Konsep Bagi Hasil Tinjauan Teoritis

dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah. 12 Dalam kegiatan perbankan ada dua jenis bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu 13 : 1. Bunga simpanan, bunga yangi diberikan sebagai ransangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. 2. Bunga pinjaman, bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan suku bunga sebagai berikut : 1. Kebutuhan dana 2. Persaingan 3. Kebijakan pemerintah 4. Target laba yang diinginkan 5. Jangka waktu 6. Kualitas jaminan 7. Reputasi perusahaan 8. Produk yang kompetitif 9. Hubungan baik 10. Jaminan pihak ketiga 14 Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight PUAB ON. Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

4. Konsep Bagi Hasil

12 Karim, Bank Islam Analisis…, h. 191. 13 Ibid, h. 121 14 Karim, Bank Islam Analisis…, h. 122 Bagi hasil adalah bentuk return perolehan aktivitas usaha dari kontrak investasi dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap pada bank islam. Besar kecilnya perolehan itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar diperoleh bank islam. 15 Besar kecilnya pendapatan nasabah dalam Bank Islam bergantung pada pendapatan bank, nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank, nominal deposito nasabah, rata-rata deposito untuk jangka waktu yang sama pada bank dan jangka waktu deposito. Sedangkan dalam Bank Konvensional, pendapatan nasabah tergantung kepada tingkat bunga yang berlaku, nominal deposito nasabah dan jangka waktu deposito. Dalam hal ini terlihat jelas perbedaan antara Bank Islam dengan Bank Konvensional, dimana pendapatan nasabah Bank Islam terhindar dari fluktuasi bunga yang tidak menentu keberadaannya. Agar dapat bersaing dengan Bank Konvensional, kita dapat memberikan spesial nisbah yang kira-kira indikasinya sama atau disesuaikan dengan BI rate pada bank konvensional yang dikeluarkan otoritas moneter. Caranya dengan mengurangi porsi bank atau dengan kata lain menambah biaya overhead bagi hasil dana pihak ketiga. Pricing yang diberikan dalam liability product hendaklah memperhatikan hal-hal seperti; nisbah bagi hasil, bobot, pendapatan dan rata-rata saldo produk tertentu. 16 Dengan demikian bagi hasil tetap menguntungkan dan memberi keuntungan yang adil kepada semua pihak yang terlibat, yaitu nasabah debitur dan nasabah dan bank pemegang saham. Keuntungan yang diperoleh bukan berdasarkan bunga yang dihitung terhadap saldo tabungandeposito, namun persen dari pendapatan riil nasabah, debitur dan bank. Dari tabel 3 dibawah ini dapat dilihat karakteristik pemberian bagi hasil antara keuangan Bank Syariah dan Bank Konvensional : 15 Veithzal Rivai, Islamic Banking Jakarta : PT.Bumi Aksara, 2010, h. 800. 16 Muhammad, Manajemen Bank Syariah Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002, h. 111. Tabel 3 Pemberian Bagi Hasil Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional 17 BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL Besar kecilnya bagi hasil yang diperoleh nasabah bergantung pada : a Pendapatan bank. b Nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank. c Nominal deposito nasabah. d Rata-rata saldo deposito untuk jangka waktu tertentu yang ada pada bank. e Jangka waktu deposito karena berpengaruh pada lamanya investasi. f Bank syariah memberi keuntungan kepada nasabah dengan pendekatan LDR Loan to Deposit Ratio, yaitu mempertimbangkan rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan. g Dalam perbankan syariah, Besar kecilnya bunga yang diperoleh nasabah bergantung pada : a Tingkat bunga yang berlaku. b Nominal deposito. c Jangka waktu deposito. d Semua bunga yang diberikan kepada nasabah menjadi beban biaya langsung. e Tanpa memperhitungkan berapa pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang dihimpun. f Konsekuensinya, bank harus menambahi bila bunga dari peminjam ternyata lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban bunga ke nasabah. Hal ini terkenal dengan istilah negative spread atau rugi. 17 Syafi ’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 145. LDR bukan saja mencerminkan keseimbangan, tetapi juga keadilan karena bank benar-benar membagikan hasil riil dari dunia usaha loan kepada penabung deposit. Sumber : Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, 2001 Metode bagi hasil terdiri dari dua sistem: a. Bagi untung Profit Sharing adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah; b. Bagi hasil Revenue Sharing adalah bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah. Aplikasi perbankan syariah pada umumnya, bank dapat menggunakan sistem profit sharing maupun revenue sharing tergantung kepada kebijakan masing-masing bank untuk memilih salah satu dari sistem yang ada. Bank syariah yang ada di Indonesia saat ini semuanya menggunakanperhitungan bagi hasil atas dasar revenue sharing untuk mendistribusikan bagi hasil kepada para pemilik dana deposan. 18 Suatu bank yang menggunakan sistem bagi hasil berdasarkan revenue sharing yaitu bagi hasil yang akan didistribusikan dihitung dari total pendapatan bank sebelum dikurangi dengan biaya bank, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah tingkat bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan mempengaruhi para pemilik dana untuk mengarahkan investasinya kepada bank syariah yang nyatanya justru mampu memberikan hasil yang optimal, sehingga akan berdampak kepada peningkatan total dana pihak ketiga pada bank syariah. Pertumbuhan dana pihak ketiga dengan cepat 18 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah : Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Jakarta: Djambatan, 2003, h. 264. harus mampu diimbangi dengan penyalurannya dalam berbagai bentuk produk aset yang menarik, layak dan mampu memberikan tingkat profitabilitas yang maksimal bagi pemilik dana. Konsep bagi hasil adalah sebagai berikut: a. Pemilik dana akan menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan syariah yang bertindak sebagai pengelola; b. Pengelola atau lembaga keuangan syariah akan mengelola dana tersebut dalam sistem pool of fund selanjutnya akan menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek atau usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi aspek syariah; c. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut. 19 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah : 1. Pendapatan margin dan pendapatan bagi hasil, dihitung berdasarkan perolehan pendapatan pada bulan berjalan. 2. Saldo dana pihak ketiga, yang dihitung dengan menggunakan rata-rata harian bulan bersangkutan. 3. Pembiayaan yang dihitung berdasarkan saldo rata-rata harian bulan bersangkutan, ada pula pendapat yang diambil adalah saldo rata-rata harian bulan sebelumnya, dengan alasan karena mempengaruhi pendapatan bulan berjalan adalah bulan sebelumnya, sedangkan pembiayaan bulan berjalan baru akan memperoleh pendapatan pada bulan berikutnya. 4. Investasi pada surat berhargapenempatan pada bank Islam lain. 5. Penentuan kapan bagi hasil efektif dibagikan kepada para pemilik dana, apakah mingguan, pada akhir bulan, pada valuta, pada tanggal jatuh tempo, pada akhir tahun dan lain. 6. Penggunaan bobot dalam menghitung besarnya dana pihak ketiga. 20 Hal-hal yang berkaitan dengan nisbah bagi hasil yaitu: a. Persentase Nisbah keuntungan harus didasarkan dalam bentuk persentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal rupiah tertentu. Nisbah keuntungan 19 Ibid, h. 265. 20 Rivai, Islamic Banking, h. 802. itu misalnya 50:50, 70:30, 60:40, atau 99:1. Jadi nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi setoran modal. Nisbah keuntungan tidak boleh dinyatakan dalam bentuk nominal rupiah tertentu, misalnya ¡ahib al-m±l mendapat Rp 50.000,00 dan mu«arib mendapat Rp 50.000,00. 21 b. Bagi Untung dan Bagi Rugi Ketentuan diatas itu merupakan konsekuensi logis dari karakteristik akad mu«arabah itu sendiri, yang tergolong ke dalam kontrak investasi natural uncertainty contracts. Dalam kontrak ini, return dan timing cash flow kita tergantung kepada kinerja sektor riilnya. Bila laba bisnisnya besar, kedua belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Bila laba bisnisnya kecil, mereka mendapat bagian yang kecil juga. Filosofi ini hanya dapat berjalan jika nisbah laba ditentukan dalam bentuk persentase, bukan dalam bentuk nominal rupiah tertentu. Bila dalam akad mu«arabah ini mendapatkan kerugian, pembagian kerugian itu bukan didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak. Itulah alasan mengapa nisbahnya disebut sebagai nisbah keuntungan, bukan nisbah saja, karena nisbah 50:50, atau 99:1 itu hanya diterapkan bila bisnisnya untung. Bila bisnisnya rugi, kerugiannya itu harus dibagi berdasarkan porsi masing-masing pihak, bukan berdasarkan nisbah. Hal ini karena ada perbedaan kemampuan untuk mengabsorpsimenanggung kerugian di antara kedua belah pihak. Bila untung, tidak ada masalah untuk menikmati untung. Karena sebesar apa pun keuntungan yang terjadi, kedua belah pihak akan selalu dapat menikmati keuntungan itu. Lain halnya kalau bisnisnya merugi. Kemampuan ¡ahib al-m±l untuk menanggung kerugian finansial tidak sama dengan kemampuan mu«arib. Dengan demikian, karena kerugian dibagi berdasarkan proporsi modal finansial ¡ahib al-m±l dalam kontrak ini adalah 100, maka kerugian finansial ditanggung 100 pula oleh ¡ahib al-m±l. Di lain pihak, karena proporsi modal finansial mu«arib dalam kontrak ini adalah 0, andaikata terjadi kerugian, mu«arib akan menanggung kerugian finansial sebesar 0 pula. 22 Apabila bisnis rugi, sesungguhnya mu«arib akan menanggung kerugian hilangnya kerja, usaha dan waktu yang telah ia curahkan untuk menjalankan bisnis itu. Kedua belah pihak sama-sama menanggung kerugian, tetapi bentuk kerugian yang ditanggung 21 Bankir Indonesia, Konsep produk …, h. 265 22 Karim, Bank Islam Analisis …, h. 198. oleh keduanya berbeda, sesuai dengan objek mu«arabah yang dikonstribusikannya. Bila yang dikontribusikan adalah uang, risikonya adalah hilangnya uang tersebut. Sedangkan yang dikontribusikan adalah kerja, risikonya adalah hilangnya kerja, usaha dan waktunya, sehingga tidak mendapatkan hasil apapun atas jerih payahnya selama berbisnis. c. Jaminan Ketentuan pembagian kerugian bila kerugian yang terjadi hanya murni diakibatkan oleh risiko bisnis business risk, bukan karena risiko karakter buruk mu«arib character risk. Bila kerugian terjadi karena karakter buruk, misalnya karena mu«arib lalai dan atau melanggar persyaratan-persyaratan kontrak mu«arabah, maka ¡ahib al-m±l tidak perlu menanggung kerugian seperti ini. Para fuqaha berpendapat bahwa pada prinsipnya tidak perlu dan tidak boleh mensyaratkan agunan sebagai jaminan, sebagaimana dalam akad syirkah lainnya. Jelas hal ini konteksnya adalah business risk. 23 Sedangkan untuk character risk, mu«arib pada hakikatnya menjadi wakil dari ¡ahibul m±l dalam mengelola dana dengan seizin ¡ahibul m±l, sehingga wajib baginya berlaku amanah. Jika mu«arib melakukan keteledoran, kelalaian, kecerobohan dalam merawat dan menjaga dana, yaitu melakukan pelanggaran, kesalahan, dan kelewatan dalam perilakunya yang tidak termasuk dalam bisnis mu«arabah yang disepakati, atau ia keluar dari ketentuan yang disepakati, mu«arib tersebut harus menanggung kerugian mu«arabah sebesar bagian kelalaiannya sebagai sanksi dan tanggung jawabnya. Ia telah menimbulkan kerugian karena kelalaian dan perilaku ©alim karena ia telah memperlakukan harta orang lain yang dipercayakan kepadanya di luar ketentuan yang disepakati. Mu«arib tidak pula berhak untuk menentukan sendiri mengambil bagian dari keuntungan tanpa kehadiran atau sepengetahuan ¡ahibul m±l sehingga ¡ahibul m±l dirugikan. Jelas hal ini konteksnya adalah character risk. Pihak mu«arib yang lalai atau menyalahi kontrak ini, maka ¡ahib al-m±l dibolehkan meminta jaminan tertentu kepada mu«arib. Jaminan ini akan disita oleh ¡ahib al-m±l jika ternyata timbul kerugian karena mu«arib melakukan kesalahan, yakni lalai dan ingkar janji. Kerugian yang timbul disebabkan karena faktor resiko bisnis, 23 Ibid, h. 198 jaminan mu«arib tidak dapat disita oleh ¡ahib al-m±l. Cara penyelesaiannya adalah jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. d. Menentukan Besarnya Nisbah Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran nisbah ini muncul sebagai hasil tawar-menawar antara ¡ahib al-m±l dengan mu«arib. Dengan demikian, angka nisbah ini bervariasi, bisa 50:50, 60:40, 70:30,80:20, bahkan 99:1. Namun para ahli fiqih sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak diperbolehkan e. Cara Menyelesaikan Kerugian Jika terjadi kerugian, cara menyelesaikannya adalah diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena keuntungan merupakan pelindung modal. Kemudian bila kerugian melebihi keuntungan, baru diambil dari pokok modal.

5. Pertumbuhan PDB Produk Domestik Bruto a.