T MTK 1302543 Chapter1

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia selalu berinovasi dan membuat perubahan dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu. Salah satu aspek yang selalu mengalami perubahan adalah kurikulum. Kurikulum 2013 saat ini mulai diterapkan di sekolah. Penerapan kurikulum ini tentu dilakukan secara bertahap. Ada banyak komponen yang melekat pada kurikulum 2013. Hal yang paling menonjol adalah pendekatan dan strategi pembelajarannya.

Pendekatan dalam kurikulum 2013 adalah pendekatan scientific, yang meliputi: mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), dan membentuk jaringan (networking). Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap (afektif), keterampilan (psikomotor) dan pengetahuan (kognitif). Kompetensi lulusan kurikulum 2013 adalah adanya peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Dalam proses pembelajaran matematika, terdapat lima kemampuan standar yang harus dimiliki siswa, diantaranya adalah belajar untuk bernalar (mathematical reasoning) dan belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection), (NCTM, 2000). Kemampuan penalaran dan kemampuan koneksi akan memberikan kontribusi positif kepada siswa dalam membuat hubungan atau mengaitkan beberapa informasi untuk menarik suatu kesimpulan terhadap masalah yang diberikan.

Kemampuan menalar dalam kurikulum 2013 merujuk pada koneksi antara entitas konseptual sebagai hasil dari kesamaan pikiran atau kedekatan dalam ruang waktu. Menalar dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana yang disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 (Hosnan, 2014),


(2)

adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan, baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut.

Siswa yang memiliki kemampuan penalaran mampu mengajukan dugaan, melakukan manipulasi matematika, menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, memeriksa keshahihan argument serta menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Siswa yang tidak memiliki kemampuan penalaran matematis tentunya akan sulit dalam menarik suatu kesimpulan terhadap permasalahan yang diberikan.

Ball, Lewis & Thamel (Riyanto, 2011) bahwa “mathematical reasoning is the foundation for the construction of mathematical knowledge”. Hal ini berarti

penalaran matematika adalah fondasi untuk mendapatkan atau menkonstruk pengetahuan matematika. Selanjutnya Jhonson dan Rising (Riyanto, 2011)

menyatakan bahwa “mathematics is a creation of the human mind,concened primarily with idea processes and reasoning”. Ini berarti bahwa matematika

merupakan kreasi pemikiran manusia yang pada intinya berkait dengan ide-ide, proses-proses dan penalaran.

Wahyudin mengungkapkan bahwa penalaran menawarkan cara-cara yang tangguh untuk membangun dan mengekspresikan gagasan-gagasan tentang beragam fenomena yang luas. Menurut Sumarmo salah satu aktivitas yang diperlukan dalam meningkatkan kemampuan penalaran adalah pemberian pengaplikasian konsep ke dalam konsep matematika yang lain, sehingga siswa lebih memahami interelasi antar konsep-konsep yang mereka pelajari (Widyasari, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan penalaran diperlukan juga adanya kemampuan koneksi siswa

Koneksi matematis diilhami oleh karena ilmu matematika tidaklah terpartisi dalam berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika


(3)

selain matematika dan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan. Tanpa koneksi matematika maka siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan prosedur matematika yang saling terpisah (NCTM, 2000).

Menurut Sumarmo (2012) dalam belajar matematika siswa dituntut memahami koneksi antara ide-ide matematik dan antar matematik dan bidang studi lainnya. Ketika siswa sudah mampu melakukan koneksi antara beberapa ide matematik, maka siswa akan memahami setiap materi matematika dengan lebih dalam dan baik. Oleh karena itu, kemampuan koneksi matematik ini sangat diperlukan oleh siswa sejak dini karena melalui koneksi matematik maka pandangan dan pengetahuan siswa akan semakin luas terhadap matematika sebab semua yang terjadi di kehidupan sehari-hari maupun materi yang dipelajari saling berhubungan. Dengan kemampuan koneksi matematik siswa tidak diberatkan dengan konsep matematika yang begitu banyak, karena siswa mempelajari matematika dengan mengaitkan konsep baru dengan konsep lama yang sudah dipelajarinya.

Untuk meningkatkan kemampuan koneksi siswa dalam matematika bukanlah suatu hal yang mudah karena kemampuan untuk mengkoneksikan dalam matematika dilakukan secara individual. Setiap peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengkoneksikan hubungan dalam matematika. Namun demikian peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa perlu diupayakan dan dicarikan suatu alternatif untuk membantu guru didalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa.

Untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa, tentunya tidak terlepas dari upaya pembelajaran di sekolah. Telah diterapkan berbagai model pembelajaran yang berpusat pada siswa memiliki peran tinggi pada keaktifan siswa, misalnya melalui pembentukan kelompok belajar. Selain itu, berbagai penelitian-penelitian juga telah dilaksanakan mahasiswa dalam upaya penyelesaian studi akhir dan sebagai inovasi pembelajaran, namun ternyata dampaknya terhadap kemampuan koneksi dan kemampuan penalaran matematis siswa masih belum mengalami perkembangan yang pesat.


(4)

Penelitian yang dilakukan Priatni (Riyanto, 2011) menemukan kualitas kemampuan penalaran dan pemahaman matematika siswa belum memuaskan, yaitu masing-masing sekitar 49 % dan 50 % dari skor ideal. Putri (2013) melaporkan bahwa hasil rata-rata skor postes kemampuan penalaran matematis sswa SMP melalui pembelajaran matematika realistik sebesar 48.17% dari skor ideal. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Yenni (2012) pada MTS Berbasis Pesantren, dalam kesimpulannya dijelaskan bahwa tidak semua indikator dalam penalaran dapat ditingkatkan. Kemampuan yang dapat ditingkatkan secara maksimal adalah melaksanakan perhitungan atau proses matematika berdasarkan aturan.

Tidak hanya kemampuan penalaran yang masih kurang dalam pencapaian dan peningkatannya, kemampuan koneksi pun mengalami hal yang serupa. Dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Ruspiani (2000), yang mengungkapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi siswa menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematik dengan bidang studi lain dan 37,3% untuk koneksi matematik dengan kehidupan keseharian. Ini menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematik siswa sangat rendah diukur dari tiga aspek koneksi dalam matematika. Hal senada juga diungkapkan oleh Nasir (Kurniawan, 2011) yang menyatakan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi siswa sekolah menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor ideal 86, yaitu sekitar 46,2% untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 59,9% untuk koneksi dengan bidang studi lain, dan 67,3% untuk koneksi dengan kehidupan keseharian.

Sejalan dengan penelitian Ruspiani dan Natsir, Lestari (2013) menyatakan bahwa nilai N-gain terendah terletak pada indikator mencari dan memahami hubungan antar konsep atau aturan matematika,dimana nilai rata-rata N-gain

kedua kelas berada pada kategori sedang. Rendahnya tingkat kemampuan koneksi antar topik ini dikarenakan banyaknya topik matematika yang harus dikaitkan dengan penyelesaian soal sehingga memerlukan jangkauan pemikiran yang tinggi.


(5)

Selain kemampuan penalaran dan koneksi matematis juga diperlukan sikap positif yang harus dimiliki oleh siswa, diantaranya adalah menyenangi matematika, menghargai keindahan matematika, memiliki keingintahuan yang tinggi dan senang belajar matematika. Dengan sikap yang demikian, siswa diharapkan dapat terus mengembangkan kemampuan matematika, menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya, dan dapat mengembangkan disposisi matematis.

Disposisi matematis merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan belajar matematika siswa. Siswa memerlukan disposisi matematis untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik dalam belajar matematika. Sumarmo (2011) menyatakan bahwa pemilikan disposisi belajar yang tinggi pada individu, akan membentuk individu yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, memiliki motif berprestasi yang tinggi, serta membantu individu mencapai hasil terbaiknya.

Sugilar (2013), melaporkan bahwa disposisi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematika melalui pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional. Disposisi matematik kelas eksperimen termasuk pada kategori sedang sedangkan kelas kontrol termasuk kategori sangat rendah.

Oleh karena itu, pengembangan disposisi matematis menjadi keniscayaan. Kelak, siswa belum tentu memanfaatkan semua materi matematika yang mereka pelajari. Namun, dapat dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi positif untuk menghadapi situasi problematis dalam kehidupan mereka. Kesuksesan individu sangat ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan. Kebiasaan-kebiasaan positif yang dilakukan secara konsisten berpotensi dapat membentuk kemampuan-kemampuan positif. Disposisi siswa terhadap matematika tampak ketika siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun, pantang putus asa, merasa tertantang, memiliki kemauan untuk mencari cara lain dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah dilakukan.


(6)

Menyikapi permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan, maka sebaiknya diperlukan pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa serta rasa senang terhadap matematika. Penelitian-penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa pembelajaran inovatif lebih baik daripada pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan matematis siswa. Pembelajaran inovatif dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam belajar, sehingga dapat mengungkapkan potensi kecerdasan, sikap dan keterampilan. Oleh karena itu, diharapkan guru dapat menerapkan pembelajaran inovatif dalam proses belajar mengajarnya.

Menurut Ruseffendi (1998) salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru matematika adalah mampu mendemosntrasikan dalam penerapan macam-macam metode dan teknik mengajar dalam bidang yang diajarkan. Banyak teknik, strategi dan model pembelajaran yang dapat diiterapkan oleh guru. Salah satunya adalah model pembelajaran penemuan (discovery learning).

Pada discovery learning siswa didorong untuk belajar secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip. Sund (Suriadi, 2006) mengungkapkan bahwa penemuan ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Diharapkan, jika siswa secara aktif terlibat didalam menemukan suatu prinsip dasar sendiri, Ia akan memahami konsep lebih baik, ingat lama dan akan mampu menggunakannya ke dalam konteks yang lain.

Castronova mengungkapkan bahwa perlu adanya penelitian dengan pembelajaran penemuan sehingga bisa membekali siswa untuk menghadapi tantangan masa depan. Selain itu, Menurut Bell (Hosnan, 2014) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan


(7)

informasi baru. Sehingga pembelajaran penemuan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran, koneksi dan disposisi matematis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Pembelajaran Penemuan untuk Mengembangkan Kemampuan Penalaran, Koneksi dan DisposisiMatematis Siswa SMP”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah “apakah pembelajaran penemuan dapat mengembangkan kemampuan penalaran, koneksi dan disposisi

matematis siswa SMP?”. Selanjutnya berdasarkan rumusan masalah tersebut dijabarkan beberapa pertanyaan sebagai berikut.

1) Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori jika ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa?

2) Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori jika ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa?

3) Apakah disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori jika ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah?

4) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap pencapaian kemampuan penalaran, koneksi, dan disposisi matematis siswa?

5) Apakah terdapat asosiasi antar (a) kemampuan penalaran matematis dengan kemampuan koneksi matematis; (b) kemampuan penalaran matematis dengan disposisi matematis; dan (c) kemampuan koneksi matematis dan disposisi matematis?


(8)

7) Kesulitan apa yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan penalaran dan koneksi matematis?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, tujuan penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengkaji perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan

penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan dan ekspositori ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa.

2) Untuk mengkaji perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan koneksi

matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan dan ekspositori ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa. 3) Untuk mengkaji disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran

penemuan dan ekspositori ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa.

4) Untuk menelaah apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran, koneksi, dan disposisi matematis siwa.

5) Untuk menelaah apakah terdapat asosiasi antar (a) kemampuan penalaran matematis dengan kemampuan koneksi matematis; (b) kemampuan penalaran matematis dengan disposisi matematis; dan (c) kemampuan koneksi matematis dan disposisi matematis.

6) Untuk mendeskripsikan gambaran kegiatan siswa selama pembelajaran

penemuan.

7) Untuk mendeskripsikan kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan penalaran dan koneksi matematis.


(9)

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1) Bagi siswa, diharapkan melalui pembelajaran penemuan dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan penalaran, koneksi dan disposisi matematis siswa.

2) Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam rangka memilih pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan penalaran, koneksi, dan disposisi matematis siswa serta memperbaiki kualitas pembelajaran.

3) Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan untuk berkembang ke ruang lingkup yang lebih luas.

4) Bagi dunia pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam rangka memperkaya khasanah pembelajaran matematika.


(1)

Penelitian yang dilakukan Priatni (Riyanto, 2011) menemukan kualitas kemampuan penalaran dan pemahaman matematika siswa belum memuaskan, yaitu masing-masing sekitar 49 % dan 50 % dari skor ideal. Putri (2013) melaporkan bahwa hasil rata-rata skor postes kemampuan penalaran matematis sswa SMP melalui pembelajaran matematika realistik sebesar 48.17% dari skor ideal. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Yenni (2012) pada MTS Berbasis Pesantren, dalam kesimpulannya dijelaskan bahwa tidak semua indikator dalam penalaran dapat ditingkatkan. Kemampuan yang dapat ditingkatkan secara maksimal adalah melaksanakan perhitungan atau proses matematika berdasarkan aturan.

Tidak hanya kemampuan penalaran yang masih kurang dalam pencapaian dan peningkatannya, kemampuan koneksi pun mengalami hal yang serupa. Dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Ruspiani (2000), yang mengungkapkan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi siswa menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematik dengan bidang studi lain dan 37,3% untuk koneksi matematik dengan kehidupan keseharian. Ini menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematik siswa sangat rendah diukur dari tiga aspek koneksi dalam matematika. Hal senada juga diungkapkan oleh Nasir (Kurniawan, 2011) yang menyatakan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi siswa sekolah menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor ideal 86, yaitu sekitar 46,2% untuk koneksi matematik dengan pokok bahasan lain, 59,9% untuk koneksi dengan bidang studi lain, dan 67,3% untuk koneksi dengan kehidupan keseharian.

Sejalan dengan penelitian Ruspiani dan Natsir, Lestari (2013) menyatakan bahwa nilai N-gain terendah terletak pada indikator mencari dan memahami hubungan antar konsep atau aturan matematika,dimana nilai rata-rata N-gain kedua kelas berada pada kategori sedang. Rendahnya tingkat kemampuan koneksi antar topik ini dikarenakan banyaknya topik matematika yang harus dikaitkan dengan penyelesaian soal sehingga memerlukan jangkauan pemikiran yang tinggi.


(2)

Selain kemampuan penalaran dan koneksi matematis juga diperlukan sikap positif yang harus dimiliki oleh siswa, diantaranya adalah menyenangi matematika, menghargai keindahan matematika, memiliki keingintahuan yang tinggi dan senang belajar matematika. Dengan sikap yang demikian, siswa diharapkan dapat terus mengembangkan kemampuan matematika, menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya, dan dapat mengembangkan disposisi matematis.

Disposisi matematis merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan belajar matematika siswa. Siswa memerlukan disposisi matematis untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik dalam belajar matematika. Sumarmo (2011) menyatakan bahwa pemilikan disposisi belajar yang tinggi pada individu, akan membentuk individu yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, memiliki motif berprestasi yang tinggi, serta membantu individu mencapai hasil terbaiknya.

Sugilar (2013), melaporkan bahwa disposisi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematika melalui pembelajaran generatif lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional. Disposisi matematik kelas eksperimen termasuk pada kategori sedang sedangkan kelas kontrol termasuk kategori sangat rendah.

Oleh karena itu, pengembangan disposisi matematis menjadi keniscayaan. Kelak, siswa belum tentu memanfaatkan semua materi matematika yang mereka pelajari. Namun, dapat dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi positif untuk menghadapi situasi problematis dalam kehidupan mereka. Kesuksesan individu sangat ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan. Kebiasaan-kebiasaan positif yang dilakukan secara konsisten berpotensi dapat membentuk kemampuan-kemampuan positif. Disposisi siswa terhadap matematika tampak ketika siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun, pantang putus asa, merasa tertantang, memiliki kemauan untuk mencari cara lain dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah dilakukan.


(3)

Menyikapi permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan, maka sebaiknya diperlukan pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa serta rasa senang terhadap matematika. Penelitian-penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa pembelajaran inovatif lebih baik daripada pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan matematis siswa. Pembelajaran inovatif dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam belajar, sehingga dapat mengungkapkan potensi kecerdasan, sikap dan keterampilan. Oleh karena itu, diharapkan guru dapat menerapkan pembelajaran inovatif dalam proses belajar mengajarnya.

Menurut Ruseffendi (1998) salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru matematika adalah mampu mendemosntrasikan dalam penerapan macam-macam metode dan teknik mengajar dalam bidang yang diajarkan. Banyak teknik, strategi dan model pembelajaran yang dapat diiterapkan oleh guru. Salah satunya adalah model pembelajaran penemuan (discovery learning).

Pada discovery learning siswa didorong untuk belajar secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip. Sund (Suriadi, 2006) mengungkapkan bahwa penemuan ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Diharapkan, jika siswa secara aktif terlibat didalam menemukan suatu prinsip dasar sendiri, Ia akan memahami konsep lebih baik, ingat lama dan akan mampu menggunakannya ke dalam konteks yang lain.

Castronova mengungkapkan bahwa perlu adanya penelitian dengan pembelajaran penemuan sehingga bisa membekali siswa untuk menghadapi tantangan masa depan. Selain itu, Menurut Bell (Hosnan, 2014) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan


(4)

informasi baru. Sehingga pembelajaran penemuan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran, koneksi dan disposisi matematis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Pembelajaran Penemuan untuk Mengembangkan Kemampuan Penalaran, Koneksi dan DisposisiMatematis Siswa SMP”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah “apakah pembelajaran penemuan dapat mengembangkan kemampuan penalaran, koneksi dan disposisi matematis siswa SMP?”. Selanjutnya berdasarkan rumusan masalah tersebut dijabarkan beberapa pertanyaan sebagai berikut.

1) Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori jika ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa?

2) Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori jika ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa?

3) Apakah disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori jika ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah?

4) Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap pencapaian kemampuan penalaran, koneksi, dan disposisi matematis siswa?

5) Apakah terdapat asosiasi antar (a) kemampuan penalaran matematis dengan kemampuan koneksi matematis; (b) kemampuan penalaran matematis dengan disposisi matematis; dan (c) kemampuan koneksi matematis dan disposisi matematis?


(5)

7) Kesulitan apa yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan penalaran dan koneksi matematis?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, tujuan penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengkaji perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan dan ekspositori ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa.

2) Untuk mengkaji perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat pembelajaran penemuan dan ekspositori ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa. 3) Untuk mengkaji disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran

penemuan dan ekspositori ditinjau secara (a) keseluruhan dan (b) KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa.

4) Untuk menelaah apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan KAM (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran, koneksi, dan disposisi matematis siwa.

5) Untuk menelaah apakah terdapat asosiasi antar (a) kemampuan penalaran matematis dengan kemampuan koneksi matematis; (b) kemampuan penalaran matematis dengan disposisi matematis; dan (c) kemampuan koneksi matematis dan disposisi matematis.

6) Untuk mendeskripsikan gambaran kegiatan siswa selama pembelajaran penemuan.

7) Untuk mendeskripsikan kesulitan yang dihadapi siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan penalaran dan koneksi matematis.


(6)

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1) Bagi siswa, diharapkan melalui pembelajaran penemuan dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan penalaran, koneksi dan disposisi matematis siswa.

2) Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam rangka memilih pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan penalaran, koneksi, dan disposisi matematis siswa serta memperbaiki kualitas pembelajaran.

3) Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan untuk berkembang ke ruang lingkup yang lebih luas.

4) Bagi dunia pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka memperkaya khasanah pembelajaran matematika.