Moneter uts ekonomi moneter islam

Vega Camelia Mohani
125030300111009
Moneter Internasional (UTS)

Kebijakan moneter di suatu negara tentulah berbeda, implikasi dari perbedaan itulah
membuat banyak sekali perbedaan keadaan moneter di berbagai negara. Terminoligi
kebijakan moneter terbagi atas dua yaitu implikasi dan makroekonomi moneter. Pada
implementasinya, kebijakan moneter memiliki tiga elemen yaitu pemilihan sasaran
operasional untuk dikontrol oleh bank sentral dengan menggunakan instrument kebijakan
moneter, kerangka kerja operasional yang memperbolehkan bank sentral untuk mengontrol
sasaran operasional yang dipilih dan instrument kebijakan moneter merupakan alat yang
digunakan untuk mencapai target operasional. Dicontohkan The Fed, sasaran operasional
yang dipilih adalah cadangan bebas, kondisi pasar uang, cadangan pinjaman dan noncadangan pinjaman.
Makroekonomi moneter memiliki dua elemen model yaitu mekanisme transmis
dimana sasaran operasional, variable indicator merupakan variable yang pada momen tertentu
dapat diamati serta mengandung infomasi yang bernilai, dan target menengah yaitu variable
yang dapat dikontrol pada waktu yang tepat dan beralasan tepat pula, serta paling tidak bisa
diprediksi kesatibalannya dengan kebijakan moneter, berkaitan satu sama lain dan
menyesuaikan sasaran operasional dengan menggunakan pengaruh dari target menegah
dan/atau target akhir yang merupakan tujuan utama yang diincar dari bank sentral dengan
menggunakan informasi dan komunikasi ke public. The ECB pada contohnya mempunyai

tujuan primer untuk menjaga stabilitas harga. Sedangkan The Fed berupaya untuk
menumbuhkan ekonomi, potensi ekonomi, merendahkan tingkat pengangguran, menstabilkan
harga dan suku bunga lunak jangka panjang. Lain pula dengan The Bank of England, Bank
ini berupaya untuk menjaga stabilitas harga, mendukung kebijakan ekonomi kerajaan serta
pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat pengangguran.
Pada tahun-tahun sebelum tahun 1914, semua negara sedang mengalami masa peralihan
dengan menggunakan metal. Kebijakan moneter yang digunakan di berbagai negara yaitu
suku bunga bank yang merupakan sasaran operasional dari kebijakan moneter yang berjangka
waktu pendek. Pada saat itu, suku bunga bank The Bank of England mendiskonkan
permintaan draft kelas satu; suku bunga itu didasarkan pada fasilitas pinjaman yang
ditawarkan di pasar
Henry Thornton yang merupakan teoris kebijakan moneter sebelum abad kedua puluh
menyatakan suku bunga bank merupakan cara yang efektif dan memadai yang harus
mengikuti suku bunga rill dari modal untuk dapat mengekspansikan uang dan mengontrol
inflasi. Konsep ini juga disebut dengan rate of mercantile profit. Dibawah stabilitas harga,,
suku bunga uang harus merespon bunga rill yang diimplikasi pada arbritase sederhana dan

Vega Camelia Mohani
125030300111009
Moneter Internasional (UTS)


logis dan digambarkan pada sebuah diagaram kerangka kerja transmisi mekanisme yang
berasarkan pada perbandingan antara suku bunga uang dan barang-barang modal oleh
ekonomis moneter pada tahun 1900an.
Pada abad ke-18 dan ke-19 terjadi perdebatan di pasar keuangan London dimana The
Bank of England dapat mengatur suku bunga bank seperti yang dikehendaki dan terdapatnya
hubungan suku bunga bank dan suku bunga pasar. Ketika dua pemasalahan tadi dapat
terjawab, bank sentral harusbertanggung jawab atas suku bunga pasar jangka pendek.
Seringkali The Bank of England menyangkal hal tersebut yang berdampak pada dua
implikasi kunci. Pertama, penyangkalan akan menyebabkan perkembangan suku bunga
jangka pendek seperti dampak finansial langsung dan ketidakseimbangan ekonomi yang
muncul dari ketidakmadainya tingkat suku bunga. Kedua, bank sentral harus mengakui untuk
mengontrol sesuatu berupa harga
Sifat yang melekat pada ketidakstabilan pasar uang ketika ditinggal oleh pbank sentral
merupakan hasil kombinasi dari volatilitas ketidakelastisnya penawaran simpanan bank
sentral dengan suku bunga rendah dalam jangka waktu pendek dan keelastisnya permintaan
simpanan pada pasar uang. Hal tersebut menyebabkan suatu kondisi eksogen terhadap pasar
uang. Apabila hal tersebut tidak dinetralisasikan maka akan terjadi lonjakan baik itu rendah
ataupun sangat tinggi dalam jangka pendek.
Perbedaan faktor likuiditas autonom dan variabelnya yang mengungkapkan bahwa

padangan terhadap kebiakan moneter. Dibawah standar emas, perkembangan neraca bank
sentral, simpanan emas dapat mengindikasikan pandangan yang layak sejak tujuan utama dari
bank sentral yaitu menjaga konevrtabilitas emas menjadi mata uang. Meskipun begitu, akan
ada suatu kondisi emas akan habis baik itu secara internal yang merupakan bank sentral telah
memikirkan faktor likuiditas autonom dengan tidak menyesuaikan antara simpanan emas
dengan suku bunga bank dan kondisi eksernal yaitu ancaman potensial terhadap
konvertabilitas mungkin terjawab dengan adanya perubahan kebijakan monter.
Pada pertengahan tahun pertama abad ke-19, The Bank of England mengalami dua kali
krisis di tahun 1825 dan 1847, langkah untuk menindaklanjuti krisis tersebut dengan menolak
pinajaman dalam kondisi apapun kecuali kebutuhan mata uang karena terjadi kepanikan
finansial, sehingga tidak terjadi kehancuran/kegagalan ketika memasuki pertengahan tahun
kedua di abad ke-19. Pada tahun 1914, The Fed mengatur The US Federal Reserves System
untuk memecahkan permasalahan krisis likuiditas dan krisis sektor perbankan.
Pada tahun 1911 muncul sebuah teori yang dipopulerkan oleh Irving Fisher mengenai
teori kuantitas uang yang diawali dari ‘equation of exchange’. Persamaan tersebut

Vega Camelia Mohani
125030300111009
Moneter Internasional (UTS)


memasukkan nilai barang-barang yang ditransaksikan dengan total uang yang diserahkan
ketika transaskisi. Selain itu, pada tahun 1920, teori money multiplier yang dikemukakan oleh
C. A. Philips merupakan poin pelengkap dari persamaan Fisher karena dapat dikaitkan
dengan implementasi kebijakan moneter dengan membangun jembatan antara agregat
moneter yang luas dengan neraca ban sentral. Dengan mengontrol agregat moneter, bank
sentral dapat mengontrol harga dan pengaruh kegiatan ekonomi.
Dari kedua teori yang telah dipopulerkan oleh Fisher dan Philips merupakan hasil
inspirasi interpretasi dari pengalaman Fed sebelumnya, sebuah literatur Amerika Serikat yang
menganalisis tentang kebijakan moneter ekonomi makro secara kuantitatif mentransmisikan
dari operasi pasar terbuka menjadi agregat ekonomi makro dengan jangka waktu yang
terbatas. Pada tahun 1930 berpendapat bahwa doktrin ortodoks dari Bank of England
sebenarnya tidak jauh berbeda dari pandangan utama dari bank sentral sekarang sebagai
identitas neraca bank sentral. Menurut Keynes, seharusnya terjadi perubahan kebutuhan
simpanan yang harusnya digunakan sebagai instrument kebijakan moneter seperti yang
diterapkan oleh The Fed dan Bundesbank di tahun 1970an. Dari seluruh karya ilmiah yang
dipublikasikan di Amerika Serikat pada tahun 1930an mempunyai topik mengenai kondisi
moneter Amerika Serikat yang fokus terhadap jumlah implementasi kebijakan moneter
sebelum perkembangan moneter di tahun 1950an dan 1960an. Tingkat simpanan yang
berlebihan di The Fed selama tahun Great Deppression menarik perhatian pakar moneter
dengan munculnya sejumlah pertanyaan mengapa bank tidak menggunakan simpanan

berlebihan tersebut untuk ekspansi moneter.
Pendekatan Friedman di tahun 1960 mengenai implementasi monetarisme pada
kebijakan moneter dimana kemungkinan untuk mengontrol basis moneter, stabilitas money
multiplier dan asumsi penargetan moneter merupakan strategi kebijakan moneter yang tepat.
Mirip dengan pernyataan Friedman, di tahun 1963, Friedman dan Schwatz mengkritik
kebijakan Fed tahun 1930an, di tahun 1932 Fed merasa bahwa akan adanya ancaman akan
habisnya jumlah emas terutama di Perancis padahal pada saat yang sama terjadi penarikan
besar-besaran oleh publilk. Berdasarkan pendapat itu, tingkat diskonto akan tidak mungkin
efektif sehingga mereka mengusulkan penurunan suku bunga antar bank dengan suntikan
pinjaman. Berdasarkan pendekatan Fed terhadap implementasi kebijakan monter di tahun
1950an dan 1960an, sebuah pendapat ang dikemukakan oleh Mishkin menjelaskan dengan
mengontrol suku bunga akan membawa situasi pro-siklikal terhadap kebijakan moneter.
Dengan demikian Meltzer di tahun 2003, menyutujui pandangan Friedman dengan

Vega Camelia Mohani
125030300111009
Moneter Internasional (UTS)

merangkum kebijakan monter dengan mengharuskan perlu dipelajari semua aspek dasar
monter.

Pada tahun 1970, model Poole muncul yang memasukkan kuantitas kontrol dengan
kontrol suku bunga kebijakan moneter. Sebenarnya pernyataan tersebut telah muncul
semenjak awal abad ke-19 dan di tahun 1950an dan 1960an dipertanyakan kembali. Poole
menggabungkan ketiga konsep perbedaan praktis bank sentral: instrument kebijakan monter,
sasaran operasional dan konsep sasaran penengah dari kebiajakn moneter. Namun, model ini
sering dikatakan tdak layak untuk menemukan solusi terhadap pemilihan sasaran operasional
dan kejelasan pengembalian suku bunga sebagai sasaran operasional di 1960an sebelum
adanya model Poole. Hal ini disebabkan karena Poole menggabungkan tiga konsep yang
berbeda: suku bunga jangka panjang dan jangka pendek, jumlah simpanan pasar dan agregat
moneter, dan kepanikan ekonomi makro dan kepanikan simpanan pasar.
Pada

akhir

tahun

1990an,

muncul


pakar-pakar

ekonomi

moneter

yang

mengimplementasikan model kebijakan moneter dengan menggunakan suku bunga atau
menggabungkan model ekonomi makro dengan asumsi mekanisme transmisi dimulai dari
suku bunga jangka pendek dari bank sentral. Model Poole selanjutnya disederhanakan oleh
Woodford, dimana memasukkan alat penolong dalam analisis ekonomi yang belum
digunakan 100 tahun lalu. Terdapat empat elemen berbeda dalam model yang dibuat oleh
Woodford yaitu menyediakan bagaimanaperan model pendekatan baru sebagai sasaran
operasional sekaligus model ekonomi makro, aturan Taylor yang mengenai bagaimana level
sasaran operasional jangka pendek diatur, isu kontrol kurva yield dijelaskan secara singkat
dan pemilihan sasaran operasional ketika terdapat kasus jebakan deflasi.
Kasus jebakan deflasi pernah dirasakan oleh Jpeang di awal tahun 1990an ketika terjadi
pelonjakkan di pasar Jepang, penurunan target suku bunga terus menerus tidak membantu
menghidupkan ekonomi dan akhirnya pengaturan taget suku bunga hingga titik nol mencegah

pelaksanaan kebijakan moneter yang cukup longer, padahal tingkat harga menurun dari tahun
ke tahun. Akhirnya Bank of Japan dipaksa untuk mencari sasaran operasional untuk
mengimbangi suku bunga nol. Semenjak tahun 2001, Jepang seringkali menaikkan cadangan
simpanannya. Jepang mencari jalan lain untuk memecahkan permasalahannya dengan cara
menggunakan sasaran operasional kuantitatif lagi karena argument yang melawan teori
tersebut tidak berlaku lagi di bawah asumsi bahwa pasar menyisakan kelebihan cadangan
sehingga suku bunga jangka pendek menjadi nol dan walaupun masih belum jelas atas
kepastian kelebihan simpanan seharusnya menolong negara terbebaskan dari jebakan deflasi,
paling tidak hal tersebut tidak menyebabkan adanya kerugian.

Vega Camelia Mohani
125030300111009
Moneter Internasional (UTS)

Dari kasus yang dialami Jepang, banyak bermunculan pakar-pakar yang menawarkan
jalan keluar dari jebakan deflasi. Beberapa pakar merekomendasikan untuk mengekspansi
dasar-dasar moneter yang mungkin sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Bank of Japan
dalam beberapa tahun terakhir walaupun tidak cukup kuat untuk dijadikan jalan keluar. Pakar
lain juga menyarankan untuk membeli bond jangka pendek dan mengurangi suku bunga
jangka panjang yang dapat menstimulasikan ekonomi. Selain itu, rekomendasi lain juga

diberikan oleh pakar lain yaitu penetaoan pajak atas mata uang untuk menghilangkan suku
bunga senilai nol atau dibawahnya. Pada tahun 2003, Svensson merekomendasikan
‘foolproof way’ untuk keluar dari jebakan deflasi yang terdiri dari mengumumkan dan
mengimplementaskan: sasaran harga atas-miring yang ingin dicapai, pagu mata uang yang
terdepresiasi dan merangkak, dan strategi keluar dalam bentuk meninggkalkan pagu mata
uang untuk mendukung target inflasi atau tingkat harga ketika telah dicapai.