisial nama klien C, yang saat ini berusia 48 tahun dan memiliki latar belakang pendidikan

dengan gelar Sekolah Menengah Atas (SMA).3

1

Database Kepegawaian Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung, Jakarta Timur.

2

Rekapitulasi Pendaftaran Konsultasi BP4 KUA Kec. Cipayung, Jakarta Timur.

3


(62)

48

Tiga klien ini, penulis memberikan nama dengan inisial klien A, klien B, klien C. Karena agar terjaganya kerahasiaan data diri mereka, atas permintaan klien yang tidak ingin di publikasikan. Namun, satu orang klien, yaitu dengan inisial nama klien A, penulis menjabarkan tentang data diri klien tersebut dan telah diberikan izin bahwa data dirinya diperbolehkan untuk dituliskan di penelitian ini.

B. Data Mediator

Mediator merupakan pihak yang netral untuk membantu klien yang sedang melaksanakan kegiatan mediasi agar mendapatkan berbagai kemungkinan penyelesaian permasalahan-permasalahan tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian selama proses mediasi berlangsung kepada klien. BP4 KUA Kec. Cipayung memiliki beberapa mediator yang telah penulis wawancarai, yaitu:

Tabel 3 Tabel Data Mediator

No Nama Jabatan Pendidikan

1 Alvian Syehabudin,

S.Hi

Narasumber (Mediator) S1

2 Hj. Lisnidar, M.Pd.i Narasumber (Mediator) S2

3 Dra. Hj. Ida Saidah,

M.Pd.i

Narasumber (Mediator) S2


(63)

1. Alvian syehabudin S. Hi

Lahir di Bogor pada tanggal 18 Januari 1975 dan beralamat di Jl. Raya Puncak Cibogo I No. 25. Kel. Cipayung, Kec. Megamendung, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Memiliki latar belakang pendidikan di IAI Al-Ghuraba. Fakultas Syariah, Jurusan Akhwal Syaksyiah tahun 2007 Jakarta, dengan gelar Sarjana. Saat ini beliau bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung sebagai koordinator tata usaha serta ditugaskan

menjadi konselor di BP4 untuk menjadi mediator.4

2. Hj. Lisnidar M. Pd.i

Lahir di Padang Panjang pada tanggal 5 Desember 1954 dan beralamat di Jl. Cemara V No. 40, RT 002/ RW 010. Kel. Bakti Jaya, Kec. Sukmajaya, kota Depok Provinsi Jawa Barat. Saat ini bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung sebagai Pengawas Pengawas sekolah Madya pada seksi Mapenda kantor Kementerian Agama, kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Serta ditugaskan menjadi konselor di BP4 untuk menjadi mediator dan memiliki latar belakang pendidikan di IAIA. Fakultas Tarbiyah, Jurusan PAI tahun 2002, Jakarta dengan gelar

Pasca Sarjana.5

4

Database Kepegawaian Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung, Jakarta Timur.

5


(64)

50

3. Dra. Hj. Ida Saidah M. Pd.i

Lahir di Jakarta pada tanggal 2 April 1965 dan beralamat di Jl. Jati Barang 7/I, RT 011/ RW 004. Kel. Jati, Kec. Pulo Gadung kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Saat ini bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung sebagai Pengawas serta ditugaskan menjadi konselor di BP4 untuk menjadi mediator. Beliau memiliki latar belakang pendidikan di IMNI. Jurusan MM tahun 2008, Jakarta dengan gelar Pasca

Sarjana.6

4. Ansori S. Hi

Lahir di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1981 dan beralamat di Jl. Jatinegara Barat. Gg. Anwar II. Kel. Kampung Melayu. Kec. Jatinegara kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Saat ini bekerja sebagai Calon Pegawai Pencatatan Nikah (CPPN) KUA Kec. Cipayung, kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta dan mendapatkan tugaskan tambahan menjadi konselor di BP4 untuk menjadi mediator. Dan memiliki latar belakang pendidikan di IAIA. Fakultas Syariah, Jurusan Hukum Islam

tahun 2004, Jakarta dengan gelar Sarjana.7

6

Database Kepegawaian Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung, Jakarta Timur.

7


(65)

C. Analisa Data

1. Peran BP4 dalam Mencegah Kasus Perceraian di KUA Kec. Cipayung

Perjalanan di dalam sebuah rumah tangga, permasalahan pasti ada meskipun banyak pernikahan yang sukses dan berjalan dengan baik. Walaupun tentu di dalamnya ada riak-riak permasalahan atau perselisihan. Perselisihan bisa jadi memiliki banyak bentuk, perselisihan itu bisa jadi merupakan permasalahan di dalam rumah tangga yang merupakan salah satu penyebab sebuah rumah tangga tersesat dari tujuan awal. Ketika tidak ada kecakapan, ketidakmampuan ataupun terlalu besarnya permasalahan, perselisihan itu bisa saja memuncak menjadi sebuah perseteruan, disinilah kemudian sering terjadi perceraian. Perceraian tentu adalah jalan akhir dari sebuah perselisihan, ketidakcocokan, perbedaan atau ketidakharmonisan di dalam sebuah keluarga, salah satu ujungnya selain mereka berbaik kembali, adalah bercerai.

Berikut tahapan-tahapan mediasi yang dilakukan oleh BP4 KUA Kec. Cipayung, adalah:

1. Tahapan Awal

a. Mengumpulkan Data Diri Klien dan Keluhan-Keluhannya

Sebelum mediasi dilaksanakan, klien bisa langsung datang dan mendaftarkan diri, selanjutnya petugas KUA akan langsung melakukan pendataan data diri mereka lalu klien bisa langsung bertemu dengan mediator. Klien dan mediator terlebih dahulu menyesuaikan atau membuat kesepakatan waktu dan tempat untuk pelaksanaan medasi, karena di BP4 KUA Kec. Cipayung tidak


(66)

52

membuat jadwal kegiatan mediasi, kegiatan tersebut bisa langsung disepakati waktunya antara klien dan mediator dan dalam pelaksanaan kegiatan mediasi tidak ada penentuan berapa jam tiap kali pertemuan, lama atau tidaknya semua hanya tergantung dari tingkat kesulitan permasalahan yang dihadapi klien tersebut.

BP4 akan melakukan pemanggilan terhadap klien yang akan melaksanakan mediasi. Panggilan ini akan disampaikan melalui kurir ataupun bisa dibawa sendiri oleh klien yang mengadu, setelah itu lalu disini mediator akan tahu apa yang menjadi suatu permasalah. Permasalahnnya adalah ternyata tidak semua klien memberikan respon positif terhadap panggilan yang telah disampaikan. Karena masih banyak keluarga yang menganggap tidak pantas menceritakan permasalahan-permasalahan di dalam rumah tangga kepada mediator, dalam hal ini BP4. Ketika perceraian dianggap tabu maka ada banyak upaya agar perceraian itu tidak terjadi, salah satu bentuknya adalah dengan upaya-upaya untuk mediasi.

Mediasi merupakan suatu prosedur penengah dimana

seseorang bertindak sebagai “kendaraan” untuk berkomunikasi

antara para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada

ditangan para pihak sendiri.8

8

Hendra Frans Winarta. Hukum Penyelesaian Sengketa: Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm, 15-16.


(67)

Upaya mediasi bisa dilakukan oleh mereka sendiri dengan menunjuk pihak ketiga atau dari keluarga mereka sebagai suami-istri dan sebuah keluarga besar. Secara kelembagaan, Kementerian Agama menyiapkan Badan Penasehatan Pembinaan dan Perlestarian Perkawinan (BP4) memiliki sebuah kegiatan disebut dengan mediasi yang memiliki beberapa tenaga-tenaga mediator. Lembaga ini diharapkan sebagai tempat bagi masyarakat yang memiliki

permasalahan di dalam rumah tangga untuk dapat

mengkonsultasikan, dan mencari berbagai solusi.

Seperti yang telah dijelaskan oleh Bapak Alvian Syehabudin, S. Hi:

“Mediasi ini juga dapat memberikan manfaat, seperti

menjembatani perbedaan-perbedaan yaitu perbedaan-perbedaan persepsi rumah tangga dalam hal ini suami dan istri, BP4 memegang peran sebagai mediator. Ketika banyak orang menggunakan alternatif satu dua, alternatif saya dengan alternatif dia, kemudian dengan upaya mediasi ini diupayakan ada alternatif ketiga yang tidak merugikan salah satu pihak tapi merupakan kesepakatan kedua belah pihak. Manfaat mediasi utamanya itu sering kali di dalam persoalaan rumah tangga itu ada kesulitan komunikasi, sehingga versi istri tidak bisa tersampaikan kepada suami, versi suami tidak bisa tersampaikan

kepada istri karena ada gap komunikasi. Melalui lembaga ini

mediasi bisa menjadi sebuah wadah untuk menjadi curahan hati dan menjadi sumber data dan menjadi wadah dari persoalan-persoalan yang ada di benak masing-masing untuk kemudian

dikomunikasikan secara personal.”

b. Sambutan Mediator

1) Mediator melakukan pemberian salam

2) Menyambut klien dengan ramah

3) Memperkenalkan diri


(68)

54

5) Menyusun rencana pembahasan untuk setiap masalah, berupa

menyusun jadwal dan agenda selama proses mediasi berlangsung.

Kemudian mediator memulai pelaksanaan mediasi dan klien dapat menceritakan atau menjelaskan permasalahan-permasalahan yang ada di dalam rumah tangganya.

2. Tahapan Proses Mediasi

a. Menemukan Titik Permasalahan yang Menjadi Penyebab

Perselisihan

Setelah merangkum permasalahnya dan membutuhkan klarifikasi atau mencari data tambahan kepada pihak yang diadukan. Disesi pertama itu adalah mediator merangkum apa yang menjadi penyebab permasalahannya, kemudian mediator memberikan solusi baik secara pribadi ataupun dalam bentuk komunikasi segitiga dengan pihak yang ketiga, yaitu suaminya.

Di lihat dari apa yang menyebabkan mereka menuju perceraian atau perselisihan. Penyebabnya bisa saja banyak hal, misalnya kekerasan di dalam rumah tangga, persoalan ekonomi, persoalan kesehatan, masalah kesetiaan dan itu merupakan masalah-masalah berat di dalam berumah tangga.

“Masalah yang paling sering dihadapi sama mereka karena

kecenderungan yang datang itu kebanyakan perempuan, yang biasanya adalah persoalan ekonomi, kemudian kekerasan di dalam rumah tangga baik itu secara psikis ataupun secara fisik, banyak si yang gabungan antara fisik dengan psikis,


(69)

kemudian masalahnya adalah masalah perselingkuhan,

ternyata suaminya sudah menikah lagi”.9

Namun ada yang terkadang hanyalah sebuah masalah yang mereka sendiri tidak tahu atau tidak mengerti, bingung pada permasalahan yang sedang mereka hadapi di dalam rumah tangganya, berbagai macam perbedaan pendapat atau prinsip yang akhirnya mengarah pada pertengkaran dan berlarut-larut, adanya campur tangan dari pihak keluarga dan masalah lain-lainnya. Disaat itulah dapat memicu pemikiran-pemikiran atau keinginan untuk segera menyeleaikan masalahnya secepat mungkin dengan cara bercerai.

Dalam menemukan titik permasalahan pasti dibangun dengan adanya komunikasi lalu mediator membiarkan klien untuk menceritakan permasalahan yang ada di dalam rumah tangganya dengan sebebas mungkin. Selanjutmya dari penjelasan tentang permasalahan mereka, mediator akan bisa menangkap atau memahami sebenarnya mengenai fokus masalah tersebut. Jadi mediator dapat melihat bahwa pada saat klien menjelaskan permasalahannya, terjadi perulangan kata, ungkapan yang berulang-ulang dan melalui kata-kata yang terberulang-ulang lalu lebih banyak diungkapkan berati disitulah titik permasalahnya.

“Disitu memang ada teknik bagaimana menangkap apa isi

komunikasi penting, inti komunikasi, inti pembicaraan dari klien. Jadi kemudian yang satu itu, artinya begini kemudian

dari pihak A dan pihak B kita compare, dari data dari pihak

A dari pihak B kita compare kemudian masing-masing bisa

9

Wawancara dengan Alvian Syehabudin, S. Hi, Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung Jakarta Timur. Tanggal 4 Desember 2012. Pukul 16.23.


(1)

Kemudian yang kayaknya itu panggilan dari BP4 itu tidak dihiraukan, undangan panggilannya kadang dia tidak hadir dan sebagainya, permintaan untuk memenuhi dari mediator tadi, dari BP4, yang mungkin bisa jadi pemahaman masyarakat betapa pentingnya kita menjalin kepercayaan kepada BP4 tentang perkawinan atau pernikahan karena pada saat kita memiliki masalah dan sebagainya salah satu bisa memberikan solusi untuk membantu kita menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sehingga masyarakat juga tahu peran dari BP4 itu sendiri.


(2)

Nama : Nova Prihantoro S.E

Usia : 31 Tahun

Tempat dan Tanggal Wawancara : KUA Kec. Cipayung, 4 September 2012

1. Kapan Anda pertamakali melaksanakan kegiatan mediasi di BP4 KUA Kec. Cipayung?

Kapan saya melakukan kegiatan mediasi itu, bulan april tahun 2011. 2. Apa yang membuat Anda ingin melaksanakan kegiatan mediasi?

Untuk mempersatukan kembali, memperjelas permasalahan yang terjadi saja. 3. Apa yang Anda ketahui tentang mediasi?

Mediasi itu seperti tempat kerja saja, dalam arti coret-coretan saja, dalam arti kita menampung semua cerita-cerita itu baru nanti dari mediasinya itu memilah mana yang terbaik untuk penyelesaiannya ini.

4. Kegiatan apa saja yang dilakukan saat mediasi berlangsung?

Kegiatannya ya menceritakan permasalahan lalu mencari titik temunya permasalah itu, solusi.

5. Metode apa yang digunakan konselor saat melaksanakan mediasi? Metodenya memanggil satu-satu, ya mengkonfirmasi masing-masing saja. 6. Bagaimana langkah-langkah yang digunakan oleh konselor saat

pelaksanaan mediasi?

7. Kapan sebaiknya BP4 KUA Kec. Cipayung melaksanakan kegiatan mediasi?

Ya waktu-waktu luang saja.

8. Menurut Anda, bagaimana mediasi yang baik, yang diberikan oleh konselor?

Ya secara pribadi ya mediasi yang bener itu, ya dengan dibawa keluar saja gitu tidak terpaku dalam satu kantor, kita menyelesaikan masalah dikantor, sebisanya keluar lebih tenang, lebih enjoy. Biasanya terpaku, para BP4 itu melakukannya di dalam kantor jadi keliatan kaku saja.


(3)

9. Apa manfaat yang Anda rasakan setelah melaksanakan kegiatan mediasi?

Manfaatnya lebih berfikiran positif saja.

10.Bagaiman peran konselor dalam melaksanakn kegiatan mediasi? Efektif.

11.Apakah terlihat langsung peran konselor dalam kegiatan mediasi? Terlihat langsung se.

12.Perasaan apa yang Anda rasakan setelah melaksanakan kegiatan mediasi?

Ya agak lebih enjoy dan tidak emosional.

13.Apa harapan Anda terhadap mediasi di BP4 KUA Kec. Cipayung? Harapannya ya lebih bagus Saja se, gitu Saja, simple Saja.


(4)

(5)

(6)

Foto dengan Pegawai KUA di Ruangan KUA Kec. Cipayung Jakarta Timur


Dokumen yang terkait

Efektivitas mediasi Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (Bp4) Dan Pengadilan Agama Di Kota Administratif Jakarta Timur

1 59 104

Revitalisasi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) bagi remaja usia nikah : studi kasus BP4 Kota Jakarta Selatan

0 9 104

Peran Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan Dalam Meminimalisir Terjadinya Perceraian (Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2012)

0 11 92

Peran (BP4) Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan dalam Mencegah Terjadinya Perceraian di Kabupaten Wonosobo

0 17 90

PERANAN BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN Peranan Badan Penasehatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Penyelesaian Perselisihan Dalam Perkawinan (Studi Di Kantor BP4 Kecamatan Gemo

0 2 11

PENDAHULUAN Peranan Badan Penasehatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Penyelesaian Perselisihan Dalam Perkawinan (Studi Di Kantor BP4 Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen).

0 3 14

PERANAN BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN Peranan Badan Penasehatan Pembinaan Dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Penyelesaian Perselisihan Dalam Perkawinan (Studi Di Kantor BP4 Kecamatan Gemo

0 3 11

Eksistensi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam mewujudkan keluarga Sakinah di KUA Peterongan Jombang

0 0 16

Peran Badab Penasehatan, Pembinaan, dan Pelestarian perkawinan (BP4) dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Kasus di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Karanggede) - Test Repository

0 0 107

EFEKTIVITAS KERJA BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) DALAM MENGURANGI TERJADINYA PERCERAIAN DI KECAMATAN MAKASSAR

0 0 113