TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT (Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)

(1)

Abstract

THE LEVEL OF PUBLIC KNOWLEDGE ABOUT THE PRIVATE GREEN OPEN SPACES

(Study in Rajabasa Permai, Rajabasa, Bandar Lampung) By:

Monica Tamara

This study aims to determine the level of public knowledge about the private green open space.This research uses descriptive method with quantitative approach. This research was conducted in Rajabasa Permai, Rajabasa, Bandar Lampung. The population in this study as many as 253 households. The sampling technique using Slovin formula, with a significance level of 10%. Samples obtained in this study were 72 respondents. Sampling technique using a simple random sample The level of knowledge in this study using measurements that include 6 levels of Bloom, ie to know, understand, application, analysis, synthesis and evaluation. But in this study used only two levels, namely to know and understand, and coupled with do not know. Results from this study showed that 47% of people know, 15% of people understand, and 38% of people do not know. The level of public knowledge about green open space is at a level know. Such knowledge can be enhanced with various strategic efforts, namely: (1) the rule of law, (2) adding environmental sustainability education curriculum, (3) dissemination of the importance of green open space through a variety of strategic media.


(2)

Abstrak

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT

(Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)

Oleh: Monica Tamara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di Perumahan Rajabasa Permai, Rajabasa Pemuka, Bandar Lampung. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 253 kepala keluarga. Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin, dengan taraf signifikansi 10 %. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 responden. Teknik penentuan sampel menggunakan sampel acak sederhana. Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini menggunakan pengukuran Bloom yang meliputi 6 tingkat, yaitu tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Namun dalam penelitian ini hanya digunakan 2 tingkat yaitu tahu dan paham, serta ditambah dengan tidak tahu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 47% masyarakat tahu dan 15% masyarakat paham, sedangkan selebihnya yaitu sebanyak 38% masyarakat tidak tahu. Pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau berada pada tingkat tahu. Pengetahuan tersebut dapat ditingkatkan dengan berbagai upaya strategis, yaitu: (1)penegakan hukum, (2)menambah kurikulum pendidikan kelestarian lingkungan, (3)sosialisasi tentang pentingnya ruang terbuka hijau melalui berbagai media strategis.


(3)

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG

RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT

(Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)

Oleh

MONICA TAMARA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG

RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT

(Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

MONICA TAMARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Tipologi Ruang Terbuka Hijau ... 19 2 Bagan Kerangka Pikir ... 31 3 Grafik Tingkat Pengetahuan Masayrakat tentang Contoh Ruang

Terbuka Hijau ... 52 4 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Fungsi Ekologis

Ruang Terbuka Hijau ... 53 5 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Fungsi Estetika

Ruang Terbuka Hijau ... 54 6 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Fungsi Ekonomi

Ruang Terbuka Hijau ... 55 7 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Fungsi Sosial

Budaya Ruang Terbuka Hijau ... 56 8 Grafik Sumber Pengetahuan Masyarakat tentang Pengertian, Contoh

dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 57 9 Grafik Pengetahuan Masyarakat tentang Klasifikasi Kepemilikan

Ruang Terbuka Hijau ... 58 10 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Besaran Ruang

Terbuka Hijau Privat yang Harus Dimiliki oleh Masing-masing Rumah ... 59 11 Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ... 60 12 Grafik Sumber Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ... 61 13 Sumber Pembelian Rumah Responden ... 62 14 Penambahan Bangunan Rumah ... 63


(6)

vi

15 Ketersediaan Lahan yang Belum Dibangun ... 64

16 Rencana Mendirikan Bangunan di Lahan yang Belum Terbangun ... 65

17 Ketersediaan Tanaman... 66

18 Kesediaan Menyediakan Ruang Terbuka Hijau ... 67

19 Grafik Tingkat Pengetahuan Masayrakat tentang Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

20 Grafik Tingkat Pengetahuan Masayrakat tentang Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 71

21 Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ddn Media Tanam ... 72

22 Grafik Pendapat Masyarakat tentang Kualitas Lingkungan yang Dirasakan Saat Ini ... 74

23 Grafik Harapan Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan di Masa Depan ... 75


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan ... 9

1. Pengertian Pengetahuan ... 9

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 10

3. Tingkat Pengetahuan ... 15

4. Pengukuran Pengetahuan ... 16

B. Ruang Terbuka Hijau ... 17

1. Ruang Terbuka Hijau Secara Fisik... 18

2. Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 19

3. Struktur Ruang Terbuka Hija ... 24

4. Kepemilikan Ruang Terbuka Hijau Privat ... 24

5. Ketentuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau ... 25

C. Kerangka Pikir... 29

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian... 32


(8)

ii

B. Definisi Konsep ... 33

C. Definisi Operasional ... 34

D. Jenis Data ... 34

1. Data Primer ... 34

2. Data Sekunder ... 34

E. Lokasi Penelitian ... 35

F. Populasi dan Sampel ... 36

1. Populasi ... 36

2. Sampel ... 36

G. Teknik Pengumpulan Data ... 37

H. Teknik Pengolahan Data ... 39

I. Analisis Data ... 39

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 41

B. Gambaran Umum Kecamatan Raja Basa ... 42

C. Gambaran Umum Kelurahan Raja Basa Pemuka ... 42

D. Gambaran Umum Perumahan Raja Basa Permai ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden ... 45

1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin ... 45

2. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur ... 46

3. Identitas Responden Menurut Pendidikan Terakhir ... 47

4. Identitas Responden Menurut Pekerjaan ... 48

5. Identitas Responden Menurut Lama Tinggal di Perumahan ... 50

B. Analisis dan Pembahasan ... 51

1. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pengertian, Contoh dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 51

a. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Pengertian Ruang Terbuka Hijau ... 51

b. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Contoh Ruang Terbuka Hijau ... 52


(9)

iii

c. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Fungsi Ruang

Terbuka Hijau ... 53

d. Sumber Pengetahuan Masyarakat tentang Pengertian, Contoh dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 57

2. Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ... 58

a. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Klasifikasi Kepemilikan Ruang Terbuka Hijau ... 58

b. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Besaran Ruang Terbuka Hijau Privat yang Harus Dimiliki oleh Masing-masing Rumah ... 59

c. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Peraturan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ... 60

d. Sumber Pengetahuan Masyarakat Tentang Peraturan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan ... 61

3. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau ... 62

a. Sumber Pembelian Rumah ... 62

b. Penambahan Bangunan Rumah ... 63

c. Ketersediaan Lahan yang Belum Dibangun dan Rencana Mendirikan Bangunan ... 64

d. Ketersediaan Tanaman ... 66

e. Kesediaan Menyediakan Ruang Terbuka Hijau ... 67

4. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Ruang Terbuka Hijau Privat ... 68

5. Aplikasi Tingkat Pengetahuan Masyarakat dalam Penyediaan Ruang Terbuka Hijau ... 72

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 76

B. Saran ... 77


(10)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010 ... 3

2 Eksisting Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung Tahun 2011 ... 4

3 Identitas Responden menurut Jenis Kelamin ... 45

4 Identitas Reponden menurut Kelompok Umur ... 46

5 Identitas Responden menurut Pendidikan Terakhir ... 47

6 Identitas Responden menurut Pekerjaan ... 48

7 Identitas Responden menurut Lama Tinggal di Perumahan ... 50


(11)

(12)

(13)

MOTO

Mulailah segala aktifitas dengan menyebut nama Allah dan sudahi dengan bersyukur pada-Nya

(Monica Tamara)

"Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung" (QS. Ali Imran : 173)


(14)

(15)

PERSEMBAHAN

Bismillah

Segala puji bagi Allah Robb semesta Alam yang telah memberikan nikmat yang tak terhingga. Sholawat senantiasa tercurah bagi Rasulullah Muhammad SAW sebaik-baik tauladan bagi ummat manusia. Atas hidayah dan rahmad dari-Nya lah karya tulis ini dapat selesai. Semoga karya ini membawa keberkahan bagi kehidupan selanjutnya. Karya ini dipersembahkan bagi orang-orang tersayang: Papa Mas Ahmad Teguh, seorang ayah yang senantiasa gigih mencari nafkah bagi anak-anaknya untuk menuntut ilmu, demi tercapainya cita-cita kami. Semoga Allah memberi hidayah dan keberkahan bagi nafkah yang engkau berikan. Terimakasih atas keikhlasanmu papa .

Mama Tri Yuning Tyas, seoarang ibu yang sangat luar biasa. Seorang ibu yang senantiasa sabar dan ikhlas membimbing kami. Ibu yang tak pernah lelah menasehati dan memberikan doa agar anak-anaknya sukses. Terimakasih atas kasih sayangmu mama.

Adikku tercinta Bill Sanjaya, seorang adik yang sangat kusayangi dan menyayangiku. Adik yang merupakan teladan bagiku, insprirasiku, semangatku, yang senantiasa mengingatkanku dengan begitu halus dan menyentuh hati. Terimakasih atas perhatianmu selama ini sayang.

Sahabat-sahabat, yang selalu memberikan doa, dukungan dan motivasi. Terimakasih atas kasih sayang dan kesabarannya menghadapiku.

Dan


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung, pada tanggal 25 November 1993, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dan merupakan putri dari pasangan Mas Ahmad Teguh dan Tri Yuning Tyas. Pendidikan yang penulis tempuh adalah Taman Kanak-kanan Asiyah Bustanul Athfal (TK ABA) Marga Kencana, Tulang Bawang Barat, pada tahun 1998-1999. Sekolah Dasar (SD) di SD N 2 Marga Kencana, pada tahun 1999-2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 4 Tulang Bawang Tengah, pada tahun 2005-2008. Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 2 Menggala, pada tahun 2008-2011.

Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif pada UKM Bina Rohani Mahasiswa (Birohmah) sebagai Koordinator Keluarga Muda Fakultas (KKMF), FSPI (Forum Studi Pengembangan Islam) FISIP sebagai Bendahara Umum, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU) sebagai Asisten Menteri Hukum Advokasi dan Perundang-undangan (HAN) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU) sebagai Sekretaris Komisi 1. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Januari 2014 di Desa Sukajawa, Lampung Tengah.


(17)

SANWACANA

Puji syukur bagi Allah atas hidayah dan rahmad-Nya skripsi ini dapat selesai. Skripsi ini berjudul “Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Ruang Terbuka Hijau Privat” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sosiologi di Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Susetyo, M. Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Ibu Dr. Erna Rochana, M. Si selaku Ketua Penguji serta Pembimbing Utama atas kesediaanya memberikan bimbingan, saran, kritik dan waktunya yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Ikram, M.Si selaku Pembimbing Akademik atas saran dan waktu bagi penulis untuk berkonsultasi.

5. Bapak Drs. Bintang Wirawan, M. Hum selaku Dosen Pembahas atas kesediaanya memberikan bimbingan, saran, kritik dan waktunya yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(18)

6. Seluruh dosen Sosiologi Universitas Lampung, yang telah memberikan ilmu, saran dan pelajaran yang bermanfaat bagi penulis selama di bangku kuliah.

7. Ibu dan Bapak Staff Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

8. Keluargaku di Lempasing, Marga Kencana, Kagungan Ratu, Kemiling, Teluk Betung dan Yogyakarta yang senantiasa menyemangati dangan pertanyaan “Mba Tata kapan wisuda?

9. Terimakasih kepada Ketua RT dan warga Perumahan Rajabasa Permai yang telah menerima dan membantu penulis melakukan penelitian.

10.Seluruh teman-teman Sosiologi 2011 dan teman-teman KKN Sukajawa, bersama kalian merupakan kenangan dan cerita tersendiri bagi penulis.

11.Keluarga besar UKM Birohmah, UKM FSPI, BEM U dan DPM U yang tak bisa disebut satu persatu, bersama kalian penulis berproses menjadi dewasa, terimakasih atas kasih sayangnya. Semangat untuk meneruskan perjuangan di jalan-Nya.

12.Keluarga besar Pondok Pesantren Mahasiswa Daarul Hikmah (PPM DH) bahagia mendapatkan kesempatan untuk menutntut ilmu bersama. Semoga Allah mempertemukan kita di Jannah-Nya.

13.Murobbiah-murobbiah tercinta terimakasih atas ilmu yang diberikan, semoga Allah memberikan balasan sebaik-baik balasan.


(19)

14.Keluarga “Circle of Love”, Yunda Eva, Emak Widya, Mbah Resty, Kakak Erle, Neng Herdi, Dedek Itat, Epip, Ovi, Kajol, dan Susmi, sayang kalian. Semoga bisa bersama lagi di Jannah-Nya.

15.Adik-adik BBQ, yang tak bisa disebut satu persatu, istiqomah menuntut ilmu, sukses dan semangat berjuang di jalan-Nya ya sayang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis berharap ada yang melanjutkan penelitian ini.

Bandar Lampung, 08 Desember 2015 Penulis,


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan adalah semua benda, daya serta kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah-perbuatannya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup lainnya (Akib, 2008). Lingkungan merupakan tempat beraktualisasi, bereksistensi dan berinteraksi bagi manusia (Anshoriy, 2007). Lingkungan memiliki arti yang luas, tidak hanya sebatas komponen makhluk hidup (biotic) seperti manusia, hewan dan tumbuhan, tetapi juga meliputi makhkluk tak hidup (abiotic) seperti tanah, air dan udara.

Pada hakikatnya semua makhluk hidup (biotic) dan makhluk tak hidup (abiotic) memiliki sifat saling berhubungan, kait mengait antara satu dengan lainnya. Hubungan tersebut berjalan secara timbal balik dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya (Akib, 2008). Hubungan antara manusia dengan lingkungan dapat dijalankan dengan baik apabila terjadi simbiosis mutualisme, yaitu dengan prinsip kerjasama yang saling menguntungkan.

Diakui bersama bahwa lingkungan kita saat ini masuk dalam kondisi krisis. Hal ini karena interaksi antara manusia dengan lingkungannya memiliki watak yang berubah-ubah (Susilo, 2009). Ketika ilmu pengetahuan modern berkembang pesat


(21)

2

dan industrialisasi menjelma sebagai gaya hidup baru, manusia tidak lagi memanfaatkannya sebatas yang dibutuhkan. Namun menjadikan alam sebagai objek yang bisa dilakukan. Mungkin cara berpikirnya kurang lebih seperti ini, “kalau sanggup mengeruk alam sebanyak-banyaknya, mengapa tidak?”.

Perlakuan semena-mena terhadap alam tidak dapat dibiarkan terus menerus terjadi. Hal ini karena sejatinya nasib manusia dipengaruhi, ditentukan dan tunduk pada lingkungan. Alam dan lingkungan memiliki kehendak atas manusia, dan kehidupan manusia dikendalikan olehnya. Manusia tidak kuasa menderita akibat kekuatan alam yang menampakkan diri diluar kemampuan mereka untuk mengatasinya (Susilo, 2009).

Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari sistem ekologis lingkungan. Ruang terbuka hijau kota yaitu bagian dari ruang terbuka suatu wilayah perkotaan. Ruang terbuka hijau yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi. Ruang terbuka hijau memberikan manfaat langsung dan tidak langsung yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan serta keindahan wilayah perkotaan (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung, 2011).

Untuk menjamin keseimbangan lingkungan di kawasan perkotaan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Peraturan ini menjelaskan bahwa proporsi ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan minimal 30% dari luas wilayah kota. Proporsi 30% ini terdiri


(22)

3

dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat (Direktorat Jendral Penataan Ruang, 2008).

Target yang diharapkan tersebut menjadi permasalahan tersendiri untuk diimplementasikan. Permasalahan timbul karena kawasan perkotaan tidak dapat dilepaskan dari peningkatan lahan terbangun. Hal ini karena aktivitas dan kuantitas penduduk yang terus berkembang.

Tabel 1. Jumlah penduduk Indonesia Tahun 1971-2010

Sensus Penduduk Tahun

Jumlah Penduduk (Jiwa)

1971 119.208.229

1980 147.490.289

1990 179.378.946

2000 206.264.595

2010 237.641.326

Sumber: BPS, Statistika Indonesia, 2011

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326. Sedangkan sensus penduduk tahun 1971 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 119.208.229 jiwa (Statistika Indonesia: 2011). Dalam kurun waktu 40 tahun jumlah penduduk Indonesia meningkat hampir 2 kali lipat. Dengan laju pertumbuhan penduduk saat ini yaitu 1,49%, maka pertambahan penduduk setiap tahunnya diperkirakan sebanyak 3.540.855 jiwa.


(23)

4

Pertambahan jumlah penduduk meningkatkan permintaan akan ruang, khususnya pemukiman dan lahan terbangun. Hal ini berdampak kepada semakin merosotnya kualitas lingkungan. Meningkatnya kawasan terbangun akan memberikan konsekuensi pada penyusutan ruang terbuka hijau. Fenomena ini disebabkan karena ruang terbuka hijau kerap dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis (Nurdiansyah, 2012).

Tabel 2. Eksisting Ruang Terbuka Hijau Kota Bandar Lampung Tahun 2011

No Kecamatan Luas

(Ha)

RTH Eksisting

(Ha)

Ketersediaan RTH Publik

(%) 1 Teluk Betung Barat 2.099 195,67 9,32% 2 Teluk Betung Selatan 1.007 63,72 6,33%

3 Panjang 2.116 301,99 14,27%

4 Tanjung Karang timur 2.111 36,86 1,75% 5 Teluk Betung Utara 1.038 47,22 4,55% 6 Tanjung Karang Pusat 668 37,90 5,67% 7 Tanjung Karang Barat 1.514 194,76 12,86%

8 Kemiling 2.765 352,21 12,74%

9 Kedaton 1.088 28,12 2,58%

10 Rajabasa 1.302 13,55 1,04%

11 Tanjung Seneng 1.163 2,86 0,25%

12 Sukarame 1.687 116,23 6,89%

13 Sukabumi 1.164 12,48 1,07%

19.722 1.403,57 7,12% Sumber: Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011


(24)

5

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa hasil inventarisasi ruang terbuka hijau publik Kota Bandar Lampung oleh Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) Tahun 2011 adalah sebesar 1.403,57 Ha atau hanya 7,12% dari luas wilayah. Angka ini masih sangat jauh dari target yang dicanangkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan, yaitu sebesar 20% dari luas wilayah.

Luasan ruang terbuka hijau publik sebesar 7,12% dari luas wilayah Kota Bandar Lampung diperkirakan akan terus berkurang seiring dengan meningkatnya derap pembangunan fisik di kota ini. Konsekuensinya adalah keseimbangan lingkungan semakin mengkhawatirkan. Keseimbangan daya dukung ekologis lingkungan kota yang tidak terjaga dapat menimbukan berbagai kerusakan lingkungan seperti rob, banjir, dan polusi.

Bila pemerintah daerah hanya mengandalkan upaya peningkatan ruang terbuka hijau dari sektor publik maka akan muncul berbagai kendala. Kendala tersebut diantaranya adalah ketidakmampuan untuk terlibat secara penuh dalam pembuatan dan pengelolaannya karena keterbatasan sumberdaya. Sumberdaya yang dimaksud tidak hanya tebatas pada sumberdaya alam, melainkan sumberdaya manusia dan juga dana.

Membutuhkan tambahan lahan seluas 2540,83 Ha lagi dari eksisting ruang terbuka hijau publik Kota Bandar Lampung untuk dapat mencapai target yang dicanangkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05 Tahun 2008


(25)

6

tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan. Bukan hal yang mudah untuk dapat mencapai angka ini. Ini merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah daerah Kota Bandar Lampung.

Apabila ada upaya dalam skala kecil yang dilakukan masyarakat secara mandiri dalam bentuk dukungan penyediaan ruang terbuka hijau privat, maka hal ini dapat mengurangi beban pekerjaan rumah pemerintah daerah dalam menambah eksisting ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung. Upaya masyarakat dalam bentuk penyediaan ruang terbuka hijau privat yaitu seperti menanam pohon atau tanaman perdu di pekarangan rumah.

Menanam pohon atau tanaman perdu di pekarangan rumah dapat menambah nilai estetika dan menjadikan rumah berkarakter. Tanaman di pekarangan rumah juga dapat memberikan manfaat langsung bagi pemilik rumah berupa udara bersih dan sejuk. Selain itu tanaman di pekarangan rumah membantu menambah daerah resapan air sehingga dapat mengurangi resiko banjir.

Penyediaan ruang terbuka hijau privat dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi ketimpangan ketersediaan ruang terbuka hijau publik (Handayani, 2008 dalam Nurdiansyah, 2012). Namun sangat disayangkan masyarakat Kota Bandar Lampung belum sepenuhnya menyadari pentingnya ruang terbuka hijau privat. Hasil survei sementara di salah satu perumahan Kota Bandar Lampung, yaitu Perumahan Raja Basa Permai terdapat 60% rumah tidak menyediakan ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka hijau privat yang semula telah disediakan


(26)

7

oleh developer perumahan ini, kini telah dialih fungsikan oleh sang pemilik rumah menjadi area parkir dan halaman berpaving. Meskipun masih ada yang tetap memelihara ruang terbuka privatnya, namun hal ini sangat sedikit sekali.

Keberadaan ruang terbuka hijau privat mampu memberikan manfaat langsung bagi pemiliknya. Ketersediaannya juga menjadi salah satu komponen untuk memperbesar ketersediaan ruang terbuka hijau secara keseluruhan. Jika ruang terbuka hijau privat yang disediakan oleh masyarakat lebih dari 10% hal ini diharapkan dapat menutupi kekurangan eksisting ruang terbuka hijau publik, sehingga keseimbangan lingkungan dapat tetap terjaga.

Tantangan besar yang dihadapi saat ini adalah masih rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, khususnya dalam perannya terhadap penyediaan maupun pemeliharaan kualitas ruang terbuka hijau yang ada (Nurdiansyah, 2012). Terpeliharanya ruang terbuka hijau memiliki hubungan yang erat dengan pengetahuan masyarakat. Karena secara sosiologis, pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi tindakannya. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk memperjelas bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat.


(27)

8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat.

D. Manfaat Penelitian

Jika tujuan penelitian dapat tercapai, maka hasil penelitian akan memiliki manfaat praktis dan teoritis, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah perbendaharaan dan kontribusi pemikiran bagi ilmu sosial khususnya sosiologi lingkungan, sosiologi perkotaan, perencanaan sosial dan psikologi sosial.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam menyempurnakan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung untuk menciptakan keharmonisan lingkungan. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat. Juga sebagai referensi bagi pembaca untuk mengembangkan penelitian yang lebih lanjut.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indera pengelihatan, indera pendengaran, indera penciuman, indera perasa, dan indera peraba. Pengetahuan seorang individu terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman, dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu di lingkungannya.

Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan. Bukti tersebut merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil dari proses tahu yang diperoleh seseorang setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu, serta dapat diungkapkan kembali olehnya baik secara lisan maupun tulisan.


(29)

10

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, intelegensi, lingkungan tempat tinggal, sosial budaya, pendidikan, informasi dan pengalaman.

a. Umur

Usia berpengaruh pada daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula saya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua (Efendi, 2008).

Terdapat dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan hidup. Pertama, semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuan. Kedua, tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran fisik maupun mental. Diperkirakan IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya kemampuan lain seperti kosa kata dan pengetahuan umum (Efendi, 2008).

Semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berumur belasan tahun (Notoatmodjo, 2003). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan


(30)

11

bahwa bertambahnya umur dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperoleh seseorang, akan tetapi perlu diingat bahwa pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

b. Intelegensi

Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berpikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia menguasai lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

Tingkat intelegensi tiap-tiap orang berbeda. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan. Meskipun informasi yang diberikan adalah sama, namun diterima oleh orang yang berbeda, maka hasil penginderaannya pun berbeda.

c. Lingkungan Tempat Tinggal

Lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan tempat tinggal memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dari lingkungan tempat tinggalnya seseorang


(31)

12

akan memperoleh pengalaman yang berpengaruh pada cara berpikirnya (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan merupakan tempat beraktualisasi, bereksistensi dan berinteraksi bagi manusia (Anshoriy, 2007).

Ada tiga cara memperoleh pendidikan lingkungan hidup, yaitu rumah, sekolah dan masyarakat. Namun pendidikan lingkungan hidup harus dimulai dari rumah. Orang tua harus bisa menjelaskan kepada anak-anaknya betapa pentingnya lingkungan. Dari rumah seorang anak dapat mengetahui cara membuang sampah atau memanfaatkan kelebihan makanan. Ini bisa dilakukan dari percakapan sehari-hari antara anak dan orang tua (Salim, 2012).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan tempat tinggal sangat berpengaruh terhadap pengetahuan. Lingkungan tempat tinggal atau yang lebih akrab dengan sapaan hubungan pertetanggaan dapat membentuk karakter seseorang. Hal ini karena lingkungan tempat tinggal merupakan sarana interaksi yang berhubungan erat dengan keseharian masyarakat. Interaksi yang intens lama kelamaan akan mempengaruhi pola pikir seseorang. Lingkungan tempat tinggal yang baik akan menempa seseorang untuk mempelajari hal-hal baik, sehingga diharapkan pengetahuan yang diperolehnya pun baik. Begitu pula sebaliknya, lingkungan yang buruk tanpa disadari akan menyeret seseorang untuk lebur dalam pengetahuan dan karakter yang buruk pula..


(32)

13

d. Sosial budaya

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Misalnya seseorang tinggal berdekatan dengan orang yang gemar menanam tanaman obat keluarga (toga). Dalam hubungannya dengan tetangga tersebut orang ini akan belajar dan memperoleh suatu pengetahuan bahwa dengan menanam tanaman obat keluarga (toga) selain hasilnya dapat dikonsumsi, rumah menjadi nyaman dipandang karena tidak gersang, udara di sekitar rumah juga menjadi sejuk karena tanaman-tanaman tersebut dalam proses fotosintesisnya merubah karbondioksida menjadi oksigen.

e. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional).

Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di


(33)

14

dalam masyarakat atau kebudayaan. Bagaimana sederhananya peradaban suatu masyarakat di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia. Pendidikan pada hakekatnya merupakan manusia melestarikan hidupnya (Vaizey,1989 dalam Zailani, 2011).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar di dalam membentuk pengetahuan seorang . Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, biasanya memiliki intelektual yang lebih baik, sehingga dapat berfikir kritis, dan selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan demikian diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula.

f. Informasi

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya televisi, radio atau surat kabar, maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Misalnya seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan rendah, namun gemar membaca


(34)

15

majalah yang memuat berbagai macam informasi tentang lingkungan hidup, tentu saja hal ini dapat meningkatkan pengetahuannya.

g. Pengalamam

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman adalah salah satu cara memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Misalnya seseorang yang semula memiliki tanaman di halaman rumahnya, kemudian tanaman tersebut dibuang, karena halaman tersebut akan dijadikan garasi. Ia merasakan perubahan yang signifikan dari kondisi sebelumnya, semula rumahnya sejuk kini menjadi panas dan terasa gersang. Semula dipagi hari terdengar merdunya nyanyian burung dari pepohonan di halaman rumahnya kini tak terdengar lagi. Pengalaman ini memberikan pengetahuan baru bagi orang tersebut.

3. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Bloom, 1956 dalam Notoatmodjo, 2003), yaitu sebagai berikut:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah.


(35)

16

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

4. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner (Hidayati, 2014). Kuesioner tersebut berisi pertanyaan tentang ruang terbuka hijau yang akan dijawab oleh responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada tiga tingkatan, yaitu tahu, memahami dan aplikasi.


(36)

17

B. Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka (open spaces) adalah tempat manusia bertemu secara spontan, tempat berinteraksi, tempat yang memungkinkan terjadinya intimasi manusia di luar rumah (Bianpoen, 1993). Secara umum ruang terbuka (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Penelitian ini hanya dibatasi pada ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau adalah area mamanjang atau jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Direktorat Jendral Penataan Ruang, 2008)

Ruang terbuka hijau (RTH) adalah suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu). Ruang terbuka hijau merupakan sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi ruang terbuka hijau yang bersangkutan (Purnomohadi, 1995 dalam Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011).

Ruang terbuka hijau berdasarkan tipolonginya diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu secara fisik, fungsi, struktur ruang, serta dari segi kepemilikan. Secara


(37)

18

fisik ruang terbuka hijau dapat dibedakan menjadi ruang terbuka hijau alami dan ruang terbuka hijau non alami. Delihat dari fungsinya ruang terbuka hijau dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika serta ekonomi. Secara struktur ruang, ruang terbuka hijau dapat mengikuti pola ekologis, maupun pola planologis. Dan yang terakhir dari segi kepemilikan, ruang terbuka hijau dapat dibedakan ke dalam ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hiaju privat.

Untuk lebih memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap tipologi ruang terbuka hijau, maka disajikan dalam bentuk bagan yaitu sebagai berikut:

Gambar 1. Tipologi Ruang Terbuka Hijau

Sumber : Direktorat Jendral Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum, 2008

1. Ruang Terbuka Hijau Secara Fisik

Klasifikasi ruang terbuka hijau secara fisik dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Ruang Terbuka

Hijau (RTH)

Fisik Fungsi Struktur Kepemilikan

RTH Non Alami Ekologis Sosial Budaya Estetika Ekonomi RTH

Alami Ekologis Pola

Pola Planologis RTH Publik RTH Privat


(38)

19

Ruang terbuka hijau secara fisik dibedakan menjadi ruang terbuka hijau alami dan ruang terbuka hijau non alami (Direktorat Jendral Penataan Ruang, 2008). Namun pada hakikatnya ruang terbuka hijau alami dan ruang tebuka hijau non alami memiliki fungsi yang sama.

Ruang terbuka hijau alami merupakan ruang terbuka hijau yang terbentuk dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia (Direktorat Jendral Penataan Ruang, 2008). Ruang terbuka hijau alami berupa habitat liar, seperti kawasan lindung dan taman-taman nasional. Ruang terbuka hijau alami sangat kaya akan keanekaragaman hayati. Keberadaanya untuk melestarikan flora dan fauna yang terancam punah. Ruang terbuka hijau alami di provinsi Lampung contohnya seperti Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK).

Ruang terbuka hijau non alami merupakan ruang terbuka hijau yang sengaja diciptakan dan dibina oleh manusia (Direktorat Jendral Penataan Ruang, 2008). Ruang terbuka hijau non alami yang penggunaannya untuk kepentingan umum dapat berupa taman kota, lapangan olahraga, kebun bunga, pemakaman, jalur-jalur hijau jalan dan sebagainya. Sedangkan ruang terbuka hijau non alami yang digunakan untuk kepentingan pribadi seperti halaman rumah dan toko.

2. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Tujuan utama penyediaan ruang terbuka hijau adalah menjaga keserasian antara lingkungan alam dan lingkungan buatan. Ruang terbuka hijau


(39)

20

memiliki fungsi utama (intrinsik) dan fungsi tambahan (ekstrinsik). Ruang terbuka hijau memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis. Sedangkan fungsi tambahannya, yaitu fungsi sosial budaya, estetika dan ekonomi (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011).

a. Fungsi Ekologis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) fungsi ekologis ruang terbuka hijau maksudnya adalah peran ruang terbuka hijau dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Fungsi ekologis dari ruang terbuka hijau yaitu menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik serta perlindungan terhadap sumberdaya penyangga kehidupan. Berlangsungnya fungsi ekologis di lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011).

Vegetasi diperlukan untuk membersihkan udara kota, mengatur keseimbangan air tanah serta memungkinkan kenyamanan iklim (Bianpoen, 1993). Secara ekologis pengadaan ruang terbuka hijau memberi jaminan bagi sistem sirkulasi udara atau paru-paru kota (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011). Gas buang sisa pembakaran seperti asap kendaraan bermotor merupakan zat pencemar lingkungan. Tumbuhan merupakan produsen oksigen dan penyerap polusi udara. Hal ini karena dalam proses fotosintesis vegetasi


(40)

21

merubah gas buang sisa pembakaran seperti hidrogen (H2O) dan karbon dioksida (CO2) menjadi O2 atau oksigen (Ediyono, 2003).

Pemakaian air tanah terutama di kawasan perkotaan dikhawatirkan sudah hampir melampaui kemampuan pemulihan sumber air tanahnya (Sugandhy, 1994). Hal ini apabila tidak segera ditindak lanjuti akan menimbulkan masalah. Disinilah peran serta ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan. Karena ruang terbuka hijau berfungsi sebagai pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011). Akar tumbuhan berfungsi sebagai penjebak air. Dengan adanya ruang terbuka hijau, air hujan yang diserap oleh tanah dapat disimpan pada akar tanaman. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya banjir, kekeringan dan penurunan muka air tanah.

Ruang terbuka hijau juga berfungsi sebagai peneduh, penahan angin dan penyedia habitat satwa (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011). Tumbuhan di sekitar rumah memberikan efek teduh, sehingga angin kencang yang berhembus tidak langsung menghantam bangunan rumah, melainkan ditahan oleh tumbuhan. Dengan adanya tumbuh-tumbuhan beraneka ragam satwa dapat melestarikan hidupnya. Hal ini karena habitat dan sumber makanan bagi satwa pun tersedia, contohnya burung dapat membuat sarang pada ranting pepohonan dan memakan buah yang dihasilkan pohon tersebut,


(41)

22

semut dan serangga dapat membangun istananya pada tanah dan dahan-dahan pohon.

Menyediakan habitat satwa dapat meminimalisir gangguan oleh berbagai macam satwa. Contohnya seperti gangguan serangga yang akrab dengan sebutan tomcat di Rusunawa UNILA. Bisa atau racun yang digunakan untuk melindungi diri dari serangga tomcat ini menimbulkan penyakit kulit yang gatal dan panas serupa dengan herpes. Gangguan serangga tomcat ini terjadi karena pengalih fungsian habitat mereka seperti semak, perdu dan tumbuhan bambu menjadi lapangan bulu tangkis. Bukankan suatu hal yang wajar bila tempat tinggal kita dirusak kemudian kita mencari tempat tinggal yang baru, begitu pula dengan serangga tomcat ini. Ruang terbuka hijau yang berfungsi ekologis antara lain seperti hutan kota, sabuk hijau kota, taman botani dan sempadan sungai.

b. Fungsi Sosial dan Budaya

Secara sosial budaya ruang terbuka hijau dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial dan sarana rekreasi (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011). Kesibukan dengan aktifitas masing-masing menjadikan warga kota cenderung individualisme. Ruang terbuka hijau dapat menjadi media komunikasi bagi warga kota. Misalnya saat perayaan HUT RI ke-70 warga kota berbondong-bondong mendatangi lapangan untuk mengekspresikan dirinya dalam berbagai perlombaan yang dilaksanakan. Seni-seni kreasi dan budaya lokal pun ditampilkan sebagai hiburan pada perayaan ini.


(42)

23

Ruang terbuka hijau juga merupakan wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011). Sebagaimana kurikulum pendidikan yang berlaku saat ini yaitu kurikulum 2013, dimana siswa dituntut untuk belajar tidak hanya di dalam kelas menggunakan buku, melainkan terjun langsung ke alam. Misalkan dalam mata pelajaran IPA dengan bab pembahasan mengenal struktur tumbuhan. Disinilah ruang terbuka hijau memainkan perannya sebagai sarana belajar. Ruang terbuka hijau yang berfungsi sosial budaya antara lain berbentuk taman-taman kota, lapangan olahraga, kebun bunga, dan taman-taman pemakaman umum (TPU).

c. Fungsi Ekonomi

Secara ekonomi ruang terbuka hijau dapat menjadi sumber produk alam yang bisa dijual (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011). Misalnya melalui pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian atau perkebunan (urban agriculture). Hasil dari pertanian dan perkebunan tersebut dapat dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun dan sayur-mayur. Selain itu pengembangan sarana wisata hijau perkotaan dapat mendatangkan wisatawan.

d. Fungsi Estetika

Secara estetika ruang terbuka hijau dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan. Ruang terbuka hijau memperindah lingkungan kota


(43)

24

baik dari skala mikro maupun skala makro. Lingkungan dalam skala mikro berupa halaman rumah dan lingkungan permukiman. Lingkungan dalam skala makro berupa lansekap kota secara keseluruhan.

Ruang terbuka hijau menstimulasi kreatifitas dan produktivitas warga kota (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011). Warga kota dituntut untuk kreatif dalam menciptakan suasana yang serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Hal ini dilakukan melalui pengadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan kota.

3. Struktur Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan strukturnya, bentuk dan susunan ruang terbuka hijau dapat merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. Konfigurasi ekologis berbasis bentang alam seperti kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, danau, dan pesisir. Sedangkan konfigurasi planologis berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti ruang terbuka hijau perumahan, kelurahan, kecamatan, kota maupun taman-taman regional/nasional (Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, 2011).

4. Kepemilikan Ruang Terbuka Hijau

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa status kepemilikan ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan privat. Ruang terbuka hijau baik publik maupun privat memiliki fungsi yang


(44)

25

sama. Untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota proporsi penyediaanya adalah 30% dari luas wilayah.

Ruang terbuka hijau publik adalah ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Ruang terbuka hijau publik terdiri dari taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Proporsi penyediaan ruang tebuka hijau publik adalah 20% dari luas wilayah (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

Ruang terbuka hijau privat adalah ruang terbuka hijau milik institusi tertentu atau orang pereseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain barupa kebun atau halaman rumah atau gedung milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan. Proporsi penyediaan ruang tebuka hijau privat adalah 10% dari luas tanah (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

5. Ketentuan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau

Fokus penelitian ini dibatasi pada ruang terbuka hijau privat. Sehingga ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau yang akan dibahas pada sub bab ini hanya sebatas ruang terbuka hijau privat. Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau privat dibagi dalam tiga bagian yaitu: ruang terbuka hijau privat pada pekarangan, ruang terbuka hijau pada halaman perkantoran, pertokoan


(45)

26

dan tempat usaha, serta ruang terbuka hijau dalam bentuk atap bangunan (roof garden).

a. Ruang Terbuka Hijau Privat pada Pekarangan

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030 pasal 12 ayat 4(c) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan fungsi, kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau Kota Bandar Lampung masyarakat wajib menyediakan ruang terbuka hijau pada setiap bangunan publik maupun privat dengan menetapkan koefisien dasar hijau (KDH) minimal 20% untuk bangunan publik dan 10% untuk bangunan privat.

Pekarangan adalah lahan di luar bangunan yang berfungsi untuk berbagai aktivitas. Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau di pekarangan rumah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan sebagai berikut:

1. Pekarangan Rumah Besar

Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau untuk pekarangan rumah besar adalah sebagai berikut:

a. kategori yang termasuk rumah besar adalah rumah dengan luas lahan di atas 500 m2;

b. ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat;

c. jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput.


(46)

27

2. Pekarangan Rumah Sedang

Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau untuk pekarangan rumah sedang adalah sebagai berikut:

a. kategori yang termasuk rumah sedang adalah rumah dengan luas lahan antara 200 m2 sampai dengan 500 m2;

b. ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat;

c. jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2 (dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput.

3. Pekarangan Rumah Kecil

Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau untuk pekarangan rumah kecil adalah sebagai berikut:

a. kategori yang termasuk rumah kecil adalah rumah dengan luas lahan dibawah 200 m2;

b. ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat;

c. jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

b. Ruang Terbuka Hijau Privat pada Halaman Pertokoan, Perkantoran dan Tempat Usaha

Ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau pada halaman pertokoan, perkantoran dan tempat usaha dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan yaitu sebagai berikut:

1. Untuk dengan tingkat koefisien dasar bangunan 70-90% perlu menambahkan tanaman dalam pot;

2. Perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan koefisien dasar bangunan diatas 70%, memiliki minimal 2 (dua) pohon kecil atau sedang yang ditanam pada lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm;

3. Persyaratan penanaman pohon pada perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan koefisien dasar bangunan dibawah 70%,


(47)

28

berlaku seperti persyaratan pada ruang terbuka hijau pekarangan rumah, dan ditanam pada area diluar koefisien dasar bangunan yang telah ditentukan (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

c. Ruang Terbuka Hijau Privat dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof Garden)

Pada kondisi luas lahan terbuka terbatas, dengan koefisien dasar bangunan diatas 90% seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan dengan kepadatan tinggi maka penyediaan ruang terbuka hijau dapat memanfaatkan ruang terbuka non hijau. Ruang terbuka non hijau tersebut seperti atap gedung, teras rumah, teras-teras bangunan bertingkat, di samping bangunan, dan lain-lain. Penyediaanya dengan menggunakan media tambahan, seperti pot dengan berbagai ukuran sesuai lahan yang tersedia (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

Tanaman untuk ruang terbuka hijau dalam bentuk taman atap bangunan (roof garden) adalah tanaman yang tidak terlalu besar, dengan perakaran yang mampu tumbuh dengan baik pada media tanam yang terbatas, tahan terhadap hembusan angin serta relatif tidak memerlukan banyak air. Struktur atap bangunan secara teknis juga harus memungkinkan. Aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan taman atap bangunan adalah: struktur bangunan; lapisan kedap air (waterproofing ), sistem utilitas bangunan, media tanam, pemilihan material, aspek keselamatan dan keamanan, serta aspek pemeliharaan (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2008).


(48)

29

C. Kerangka Pikir

Lingkungan kita saat ini masuk dalam kondisi krisis. Hal ini karena interaksi antara manusia dengan lingkungannya yang terus berubah. Lingkungan memang memiliki daya lenting, atau kemampuan untuk memulihkan dirinya sendiri. Namun permasalahannya adalah daya lenting tersebut tidak sebanding dengan daya eksploitasi alam oleh manusia. Ketika ilmu pengetahuan modern berkembang pesat dan industrialisasi menjelma sebagai gaya hidup baru, manusia tidak lagi memanfaatkan lingkungan sebatas yang dibutuhkan, namun menjadikan lingkungan sebagai objek yang bisa dilakukan. Eksploitasi yang berlebihan terhadap lingkungan berdampak pada merosotnya keseimbangan lingkungan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan muncul sebagai solusi untuk menjawab dan mengatasi berbagai masalah yang timbul akibat merosotnya keseimbangan lingkungan. Peraturan ini menjelaskan bahwa untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, proporsi ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan minimal 30% dari luas wilayah kota. Proporsi ini terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat.

Target yang diharapkan tersebut menjadi permasalahan tersendiri untuk diimplementasikan. Hal ini karena kawasan perkotaan tidak dapat dilepaskan dari peningkatan lahan terbangun seiring dengan perkembangan aktivitas dan kuantitas penduduknya. Laju pertumbuhan penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 adalah 1,49%. Hal ini berarti setiap tahunnya penduduk Indonesia akan


(49)

30

bertambah 3.540.855 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk meningkatkan permintaan akan ruang khususnya pemukiman dan lahan terbangun. Meningkatnya kawasan terbangun akan memberikan konsekuensi pada penyusutan ruang terbuka hijau. Fenomena ini disebabkan karena ruang terbuka hijau kerap dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis.

Hasil inventarisasi ruang terbuka hijau publik Kota Bandar Lampung oleh Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) Tahun 2011 adalah sebesar 1.403,57 Ha atau hanya 7,12% dari luas wilayah. Dibutuhkan tambahan lahan seluas 2540,83 Ha lagi dari eksisting ruang terbuka hijau publik Kota Bandar Lampung untuk dapat mencapai target yang dicanangkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan. Bukan hal yang mudah untuk dapat mencapai angka ini.

Apabila ada upaya dalam skala kecil yang dilakukan masyarakat secara mandiri dalam bentuk dukungan penyediaan ruang terbuka hijau privat, maka hal ini dapat mengurangi beban pemerintah daerah dalam menambah eksisting ruang terbuka hijau di Kota Bandar Lampung. Upaya tersebut misalnya seperti menanam pohon atau tanaman perdu di pekarangan rumah. Penyediaan ruang terbuka hijau privat dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi ketimpangan ketersediaan ruang terbuka hijau publik. Apabila ruang terbuka hijau privat yang disediakan oleh masyarakat lebih dari 10% hal ini diharapkan dapat menutupi kekurangan luasan ruang terbuka hijau publik, sehingga keseimbangan lingkungan dapat terjaga.


(50)

31

Tantangan besar yang dihadapi saat ini adalah masih rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, khususnya dalam perannya terhadap penyediaan maupun pemeliharaan kualitas ruang terbuka hijau yang ada (Nurdiansyah, 2012). Terpeliharanya ruang terbuka hijau tidak terlepas dari pengetahuan masyarakat terhadap ruang terbuka hijau. Karena secara sosiologis, pengetahuan seseorang mempengaruhi tindakannya. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk memperjelas sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau.

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir

Sumber : Data Primer 2015

Fungsi Ruang Terbuka Hijau 1. Ekologis 2. Sosial Budaya 3. Ekonomi 4. Estetika

Tahu

Paham

Memelihara Keputusan


(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitian merupakan strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis daya yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Dengan kata lain, metode penelitian merupakan suatu cara yang harus dilakukan oleh peneliti melalui serangkaian prosedur dan tahapan dalam melaksanakan kegiatan penelitian dengan tujuan memecahkan masalah atau mencari jawaban terhadap suatu masalah. Penelitian pada hakikatnya merupakan penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah (Furchan, 2007 dalam Hidayati, 2014).

Penelitian berjudul tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2011) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual. Sedangkan, Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif adalah sebuah metode yang berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan yang sedang berlangsung.


(52)

33

Penelitian dengan pendekatan kuantitatif merupakan penelitian dengan menggunakan pertanyaan terstruktur atau sistematis yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah dan dianalisis. Pertanyaan terstruktur atau sistematis tersebut dikenal dengan istilah kuisioner (Prasetyo, 2012).

Dari pengertian yang telah dijabarkan oleh beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan dan atau menginterpretasikan suatu fenomena, yang dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif atau dengan menggunakan kuesioner. Dalam penelitian ini peneliti berusaha mendeskripsikan tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat di Perumahan Rajabasa Permai, Rajabasa Pemuka, Bandar Lampung.

B. Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan konklusi dari beberapa definisi variabel-variabel di dalam penelitian ini, antara lain:

1. Pengetahuan adalah hasil dari proses tahu yang diperoleh seseorang setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu, serta dapat diungkapkan kembali olehnya baik secara lisan maupun tulisan.

2. Ruang terbuka hijau privat adalah ruang terbuka hijau milik institusi tertentu atau orang pereseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain barupa kebun atau halaman rumah atau gedung milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan.


(53)

34

C. Definisi Operasional

Indikator tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi oleh Bloom (dalam Notoatmodjo, 2003) berupa 6 tingkat yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi pada dua tingkatan yaitu tahu dan memahami, ditambah dengan tidak tahu.

1. Tidak tahu : tidak mengetahui contoh, fungsi serta peraturan penyediaan ruang terbuka hijau.

2. Tahu : mengetahui contoh, fungsi serta peraturan penyediaan ruang terbuka hijau.

3. Paham : mampu menjelaskan kembali contoh, fungsi serta peraturan penyediaan ruang terbuka hijau.

.

D. Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitan (Bungin, 2008). Data primer pada penelitian ini adalah jawaban yang diperoleh peneliti dari kuisioner yang diisi oleh responden.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang dibutuhkan (Bungin, 2008). Data sekunder pada penelitian ini adalah sumber tertulis seperti buku, majalah ilmiah, arsip,


(54)

35

dokumen pribadi ataupun dokumen resmi yang berkaitan dengan penelitian ini. Penggunaan data sekunder bertujuan untuk memperkuat data yang telah diberikan oleh responden.

E. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung. Perumahan ini berusia lebih dari 20 tahun. Pemilihan lokasi dalam penelitian ini menggunakan kriteria faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang telah dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003), yaitu diantaranya adalah pendidikan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, biasanya memiliki intelektual yang lebih baik, sehingga dapat berfikir kritis, dan selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan demikian diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.

F. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga (KK) di Perumahan Raja Basa Permai, yaitu 253 kepala keluarga.


(55)

36

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili populasi tersebut (Singarimbun, 2011). Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan Rumus Slovin yaitu sebagai berikut:

Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi

a = taraf signifikansi yang digunakan (dalam penelitian ini adalah 10%)

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 72 kapala keluarga. Adapun pengambilan sampel tersebut dengan menggunakan metode acak sederhana atau simple random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak, sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian (Singarimbun, 2011).

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa alat yaitu:

a. Kuesioner

Umar (2011) menyatakan bahwa kuesioner merupakan suatu pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada


(56)

37

responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Tujuan pembuatan kuesioner menurut Subagyo (2006) adalah lebih mengarahkan informasi yang diperoleh secara relevan sehingga terhindar data tidak terpakai, membantu responden memberikan jawaban dalam waktu relatif lebih cepat dibandingkan dengan cara lain, serta mempercepat pengumpulan data.

Ada beberapa bentuk pertanyaan dari kuesioner, yaitu : tertutup, terbuka, kombinasi tertutup dan terbuka (Lufri, 2005). Penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri atas 28 pertanyaan. Kuesioner dalam penelitian ini dihimpun dari 11 pertanyaan terbuka, 14 pertanyaan tertutup dan 3 pertanyaan semi terbuka dan tertutup.

b. Observasi

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi objek penelitian yaitu di Perumahan Raja Basa Permai.

c. Studi Kepustakaan

Dilakukan dengan menelusuri, membaca dan memaknai buku-buku dan literatur untuk mengetahui teori dan konsep yang berhubungan dengan penelitian ini.


(57)

38

Teknik pengolahan data dalam penelitian deskriptif ini menggunakan program pengolah data MS. Exel, yaitu dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Editing, yaitu proses pemeriksaan kembali kuesioner yang telah terisi di lapangan (jika terdapat kesalahan atau kekeliruan, serta untuk melihat konsistensi jawaban dan kelengkapan pengisian kuesioner).

2. Membuat format entry data di program MS. Exel sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam kuesioner.

3. Entry data, yaitu tahap memasukkan data yang telah didapatkan dari kuesioner ke dalam program MS. Exel.

4. Process dan output data.

I. Analisis Data

Menurut Effendi (dalam Singarimbun, 2011) analisa data adalah proses penyederhanaan dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisa data untuk kuesioner yang dipergunakan bersifat kuantitatif deskriptif dengan penggunaan tabel tunggal, yaitu metode yang dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner kedalam kerangka tabel untuk menghitung frekuensi dan membuat presentase. Rumus presentase yaitu sebagai berikut:

Keterangan: P = Persentase

N= Jumlan frekuensi dari keseluruhan klasifikasi atau kategori variasi F= Frekuensi pada klasifikasi kategori yang bersangkutan


(58)

39

Setelah didapatkan presentase dari data yang ada, maka hasil dari data tersebut akan diinterpretasikan untuk mendapatkan jawaban penelitian. Selanjutnya untuk mengukur tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat diukur menggunakan rumus interval (Supranto, 2008).

Keterangan: C = Interval K = Banyak kelas

Xn = Nilai observasi terbesar X1 = Nilai observasi terkecil

Selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif. Menggambarkan fenomena yang terjadi dengan memasukkan data tersebut kedalam tabel tunggal, perhitungan persentase, pie chart, dan diagram batang. Penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik deskriptif karena ingin mendeskripsikan data yang diperoleh dari responden dan menjelaskan secara deskriptif tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat.


(59)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan penelitian ini, tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengetahuan masyarakat tentang contoh ruang terbuka hijau berada pada tingkat tahu. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa sebesar 72% masyarakat sudah mengetahui contoh-contoh ruang terbuka hijau, dan hanya 28% yang belum mengetahui.

2. Pengetahuan masyarakat tentang fungsi ruang terbuka hijau berada pada tingkat tahu. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa sebesar 77% masyarakat tahu fungsi ekologis ruang terbuka hijau, 76% masyarakat tahu fungsi estetika ruang terbuka hijau, 50% masyarakat paham fungsi ekonomi ruang terbuka hijau dan 53% masyarakat paham fungsi soaial budaya ruang terbuka hijau.

3. Sumber pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat mayoritas berasal dari media elektronik dan media cetak. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa 65% masyarakat memperoleh pengetahuan tentang ruang terbuka hijau dari media elektronik dan media cetak, sedangkan sisanya (35%) berasal dari sosialisasi pemerintah, tempat kerja, dan lain-lain.


(60)

76

4. Keberadaan ruang terbuka hijau privat adalah sebanyak 61,11%, dengan rincian sebagai berikut: masyarakat yang tahu dan menyediakan sebanyak 33,33%. Masyarakat yang paham dan menyediakan sebanyak 9,72%. Masyarakat yang tidak tahu dan menyediakan sebanyak 18,05%. Sedangkan sisanya merupakan masyarakat yang tidak menyediakan yaitu sebanyak 38,89%.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, disarankan sebagai berikut:

1. Sosialisasi ruang terbuka hijau lebih intens melalui sarana seperti media cetak dan media elektronik.

2. Penegakan hukum perlu direalisasikan secara konsisten agar keberadaan ruang terbuka hijaun dapat terjamin.

3. Terkait dengan variabel yang belum teruji dalam penelitian ini, dapat dilakukan penelian lebih lanjut.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Akib, Muhammad. 2008. Hukum Lingkungan, Kebijakan dan Pengaturan Hukum Global dan Nasional. Lampung: Universitas Lampung

Anshoriy, Nasruddin. Sudarsono. 2007. Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Budaya Jawa. Jakarta: Obor

Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH). 2011. Inventarisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandar Lampung. Tahun Anggaran 2011. Bandar Lampung: Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Bungin, Burhan. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Direktorat Jendral Penataan Ruang. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

Ediyono, Setijati H. dkk. 2003. Prinsip-Prinsip Lingkungan dalam Pembangunan yang Berkelanjutan. Jakarta: LPKLP Universitas Trisakti dan Idayus. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Singarimbun, Masri. 2011. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES

Subagyo, Joko P. 2006. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta


(62)

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya

Supranto, J. 2008. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga

Susilo, Rachmad K. Dwi. 2009. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Press Umar, Husein. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:

Raja Grafindo Persada

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Majalah:

Salim, Roosdinal. 2012. Pendidikan Lingkungan Harus Dimulai dari Rumah. Majalah Serasi, Edisi 2. Pekan Lingkungan Indonesia. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia

Sugandhy, Aca. 1994. Operasionalisasi Penataan Ruang dan Trilogi Pembangunan. Majalah Prisma Edisi ke-2, Februari 1994. Jakarta: LP3ES

Jurnal:

Bianpoen. 1993. Gejala Superblock dan Potensi Dampaknya. Masyarakat Jurnal Sosiologi. Perencanaan Sosial dalam Pengembangan Kota. Jakarta: kerjasama Sosiologi FISIP-UI dengan Gramedia Pustaka Utama

Nurdiansyah, Ferlina. Aziz Nur Bambang dan Hartuti Purnaweni. 2012. Strategi Peningkatan dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Privat Rumah Tinggal di Kawasan Perkotaan. Studi Kasus di Kelurahan Panjunan, Kudus. Jurnal Ekosains. Volume IV. Nomor 3. Semarang: Universitas Diponegoro

Skripsi:

Hidayati, Arini Nur. 2014. Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Nelayan Miskin (Skripsi). Lampung: Universitas Lampung


(63)

Website:

Badan Pusat Statistika. 2011. Statistika Indonesia. Statistical Yearbook Of Indonesia 2014. Diakses secara online pada 5 Oktober 2014 pukul 23:15 melalui http://www.bps.go.id/flip/flip11/index3.php

Efendi, Wewen. 2008. Hubungan Jenis Kelamin, Usia, dan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan, Penilaian, dan Tindakan Mayarakat Terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga, Studi pada Msyarakat di Kelurahan Ulak Karang Utara, Kecamatan Padang Utara. Padang: Universitas Andalas (Thesis). Diakses secara online pada 26 Oktober 2014 pukul 23:22 melalui http://repository.unand.ac.id/11479/

_____. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses secara online pada 24 Oktober 2014 pukul 23.45. melalui http://www.kbbi.web.id

Lufri. 2005. Metodelogi Penelitian. Padang: Universitas Negri Padang diakses secara online pada 6 oktober 2014 pukul 22.49 melalui http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 &ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.ejurnal.bunghatta.ac.id %2Findex.php%3Fjournal%3DJFKIP%26page%3Darticle%26op%3Ddo wnload%26path%255B%255D%3D1688%26path%255B%255D%3D15

22&ei=Ge1EVNyOC8LZmgWZ- IHABQ&usg=AFQjCNHvNGsx84UNnSk8YxBjX_78j1yHXg&sig2=-w5hL3EROyGzpx1Dw2rzFw&bvm=bv.77648437,d.dGY

Zailani, Ahmad. 2011. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Perhiasan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat (Skripsi). Medan: Universitas Sumatra Utara. Diakses secara online pada 10 Oktober 2014 pukul 21.35 melalui file:///D:/BISMILLAH/USU%20Institutional%20Repository%20%20%2

0Open%20Access%20Repository%20-%20Faktor%20-%20Faktor%20yang%20Mempengaruhi%20Tingkat%20Sosial%20Ekon omi%20Masyarakat%20di%20Desa%20Perhiasan%20Kecamatan%20Se lesai%20Kabupaten%20Langkat.htm


(1)

39

Setelah didapatkan presentase dari data yang ada, maka hasil dari data tersebut akan diinterpretasikan untuk mendapatkan jawaban penelitian. Selanjutnya untuk mengukur tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat diukur menggunakan rumus interval (Supranto, 2008).

Keterangan:

C = Interval K = Banyak kelas

Xn = Nilai observasi terbesar X1 = Nilai observasi terkecil

Selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif. Menggambarkan fenomena yang terjadi dengan memasukkan data tersebut kedalam tabel tunggal, perhitungan persentase, pie chart, dan diagram batang. Penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik deskriptif karena ingin mendeskripsikan data yang diperoleh dari responden dan menjelaskan secara deskriptif tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat.


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan penelitian ini, tingkat pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengetahuan masyarakat tentang contoh ruang terbuka hijau berada pada tingkat tahu. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa sebesar 72% masyarakat sudah mengetahui contoh-contoh ruang terbuka hijau, dan hanya 28% yang belum mengetahui.

2. Pengetahuan masyarakat tentang fungsi ruang terbuka hijau berada pada tingkat tahu. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa sebesar 77% masyarakat tahu fungsi ekologis ruang terbuka hijau, 76% masyarakat tahu fungsi estetika ruang terbuka hijau, 50% masyarakat paham fungsi ekonomi ruang terbuka hijau dan 53% masyarakat paham fungsi soaial budaya ruang terbuka hijau.

3. Sumber pengetahuan masyarakat tentang ruang terbuka hijau privat mayoritas berasal dari media elektronik dan media cetak. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa 65% masyarakat memperoleh pengetahuan tentang ruang terbuka hijau dari media elektronik dan media cetak, sedangkan sisanya (35%) berasal dari sosialisasi pemerintah, tempat kerja, dan lain-lain.


(3)

76

4. Keberadaan ruang terbuka hijau privat adalah sebanyak 61,11%, dengan rincian sebagai berikut: masyarakat yang tahu dan menyediakan sebanyak 33,33%. Masyarakat yang paham dan menyediakan sebanyak 9,72%. Masyarakat yang tidak tahu dan menyediakan sebanyak 18,05%. Sedangkan sisanya merupakan masyarakat yang tidak menyediakan yaitu sebanyak 38,89%.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, disarankan sebagai berikut:

1. Sosialisasi ruang terbuka hijau lebih intens melalui sarana seperti media cetak dan media elektronik.

2. Penegakan hukum perlu direalisasikan secara konsisten agar keberadaan ruang terbuka hijaun dapat terjamin.

3. Terkait dengan variabel yang belum teruji dalam penelitian ini, dapat dilakukan penelian lebih lanjut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Akib, Muhammad. 2008. Hukum Lingkungan, Kebijakan dan Pengaturan Hukum Global dan Nasional. Lampung: Universitas Lampung

Anshoriy, Nasruddin. Sudarsono. 2007. Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Budaya Jawa. Jakarta: Obor

Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH). 2011. Inventarisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandar Lampung.

Tahun Anggaran 2011. Bandar Lampung: Pemerintah Kota Bandar

Lampung.

Bungin, Burhan. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Direktorat Jendral Penataan Ruang. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

Ediyono, Setijati H. dkk. 2003. Prinsip-Prinsip Lingkungan dalam Pembangunan yang Berkelanjutan. Jakarta: LPKLP Universitas Trisakti dan Idayus. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Singarimbun, Masri. 2011. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES

Subagyo, Joko P. 2006. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta


(5)

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya

Supranto, J. 2008. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga

Susilo, Rachmad K. Dwi. 2009. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Press Umar, Husein. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:

Raja Grafindo Persada

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Majalah:

Salim, Roosdinal. 2012. Pendidikan Lingkungan Harus Dimulai dari Rumah. Majalah Serasi, Edisi 2. Pekan Lingkungan Indonesia. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia

Sugandhy, Aca. 1994. Operasionalisasi Penataan Ruang dan Trilogi Pembangunan. Majalah Prisma Edisi ke-2, Februari 1994. Jakarta: LP3ES

Jurnal:

Bianpoen. 1993. Gejala Superblock dan Potensi Dampaknya. Masyarakat Jurnal Sosiologi. Perencanaan Sosial dalam Pengembangan Kota. Jakarta: kerjasama Sosiologi FISIP-UI dengan Gramedia Pustaka Utama

Nurdiansyah, Ferlina. Aziz Nur Bambang dan Hartuti Purnaweni. 2012. Strategi Peningkatan dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Privat Rumah Tinggal di Kawasan Perkotaan. Studi Kasus di Kelurahan Panjunan, Kudus. Jurnal Ekosains. Volume IV. Nomor 3. Semarang: Universitas Diponegoro

Skripsi:

Hidayati, Arini Nur. 2014. Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Nelayan Miskin (Skripsi). Lampung: Universitas Lampung


(6)

Website:

Badan Pusat Statistika. 2011. Statistika Indonesia. Statistical Yearbook Of Indonesia 2014. Diakses secara online pada 5 Oktober 2014 pukul 23:15 melalui http://www.bps.go.id/flip/flip11/index3.php

Efendi, Wewen. 2008. Hubungan Jenis Kelamin, Usia, dan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan, Penilaian, dan Tindakan Mayarakat Terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga, Studi pada Msyarakat di Kelurahan Ulak Karang Utara, Kecamatan Padang Utara. Padang: Universitas Andalas (Thesis). Diakses secara online pada 26 Oktober 2014 pukul 23:22 melalui http://repository.unand.ac.id/11479/

_____. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses secara online pada 24 Oktober 2014 pukul 23.45. melalui http://www.kbbi.web.id

Lufri. 2005. Metodelogi Penelitian. Padang: Universitas Negri Padang diakses secara online pada 6 oktober 2014 pukul 22.49 melalui http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 &ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.ejurnal.bunghatta.ac.id %2Findex.php%3Fjournal%3DJFKIP%26page%3Darticle%26op%3Ddo wnload%26path%255B%255D%3D1688%26path%255B%255D%3D15

22&ei=Ge1EVNyOC8LZmgWZ- IHABQ&usg=AFQjCNHvNGsx84UNnSk8YxBjX_78j1yHXg&sig2=-w5hL3EROyGzpx1Dw2rzFw&bvm=bv.77648437,d.dGY

Zailani, Ahmad. 2011. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Perhiasan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat (Skripsi). Medan: Universitas Sumatra Utara. Diakses secara online pada 10 Oktober 2014 pukul 21.35 melalui file:///D:/BISMILLAH/USU%20Institutional%20Repository%20%20%2

0Open%20Access%20Repository%20-%20Faktor%20-%20Faktor%20yang%20Mempengaruhi%20Tingkat%20Sosial%20Ekon omi%20Masyarakat%20di%20Desa%20Perhiasan%20Kecamatan%20Se lesai%20Kabupaten%20Langkat.htm