Latar Belakang Masalah Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pertumbuhan Balita Usia 2-4 Tahun di Kelurahan Salaman Mloyo Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang.

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap orang tua tentu berkeinginan agar anaknya mengalami masa tumbuh kembang yang optimal, dimana pencapaian pertumbuhan dan perkembangan yang terbaik sesuai dengan potensi genetik yang ada pada anak tersebut. Hal ini dapat tercapai apabila kebutuhan dasar anak asah, asih, asuh terpenuhi. Kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi mencakup iman dan taqwa, perhatian, kasih sayang, gizi, kesehatan, penghargaan, pengasuhan, rasa aman perlindungan, partisipasi, simulasi, dan pendidikan. Kebutuhan dasar tersebut harus dipenuhi sejak dini, bahkan sejak bayi berada dalam kandungan Aziz Alimul, 2005:37. Masalah gizi, khususnya pada balita, menjadi masalah besar karena berkaitan erat dengan indikator kesehatan umum seperti tingginya angka kesakitan serta angka kematian bayi dan balita. Masalah kekurangan gizi sangat umum terjadi pada anak-anak terutama pada balita, dikarenakan balita sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif banyak dan kualitas yang lebih tinggi. Kelompok balita juga termasuk kelompok rentan gizi yaitu kelompok masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi bila suatu masyarakat kekurangan penyediaan bahan makanan Achmad Djaeni, 1999:32. Aspek pertumbuhan dan perkembangan pada balita sekarang ini adalah salah satu aspek yang diperhatikan secara serius oleh para ahli 2 kesehatan, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik secara fisik maupun psikososial. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik anatomi dan struktur tubuh IDAI, 2002. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur IDAI, 2002. Untuk mengetahui bagaimana pola tumbuh kembang anak, harus diukur tinggi badannya secara berkala sekurang-kurangnya setahun sekali. Bagi Puskesmas atau Posyandu diharapkan tidak hanya menimbang berat anak, tetapi juga mengukur untuk dinilai apakah normal pertumbuhannya. Dengan begitu orangtua yang menemui kejanggalan dapat segera berkonsultasi dengan dokter Elizabeth Tara, 2004:40. Berdasarkan pengelompokkan prevalensi gizi kurang Organisasi Kesehatan Dunia WHO, Indonesia tahun 2004 tergolong sebagai negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita Indonesia 28,47 termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk. Keadaan gizi buruk di Jawa Tengah naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 sebesar 1,03 dari jumlah penduduk, tahun 2006 yaitu 9163 balita dan tahun 2007 terjadi peningkatan sebanyak 15.980 balita atau 2,10 . Menurut Tim Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi SKPG mengungkapkan bahwa 80 anak balita di kota Semarang rentan menderita gizi buruk. Tatik Suyarti mengemukakan, berat badan 80 anak balita itu di bawah normal atau sering disebut di bawah garis merah BGM. Dia pun mengungkapkan dari 121.215 balita di Kota Semarang, 776 diantaranya atau 0,64 berat badannya di bawah garis merah. Dari 776 balita, 3 80 diantaranya paling rentan menderita gizi buruk dengan indikasinya berat badan jauh dari rata-rata Nasrin Kodim, 2004. Alasan dilakukan penelitian di Kelurahan Salaman Mloyo Kecamatan Semarang Barat adalah mengacu pada data yang terkumpul dari Posyandu yang berada di 6 RW Kelurahan Salaman Mloyo pada bulan April 2008 bahwa tercatat 90 balita 39 status gizinya berada di bawah garis merah BGM. Dari catatan masing-masing Posyandu, 90 balita tersebut kemudian mendapatkan bantuan asupan gizi berupa susu dan makanan biskuit dari BKM Bantuan Kesejahteraan Masyarakat “ Puspa Sejahtera”. Bantuan berupa asupan gizi, susu dan makanan biskuit dirasa sangat membantu bagi Ibu-Ibu yang tingkat ekonominya tergolong rendah, serta mengantisipasi agar status gizi balita tidak menjadi buruk. Deteksi pertumbuhan dimulai dengan cara pengukuran dan penggunaan kurva pertumbuhan yang baku standard. Diharapkan, dengan menilai pola pertumbuhan serta melakukan beberapa analisis serta pemeriksaan tertentu,dapat dibedakan apakah gangguan pertumbuhan tersebut patologis atau bukan. Naik turunnya jumlah balita yang menderita hambatan pertumbuhan di suatu daerah dapat segera terlihat dalam jangka waktu pendek bulan dan dapat segera diteliti lebih jauh apa sebabnya dan dibuat rancangan untuk di ambil tindakan penanggulangannya secepat mungkin Achmad Djaeni, 1999:38. Untuk itu peneliti ingin meneliti ”Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pertumbuhan Balita Usia 2-4 Tahun di Kelurahan Salaman Mloyo Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang”. 4

1.2 Rumusan Masalah