THE EFFECT OF EDUCATION DEGREE TOWARDS THE QUALITY OF INTERPERSONAL RELATION OF COUPLES (Study on Couples Who Lived in Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Bandar Lampung)
INTERPERSONAL RELATION OF COUPLES
(Study on Couples Who Lived in Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Bandar Lampung)
By
CN PRATIWI HARYANTO
In family daily life, communication is very importan for husband and wife, so that can create a good relation and good interpersonal communication. Communication between husband and wife is a foundation of family. In the communication between husband and wife, the communication process that happen is focused on the content of the messege it self. Interpersonal relationship is affected by some factors, one of them is education. Couples that provided by good education will have ability, knowledge, and skill in interpersonal realtion. With higher levels of education, a person can communicate better with their couple.
The formulation of the problem in this research is : “How much influence does the education level toward the quality of interpersonal relations between husband and wife?” Thepurpose of this research is to determine how much influence the level of education to quality of interpersonal relation between husband and wife at Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa, Bandar Lampung.
This research carried out by using the method of quantitative explanation using data collection tool in the form of questionnaires, literature and documentation. Respondents of this study were taken by using random sampling method, so from the whole 125 couples, founded 56 couples to become the sample research. Besides, a direct observation was also done on the research site so that the data collected become more accurate. After the data was being collected, then the data analysis was done by using a percentage, which is presented with a single tabulation, and by using simple linear regression formula
The results of data analysis showed that the level of education that husband and wife have, generally have an influence on the quality of interpersonal relation between husband and wife. This can be seen from the magnitude of the education level of 64.2%. From the magnitude of 64.2%, the level of higher education has the greatest influence on the quality of interpersonal relation that is equal to 53.58%. This can be explained that with higher levels of education, the couple can have a high quality of interpersonal relationships as well. Finally it
(2)
(3)
INTERPERSONAL SUAMI ISTERI
(Studi Pada PasanganSuamiIsteri di PerumahanRajabasaPermai, KelurahanRajabasaBandar Lampung)
Oleh
CN PRATIWI HARYANTO
Dalam kehidupan keluarga komunikasi sangat penting bagi suami isteri, sehingga dapat menciptakan hubungan dan komunikasi interpersonal yang baik. Pengaturan komunikasi antara suami dan isteri merupakan pondasi rumah tangga. Dalam komunikasi suami isteri, proses komunikasi yang terjadi lebih menitikberatkan pada kadar hubungan interpersonal daripada isi pesan itu sendiri. Hubungan interpersonal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pendidikan. Suami isteri yang dibekali pendidikan yang memadai akan memperoleh kecakapan, pengetahuan dan keterampilan dalam berhubungan interpersonal.Dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi seharusnya seseorangdapat berkomunikasi dengan lebih baik dengan pasangannya.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas hubungan interpersonal suami isteri?” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas hubungan interpersonal suami isteri di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa, Bandar Lampung.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksplanasi kuantitatif dengan menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner, kepustakaan dan dokumentasi. Responden penelitian ini diambil dengan menggunakan metode random sampling, sehingga dari keseluruhan pasangan suami isteri yaitu 125 pasangan, ditemukan 56 pasangan suami isteri untuk menjadi sampel penelitian. Selain itu dilakukan juga observasi langsung di lokasi penelitian sehingga data yang dikumpulkan menjadi lebih akurat. Setelah data terkumpul, maka analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik presentase yang disajikan dengan tabulasi tunggal, serta dengan menggunakan rumus Regresi Linear Sederhana.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara umum tingkat pendidikan yang dimiliki suami dan isteri memiliki pengaruh terhadap kualitas hubungan interpersonal suami isteri. Hal tersebut dapat terlihat dari besaran pengaruh tingkat pendidikan sebesar 64,2%. Dari besaran pengaruh 64,2% tersebut, tingkat pendidikan tinggi memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kualitas hubungan interpersonal, yaitu sebesar 53,58%. Hal tersebut dapat dijelaskan
(4)
(5)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak awal kehidupannya, manusia butuh diterima apa adanya, terutama dengan segala kekurangan yang dimilikinya dengan segala kemungkinan terburuk yang kapan saja dapat terjadi. Kebutuhan ini akan terlihat ketika manusia menjalin hubungan dengan manusia lain secara mendalam, khususnya melalui pernikahan.
Masalah apa yang sering membuat hubungan pasangan suami isteri semakin memburuk? Menurut Siti Qadariah, seorang dosen di Universitas Islam Bandung (Unisba) adalah komunikasi yang semakin jarang dan tidak lancar. Menjalin komunikasi adalah membangun hubungan dua arah antara dua orang yang berbeda, dalam hal ini suami dan istri. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang mampu membangun pengertian diantara keduanya.
James O. Prochaska dan Carlo C. DiClemente, peneliti di Texas Research Institue of Mental Sciences (TRIMS) pernah menulis sebuah buku berjudul The Transtheoritical Approach, Crossing Traditional Boundaries of Therapy pada tahun 1984. Salah satu bab dalam buku tersebut membahas problem-problem perkawinan dan perceraian.
(6)
Menurut Prochaska dan DiClemente, sebagian besar ketidakpuasan perkawinan ternyata bersumber dari masalah komunikasi.Masalah komunikasi-lah yang paling banyak menyebabkan pasangan suami isteri bertengkar.Demikian juga kejadian-kejadian mental yang buruk dan menyedihkan setelah perceraian, banyak diakibatkan oleh komunikasi, terutama jika kedua pihak saling menyalahkan.
Menurut Soekamto (1990:73), bahwa komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran pada perlakuan orang lain atau yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik atau sikap, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Komunikasi merupakan suatu usaha manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pikiran dan perasaannya, harapan dan pengalamannya pada orang lain.
Dalam kehidupan keluarga komunikasi sangat penting bagi suami isteri, sehingga dapat menciptakan hubungan dan komunikasi interpersonal yang baik.Pengaturan komunikasi antara suami dan isteri merupakan pondasi rumah tangga.Menurut William F. Gluck, seperti yang dikutip oleh Widjaja (1998:15), komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi dan pemindahan pengertian antara dua orang atau lebih di dalam kelompok kecil manusia.
Hakikat dari hubungan interpersonal adalah ketika berkomunikasi, kita bukan hanya menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk
(7)
mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya sehingga makin efektif komunikasi itu berlangsung.
Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan Ruesch dan Bateson pada tahun 1950-an. Gagasan ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Watzlawick, Beavin dan Jackson dengan buku mereka Pragmatics of Human Communication. Mereka melahirkan istilah baru untuk menunjukkan aspek baru hubungan dari pesan komunikasi ini yaitu metakomunikasi.
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.Kegagalan komunikasi primer terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan diantara komunikan menjadi rusak. Setiap kali kita melakukan komunikasi, kita bukan hanya menyampaikan isi pesan, kita juga menentukan kadar hubungan interpersonal– bukan hanya menentukan “content” tetapi juga “relationship”. Untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpersonal, kita perlu meningkatkan kualitas komunikasi.
Komunikasi interpersonal bersifat membangun atau merusak hubungan manusia, maka pasangan suami isteri harus dapat melakukan hubungan interpersonal dengan baik.Pesan yang paling jelas, paling tegas, dan paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal :
(8)
a. Komunikasi efektif
Hubungan interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan antara pemangku kepentingan terbangun dalam situasi komunikasi interaktif dan menyenangkan.Efektifitas komunikasi sangat ditentukan oleh validitas informasi yang disampaikan dan keterlibatan dalam memformulasikan idea tau gagasan secara bersama.
b. Petunjuk wajah
Petunjuk wajah menimbulkan kesan dan persepsi yang sangat menentukan penerimaan individu. Wajah merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam menyampaikan makna dalam beberapa detik raut wajah akan menentukan dan menggerakkan keputusan yang diambil.
c. Kepribadian
Kepribadian sangat menentukan hubungan yang akan terjalin. Kepribadian mengekspresikan pengalaman subjektif seperti kebiasaan, karakter dan perilaku. Faktor kepribadian lebih mengarah pada bagaimana tanggapan dan respon yang akan diberikan sehingga terjadi hubungan. Tindakan dan tanggapan terhadap pesan sangat tergantung pada pola hubungan pribadi dan karakteristik atau sifat yang dibawanya.
d. Stereotyping
Cara pandang kebanyakan menimbulkan prasangka dan gesekan yang cukup kuat, terutama pada saat pihak-pihak yang berkonflik sulit membuka jalan untuk melakukan perbaikan.
(9)
e. Kesamaan karakter personal
Manusia selalu berusaha mencapai konsistensi dalam sikap dan perilakunya atau kita cenderung menyukai orang lain, kita ingin mereka memilih sikap yang sama dengan kita, dan jika menyukai orang, kita ingin memilih sikap mereka yang sama. Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai, norma, aturan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tingkat sosial ekonomi, budaya, agama, ideologis cenderung saling menyukai dan menerima keberadaan masing-masing.
f. Daya tarik
Dalam hukum daya tarik dapat dijelaskan bahwa cara pandang orang lain terhadap diri kita dibentuk melalui cara berfikir, bahasa dan tindakan yang khas. Orang pintar, pandai bergaul, tampan atau cantik akan cenderung ditanggapi dan dinilai dengan cara yang menyenangkan dan dianggap memiliki sifat yang baik.
g. Ganjaran
Seseorang lebih menyenangi orang lain yang member penghargaan atau ganjaran berupa pujian, bantuan dan dorongan moral. Kita akan menyukai orang yang menyukai dan memuji kita.
h. Kompetensi
Setiap orang memiliki kecenderungan atau tertarik kepada orang lain karena prestasi atau kemampuan yang ditunjukkannya.
i. Kelompok rujukan
Setiap kelompok memiliki norma, nilai dan aturan main tertentu. Ada kelompok yang secara emosional mengikat diri kita, dan berpengaruh terhadap
(10)
posisi dan peran kita. Dengan melihat pada kelompok yang telah diakui kemampuan dan profesionalitasnya, maka orang akan cenderung merujuk kelompok itu untuk menentukan makna dan kesan yang ditanggapinya.
j. Kepopuleran
Keefektifan komunikasi sangat dipengaruhi oleh popularitas seseorang baik sebagai bagian dari tim maupun karena pengaruhnya dalam suatu kelompok. Fasilitator yang banyak mengambil peran dalam berbagai aktivitas dan banyak terlibat dalam setiap kegiatan masyarakat akan dikenal dan cenderung mudah untuk membuka komunikasi.
k. Kedekatan
Kedekatan dibangun atas dasar hubungan yang bersifat kekerabatan, seperti anak terhadap orang tua, lingkungan keluarga, situasi krisis yang dirasakan bersama dan kebutuhan.Kedekatan yang telah dibangun menjadi alat pengungkit yang dapat mempengaruhi opini, pola pikir, perilaku dan sikap tentang suatu tindakan yang perlu diambil dalam mengahadapi konflik.
Selain beberapa faktor yang telah disebutkan, ada satu faktor yang juga dapat mempengaruhi manusia dalam berperilaku, termasuk berkomunikasi, yaitu faktor personal.McDougall menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan interaksi sosial dalam membentuk perilaku individu.Menurutnya, faktor personal menentukan perilaku manusia, termasuk di dalamnya, pendidikan.
Pendidikan adalah yang utama, dan terutama di dalam kehidupan era masa sekarang ini.Sejauh kita memandang maka harus sejauh itulah kita harus
(11)
memperlengkapi diri kita dengan berbagai pendidikan.Ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan merupakan unsur dasar yang menentukan kecekatan seseorang berpikir tentang dirinya dan lingkungannya.Seseorang yang mampu mengubah dirinya menjadi lebih baik diharapkan mampu mengubah keluarganya, kelak mengubah daerahnya dan kemudian mengubah negaranya serta mengubah dunia dimana dia hidup.
Salah satu penelitian tentang kekerasan dalam rumah tangga menyebutkan bahwa pendidikan menjadi salah satu faktor penyebab dari kekerasan dalam rumahtangga.Dikatakan bahwa menggejalanya kebodohan telah memicu ketidak-pahaman sebagian masyarakat mengenai dampak-dampak kekerasan dan bagaimana seharusnya mereka berperilaku santun (Saputra, 2009:14). Suami dengan pendidikan rendah tidak memiliki kecerdasan emosional yang baik, sehingga komunikasi nonverbal, dalam hal ini kekerasan fisik menjadi cara mengkomunikasikan kemarahannya. Kebodohan secara sistematis pada masyarakat menyebabkan kemerosotan pada pola pikir masyarakat, sehingga perilakupun berada pada derajat yang sangat rendah. Tingkat pendidikan yang semakin baik sedikit banyak akan mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang sehingga akan meminimalisir miskomunikasi diantara suami isteri.
Salah satu contoh kasus lain yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kualitas hubungan interpersonal suami isteri adalah yang terjadi pada seorang isteri bernama Dyah di Yogyakarta yang dikutip dalam Jurnal Kependudukan Indonesia. Suami Dyah adalah seseorang yang berpendidikan S2 dan sukses dalam pekerjaanya, tidak hanya sebagai seorang
(12)
dosen, namun juga sebagai seorang pengusaha. Dyah tidak pernah merasa disakiti oleh suaminya. Malahan, menurutnya si suami sangat mendukungnya untuk berkarir dan mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Saat ini Dyah sibuk membantu memasarkan usaha jamu milik suaminya, dan duduk sebagai sekretaris dari lembaga pendidikan yang juga dikepalai oleh suaminya (Putranti, 2007:69). Kasus ini menunjukkan bahwa suami Dyah yang berpendidikan tinggi menunjukkan sikapsupportive dan positif yang menjadi tolak ukur kualitas hubungan interpersonal. Suami Dyah memberikan dorongan sepenuhnya pada isterinya dan secara positif mendukung isterinya yang menjadipartnerhidupnya.
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola hubungan interpersonal suami isteri. Hal ini berdasarkan kenyataan, bahwa pendidikan formal memberikan pengetahuan-pengetahuan yang berdasarkan pemikiran-pemikiran secara rasional, sehingga hal ini dapat merubah sikap dan pandangan seseorang terhadap sesuatu hal melalui kerangka pemikiran yang dapat diterima kebenarannya secara pribadi maupun orang lain. Disamping itu, tingkat pendidikan seseorang akan menentukan pola berfikir dan kemampuan berkomunikasi suami dan isteri dimana tujuan komunikasi adalah mengubah sikap, opini atau pandangan perilaku individu yang berkomunikasi dalam hal ini terutama komunikasi dalam konteks hubungan interpersonal.
Berdasarkan uraian di atas, seseorang dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi seharusnya dapat berkomunikasi dengan lebih baik dengan pasangannya.Karena melalui pendidikan seseorang belajar berbagai macam
(13)
aspek dalam kehidupan.Seseorang dengan pendidikan yang tinggi juga cenderung dapat menguasai emosinya, dimana emosi juga dapat mempengaruhi sesorang ketika berkomunikasi.Melihat keadaan ini, penulis ingin membuktikan seberapa besar tingkat pendidikan mempengaruhi hubungan interpersonal suami dan isteri dalam kenyataan yang terjadi di masyarakat.
Pada penelitian ini, peneliti memilih melakukan penelitian pada pasangan suami isteri di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa, Bandar Lampung.Alasan peneliti memilih Perumahan Rajabasa Permai sebagai lokasi penelitian karena populasi ini sudah cukup mewakili sampel yang dibutuhkan.Di Perumahan Rajabasa Permai terdapat pasangan suami isteri dari berbagai macam latar belakang pendidikan.Selain itu, penulis memiliki poin kedekatan (proximity). Kedekatan jarak dapat memungkinkan penulis untuk lebih mudah mendapatkan informasi, karena penulis kenal secara langsung dengan objek penelitian yang akan menjadi sampel penelitian.
Ditinjau dari tingkat pendidikan, pasangan suami isteri di Perumahan Rajabasa Permai termasuk kedalam kriteria menengah ke atas, dimana tiga per empat dari populasi merupakan tamatan SMA keatas.Hubungan interpersonal suami isteri di Perumahan Rajabasa Permai juga cenderung baik, terlihat dari minimnya perceraian dan konflik-konflik besar yang terjadi dalam rumahtangga.Melihat kenyataan ini, peneliti tergerak untuk membuktikan hipotesis yang ada dengan melihat pengaruh dari dua aspek tersebut, yaitu tingkat pendidikan dan kualitas hubungan interpersonal suami isteri.
(14)
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti berinisiatif untuk mencaritahu tentang pengaruh faktor personal, yang dalam konteks penelitian ini adalah pendidikan, terhadap kualitas hubungan interpersonal yang dilakukan suami isteri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah “Berapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas hubungan interpersonal suami isteri?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas hubungan interpersonal suami isteri.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
a. Secara teoritis dapat berguna untuk menambah pengetahuan dan masukan pada studi ilmu komunikasi serta dapat menjadi referensi bagi penelitian lanjutan.
b. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif terutama kepada pasangan suami isteri.
(15)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Tingkat Pendidikan 1. Definisi Pendidikan
Menurut UU RI no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pengertian pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakatnya, serta bangsa dan negaranya.
Pengertian pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan jaman.
2. Tujuan Pendidikan
Tirta Rahrdja dan Sulo menyatakan bahwa:
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, benar dan indah untuk kehidupan.
(16)
Oleh sebab itu pendidikan mempunyai 2 fungsi yaitu dapat memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan serta merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Pada umumnya, terdapat 4 jenjang tujuan pendidikan, yaitu:
a. Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia adalah manusia Pancasila.
b. Tujuan institusional, yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu untuk mencapainya.
c. Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi dan tujuan mata pelajarannya. d. Tujuan instruksional, materi kurikulum yang berupa bidang studi-bidang studi
dari pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan.
3. Jalur dan Jenjang Pendidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2003 nomor 20 pasal 13, yang dimaksud dengan jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. a. Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah
pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
b. Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di setiap masjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja.Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya. Program - program PNF yaitu Keaksaraan fungsional (KF);
(17)
Pendidikan Kesetaraan A, B, C; Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); Magang; dan sebagainya.
c. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.
Sedangkan pasal 14 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar (Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Tingkat Pertama), pendidikan menengah (Sekolah Menengah Tingkat Atas) dan pendidikan tinggi (Diploma, Sarjana, Magister, Spesialis dan Doktor). a. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup bermasyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.Warga Negara yang berusia enam tahun berhak mengikuti pendidikan dasar, sedangkan yang berusia tujuh tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar sampai tamat.
b. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
(18)
c. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan alat kesenian.
B. Tinjauan Tentang Hubungan Interpersonal 1. Pengertian Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terjadi antara sesorang dengan orang lain. Hubungan ini melihat komunikasi sebagai proses terjalinnya hubungan atau relasi. Miller dalam bukunyaExpolration In Interpersonal Communication, menyatakan bahwa “Memahami proses komunikasi interpersonal menuntut hubungan simbiosis antara komunikasi dan perkembangan relasional, dan pada gilirannnya (secara serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut”.
2. Tahap-tahap Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal melibatkan dan membentuk kedua belah pihak. Tiga psikolog terkenal, R.D. Laing, H.Phillipson, A.R. Lee, mengungkapkannya sebagai berikut :
(19)
When Peter meets Paul, Paul’s behavior becomes Peter’s experience; Peter’s behavior becomes Paul’s experience.
Maksudnya adalah ketika Peter bertemu dengan Paul, Paul bukan lagi Paul yang biasa; Paul berubah karena pertemuannya dengan Peter. Peter pun berubah karena kehadiran Paul. Bila terjadi hubungan komplementer, maka hubungan diantara Peter dan Paul akan dilanjutkan, dipertahankan, dan diperkokoh. Apabila sebaliknya, maka hubungan interpersonal tersebut akan diakhiri. Hubungan interpersonalberlangsung melewati tiga tahap, yaitu pembentukan hubungan, pengukuhan hubungan, dan pemutusan hubungan.
a. Pembentukan Hubungan Interpersonal
Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan (acquaintance process) (Rakhmat, 2001:125).Perkenalan adalah proses komunikasi dimana individu mengirimkan (secara sadar) atau menyampaikan (kadang-kadang tidak sengaja) informasi tentang struktur dan isi kepribadiannya kepada bakal sahabatnya, dengan menggunakan cara-cara yang agak berbeda pada bermacam-macam tahap perkembangan persahabatan.
Beberapa orang peneliti seperti Newcomb, Berger, Zunin, dan Duck telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan.Fase pertama, fase kontak yang permulaan (initial contact phase).Fase ini ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya.Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap, dan nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Bila mereka merasa berbeda, mereka akan berusaha menyembunyikan dirinya. Hubungan interpersonal mungkin diakhiri. Proses saling menilik ini
(20)
disebut Newcomb sebagai “reciprocal scanning” (saling menyelidik). Pada tahap ini, informasi yang dicari dan disampaikan pada umumnya berkisar mengenai data demografis; usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga, dan sebagainya.
Dengan data demografis, orang berusaha membentuk kesan tentang diri orang lain. Seperti yang telah diuraikan pada proses pembentukan kesan, orang akan melahirkan banyak informasi dengan memasukkan pengalaman pada kategori yang ada.
Informasi pada tahap perkenalan dapat dikategorikan pada tujuh kategori : 1. Informasi demografis
2. Sikap dan pendapat, tentang orang atau objek 3. Rencana yang akan datang
4. Kepribadian
5. Perilaku pada masa lalu 6. Orang lain
7. Hobi dan minat
Tidak selalu informasi itu kita peroleh melalui komunikasi verbal.Kita juga membentuk kesan dari petunjuk proksemik, kinesik, paralinguistik, dan artifaktual. Caranya dengan mempertahankan jarak, gerak tangan dan lirikan mata, intonasi suara, dan pakaian yang dikenakan akan membentuk kesan pertama. Kesan pertama ini amat menentukan apakah hubungan interpersonal harus diakhiri atau diperteguh. Menurut William Brooks dan Phillip Emmet
(21)
“Kesan pertama sangat menentukan, karena itu hal yang pertama kelihatan, hal yang menentukan kesan pertama, menjadi sangat penting.Para psikolog sosial menemukan bahwa penampilan fisik, apa yang diucapkan pertama menjadi penentu yang penting terhadap pembentukan citra pertama tentang orang itu”.
b. Peneguhan Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah.Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, perubahan memerlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan (equilibrium). Ada empat faktor yang amat penting dalam memelihara keseimbangan ini : keakraban, kontrol, respon yang tepat, dan nada emosional yang tepat.
Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Menurut Argyle “Jika dua orang melakukan tingkat keakraban yang berbeda akan terjadi ketidakserasian dan kejanggalan. Jika A menggunakan teknik sosial seperti berdiri lebih dekat, melihat lebih sering, dan tersenyum lebih banyak daripada B, maka B akan merasa A bersifat agresif dan terlalu akrab, sedangkan A akan merasa B bersikap acuh tak acuh dan sombong. Jelaslah A ingin memperoleh respon afiliatif dari B”.
Faktor yang kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak,
(22)
siapa yang menentukan, siapakah yang dominan.Konflik terjadi bila umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah.
Faktor yang ketiga adalah ketepatan respon, artinya respon A harus diikuti oleh respon B yang sesuai. Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan.Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal, tetapi juga pesan-pesan non verbal. Jika pembicaraan yang sungguh-sungguh diterima dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, hubungan interpersonal akan mengalami keretakan.
Respon dibagi menjadi dua kelompok, yaitu konfirmasi dan diskonfirmasi (Tubbs dan Moss, 1974:259-298).Konfirmasi adalah “Any behavior that causes another person to value himself more”.Sebaliknya diskonformasi adalah “Behavior that cause a person to value himself less”. Konfirmasi akan memperteguh hubungan interpersonal, sedangkan diskonfirmasi akan merusaknya. Respon yang termasuk konfirmasi dan diskonfirmasi dijelaskan sebagai berikut:
Konfirmasi
1. Pengakuan langsung (direct acknowledgement): saya menerima pernyataan anda dan memberikan respon segera; misalnya : “Saya setuju. Anda benar”. 2. Perasaan positif (positive feeling): Saya mengungkapkan perasaan yang positif
terhadap apa yang sudah anda katakan.
3. Respons meminta keterangan (clarifying respon): Saya meminta anda menerangkan isi pesan anda; misalnya, “Ceritakan lebih banyak tentang itu”.
(23)
4. Respons setuju (agreeing response): Saya memperteguh apa yang anda katakan; misalnya, “Saya setuju. Ia memang bintang yang terbaik saat ini”. 5. Respons suportif (supportive response): Saya mengungkapkan pengertian,
dukungan, atau memperkuat anda; misalnya, “Saya mengerti apa yang anda rasakan”.
Diskonfirmasi
1. Respons sekilas (tangential response): Saya memberikan respon pada pernyataan anda, tetapi dengan segera mengalihkan pembicaraan; misalnya, “Apakah film itu bagus?” “Lumayan. Jam berapa besok anda harus saya jemput?”.
2. Respons impersonal (impersonal response): Saya memberikan komentar dengan menggunakan kata ganti orang ketiga; misalnya, “Orang memang sering marah diperlakukan seperti itu”.
3. Respons kosong (impervious response): Saya tidak menghiraukan anda sama sekali; tidak memberikan sambutan verbal atau non verbal.
4. Respons yang tidak relevan (irrelevant response): Seperti repons sekilas, saya berusaha mengalihkan pembicaraan tanpa menghubungkan sama sekali dengan pembicaraan anda; misalnya, “Buku ini bagus” “Saya heran mengapa Rini belum juga pulang. Menurut kamu kira-kira kemana ia?”.
5. Respons interupsi (interrupting response): Saya memotong pembicaraan anda sebelum anda selesai, dan mengambil alih pembicaraan.
6. Respons rancu (incoherent response): Saya berbicara dengan kalimat-kalimat yang kacau, rancu, atau tidak lengkap.
(24)
7. Respons kontradiktif (incongruous response): Saya menyampaikan pesan verbal yang bertentangan dengan pesan non verbal; misalnya, saya mengatakan dengan bibir mencibir dan intonasi suara yang merendahkan, “Memang, bagus betul pendapatmu”.
Faktor keempat yang memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika berlangsungnya komunikasi. Walaupun mungkin saja terjadi dua orang berinteraksi dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.
c. Pemutusan Hubungan Interpersonal
Walaupun dapat disimpulkan bahwa jika empat faktor diatas tidak ada, hubungan interpersonal akan diakhiri. Ada lima sumber konflik :
1. Kompetisi
Salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain. Misalnya menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain.
2. Dominasi
Salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain sehingga orang itu merasakan hak-hak nya telah dilanggar.
3. Kegagalan
Masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai.
(25)
4. Provokasi
Salah satu pihak terus menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan yang lain.
5. Perbedaan nilai
Kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.
3. Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal dalam Komunikasi Interpersonal
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Yang menjadi soal bukanlah berapa sering komunikasi dilakukan.Tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Ada tiga faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal, yaitu:
a. Percaya (trust)
Diantara berbagai faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal, faktor percaya adalah yang paling penting.Sejak tahap yang pertama pada hubungan interpersonal (tahap perkenalan), sampai pada tahap kedua (tahap peneguhan), percaya menentukan efektifitas komunikasi.Secara ilmiah, percaya didefinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko (Rakhmat, 2001:130). Definisi ini menyebutkan tiga unsur percaya :
(26)
a. Ada situasi yang menimbulkan resiko. Resiko itu dapat berupa kerugian yang akan dialami. Bila tidak ada resiko, percaya tidak akan dibutuhkan.
b. Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain.
c. Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya.
Ada beberapa keuntungan dari mempercayai orang lain.Pertama, percaya meningkatkan hubungan interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Tanpa percaya tidak akan ada pengertian. Tanpa pengertian terjadi kegagalan komunikasi primer. Kedua, hilangnya kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab. Keakraban hanya terjadi bila kita semua bersedia untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran kita. Jelaslah, tanpa percaya akan tumbuh kegagalan komunikasi primer.
Sejauh mana kita percaya pada orang lain dipengaruhi oleh faktor-faktor personal dan situasional. Orang yang harga dirinya positif akan cenderung mempercayai orang lain, sebaliknya orang yang mempunyai kepribadian otoriter cenderung sukar mempercayai orang lain.
(27)
Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan menganggap komunikan lainnya berlaku jujur.Tentu saja sikap ini dibentuk berdasarkan pengalaman kita dengan komunikan.Karena itu sikap percaya berubah-ubah bergantung kepada komunikan yang dihadapi.Selain pengalaman, ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu menerima, empati, dan kejujuran.
Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai. Sikap menerima tidaklah semudah yang dikatakan.Kita selalu cenderung menilai dan sukar menerima.Akibatnya, hubungan interpersonal tidak berlangsung seperti yang diharapkan.Sikap menerima menggerakkan sikap percaya.Menerima berarti tidak menilai pribadi orang berdasarkan perilakunya yang tidak kita senangi.Betapapun jeleknya perilakunya menurut persepsi kita, kita tetap berkomunikasi dengan dia sebagai personal, bukan sebagai objek.
Empati adalah faktor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain. Empati dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita. Empati adalah keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi. Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan
(28)
empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya.
b. Sikap suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empati. Sudah jelas, dengan sikap defensif hubungan interpersonal akan gagal. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif, dan sebagainya) atau faktor-faktor situasional.Jack R.Gibb dalam bukunya Defensive Communication menyebut enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif.
Perilaku defensif dan suportif dari Jack Gibb Iklim defensif Iklim suportif
1. Evaluasi 1. Deskripsi
2. Kontrol 2. Orientasi masalah
3. Strategi 3. Spontanitas
4. Netralitas 4. Empati
5. Superioritas 5. Persamaan 6. Kepastian 6. Provisionalisme
a. Evaluasi dan Deskripsi
Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain, baik itu memuji atau mengecam. Dalam mengevaluasi kita mempersoalkan nilai dan motif orang lain. Bila kita menyebutkan kelemahan orang lain,
(29)
mengungkapkan betapa jelek perilakunya, meruntuhkan harga dirinya, kita akan melahirkan sikap defensif. Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi anda tanpa menilai.
b. Kontrol dan Orientasi Masalah
Perilaku kontrol artinya berusaha untuk mengubah orang lain, mengendalikan perilakunya, mengubah sikap, pendapat dan tindakannya. Orientasi masalah sebaliknya adalah mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah.
c. Strategi dan Spontanitas
Strategi adalah penggunaan tipuan-tipuan atau manipulasi untuk mempengaruhi orang lain. Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.
d. Netralitas dan Empati
Netralitas berarti sikap impersonal, memperlakukan orang lain tidak sebagai persona, melainkan sebagai objek. Bersikap netral bukan berarti bersikap objektif, melainkan menunjukkan sikap tak acuh, tidak menghiraukan perasaan dan pengalaman orang lain. Lawan netralitas ialah empati, orang seakan-akan mesin yang hampa perasaan dan tanpa perhatian.
e. Superioritas dan Persamaan
Superioritas artinya sikap menunjukkan anda lebih tinggi atau lebih baik daripada orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan intelektual, kekayaan atau kecantikan. Persamaan adalah sikap
(30)
memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. Dalam persamaan, anda tidak mempertegas perbedaan.
f. Kepastian dan Provisionalisme
Dekat dengan superioritas adalah kepastian (certainty).Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri, dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat.Provisionalisme, sebaliknya, adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita, untuk mengetahui bahwa, pendapat manusia adalah tempat kesalahan.Karena itu wajar jika suatu saat pendapat dan keyakinan bisa berubah.
c. Sikap Terbuka
Sikap terbuka (open mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan hubungan interpersonal yang efektif.Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatisme.
Tabel 1. Perbandingan sikap terbuka dan sikap tertutup
Sikap Terbuka Sikap tertutup
1. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan kata dan keajegan logika.
2. Membedakan dengan mudah, melihat nuansa.
3. Berorientasi pada isi.
4. Mencari informasi dari berbagai sumber.
1. Menilai pesan berdasarkan motif-motif pribadi.
2. Berfikir simplitis, artinyaberfikir hitam putih (tanpa nuansa). 3. Bersumber lebih banyak pada
sumber pesan daripada isi pesan. 4. Mencari informasi tentang
kepercayaan orang lain dari sumbernya sendiri, bukan dari sumber kepercayaan orang lain.
(31)
5. Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah
kepercayaannya.
6. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian
kepercayaannya.
5. Secara kaku mempertahankan dan memegang teguh kepercayaannya
6. Menolak, mengabaikan, mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan kepercayaannya.
Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang efekif, dogmatisme harus digantikan dengan sikap terbuka. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan paling penting, saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal.
C. Tinjauan Tentang Komunikasi Suami Isteri 1. Pengertian Suami Isteri
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1993), suami adalah pria yang telah menjadi pasangan hidup resmi seorang perempuan (isteri) menikah ; pasangan. Isteri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:446) adalah perempuan yang telah menikah atau bersuami.
2. Komunikasi Suami Isteri Sebagai Hubungan Interpersonal
Pernikahan menunjukkan sejauh mana pasangan suami isteri mampu merundingkan berbagai macam hal dan seberapa terampil suami isteri tersebut mampu menyelesaikan konflik.Perkawinan adalah suatu lembaga yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat di muka bumi ini.Lewat perkawinan, sepasang suami isteri dapat menjalankan tugasnya masing-masing.
(32)
Jika hubungan antara dua orang dari jenis kelamin yang berbeda melewati batas hubungan berkategori intim dan akrab maka pasangan lelaki dan perempuan tersebut dapat meningkatkan hubungan menjadi suami dan isteri. Hubungan suami isteri ditandai dengan gaya cinta yang akrab dan intim. Dilihat dari hubungan internal maka isi dan mutu dari hubungan suami isteri ditandai dengan keterbukaan tak terbatas, memberi dan menerima seluruh hidupnya dalam kelebihan dan kekurangan bahkan sampai mati dibawah satu atap yang melindungi mereka dari teriknya matahari dan turunnya hujan (Liliweri, 1997:57).
Komunikasi, adalah suatu aspek yang paling mendukung dalam kehidupan kita, sehingga kita menjadi sangat mengetahui betapa pentingnya komunikasi. Banyak masalah yang timbul akibat kurang mampunya kita dalam berkomunikasi dengan orang lain. Kata komunikasi mengandung beberapa makna yaitu, komunikasi sebagai proses sosial, komunikasi sebagai peristiwa, komunikasi sebagai ilmu, komunikasi sebagai kiat atau keterampilan. Kitapun dapat memaknakan komunikasi sebagai sesuatu yang dapat dipahami, sebagai hubungan, saling pengertian dan sebagai pesan (Liliweri, 1997:20).
Komunikasi lahir karena adanya manusia yang ingin mengungkapkan pendapatnya.Pengungkapan pendapat secara tatap muka dan dapat menangkap reaksi lawan bicaranya adalah pengertian dari Komunikasi Antar Pribadi (Mulyana, 2007:73).Salah satu komunikasi interpersonal yang dilakukan adalah komunikasi antara suami dan isteri.Komunikasi suami dan isteri merupakan suatu hal yang penting, khususnya dalam kehidupan perkawinan
(33)
untuk menjaga keharmonisan keluarga.Konflik dilatarbelakangi perbedaan cirri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut menyangkut cirri fisik, kepandaian, pengetahuan, sara, dan sebagainya. Seperti teori dari DeVito yang mengungakapkan bahwa konflik-konflik yang terjadi pada suami isteri pada umumnya diakibatkan oleh faktor-faktor komunikasi.Dan hubungan suami isteri ini termasuk kedalam jenis atau tahap hubungan antar pribadi (Liliweri, 1997:54).
Dalam komunikasi suami isteri, proses komunikasi yang terjadi lebih menitikberatkan pada kadar hubungan interpersonal daripada isi pesan itu sendiri. Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajat keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara para peserta komunikasi.
D. Tinjauan Tentang Kualitas Hubungan Interpersonal
Kualitas merupakan hal pokok dalam hubungan antara dua orang dalam membedakan hubungan interpersonal yang berkualitas tinggi dan yang berkualitas rendah.Hubungan interpersonal, seperti bentuk perilaku yang lain, dapat sangat efektif dan dapat pula sangat tidak efektif. Ada tiga sudut pandang dari karakteristik efektivitas yang dapat menentukan kualitas dari sebuah hubungan interpersonal, yaitu sudut pandang humanistik, sudut
(34)
pandang pragmatis serta sudut pandang pergaulan dan sudut pandang kesetaraan (De Vito, 1997:259).
Sudut pandang humanistik menekankan pada keterbukaan, empati, sikap dan mendukung, dan kualitas-kualitas lain yang menciptakan interaksi yang bermakna, jujur, dan memuaskan.Sudut pandang pragmatis atau keperilakuan menekankan pada manajemen dan kesegaran interaksi, dan secara umum kualitas-kualitas yang menentukan pencapaian tujuan yang spesifik.Sudut pandang pergaulan sosial dan sudut pandang kesetaraan mengasumsikan bahwa suatu hubungan merupakan kemitraan dimana imbalan dan biaya saling dipertukarkan.Dalam penelitian ini, penelitian ini akan memfokuskan pada sudut pandang humanistik, karena kualitas-kualitas umum yang dipertimbangkan dalam sudut pandang ini sesuai dengan hubungan interpersonal suami isteri.
Dalam sudut pandang humanistik, terdapat lima kualitas umum yang dipertimbangkan, yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equity) (De Vito, 1997:259).
a. Keterbukaan
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal.Pertama, komunikator yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya interaksi.Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya
(35)
merupakan peserta percakapan yang menjemukan.Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak-acuhan, bahkan ketidak-sepakatan lebih menyenangkan.Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran.Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda dilontarkan adalah memang “milik” anda dan anda bertanggungjawab atasnya.Cara yang terbaik untuk menyatakan tanggungjawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).
b. Empati
Menurut Henry Backrack, seperti yang dikutip oleh De Vito (1997:260), empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Bersimpati, di pihak lain, merasakan bagi orang lain, merasa ikut bersedih, misalnya. Berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, contohnya berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Pengertian yang empatik ini akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya.
Langkah pertama dalam mencapai empati adalah menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, dan mengkritik.Bukan karena reaksi ini salah, melainkan semata-mata karena reaksi-reaksi seperti ini seringkali
(36)
menghambat pemahaman.Fokusnya adalah pada pemahaman. Kedua, makin banyak anda mengenal seseorang (keinginannya, pengalamannya, kemampuannya, ketakutannya), makin mampu anda melihat apa yang dilihat orang itu dan merasakan seperti apa yang dirasakannya. Ketiga, cobalah merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya. Mainkanlah peran orang lain itu dalam pikiran anda.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun nonverbal. Secara nonverbal, dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan: 1. Keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik
yang sesuai.
2. Konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik.
3. Sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
Jerry Authier dan Kay Gustafson, seperti yang dikutip oleh De Vito (1997:261), menyarankan beberapa metode yang berguna untuk mengkomunikasikan empati secara verbal.
1. Merefleksi baik kepada pembicara perasaan (dan intensitasnya) yang menurut anda sedang dialaminya. Ini membantu dalam memeriksa ketepatan persepsi anda dan juga dalam menunjukkan bahwa anda berusaha memahaminya. 2. Membuat pernyataan tentatif dan bukan mengajukan pertanyaan. Jadi, jangan
mengatakan, “Apakah anda benar-benar marah kepada ayah anda?” melainkan, “Saya mendapat kesan bahwa anda marah kepada ayah anda.”
(37)
3. Pertanyakan pesan yang berbaur, pesan yang komponen verbal dan nonverbalnya saling bertentangan : “Anda mengatakan bahwa tidak ada persoalan apa-apa antara anda dengan Kris, tetapi nada suara anda tidak meyakinkan.Anda tampaknya sedang kecewa.”
4. Lakukan pengungkapan diri yang berkaitan dengan peristiwa dan perasaan orang itu untuk mengkomunikasikan pengertian dan pemahaman terhadap apa yang sedang dialami orang itu. Anda bisa mengatakan : “Saya dapat merasakan apa yang anda rasakan.”
c. Sikap Mendukung
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung.Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Sikap mendukung dapat diperlihatkan dengan sikap (1) deskriptif, bukan evaluatif; (2) spontan, bukan strategik; dan (3) provisional, bukan sangat yakin.
1. Deskriptif
Berkomunikasi secara deskriptif, berarti tidak memberi label pada individu baik itu tingkah laku yang baik atau buruk, benar atau salah, serta tidak mengecam orang lain untuk mengubah perilakunya tetapi hanya laporan secara sederhana atau membuat pertanyaan tentang apa yang telah dilihat, didengar atau dirasakan. Suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu terciptanya sikap mendukung.Komunikasi yang bersifat menilai seringkali membuat lawan bicara bersifat defensif.Tetapi tidak semua komunikasi evaluatif menimbulkan sikap defensif, seperti komunikasi evaluatif yang positif.
(38)
2. Spontanitas
Gaya spontan membantu menciptakan suasana mendukung. Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama, yaitu terus terang dan terbuka. Sebaliknya, bila menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, biasanya seseorang mempunyai rencana atau strategi tersembunyi, sehingga lawan bicaranya bereaksi secara defensif.
3. Provisionalisme
Berikap provisional artinya bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan.Provisionalisme seperti itulah, bukan keyakinan yang tak tergoyahkan, yang membantu menciptakan suasana mendukung.
d. Sikap Positif
Sikap positif dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal dengan sedikitnya dua cara : (1) menyatakan sikap positif; dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi.
1. Sikap
Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal.Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Orang yang merasa negatif terhadap diri sendiri selalu mengkomunikasikan perasaan ini kepada orang lain, yang selanjutnya barangkali akan mengembangkan perasaan negatif yang sama. Sebaliknya, orang yang merasa positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan
(39)
perasaan ini kepada orang lain, yang selanjutnya juga akan merefleksikan perasaan positif ini.
Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.Tidak ada yang lebih tidak menyenangkan ketimbang berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interkasi. 2. Dorongan
Sikap positif dapat dijelaskan lebih jauh dengan istilah stroking (dorongan).Dorongan adalah istilah yang berasal dari kosakata umum, yang dipandang sangat penting dalam analisis transaksional dan dalam interaksi antar manusia secara umum. Perilaku mendorong menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain. Perilaku ini bertentangan dengan ketidak-acuhan.
Dorongan dapat ditunjukkan secara verbal, seperti dengan mengatakan “Saya suka duduk dengan anda.”, atau nonverbal, seperti senyuman dan tepukan di bahu. Dorongan positif umumnya berbentuk pujian atau penghargaan, dan terdiri atas perilaku yang biasanya diharapkan, dinikmati, dan dibanggakan.Dorongan positif ini mendukung citra positif dan membuat orang merasa lebih baik.Sebaliknya, dorongan negatif, bersifat menghukum dan menimbulkan kebencian.
e. Kesetaraan
Dalam setiap situasi, mungkin terjadi ketidak-setaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis dibandingkan yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara
(40)
dalam segala hal. Terlepas dari ketidak-setaraan ini, hubungan interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
Salah satu cara yang paling sering dilakukan dalam mengabaikan kesetaraan adalah pada cara mengajukan pertanyaan. Bandingkanlah dua contoh ini : 1. “Kapan sih kamu mau belajar menelpon untuk memesan tempat? Masa harus
saya yang melakukan segalanya?”
2. “Salah satu dari kita harus menelpon untuk memesan tempat. Apakah kamu menghendaki saya yang melakukannya, atau kamu mau melakukannya sendiri?”
Pada kalimat 1 tidak ada kesetaraan. Salah seorang menuntut kepatuhan dari yang lain. Pertanyaan seperti itu mendukung sikap defensif, kemarahan, dan permusuhan.Pertanyaan itu merangsang perdebatan dan bukan memecahkan masalah.Pada kalimat 2 ada kesetaraan, suatu keinginan yang secara eksplisitdiungkapkan untuk bekerjasama memecahkan masalah tertentu.Secara umum, permintaan mengkomunikasikan kesetaraan, dan tuntutan mengkomunikasikan superioritas.
Dalam sebuah hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada dibandingkan sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain.
(41)
Kesetaraan berarti menerima pihak lain, atau kesetaraan meminta untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain.
E. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Hubungan Interpersonal Suami Isteri
Pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan teman dan dengan alam semesta. Pendidikan merupakan pula perkembangan yang terorganisir dan kelengkapan dari semua potensi manusia, baik mengenai potensi moral, intelektual dan jasmani (panca indera) demi mencapai kesejahteraan hidup dengan terpenuhinya berbagai kebutuhan.
Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh suami dan isteri akan menentukan kualitas, kuantitas dan kemampuan dalam membentuk ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga ini diperoleh melalui pembinaan hubungan baik, kejujuran dan itikad baik, sehingga suami dan isteri memperoleh kepercayaan satu sama lain melalui pendekatan pribadi melalui komunikasi interpersonal. Keterampilan komunikasi interpersonal bukanlah kemampuan yang dibawa sejak lahir dan juga tidak muncul secara tiba-tiba saat kita perlukan. Keterampilan tersebut harus dipelajari dengan latihan melalui proses belajar, dan belajar itu sendiri dapat ditempuh melalui pendidikan dan pengalaman.
Suami isteri yang dibekali pendidikan yang memadai akan memperoleh kecakapan, pengetahuan dan keterampilan dalam berhubungan interpersonal. Mereka akan mampu saling mengarahkan satu sama lain keaarah hubungan
(42)
yang baik, jujur, saling menghargai, memiliki itikad baik sebagai komunikator dan komunikan dalam menyampaikan dan menerima pesan. Suami isteri harus saling memahami satu sama lain sehingga konflik yang terjadi dapat terhindari. Hubungan interpersonal yang dikembangakan dalam pernikahan akan efektif bila dalam komunikasi antara suami dan isteri mempunyai kemampuan komunikasi pemahaman penyusunan dan penyampaian yang baik terhadap satu sama lain. Bentuk daripada komunikasi interpersonal yang baik dapat dilakukan secara rutin dalam rumah tangga, misalnya setiap minimal satu jam berkumpul bersama keluarga.
Komunikasi adalah pengembangan dan pemelihara hubungan interpersonal. Beberapa studi menunjukkan bahwa pasangan yang mempunyai komunikasi berfikiran positif sebelum perkawinan lebih memungkinkan untuk mempunyai perkawinan bahagia setelah lima tahun kemudian daripada pasangan yang tidak pernah menetapkan komunikasi sebelum perkawinan. Komunikasi yang baik atau keterbukaan telah pula dihubungkan dengan kesehatan mental positif dalam keakraban dan komunikasi dalam pengembangan hubungan interpersonal.
Komunikasi interpersonal yang efektif dapat menciptakan suasana harmonis antar suami dan isteri. Namun sebaliknya jika komunikasi interpersonal tidak mencerminkan hal-hal tersebut seperti ; tidak atau kurangnya kemampuan, kejujuran, itikad baik dan empati terhadap pasangan, maka pesan yang akan disampaikan tidak sesuai dengan harapan komunikasi, sehingga tidak tercapainya keluarga yang harmonis.
(43)
Berdasarkan uraian diatas tersebut, maka peranan komunikasi interpersonal antara pasangan suami isteri adalah untuk menciptakan hubungan yang serasi dalam keluarga.Untuk menciptakan ini, adanya bekal pendidikan yang tinggi bagi kepala keluarga dapat diperoleh melalui latihan dan pengalaman, kecakapan, kemampuan dan saling menghargai pasangan.
F. Penelitian Sebelumnya yang Relevan
Berdasarkan penelitian Desti Arum Sari yang berjudul “Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dengan Komunikasi Interpersonal Antar Anggota Keluarga pada Keluarga Batih”, hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh tingkat pendidikan kepala keluarga dengan komunikasi interpersonal anatar anggota keluarga di keluarga Batih. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula tingkat komunikasi seseorang dalam keluarganya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan variabel bebas dan terikat memiliki hubungan yang signifikan, secara menyeluruh hipotesis yang digunakan yaitu “Tingkat pendidikan berhubungan secara signifikan positif terhadap tingkat komunikasi ineterpersonal antar anggota pada keluarga Batih”, dimana kebenarannya telah diuji dan diterima.
G. Kerangka Pikir
Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan. Dalam prosesnya, banyak faktor yang mempengaruhinya.Salah satunya adalah faktor personal yang ada pada diri pelaku komunikasi tersebut, dalam hal ini adalah pendidikan. Tingkat pendidikan sedikit banyak berpengaruh pada pola hidup
(44)
seseorang, termasuk di dalamnya cara seseorang berkomunikasi. Karena melalui pendidikan yang telah didapat, manusia akan belajar bagaimana beraktivitas dan berhubungan dengan orang lain.
Hubungan interpersonal adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang.Untuk melakukan komunikasi interpersonal, dibutuhkan adanya hubungan interpersonal yang baik, karena komunikasi interpersonal tidak akan berjalan apabila hubungan antara komunikator dan komunikannya tidak baik. Begitu pula dalam komunikasi interpersonal pasangan suami isteri, hubungan interpersonal yang positif merupakan hal yang sangat penting, karena hubungan suami dan isteri menitik beratkan pada unsur relationship.Untuk mempertahankan suatu hubungan diperlukan proses komunikasi yang baik, dan untuk menjalankan komunikasi yang baik harus ada hubungan interpersonal yang baik pula di antara pasangan suami isteri tersebut.
Hubungan interpersonal juga dipengaruhi oleh beberapa faktor.Dalam penelitian ini, penulis ingin melihat besarnya pengaruh dari tingkat pendidikan terhadap kualitas hubungan interpersonal suami isteri.
(45)
Tingkat Pendidikan 1. Pendidikan Dasar 2. Pendidikan
Menengah 3. Pendidikan Tinggi
Kualitas Hubungan Interpersonal 1. Keterbukaan 2. Empati
3. Sikap mendukung 4. Sikap positif 5. Kesetaraan KAP
Gambar 1. Kerangka Pikir H. Hipotesis
Menurut Sutrisno Hadi (1999:20), hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar dan mungkin salah. Dengan kata lain hipotesis adalah tipe pernyataan suatu hal yang bersifat sementara dan belum dibuktikan kebenaran secara empiris. Berdasarkan definisi tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas hubungan interpersonal suami isteri.
2. Hipotesis Penelitian (Hi)
Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas hubungan interpersonal suami isteri.
(46)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksplanasi (Explanatory Research). Objek telaahan pada penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antarvariabel yang dihipotesiskan. Format eksplanasi dimaksud untuk menjelaskan suatu generalisasi sampel terhadap populasinya atau menjelaskan hubungan, perbedaan atau pengaruh satu variabel dengan variabel lain (Bungin, 2005:38).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menggunakan analisis statistik yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antar fenomena yang disusun dengan data kuantitatif serta membuat ketetapan pengukurannya dengan menggunakan metode statistik sebagai alat ukurnya.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarumbun, 1995:3).
(47)
B. Variabel Penelitian
Yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah: A. Variabel bebas (variabel X)
Variabel bebas adalah variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variebel lain. Variabel ini merupakan variabel yang diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi. Yang menjadi variabel X pada penelitian ini adalah tingkat pendidikan.
B. Variabel terikat (variabel Y)
Variabel terikat adalah variabel yang memberikan reaksi atau respon jika dihubungkan dengan variabel bebas.Variabel ini merupakan variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas. Yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini adalah kualitas hubungan interpersonal suami isteri.
C. Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah-masalah variabel, yang dijadikan pedoman dalam penelitian, sehingga tujuan dan arahnya tidak menyimpang. Definisi konseptual dalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat Pendidikan
Menurut UU No.20 Tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritiual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
(48)
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam penelitian ini, maksud dari tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir yang dimiliki oleh objek penelitian.
2. Kualitas Hubungan Interpersonal
Menurut Philip B. Crosby, kualitas adalah kesesuaian hidup terhadap persyaratan. Maka kualitas hubungan interpersonal merupakan mutu dari sebuah proses hubungan interpersonal.
3. Suami isteri
Suami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1993) adalah pria yang telah menjadi pasangan hidup resmi seorang perempuan (isteri) menikah ; pasangan. Isteri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:446) adalah perempuan yang telah menikah atau bersuami.
D. Definisi Operasional
Menurut Singarumbun (1989:46), definisi operasional adalah unsure penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah sanwacana petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.
(49)
Tabel 2.DefinisiOperasional
No Variabel Dimensi Indikator
1. Tingkat Pendidikan
a. Pendidikan tingkat rendah
b. Pendidikan tingkat menengah
c. Pendidikan tinggi
SD, SMP SMA
Diploma, Sarjana,
Magister, Spesialis, Doktor 2. KualitasHubungan Interpersonal a. Keterbukaan b. Empati c. Sikapmendukung d. SikapPositif e. Kesetaraan 1.Terbuka kepada pasangan 2. Mau menerima
Usul dan saran dari pasangan 3.Mengemukakan
perasaan dan
pemikirannya kepada pasangan
1. Mampu memahami perasaan dan keinginan pasangan 2. Memahahami
kebutuhan pasangan 1. Memberi saran kepada
pasangan
2. Memberi motivasi kepada pasangan 3. Bersikap tentatif dan
bersedia mengubah pendapat jika pendapat pasangan memang lebih benar
1.Reaksi dalam berkomunikasi 2. Memberikan pujian
atau penghargaan pada pasangan
3. Menerima semua kelemahan dan
kekurangan pasangan. 1. Tidak merasa lebih
tinggi dari pasangan. 2. Mengakui kelebihan
(50)
E. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Menurut kamus riset karangan Komarudin, yang dimaksud dengan populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel. Pada kenyataannya populasi itu adalah sekumpulan kasus yang perlu memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (Mardalis, 2004:53).
Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami isteri yang bertempat tinggal di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa, Bandar Lampung sebanyak 125 pasangan suami isteri.Data tersebut diperoleh berdasarkan data terakhir (tahun 2009) yang diberikan olehketua RT setempat. Berikut hasil pra riset mengenai jumlah pasangan suami isteri berdasarkan tingkat pendidikan di Perumahan Rajabasa Permai.
2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian dari individu yang menjadi objek penelitian (Mardalis, 2004:55). Tujuan penentuan sampel adalah untuk memperoleh keterangan mengenai objek penelitian dengan cara mengamati hanya sebagian dari populasi, suatu reduksi terhadap jumlah objek penelitian.
Dalam penelitian ini sampel ditentukan dengan teknik Random Sampling. Populasi pada penelitian ini merupakan populasi yang heterogen menurut suatu karakteristik yaitu tingkat pendidikan dan terlebih dahulu
(51)
dikelompokkan dalam beberapa subpopulasi, sehingga tiap subpopulasi yang memiliki anggota sampel yang relatif homogen. Menurut Surakhmad (1975:92), apabila jumlah populasi mencapai 100, maka sampel yang diambil sedikitnya 50% dari populasi yang dijadikan sampel. Berikut ini rumus untuk menentukan besarnya jumlah sampel (Siregar, 2005:125).
n = N Nd² + 1
Keterangan: n :jumlah sampel
N :jumlah populasi yang diketahui d :presisi yang ditetapkan yaitu 0,1
Maka jumlah sampel dari penelitian ini adalah: n=
= 55,5555556 = 56 pasangan suami isteri
F. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, data akan dikumpulkan dengan teknik-teknik: a. Kuisioner
Data akan diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang berisi daftar pertanyaan kepada pasangan suami isteri di Perumahan Rajabasa Permai untuk
(52)
mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas hubungan interpersonal suami isteri.
b. Kepustakaan
Data diperoleh dari buku-buku atau kepustakaan lainnya yang menjadi referensi dari penelitian ini.
c. Dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan data tambahan dari berbagai referensi berupa buku, literatur, arsip, agenda, dokumen, dan sumber lain yang berhubungan dengan penelitian.
G. Teknik Pengolahan Data 1. Reduksi Data
Reduksi data sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian dan
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi dari data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
2. Display (penyajian data)
Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informan tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarik kesimpulan dan pengambil tindakan.
3. Verifikasi (menarik kesimpulan)
Penelitian berusaha untuk mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan, konfigurasi dan alur sebab-akibat serta proposisi. Kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung.
(53)
H. Teknik Pengujian Instrumen
Untuk mendapatkan data yang benar, maka instrumen harus memenuhi persyaratan tertentu. Instrumen yang baik dalam penelitian harus memenuhi dua persyaratan yaitu valid dan reliabel. Uji validitas dan reliabilitas kuisioner akan dilakukan di Perumahan Bukit Kemiling Permai. Maka, instrumen harus melalui tahap uji validitas dan reliabilitas sebagai berikut:
1. Uji Validitas Kuisioner
Menurut Arikunto (2002:160), validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sedangkan menurut Singarumbun (1995:124), validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Untuk mengukur tingkat validitas instrumen, penulis menggunakan rumus product momentsebagai berikut:
r =
2 2
2
2
Y Y N X X N Y X XY N Keterangan:r = koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y X = skor item
Y = skor total item
N = jumlah sampel penelitian
(54)
2. Uji Realibilitas Kuisioner
Uji reliabilitas adalah ukuran yang menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan dapat dipercaya sebagai alat ukur data karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk mengukur tingkat reliabilitas instrumen digunakan teknik Alpha yaitu:
2 2 1 1 1 t k k α α α Keterangan:α : nilai reliabilitas
k : jumlah item pertanyaan
21
α
: nilai varians masing-masing item
2t
α
: nilai varians total
Instrumen tersebut memenuhi syarat jika memilki reliabilitas hasil rn> r tabel.
I. TeknikAnalisis Data
Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan rumus regresi linear sederhana. Regresi digunakan untuk pengujian hubungan atau pengaruh antara sebuah variabel dependent dengan satu atau beberapa variabel independent yang ditampilkan dalam bentuk persamaan regresi. Rumus regresi linear sederhana adalah:
(55)
Keterangan :
y = nilai variabel terikat (y) yang diprediksi a =intercept constant
b = koefisien regresi yang berhubungan dengan variabel bebas x = skor variabel bebas
Untuk mencari harga a dan b akan digunakan rumus sebagai berikut:
a =
2
2 2
x x n xy x x yb =
2
2
x x n xy x xy n Keterangan:y = jumlah skor dari variabel terikat x = jumlah skor dari varibel bebas n = jumlah sampel
Untuk mengukur variabel penelitian digunakan kuisioner yang diberi nilai alternatif jawaban yang dipilih responden. Setiap pertanyaan dalam kuesioner akan diberi tiga alternatif jawaban yaitu A, B, C dengan skor jawaban menggunakan ukuran interval. Penentuan skor untuk masing-masing alternatif jawaban adalah sebagai berikut:
a) Alternatif jawaban A akan diberi skor 3, yang menunjukkan jawaban sangat tinggi/ interval tinggi
(56)
b) Alternatif jawaban B akan diberi skor 2, yang menunjukkan jawaban yang tinggi/ interval sedang.
c) Alternatif jawaban C akan diberi skor 1, yang menunjukkan jawaban yang sedang/ interval rendah.
J. Teknik Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui apakah regresi linear tersebut signifikan atau tidak maka dipakai rumus :
Terhitung = Sb
b
Dimana : Sb =
2ei Se
Se =
2 2 1 ei n
2 2 2. Xi b Yi ei n Xi Xi
Xi
2 2
2 ( )
n Yi Yi
Yi
2 2
2 ( )
Keterangan :
Sb : standar error b
Se : standar kesalahan/regresi Ei : kesalahan (error) i
(57)
Setelah diketahui standar error dari koefisien regresi dan harga T hit maka signifikasi koefisien regresi dapat diketahui atas dasar criteria sebagai berikut : a. Bila T hitung> T tabel dengan taraf signifikasi 5% maka koefisien regresi
signifikan, berarti hipotesis diterima.
b. Bila T hitung< T tabel dengan taraf signifikasi 5 % maka koefisien regresi tidak signifikan, berarti hipotesis ditolak.
(58)
A. Profil Kelurahan Rajabasa
1. Sejarah Singkat Kelurahan Rajabasa
Desa Rajabasa adalah salah satu desa yang sejak tahun 1992 menjadi Kelurahan Rajabasa Kecamatan Kedaton Kodya Daerah Tingkat II Bandar Lampung dan sesuai dengan Perda yang baru yaitu Perda No. 4 tahun 2001 tentang pembentukan, penghapusan dan penggabungan masuk kedalam Kecamatan Kedaton tetapi masuk kedalam Kecamatan Rajabasa yang terdiri dari 4 kelurahan yaitu Kelurahan Rajabasa, Kelurahan Rajabasa Raya, dan Kelurahan Gedung Meneng.
Berdasarkan keterangan- keterangan dari tua- tua kampong dan pemuka masyarakat, bahwa Kelurahan Rajabasa adalah Desa asli yang sudah sejak zaman dahulu, penduduknya terdiri dari suku asli Lampung. Untuk mengetahui dengan pasti kapan mulai terbentuknya Desa Rajabasa adalah sulit karena tidak adanya data yang otentik. Kira- kira pada tahun 1701 Desa Rajabasa sudah mempunyai Pemerintah suku dan penduduknya termasuk suku Lampung Abung yang tergabung dalam marga “Sinar Siwo Migo”.
(59)
Desa atau Kelurahan Rajabasa adalah satu Kelurahan dari Sembilan Desa dalam satu marga tersebut, yang sekarang masih ada tujuh Desa yaitu :
1. Desa Muara Putih (Kecamatan Natar Lampung Selatan) 2. Desa Rajabasa
3. Desa/ Kelurahan Gedung Meneng 4. Desa/ Kelurahan Labuhan Ratu 5. Desa Gunung Agung
6. Desa/ Kelurahan Langkapura 7. Desa/ Kleurahan Jagabaya 1
Ketujuh Desa/ Kelurahan tersebut dulu berada dalam wilayah Pemerintahan Marga Balau dan sebagai Kepala Pemerintahan disebut “PESIRAH”. Sesudah adanya sistem pemerintahan Republik Indonesia pada tahun 1945 Kelurahan Rajabasa termasuk dalam wilayah Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Pada waktu Kepala Desa dijabat oleh Bapak M. Rais pada tahun 1961 Pemerintah Marga Balau dirubah menjadi “NEGERI BALAU”.
Kemudian dengan adanya perubahan batas wilayah Kecamatan, maka Kelurahan Rajabasa dimasukkan kedalam wilayah Kecamatan Kedaton Kabupaten dati II Lampung Selatan. Menurut keterangan tua- tua kampong sejak dahulu hingga sekarang ada sekitar 18 orang Kepala Desa/ Kepala Kelurahan yang pernah memegang Pemerintahan di Kelurahan Rajabasa.
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah RI No. 3 Tahun 1982, tentang perubahan batas wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung (Tanjung Karang Teluk Betung) maka Kelurahan Rajabasa menjadi salah satu
(60)
kelurahan yang termasuk kedalam Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung dan pada tahun 1992 perubahan desa menjadi Kelurahan Rajabasa Kecamatan Kedaton. Pada tanggal 1 Januari 1992 masuk wilayah Kecamatan Rajabasa hasil dari pemekaran Kecamatan, beberapa suku bangsa yang ada di Kelurahan Rajabasa Kecamatan Raja Basa adalah sebagai berikut :
1. Suku bangsa asli Lampung 2. Suku Palembang
3. Suku Semendo/ Ogan 4. Suku Komering 5. Suku Minang 6. Suku Batak 7. Suku Sunda 8. Suku Jawa 9. Dan lain- lain
Tabel 3. Pegawai Pengurus Kantor Kelurahan Rajabasa
Pengurus Nama
1. Ketua
2. Wakil Ketua I 3. Wakil Ketua II 4. Sekretaris 5. Wakil Sekretaris 6. Bendahara 7. Wakil Bendahara
Zairin, A. Ma.Pd
Jamal Muhammad Nasir.S. E Firmansyah
Ir. Beni Hidayat. M.Si Hanafi Rozak
Abdul Karim. S.H Hayani
(61)
Tabel 4. Pegawai seksi- seksi Kantor Kelurahan Rajabasa
Seksi- seksi Nama
1. Agama dan Pembinaan Mental
2. Perencanaan Pembangunan
3. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
4. Kesejahteraan Sosial
5. Pendidikan
6. Pemuda dan Olahraga
7. Hukum dan HAM
8. Keamanan dan Ketertiban
1. Ibrahim. S
2. Drs. Baharuddin. M.Hum 1. Drs. Usman
2. M. Akil
1. A. Ruski Nunyai
2. Marhanan Sopiyan. S.H 1. Ny. Maspah Zen
2. Ny. Masropah 1. Musanif
2. Hermasyah. S.Ag 1. Dahlan Zakaria 2. Rusli Umar. S.E
1. Bambang Hartono. S.H. M.Hum 2. Drs. H. Efendi Rambe
1. Zaharman 2. Amrin Ayub
2. Keadaan Demografi
Penduduk di Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung terdiri dari berbagai suku bangsa. Sampai dengan tahun 2008, berdasarkan Data Statistik Kelurahan Rajabasa berpenduduk15.980 jiwa. Dalam wilayah Kelurahan Rajabasa terdapat 3 buah Taman Kanak-kanak, 3 buah SD, 1 buah SLTP, 2 buah Perguruan Tinggi, 1 buah Lembaga Pendidikan Agama, dan 1 buah Lembaga Kursus/ Bimbingan Belajar.
(62)
3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Untuk mengetahui jumlah penduduk Kelurahan Rajabasa berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Pada Tahun 2008
No Uraian Jumlah
1. 2.
Laki-laki Perempuan
8.998 6.982
Jumlah 15.980
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa penduduk yang ada di Kelurahan Rajabasa berjumlah 15.980 jiwa, dimana dari jumlah tersebut yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 6.982 jiwa atau 43.69% dan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8.998 jiwa atau 56.31%. Dengan demikian, maka dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Rajabasa, tampak bahwa penduduk berjenis kelamin laki-laki memiliki jumlah yang lebih banyak apabila dibandingkan dengan penduduk yang berjenis kelamin perempuan.
4. Keadaan Penduduk Menurut Usia
Untuk mengetahui jumlah penduduk Kelurahan Rajabasa berdasarkan usia, dapat dilihat dari tabel berikut:
(1)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Arikunto, Suharismi. 2002.Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.
Bungin, M. Burhan. 2005.Metodologi Penenlitian Kuantitatif. Kencana. Jakarta. Depdikbud, RI. 2002.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Effendy, Onong Uchjana. 2000.Ilmu, Teori, Filsafat Komunikasi. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Faisal, Sanapiah. 2007.Format-format Penelitian Sosial. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Joseph, A. DeVito.1997 .Komunikasi Antar Manusia. Proffesional Books. Jakarta.
L. Tubbs, Stewart dan Sylvia Moss. 2005.Human Communication :
Konteks-Konteks Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Lawrence, D dan Wilbur Schramm. 1977.Asas-asas Komunikasi Antar Manusia. LP3ES. Jakarta
Liliweri, Alo. 1997.Komunikasi Antar Pribadi. PT. Citra Aditya. Bandung. Mardalis. 2004.Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal. Bumikarsa.
Jakarta.
Morissan dan Andy Corry. 2009.Teori Komunikasi. Ghalia Indonesia. Jakarta. Mulyana, Deddy. 2007.Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Pearson, Judy C, Paul E Nelson, Scott Titsworth dan Lynn Harter. 2008.Human
Communication. McGraw Hill Higher Education. New York.
Purwanto, Erwan Agus dan Dyah Ratih Sulistyati. 2007.Mentode Penenlitian
Kuantitatif. Gava Media. Yogyakarta.
Putranti, Basilica Dyah. 2007.Jurnal Kependudukan Indonesia; Kekerasan
(3)
Rakhmat, Jalaluddin. 2001.Metode Peneleitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Rakhmat, Jalaluddin. 2004.Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung Ruslan, Rosady. 2006.Metode Penelitian, Public Relations dan Komunikasi. PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Singarumbun, Masri dan Sofian Efendi. 1995.Metode Penelitian Survei. PT Pustaka LP3ES. Jakarta.
Soekanto, Surjono. 1990.Sosiologi Keluarga.Rineka Cipta. Jakarta.
Supratiknya, A. 2001.Komunikasi Antar Pribadi, Tinjauan Psikologis. Kanisius. Jakarta.
Surakhmad, Winarno. 1975.Dasar dan Teknik Research; Pengantar Metodologi
Ilmiah. Tarsito. Bandung.
Sutrisno, Hadi. 1999.Statistik Jilid 2. Yayasan Penerbit Psikologi UGM. Yogyakarta.
Tirtarahardja, Umar dan La Sula. 2005.Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Widjaja, A. W. 1998.Sosiologi Komunikasi.Rineka Cipta. Jakarta.
Widjaja, A.W. 2001.Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. PT. Rineka Cipta. Jakarta
. 2004.Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12. Penerbit Andi. Semarang.
Sumber lain :
Efrrida, Ika. 2008.Peranan KAP Pasangan Suami Istri Dalam Masa
Pramenapause Istri. Universitas Lampung. Tidak diterbitkan.
Sari, Desti Arum. 2004.Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Dengan Komunikasi Interpersonal Antar Anggota Pada Keluarga Batih.
Universitas Lampung. Tidak diterbitkan.
Saputra, Chandra Wily. 2009.Kekerasan Pada Istri Dalam Rumah Tangga.
(4)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbandingan sikap terbuka dan sikap tertutup... 26
2. Definisi Operasional... 45
3. Pegawai Pengurus Kantor Kelurahan Rajabasa ... 56
4. Pegawai seksi- seksi Kantor Kelurahan Rajabasa... 57
5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Pada Tahun 2008... 58
6. Jumlah Penduduk Menurut Usia Pada Tahun 2008 ... 59
7. Jumlah Penduduk Menurut Agama Pada Tahun 2008... 60
8. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Pada Tahun 2008 ... 60
9. Hasil Uji Validitas Kuesioner✕✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ 63 10. Identitas Responden Menurut Usia✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ ✕ ✕✕ ✕ 64 11. Identitas Responden Menurut Pekerjaan... 65
12. Tingkat Pendidikan ... 66
13. Kategori Tingkat Pendidikan Pasangan Suami Isteri... 68
14. Menceritakan masalah anak ... 70
15. Menceritakan masalah keuangan ... 71
16. Mau menerima saran untuk urusan keluarga ... 72
17. Mau menerima saran untuk urusan pekerjaan... 73
18. Mau menerima saran untuk urusan keuangan ... 74
(5)
20. Sering menceritakan masalah yang dihadapi ... 76
21. Sering menceritakan kebahagiaan... 77
22. Menyampaikan kekecewaan ... 78
23. Menyampaikan pendapat ... 79
24. Kategori jawaban responden pada komponen keterbukaan ... 80
25. Memahami perasaan pasangan... 81
26. Memahami keinginan pasangan ... 82
27. Memenuhi kebutuhan jasmani pasangan ... 84
28. Memenuhi kebutuhan rohani pasangan... 84
29. Kategori jawaban responden pada komponen empati... 86
30. Memberi saran kepada pasangan ... 87
31. Memberi motivasi kepada pasangan ... 88
32. Memberi semangat ketika pasangan bersedih... 89
33. Mendengarkan pendapat yang berbeda ... 90
34. Bersedia mengubah pendapat... 91
35. Kategori jawaban responden pada komponen sikap mendukung ... 93
36. Bersemangat ketika berbicara dengan pasangan... 94
37. Mampu menciptakan suasana nyaman ketika berkomunikasi ... 95
38. Memberikan pujian kepada pasangan ... 96
39. Menerima kelemahan dan kekurangan pasangan... 97
40. Kategori jawaban responden pada komponen sikap positif... 98
41. Memperlakukan pasangan dengan baik ... 100
42. Menghargai pasangan... 100
(6)
44.Mengucapkan kata “tolong”... 102
45. Membahas hal yang pasangan sukai ... 103
46. Melakukan pekerjaan rumah ketika pasangan sakit atau tidak dirumah... 104
47. Mengakui kelebihan pasangan ... 105
48. Kategori jawaban responden pada komponen sikap mendukung ... 107
49. Kategori Kualitas Hubungan Interpersonal Suami Isteri ... 109
50. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kualitas Hubungan Interpersonal Suami Isteri ... 110