TAP.COM - KERANGKA ACUAN KERJA (TERMS OF REFERENCE TOR) KEMENTERIAN ... - KKP

KERANGKA ACUAN KERJA
(TERMS OF REFERENCE/TOR)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2017

DOMESTIKASI IKAN HIAS RAINBOW AJAMARU
(Melanotaenia ajamaruensis)

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN
PERIKANAN
DEPOK
2016

KERANGKA ACUAN KERJA
(TERM OF REFERENCE/TOR) KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2017

Kementerian
Negara/Lembaga
Unit Eselon I/II


Program
Hasil (Outcome)
Kegiatan
Indikator Kinerja Kegiatan
Jenis Keluaran (Output)
Volume Keluaran (Output)
Satuan Ukur Keluaran
(Output)

: Kementerian Kelautan dan Perikanan
: Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kelautan dan Perikanan
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Perikanan

: Program Penelitian dan Pengembangan Iptek
Kelautan dan Perikanan
: ( di isi TO)
: Domestikasi Ikan Hias Rainbow Ajamaru
(Melanotaenia ajamaruensis)
:
:
: 1 Paket
: 1. Evaluasi Keragaman Fenotip dan Genotip
Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia
ajamaruensis) Tiga Generasi
2. Uji Ketahanan Ikan Rainbow Ajamaru
(Melanotaenia ajamaruensis) terhadap bakteri
Aeromonas hydrophila.
3. Pola, Kualitas dan Perbaikan Kualitas Warna
Ikan Rainbow Ajamaru
4. Jenis Manajemen Pakan Ikan Rainbow
Ajamaru
5. Padat Tebar Larva dan Benih Ikan Rainbow
Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis)

6. Uji Toleransi Ikan Rainbow Ajamaru
7. Uji Kapasitas Reproduksi Ikan Rainbow
Ajamaru Pada Berbagai Generasi
8. Aplikasi Teknologi Budiaya Rainbow
Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) di
JABODETABEK (Uji Multilokasi)
9. Uji Transportasi Ikan Rainbow Ajamaru
10. Analisa Usaha Budidaya Ikan Rainbow
Ajamaru

2

Dasar Hukum
Dasar hukum tugas fungsi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias (BPPBIH) Depok tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.35/MEN/2011 tanggal 26
September 2011. Sesuai dengan peraturan tersebut BPPBIH Depok
mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan budidaya
ikan hias air tawar, ikan hias air payau, dan ikan hias air laut berdasarkan
lingkungan fisik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BPPBIH Depok

menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan dan evaluasi,
serta laporan;
b. Pelaksanaan penelitian perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias
air payau, dan ikan hias air laut meliputi perbenihan dan genetika,
reproduksi, domestikasi dan pemuliaan sumber daya plasma nutfah
ikan hias, nutrisi dan teknologi pakan, kesehatan ikan, lingkungan, serta
teknologi budidaya ikan hias;
c. Pengembangan teknologi perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan
hias air payau, dan ikan hias air laut;
d. Pelayanan teknis, jasa, informasi, komunikasi, dan kerja sama penelitian
dan pengembangan perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias air
payau, dan ikan hias air laut;
e. Pengelolaan prasarana dan sarana penelitian dan pengembangan; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

3

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL …………………………………………………...


1

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………

2

DAFTAR ISI ……………………………………………………………...

3

1. Evaluasi Keragaman Fenotip dan Genotip Ikan Rainbow Ajamaru
(Melanotaenia ajamaruensis) Tiga Generasi …………………………..
2. Uji Ketahanan Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis)
terhadap bakteri Aeromonas hydrophila ………………………………
3. Pola, Kualitas dan Perbaikan Kualitas Warna Ikan Rainbow Ajamaru...
4. Jenis Manajemen Pakan Ikan Rainbow Ajamaru ……………………...
5. Padat Tebar Larva dan Benih Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia
ajamaruensis)…………………………………......................................
6. Uji Toleransi Ikan Rainbow Ajamaru …………………………………

7. Uji Kapasitas Reproduksi Ikan Rainbow Ajamaru Pada Berbagai
Generasi ………………………………………………………………
8. Aplikasi Teknologi Budiaya Rainbow Ajamaru (Melanotaenia
ajamaruensis) di JABODETABEK (Uji Multilokasi) …………………
9. Uji Transportasi Ikan Rainbow Ajamaru ………………………………
10. Analisa Usaha Budidaya Ikan Rainbow Ajamaru ……………………

4

5
1
23
36
42
57
59
68
77
84


EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE DAN GENOTIPE IKAN
RAINBOW AJAMARU (Melanotaenia ajamaruensis) TIGA GENERASI
Eni Kusrini, Anjang Bangun Prasetio, Media Fitri Isma Nugraha, Melta Rini
Fahmi, Shofihar Sinansari, dan Erma Primanita Hayuningtyas
ABSTRAK
Ikan Rainbow ajamaru (Melanotaenia ajamarunensis) merupakan ikan
endemik yang berasal dari Danau Ajamaru, Papua, sehingga ikan ini termasuk
ikan hias asli Indonesia yang perlu dilestarikan. Selain itu, teknologi pembenihan
ikan reinbow telah dikuasai dan beberapa jenis ikan rainbow seperti rainbow
merah dan boesmani telah berhasil dibududayakan. Oleh karena itu, perlu
diadakan perbaikan sifat-sifat morfologi dari segi kualitas maupun kuantitas.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakter fenotipe dan genotipe dari sumber
daya genetik ikan rainbow ajamaru dilakukan melalui analisis keragaman genetik
menggunakan metode morfometrik dan meristik, RAPD (Radomly Amplified
Polymorphic DNA), serta Mt DNA/sekuensing, terhadap tiga generasi ikan
rainbow ajamaru yaitu G0, G1 dan G2. Sebagai upaya untuk keberlanjutan
budidaya ikan rainbow ajamaru kearah kualitas, sehingga sangat diperlukan
adanya data dan informasi tentang variasi genetik baik secara fenotipe maupun
genotipe sebelum dilakukan program breeding lebih lanjut guna menghasilkan
generasi-generasi hasil budidaya.

Kata Kunci: Fenotip, Genotip, Morfometrik, RAPD, Rainbow ajamaru.

BAB I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) adalah salah satu
ikan hias asli Indonesia dari 95 spesies rainbow yang tersebar di Sulawesi dan
Papua. Ikan rainbow yang termasuk endemik Papua ini yang telah dinyatakan
punah dapat ditemukan kembali tahun 2007 oleh tim ekspedisi Papua di Sungai
Kaliwensi, Sorong, Papua (Kadarusman et. al., 2010). Beberapa jenis ikan
rainbow seperti ikan rainbow boesmani dan kurumoi telah berhasil didomestikasi
dan dikembangbiakan di BPPBIH, Depok.
Ketersediaan ikan rainbow Ajamaru di alam yang juga terbatas perlu
diatasi dengan melakukan budidaya. Usaha budidaya dengan cara persilangan
telah banyak dilakukan agar produksi ikan pelangi meningkat dan bernilai
ekonomis. Potensi ekonomi ikan pelangi berbanding lurus dengan status
5

kepunahannya, sehingga dibutuhkan pengelolaan budidaya yang tepat agar
kelestariannya tetap terjaga.

Sebagai langkah awal agar ikan rainbow Ajamaru bisa dibudidayakan
maka dilakukan domestikasi. Domestikasi merupakan upaya untuk menjinakkan
ikan liar (wild spesies) yang hidup di alam bebas agar terbiasa hidup pada
lingkungan budidaya yang terkontrol, baik pakan maupun habitatnya atau disebut
dengan ikan budidaya (Effendi, 2004; Muslim & Syaifudin (2012).
Pengelolaan budidaya membutuhkan berbagai informasi yang terkait
dengan biologi ikan pelangi, namun pada keyataannya informasi tersebut masih
sedikit, khususnya pada ikan pelangi perot dan ikan pelangi hasil persilangan.
Beberapa informasi yang belum banyak diketahui yaitu, penampilan secara
morfologi, ciri morfometrik dan meristik, serta hubungan panjang-bobot (Afini
et.al., 2014)
Sebagai upaya untuk keberlanjutan budidaya ikan rainbow ajamaru kearah
kualitas, sangat diperlukan adanya data dan informasi tentang variasi genetik baik
secara fenotipe maupun genotipe. Evaluasi karakter genotipe dari sumber daya
genetik ikan rainbow ajamaru dilakukan melalui analisa keragaman genetik
menggunakan metode RAPD (Radomly Amplified Polymorphic DNA) dan Mt
DNA/sekuensing, terhadap tiga generasi ikan rainbow ajamaru yaitu G0, G1 dan
G2. Dari hasil analisa RAPD terhadap tiga generasi ikan rainbow Ajamaru dapat
diperoleh jarak genetik yang menghubungkan ketiganya sehingga dapat dilihat
genetic drift yang dihasilkan dan apakah terjadi inbreeding didalamnya.

Sedangkan karakter fenotipe yang diamati meliputi morfometrik dan meristik.
Pada akhirnya akan diperoleh hubungan korelasi antara karakter genotip dan
karakter fenotip yang ada.

b. Tujuan dan Sasaran
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakter fenotipe dan genotipe
sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru dari tiga generasi (G0, G1, G2).
Sasarannya adalah diperolehnya hubungan jarak genetik dari tiga generasi
ikan rainbow dan menghasilkan hubungan antara karakter fenotip dan genotipe.

6

c.

Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Komoditas Rainbow ajamaru termasuk ikan endmik yang berasal dari

papua yang telah dinyatakan punah akan tetapi ditemukan kembali pada tahun
2007 oleh tim ekpedisi Papua. Ditemukannya kembali rainbow ajamaru sangat
penting untuk mengetahui karakter genetik (fenotipe dan genotipe) yang dimiliki

ikan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi
karakter sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru secara kuantitatif dan
kualitatif, sehingga sangat diperlukan adanya data dan informasi tentang variasi
genetik baik secara fenotipe maupun genotipe sebagai acuan dasar dalam langkah
lebih lanjut program breeding ikan rainbow ajamaru.

BAB II. METODE

A. Karakter Fenotipe
Ikan uji yang digunakan adalah ikan rainbow ajamaru (Melanitaenia
ajamaruensis). Jumlah yang dianalasis untuk karakter fenotipe adalah sebanyak 30
ekor per generasi pada ikan rainbow yang sudah matang gonad pertama.
Sedangkan pada analisis karakter genotipe jumlah sampel yang digunakan adalah
10 sampel.

1.

Morfometrik
Pengukuran morfometrik dilakukan dengan meletakkan ikan uji pada

posisi kepala menghadap kekiri dan sirip dilebarkan. Pengukuran dilakukan
terhadap 30 karakter morfometrik yang ditetapkan menggunakan alat kaliper
berketelitian 0.01 mm.
Karakter morfometrik yang diukur dalam penelitian ini merujuk pada
metode Allen & Cross (1980) dengan beberapa modifikasi dan tambahan yang
dilakukan oleh Musthofa & Kadarini (2012). Ciri-ciri tersebut meliputi, SL =
panjang standar, TL = panjang total, HL = panjang kepala, HD = tinggi kepala,
SNL = panjang moncong, ED = diameter mata, LUJ = panjang rahang atas, LLJ =
panjang rahang bawah, BD = tinggi badan, LCP = panjang batang ekor, DCP =
tinggi batang ekor, PDL1 = panjang sebelum sirip punggung 1, PDL2 = panjang

7

sebelum sirip punggung 2, PVL = panjang sebelum sirip perut, PAL = panjang
sebelum sirip dubur, LDB1 = panjang dasar sirip punggung 1, LDB2 = panjang
dasar sirip punggung 2, LAB = panjang dasar sirip dubur, LPF = panjang sirip
dada, LVF = panjang sirip perut, LCF = panjang sirip ekor, LDF1 = panjang sirip
punggung 1, LDF2 = panjang sirip punggung 2, LAF = panjang sirip dubur,
LMCF = panjang sirip ekor bagian tengah.
2. Meristik
Karakter meristik pada ikan rainbow ajamaru dilakukan untuk mengetahui
jari-jari sirip baik yang terdiri dari durri-duri sirip keras maupun lunak. Karakter
meristik yang diamati meliputi jumlah jari-jari sirip punggung, jumlah jari-jari
sirip dada, jumlah jari-jari sirip perut, jumlah jari-jari sirip dubur, pectoral spine
serrations: rigi-rigi pada sirip dada.

Selain itu dilakukan pula mengamatan

karakter morfologis khusus, yaitu: bentuk process occipital, panjang duri bawah
mata tanpa melakukan analisis osteologi.

B. Karakter Genotipe
1. Ekstraksi DNA
Sampel sirip ikan diekstraksi DNA menggunakan prosedur GeneJET
Genomic DNA Purification Kit. Sirip ikan rainbow ajamaru (M. ajamaruensis)
sebanyak 5-10 mg dihancurkan, ditambahkan 180µL digestion solution, 20µL
proteinase K dan divortex, serta diinkubasi pada suhu 56°C selama 3 jam. Setelah
diinkubasi, sampel divortex kembali selama 15 detik, lalu ditambahkan 200µL
lysis solution divortex, ditambah 400µL etanol absolute (75%), kemudian di
vortex.

Larutan tersebut dipindahkan kedalam mini spin colum, disentrifuge

6500rpm selama 1 menit, cairan pada bagian bawah spin colom dibuang. Spin
columdipindahkanpada tube yang baru, ditambah 500µL wash buffer 1 dan
disentrifuge pada kecepatan 8000 rpm selama 1 menit, larutan pada bagian bawah
tube dibuang. Kemudian 500µL wash buffer 2 ditambahkan dan sentrifuge pada
kecepatan 12000 rpm selama 3 menit. Larutan pada bagian bawah tube dibuang
lalu disentrifuge kembali pada kecepatan 12000rpm selama 1 menit. Bagian
bawah tube dibuang dengan cara melepas spin colum secara hati-hati jangan
sampai bersinggungan dengan cairan bagian bawah colum. Spin colum

8

dipindahkan ke dalam mikrotube 1,5µL yang baru. Selanjutnya ditambahkan
100µL Elution Buffer, diinkubasi 2 menit pada suhu ruang dan disentrifuge pada
kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.
2. Amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) denganmetode RAPD
RAPD atau Randomly amplified polymorphic DNA adalah metode PCR
yang menggunakan single primer yang menempel secara random. Sehingga perlu
dilakukan tahapan screening terhadap beberapa primer yang digunakan. Pada
penelitian ini ada 55 jenis primer yang akan di screening Tabel 1. PCR dilakukan
menggunakan thermocycler gradient (AB) agar suhu annealing bisa diatur sesuai
dengan TM dari masing-masing primer. Program PCR terdiri atas denaturasi awal
pada suhu 94°C selama 2 menit, 35 siklus terdiri atas denaturasi 94°C selama 1
menit, annealing sesuai Temperature Melting primer selama 1 menit,
danextension 72°C selama 2 menit, dan diakhiri dengan 1 siklus extension pada
72°C selama 7 menit. Komposisi pereaksi terdiri atas 12,5 µL Dream taq Master
Mix 2x (Thermo Scientific), 1 µL primer RAPD, 3 µL DNA, dan ditambah
nuclease free water sampai total volume 25 µL.

Tabel 1. Jenis primer RAPD yang digunakan untuk screening sebanyak 55
primer
No

Kode
Primer

Urutan basa (5’–3’)

Panjang
Nukleotida

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

OPA-01
OPA-03
OPA-07
OPA-08
OPA-09
OPA-14
OPA-18
OPB-01
OPB-04
OPB-06
OPB-07
OPB-08
OPB-10
OPB-11

CAGGCCCTTC
AGTCAGCCAC
GAAACGGGTG
GTGACGTAGG
GGGTAACGCC
TCTGTGCTGG
AGGTGACCGT
GTTTCGCTCC
GGACTGGAGT
TGCTCTGCCC
GGTGACGCAG
GTCCACACGG
CTGCTGGGAC
GTAGACCCGT

10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer

9

G+C
(%)
70
60
60
60
70
60
60
60
60
70
70
70
70
60

Temperatur
Melting
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
36,2
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
36,2
Optimasi

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55

OPB-13
OPB-14
OPB-20
OPC-02
OPC-05
OPD-03
OPD-05
OPD-08
OPD-11
OPE-01
OPE-02
OPE-05
OPE-07
OPE-16
OPE-17
OPE-20
OPF-01
OPF-03
OPF-05
OPF-06
OPF-09
OPF-12
OPG-02
OPG-04
OPG-10
OPG-12
OPG-13
OPG-16
OPH-02
OPH-05
OPH-12
OPH-20
OPI-01
OPI-10
OPI-11
OPI-16
OPI-19
OPZ 5
OPZ 9
OPZ 10
OPZ 13

TTCCCCCGCT
TCCGCTCTGG
GGACCCTTAC
GTGAGGCGTC
GATGACCGCC
GTCGCCGTCA
TGAGCGGACA
GTGTGCCCCA
AGCGCCATTG
CCCAAGGTCC
GGTGCGGGAA
TCAGGGAGGT
AGATGCAGCC
GGTGACTGTG
CTACTGCCGT
AACGGTGACC
ACGGATCCTG
CCTGATCACC
CCGAATTCCC
GGGAATTCGG
CCAAGCTTCC
ACGGTACCAG
GGCACTGAGG
AGCGTGTCTG
AGGGCCGTCT
CAGCTCACGA
CTCTCCGCCA
AGCGTCCTCC
TCGGACGTGA
AGTCGTCCCC
ACGCGCATGT
GGGAGACATC
ACCTGGACAC
ACAACGCGAG
ACATGCCGTG
TCTCCGCCCT
AATGCGGGAG
GGCTGCGACA
AGCAGCGCAC
CAAACGTGGG
GGGTCTCGGT

10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer

10

70
70
60
60
70
70
60
70
60
70
70
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
70
60
70
60
70
70
60
70
60
60
60
60
60
70
60
70
70
60
70

Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
41,2
42,5
33,7
38,0

Hasil PCR dilihat melalui tahapan elektroforesis, 10 µL produk PCR yang
sudah mengandung dye dimasukkan dalam sumur elektroforesis pada gel agarose
1,5 % pada media 1X TBE Buffer (Tris Borate EDTA). Running pada voltase
100 V selama 45 menit dengan marker 100bp sebagai standar berat molekul
menggunakan MUPID Gel Electrophoresis Unit. Stainning gel direndam dalam
larutan sybr safe selama 10 menit, lalu dibilas menggunakan akuades.
Selanjutnya hasil PCR di visualisasikan pada UV transiluminator.

BAB III. LUARAN

Keterangan

No Jenis Luaran

3.

Internasional/ bereputasi
Nasional terakreditasi
Paten
Paten sederhana
Hak cipta
Merek dagang
Hak Kekayaan
Rahasia dagang
Intelektual
2)
Desain produk industry
(HKI)
Indikasi geografis
Perlindungan varietas
Perlindungan topografi
i k3) i
d
Teknologi Tepat Guna

4.

Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain

5.

Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)

1.

2.

Publikasi ilmiah1)

2 KTI
-

4)

-

5)

-

BAB IV. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Teknologi budidaya rainbow telah berhasil dikuasai diantaranya komoditas
ikan rainbow kurumoi dan boesmani di Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias Depok. Hasil-hasil yang akan dicapai baik berupa komponen
teknologi maupun produk biologi nantinya dapat digunakan dan disebarkan
kepada pengguna dan pembudidaya secara luas.

Hasil-hasil tersebut dapat

bermanfaat untuk peningkatan produksi ikan hias introduksi secara kualitas dan

11

kuantitas yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya/
masyarakat.

BAB V. BIAYA DAN JADWAL

5.1 Anggaran Biaya
Biaya yang diperlukan untuk survai pengambilan sampel di pembudidaya
dan eksportir serta penyediaan bahan bantu penelitian sebanyak Rp 150.000.000,(terbilang seratus lima puluh juta rupiah).

5.2 Jadwal Penelitian
 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
NO
1.

2.

3.

KEGIATAN
1
Survai
- eksportir
V
Jabodetabek
Pelaksanaan
V
- Koleksi sampel
- Preparasi sampel
- Isolasi
DNA,
PCR
- Analisis fenotipe
- Analisis Data
Pelaporan
- Penyusunan
laporan
- Seminar

2

3

V

V

V

V
V

4

5

V

V

V

V
V

6

7

V

V

8

9

10

V

V

V

V

11

12

V
V

 Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Tahapan
(dirinci sesuai
kegiatan)

Bobot
(%)

Bulan ke –
(diisi secara kumulatif)
1

I Persiapan
Survai lokasi
7,5
Pengadaan bahan 5
kimia
Koleksi sampel
7,5
II Pelaksanaan

2

2,5 2,5

2,5 2,5

3

4

2,5
2,5

2,5

2,5

12

5

6

7

8

9

10

11

12

Preparasi sample
Isolasi
DNA,PCR
Analisis fenotip
Analisis data
III Pelaporan

15
35

5

5
5

5
10
5

20
10

5 10
10
10
Depok,

Desember 2016

Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias

Dr. Idil Ardi, M.Si
NIP.19711229 200212 1 005

REFERENSI

Allen GR, Cross. 1980. Description of Five New Rainbowfishes
(Melanotaeniidae) from New Guinea Rec. West. Aust. Mus 8(3):337-396.
Afini, I., Elfidasari D., Kadarini, T., Musthofa, S.Z., (2014). Analisis Morfometrik
dan Meristik Hasil Persilangan Ikan Pelangi Boesemani (Melanotaenia
boesemani) dan Ikan Pelangi Merah Abnormal (Glossolepis incisus). Unnes
Journal of Life Science. 3 (2), 112-123.
Effendi, I. (2004). Pengantar Akuakultur. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
Kadarusman, Sudarto, Paradis, E., & Pouyaud, L. (2010). Description of
Melanotaenia fasinensis, a new spesies of rainbowfish (Melanotaeniidae)
from West Papua, Indonesia with Comments on The Rediscovery of M.
Ajamaruensis and The Endangered Status of M. parva. Cybium International
Journal of Ichthyology, 34(2), 207-215.
Muslim & Syaifudin, M. (2012). Domestikasi calon induk ikan gabus (Channa
striata) dalam lingkungan budidaya (kolam beton). Majalah Ilmiah Sriwijaya,
21(15), 20-27.
Musthofa S, Kadarini T. 2012. Abnormalitas Morfologi Tubuh Ikan Pelangi
Merah, Glossolepis incices Dari Hasil Budidaya. Seminar Nasional Tahunan
IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan; Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta 1-7.

13

UJI KETAHANAN IKAN RAINBOW AJAMARU
(Melanotaeniaajamaruensis)
TERHADAP BAKTERI Aeromonas hydrophila
Lili Sholichah, Erma Primanita Hayuningtyas, dan Shofihar Sinansari

ABSTRAK
Ikan rainbow ajamaru merupakan ikan hias endemik yang berasal dari
Danau Ajamaru di Papua. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias (BPPBIH) di Depok telah berhasil membudidayakan ikan rainbow jenis lain
yaitu rainbow kurumoi dan akan mendomestikasi rainbow jenis baru dari alam
yaitu ajamaru. Selama pemeliharaan rainbow kurumoi diketahui adanya kendala
serangan penyakit bakterial Aeromonas hydrophila. Penelitian ini dilakukan
dalam skala laboratorium di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias di Depok. Vaksinasi adalah salah satu cara pengendalian penyakit yang
ramah lingkungan. Teknik rendaman dan injeksi dilakukan untuk memasukkan
vaksin ke dalam tubuh ikan uji. Sama halnya dengan vaksinasi langkah uji tantang
juga dilakukan dengan teknik rendaman dan injeksi. Perendaman dilakukan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap yaitu dosis bakteri A. hydrophila (A:
kontrol; B: 107; C: 108; dan D: 109). Ikan uji yang digunakan berukuran 1-2 inchi.
Suntikan intraperitoneal dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (A:
kontrol; B: 104; C: 106; dan D: 108). Ikan uji yang digunakan berukuran 3-4 inchi.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan
ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25 dan 40 L dan diberi pakan pelet
secara ad satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari dan
parameter yang diamati adalah kinerja pertumbuhan (pertumbuhan dan sintasan)
dan respon imun (hematokrit, hemoglobin, aktifitas fagositik, dan jumlah populasi
bakteri A.hydrophila pada organ ginjal).
Kata kunci: Rainbow ajamaru, vaksinasi, uji tantang, Aeromonas hydrophila,
respon imun
BAB I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Ikan pelangi (rainbow) merupakan salah satu ikan hias yang memiliki
warna yang indah seperti pelangi sehingga memiliki nilai estetis dan nilai
ekonomis yang tinggi. Terdapat 65 spesies ikan pelangi yang telah dideskripsi di
kawasan daratan besar New Guinea dan Australia, dan 37 spesies diantaranya
mendiami daratan Papua Indonesia (Sudarto et.al, 2007). Salah satu yang
mempengaruhi kualitas ikan hias adalah adanya infeksi penyakit. Ikan pelangi
sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan habitat aslinya.
14

Ikan merupakan salah satu hewan air yang selalu bersentuhan dengan
lingkungan perairan sehingga mudah terinfeksi patogen melalui air. Bakteri A.
hydrophila merupakan bakteri yang umum ditemukan di perairan dan merupakan
mikroflora normal pada ikan, pada kondisi lingkungan budidaya yang buruk A.
hydrophila menjadi agen penginfeksi sekunder yang bersifat sangat virulen (Joice
et al. 2002). Beberapa jenis bakteri yang umum ditemukan pada ikan hias rainbow
kurumoi yaitu Aeromonas sp., Edwardsiella tarda, Yersinia sp.,Flavobacterium
sp. dan Mycobacterium sp , tetapi infeksi dominan oleh Aeromonas hydrophila
(Sholichah, 2014).
Penyakit bercak merah atau sering disebut dengan penyakit MAS (Motile
Aeromonads Septicemia) disebabkan oleh bakteri A. hydrophila. Infeksi bakteri A.
hydrophila menyebabkan terjadinya pembengkakan jaringan, dropsy, nekrosis,
ulcer, perdarahan (hemorrhagic) sehingga menyebabkan terjadinya kematian yang
tinggi hingga mencapai 90% (Azad et al. 2001). Infeksi MAS menyerang berbagai
ikan budidaya air tawar (Jeney et al. 2009).
Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit pada budidaya
ikan yang ramah lingkungan yang dapat meningkatkan respon imun (sistem
kekebalan tubuh) ikan. Masuknya benda asing termasuk antigen ke dalam tubuh
akan direspons langsung oleh tubuh. Respons tanggap kebal tubuh pada ikan
umumnya hampir sama seperti pada mamalia, tetapi lebih sederhana. Respons
imun yang terdapat pada ikan terdiri dari respons imun non spesifik (innate) dan
respons imun spesifik (adaptive).
Penelitian ketahanan ikan rainbow ajamaru terhadap bakteri Aeromonas
hydrophila bertujuan untuk
b. Tujuan dan Sasaran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan dan dan respon imun
ikan uji rainbow ajamaru terhadap infeksi A.hydrophila.
c.

Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Komoditas Rainbow ajamaru termasuk ikan endemik yang berasal dari

Papua yang telah dinyatakan punah akan tetapi ditemukan kembali pada tahun
2007 oleh tim ekpedisi Papua. Keberadaan penyakit pada ikan merupakan salah
satu kendala dalam budidaya ikan hias rainbow ajamaru. Vaksinasi diharapkan
15

dapat merangsang ketahanan tubuh dan respon imun ikan rainbow ajamaru
sehingga kegiatan budidaya dapat optimal.

BAB II. METODE
Prosedur penelitian dan variabel pengamatan penelitian akan dilakukan sebagai
berikut :
Penyiapan ikan uji dan wadah pemeliharaan
Ikan uji yang digunakan merupakan ikan pelangi ajamaru (Melanotaenia
ajamaruensis) G0 yang endemik Papua. Dua kelompok ukuran ikan yaitu
kelompok benih (1-2 inchi) dan kelompok calon induk (3-4 inchi). Ikan yang
digunakan harus dalam kondisi sehat dan diaklimatisasi selama 14 hari sebelum
diberi perlakuan.
Wadah pemeliharaan ikan berupa kontainer plastik berukuran 25 L dan 40
L yang dilengkapi dengan sistem aerasi pada masing-masing wadah dan sitem
aliran air stagnan untuk mencegah kontaminasi atau infeksi antar wadah
pemeliharaan.
Penyiapan vaksin dan vaksinasi
Vaksin yang akan digunakan adalah vaksin A.hydrophila yang diproduksi
oleh Instalasi Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Ikan (IPPPPI)
yang diberi nama hydrovac. Vaksinasi dilakukan dengan teknik rendaman untuk
kelompok benih ukuran 1-2 inchi dan dengan teknik injeksi untuk kelompok ikan
calon induk ukuran 3-4 inchi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga
kali dan setelah diberi perlakuan ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25
L (benih) dan 40 L (calon induk) lalu diberi pakan pelet secara ad satiation.
Penyiapan bakteri
Isolat bakteri patogen A. hydrophila yang digunakan berasal dari koleksi
Instalasi Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Ikan (IPPPPI),
Depok Indonesia. Bakteri A. hydrophila yang digunakan dikarakterisasi dengan
menggunakan kit API 20E. Bakteri tersebut ditumbuhkan dalam medium TSA
(Tripticase Soy Agar). Satu ose koloni bakteri diambil dan ditumbuhkan dalam
medium TSB (Tripticase Soy Broth) dengan volume 5 mL, selanjutnya diinkubasi

16

dalam waterbath shaker pada suhu 29º C dengan kecepatan 140 rpm selama 24
jam. Kepadatan A. hydrophila yang diperoleh sebesar 10-9 CFU mL-1.
Uji tantang
Uji tantang dengan perendaman
Perendaman dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial
dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu dosis bakteri A. hydrophila (A: kontrol;
B: 107; C: 108; dan D: 109) dan faktor kedua yaitu kepadatan ikan (A: 5 ekor/L; B:
10 ekor/L; dan C: 15 ekor/L). Ikan uji yang digunakan berukuran 1-2 inchi.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan
ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25 L dan diberi pakan pelet secara
ad satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari dan diamati
abnormalitas benih setiap 12 jam selama dua hari (48 jam).
Uji tantang dengan injeksi
Suntikan dilakukan secara intraperitoneal dengan menyuntikkan 0,1 ml per
ekor ikan uji. Bahan yang disuntikkan merupakan perlakuan perbedaan kepadatan
bakteri. Penelitian tahap ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (A: kontrol;
B: 104; C: 106; dan D: 108). Ikan uji yang digunakan berukuran 3-4 inchi. Masingmasing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan ikan
dipelihara di dalam akuarium bervolume 40 L dan diberi pakan pelet secara ad
satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari.
Variabel pengamatan :
Kinerja Pertumbuhan
 Pertumbuhan
SGR %
Keterangan : Wt = Bobot rata-rata ikan ke-t
W0 = Bobot rata-rata ikan ke-0
d = Lama pemeliharaan
 Sintasan
SR %
Keterangan : Nt = jumlah ikan pada akhir pengamatan
No = jumlah ikan pada awal pengamatan

17

Respon Imun
 Hematokrit
Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan.
Kadar hematokrit diukur menurut Anderson dan Siwicki (1995) yaitu
dengan menggunakan tabung mikro hematokrit yang berupa pipa kapiler
berlapis heparin. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan bagian
darah yang mengendap (a) dengan seluruh bagian darah yang ada dalam
tabung mikrohematokrit (b) kadar hematokrit dinyatakan sebagai %
volume padatan sel darah yang dihitung dengan cara :

Keterangan :
He
: Kadar hematokrit (%)
a
: Bagian darah yang mengendap (cm)
b
: Seluruh bagian darah (cm)
 Hemoglobin
Pengukuran kadar Hb dilakukan dengan metode Sahli yang mengkonversi
darah ke dalam bentuk asam hematin setelah darah ditambah dengan asam
klorida. Pertama-tama darah dihisap dengan pipet sahli sampai skala 0,2
ml, bersihkan ujung pipet dengan kertas tisu. Lalu pindahkan darah dalam
pipet ke dalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N sampai skala
10 (merah), homogenkan dan biarkan selama ± 3 menit. Kemudian
aquades ditambahkan ke dalam tabung sampai warna darah dan HCl
tersebut sewarna dengan larutan standar yang ada dalam Hb-meter
tersebut. Skala dibaca dengan melihat permukaan cairan dan dicocokkan
dengan skala tabung Sahli yang dilihat pada skala jalur g% (kuning) yang
menunjukkan banyaknya Hb per 100 ml darah (Wedemeyer dan Yasutake
1977).
 Aktifitas fagositik
Aktivitas fagositik dihitung berdasarkan metode Anderson dan Siwicki
(1993). Darah sebanyak 50 μL dimasukkan ke dalam microtube, kemudian
ditambahkan 50 μL suspensi bakteri Staphylococcus aureus dalam PBS
18

dan dihomogenkan, selanjutnya diinkubasi pada suhu 28 °C selama 20
menit. Selanjutnya dari campuran tersebut diambil sebanyak 5 μL untuk
dibuat preparat ulas. Preparat ini difiksasi dengan metanol selama 5 menit
dan dikeringkan, selanjutnya direndam dalam larutan giemsa selama 15
menit. Preparat tersebut kemudian dicuci dalam air mengalir dan
dikeringkan. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 400x. Aktivitas fagositik dihitung berdasarkan pada persentase
dari 100 sel fagosit yang menunjukkan aktivitas fagositosis. Berikut adalah
rumus untuk menghitung aktivitas fagositik :

 Jumlah kepadatan bakteri A.hyrophila pada organ target
Jumlah kepadatan bakteri A. hydrophila di organ target dihitung dengan
menggunakan metode TPC (Total Plate Count) setelah uji tantang. Organ
target yang diamati adalah ginjal dan hati. Masing-masing organ target
sebanyak 1 gram digerus dan dilarutkan dalam 9 ml PBS steril, di vortex
kemudian dilakukan pengenceran berseri, selanjutnya diambil 50 μl dan
disebar pada media Rhimler Shot (RS medium), kemudian diinkubasi
selama 24 jam setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni yang
tumbuh.
Analisis Data
Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima
perlakuan dan tiga ulangan. Data dianalisis menggunakan ANOVA melalui
program SPSS 16 dengan tingkat selang kepercayaan 95%, jika signifikan maka
akan diuji lanjut dengan uji lanjut Duncan’s.

19

BAB III LUARAN
Keterangan

No Jenis Luaran
1

2

3
4
5

Publikasi
ilmiah1)

Internasional/ bereputasi
Nasional terakreditasi

Paten
Paten sederhana
Hak cipta
Merek dagang
Hak Kekayaan
Rahasia dagang
Intelektual
2)
Desain produk industry
(HKI)
Indikasi geografis
Perlindungan varietas
Perlindungan topografi
sirkuit terpadu
Teknologi Tepat Guna3)
Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain4)
Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)5)

2 KTI
4

BAB IV. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Teknologi budidaya rainbow telah berhasil dikuasai diantaranya komoditas
ikan rainbow kurumoi dan boesmani di Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias Depok. Hasil-hasil yang akan dicapai baik berupa komponen
teknologi maupun produk biologi nantinya dapat digunakan dan disebarkan
kepada pengguna dan pembudidaya secara luas. Hasil-hasil tersebut dapat
bermanfaat untuk peningkatan produksi ikan hias introduksi secara kualitas dan
kuantitas yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya/
masyarakat.

20

BAB V BIAYA DAN JADWAL
a. Anggaran Biaya
b. Jadwal Penelitian
 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
NO
1.
2.

KEGIATAN
Survai
- eksportir Jabodetabek
Pelaksanaan
- Persiapan
ikan,wadah,bakteri,
vaksin
- Vaksinasi

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12

V V V

V V V
V

- Uji tantang
- Perhitungan variabel
pengamatan
respon
imun
- Analisis Data

V

V V V V
V V

Pelaporan

- Penyusunana laporan
- Seminar

V
V

 Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Tahapan
Bobot
Bulan ke – (diisi secara kumulatif)
(dirinci sesuai
(%)
kegiatan)
1 2
3
4
5 6 7 8 9 10 11
I. Persiapan
7,5
2, 2,5 2,5
Survai lokasi
5
Pengadaan bahan
5
2,5 2,5
kimia
Koleksi sampel
7,5
2,5 2,5 2,5
II. Pelaksanaan
Persiapan
15
5
5
5
Vaksinasi
15
5
10
Uji tantang
25
5 5 10 5
I5
Perhitungan respon
imun
5 5 5
10
5
III. Pelaporan

21

12

5

Depok,

Desember 2016

Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias

Dr. Idil Ardi, M.Si
NIP.19711229 200212 1 005

REFERENSI
Anderson DP, Siwicki AK. 1995. Basic Hematology and Serology for Fish Health
Programs. Di dalam : Shariff M, Arthur JR, Subasinghe RP, editor. Fish
Health Section. Asia Fisheries society (eds), Disease in Asian Aquaculture II.
Manila, Philippines. 185-202.
Anderson DP, Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health
programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asian
Aquaculture “Aquatic
Animal
Health
and
the
Evironment”.
Phuket,Thailand.25-29 th October 1993. 17 hlm.
Azad IS, Rajendran KV, Rajan JJS, Vijayan KK, Santiago TC .2001. Virulence
and histopathology of Aeromonas hydrophila (Sah 93) in experimentally
infected tilapia Oreochromis mossambicus (L.). Journal of Aquaculture in the
Tropics.16:265-275
Jeney Z, Riicz T, Thompson KD, Poobalane S, Ard L, Adams A, Jeney G. 2009.
Differences in the antibody responsse and survival of genetically clifferent
varieties of common carp Cyprinus carpio L. vaccinated with a commercial
Aeromonas salmonicida / A. hydrophila vaccine and chalenged with A.
hydrophila. Fish Physiology and Biochemistry. 35: 677 -682.
Joice A, Shankar KM, Mohan CV. 2002. Effect of bacterial biofilm in nursery on
growth, survival and resistance to Aeromonas hydrophila of common carp,
Cyprinus carpio. Journal of Aquaculture in the Tropics 17: 283 – 298.
Sholichah, L., Taukhid., Wibawa, G,S. (2014). Inventarisasi dan identifikasi
patogen potensial yang menginfeksi ikan rainbow (Melanotaenia sp.).
Jurnal Riset Akuakultur. 9 (1), 87-97.
Sudarto, Kadarusman, & Pouyaud, L. 2007. Project FISH –DIVA, Freshwater
Fish Diversity in South East Asia. Biannual Report 2006-2007. LORIBIHATAPSOR-IRD. FISH-DIVA Program. p: 69-94.

22

POLA, KUALITAS, DAN PERBAIKAN KUALITAS WARNA IKAN
RAINBOW AJAMARU
Ruby Vidia Kusumah, Anjang Bangun Prasetio, Eni Kusrini, M. Yamin,
Sukarman, dan Lili Sholichah
ABSTRAK
Warna merupakan karakter penting yang menentukan harga jual, minat, dan daya
tarik konsumen terhadap suatu komoditas ikan hias. Namun, warna ikan dapat
berubah saat merespon kondisi lingkungan, tantangan fisiologis, serta rangsangan
stress sehingga tidak muncul secara optimal atau bahkan tidak tampak. Penelitian
ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas warna ikan rainbow ajamaru melalui
pendekatan lingkungan, genetika, serta penambahan berbagai jenis karotenoid dan
kombinasinya melalui pakan. Kajian yang dilakukan mulai dari: (i) karakterisasi
keragaan warna menggunakan analisa gambar digital; (ii) biologi perkembangan
warna larva hingga ikan dewasa; (iii) pengaruh lingkungan, intensitas cahaya, dan
ekosistem pemeliharaan untuk mengoptimalkan kemunculan warna; (iv) pakan
dan nutrisi untuk meningkatkan kualitas warna; serta (v) seleksi calon induk
dengan kualitas warna terbaik untuk membentuk populasi dasar. Analisa data
dilakukan secara deskriptif dan ANOVA. Data ditampilkan melalui grafik dan
tabel. Dengan teknologi dan produk yang lebih unggul berdasarkan kualitas
warnanya, diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan serta pendapatan
pembudidaya.
Kata kunci: Melanotaenia ajamaruensis, warna, lingkungan, nutrisi, genetika

BAB 1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Warna merupakan karakter penting yang menentukan harga jual, minat,
dan daya tarik konsumen terhadap suatu komoditas ikan hias. Melalui
pengembangan dan perbaikan terhadap jenis, pola, persentase penutupan,
kombinasi, serta kualitas warna, banyak strain dan spesies ikan hias dapat dijual
dengan harga yang lebih tinggi serta memiliki variasi warna yang beragam,
contoh ikan cupang, guppy, mas koki, koi, discus, maanvis, platy, molly, clown.
Namun demikian, pada kondisi tertentu, karakter warna yang menghiasi tubuh
ikan hias ini seringkali menunjukkan kualitas yang menurun dimana warna ikan
pucat, pudar, atau bahkan tidak muncul sama sekali. Sedangkan berdasarkan pola
dan persentase penutupannya, penurunan karakter kualitas warna ikan ini masingmasingnya tampak pada corak dan persentase penutupan warna yang tidak terarah.

23

Warna ikan dikontrol oleh banyak parameter serta sejumlah faktor internal
maupun eksternal, baik fisika, nutrisi, genetik, dan neuro-hormon, yang
mempengaruhi keadaan kromatik ikan (Fujii, 1993). Dengan berbagai parameter
dan faktor-faktor tersebut, warna ikan dapat berubah saat merespon kondisi
lingkungan, tantangan fisiologis, serta rangsangan stress (Szisch et al., 2002).
Akibatnya warna ikan tidak muncul secara optimal atau bahkan tidak tampak.
Melanotaenia ajamaruensis merupakan spesies ikan hias air tawar
endemik dari famili Melanotaeniidae. Ikan yang dikenal dengan nama ikan
rainbow Ayamaru ini ditangkap oleh Boeseman pada tahun 1955 di Danau
Ayamaru (Allen & Boeseman, 1982), dideskripsi pertama kali oleh Allen & Cross
(1980), dan dinyatakan punah pada tahun 1990 (Allen, 1990). Pada tahun 2007,
ekspedisi ikan pelangi yang dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias, Politeknik Negeri Sorong, serta Institut de Recherche pour le
Développement (IRD) berhasil menemukan kembali ikan ini di Sungai Kaliwensi,
Sorong, Papua, namun dengan kondisi habitat yang semakin menyempit
(Kadarusman et al., 2010). Di habitat alaminya, ikan rainbow Ayamaru hidup
pada kondisi lingkungan dengan suhu 25,3 ℃; pH 7,7; konduktivitas 281 µS;

kalium (K) 0,03 mg/L; kalsium (Ca) 45,05 mg/L; magnesium (Mg) 2,14 mg/L;

natrium (Na) 0,4 mg/L; mangan (Mn) 0,01 mg/L; fosfat (PO4) 0,01 mg/L; sulfat
(SO4) 1,11 mg/L; ion bikarbonat (HCO3) 168 mg/L; karbonat (CO3) 0,0 mg/L;
klorin (Cl) 2,75 mg/L; cadmium (Cd) 0,0 mg/L; dan nikel (Ni) 0,02 mg/L
(Kadarusman et al., 2010).
Upaya domestikasi ikan rainbow Ayamaru mulai dilakukan Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) sejak tahun 2007,
namun upaya ini masih terbatas pada tahap adaptasi dan pemeliharaan ikan di luar
habitat aslinya (eksitu). Pada tahun 2017, BPPBIH akan fokus melakukan
penelitian domestikasi ikan rainbow Ayamaru untuk memperoleh teknologi
produksi massalnya. Berbagai kajian mulai dari aspek reproduksi, nutrisi,
lingkungan, karakter morfologi, hingga karakterisasi perkembangan dan keragaan
warna dilakukan untuk menunjang upaya tersebut. Pada penelitian ini, kegiatan
dibatasi pada berbagai aspek yang mempengaruhi karakter warna ikan rainbow
Ayamaru.

24

Seperti halnya ikan hias rainbow Melanotaeniidae pada umumnya, ikan
pelangi asal Danau Ayamaru ini juga mempunyai kemampuan melakukan
perubahan warna. Oleh karena itu, pada kondisi budidaya, warna ikan rainbow
Ayamaru seringkali tidak muncul secara optimal sehingga terlihat pudar. Menurut
Painter (2000) dan da Costa J.F (2009) terdapat dua mekanisme perubahan warna
pada ikan yaitu perubahan secara fisiologis dan perubahan secara morfologis.
Perubahan warna secara fisiologis sering berlangsung sangat cepat (bisa dalam
hitungan detik), misalnya akibat perubahan suhu, cahaya, pH dan lain sebagainya.
Sedangkan perubahan secara morfologis terjadi karena adanya penambahan
jumlah pigmen dalam sel kromotosfor. Prosesnya sangat lambat, biasanya
berlangsung dalam waktu satu bulan atau lebih, serta bersifat permanen (Fenner,
2007). Oleh karena itu, untuk mengeluarkan warna ikan rainbow Ayamaru secara
optimal, perbaikan teknologi budidaya yang meliputi parameter nutrisi,
lingkungan, dan genetika diperlukan.
Menurut Yuangsoi et al. (2011), ikan tidak mampu mensintesis pigmen di
dalam tubuhnya secara de novo sehingga harus disuplai dari pakan (Pham et al.,
2016). Jenis pigmen yang terdapat dalam kulit ikan tergantung dari struktur
kromatosfor (sel warna) didalam kulit tersebut, sebagai contoh pigmen didalam
melanosfor adalah melanin yang berwarna hitam, pigmen didalam xanthosfor
adalah karotenoid berwarna kuning, orange hingga merah, sedangkan iridosfor
berfungsi merefleksikan cahaya terhadap pigmen dalam kedua sel lainnya dan
sering menimbulkan warna biru, meskipun pada dasarnya berwarna abu abu atau
silver (Skold et al, 2016).
Ikan rainbow Ayamaru dikarakterisasi oleh warna oranye-merah menutupi
sebagian besar tubuhnya disertai pola yang secara bergantian antara strip merah
lebar dan strip oranye di bagian posterior tubuh (Kadarusman et al., 2010).
Sedangkan berdasarkan tampilan pada Gambar 1, sekilas bagian tubuh rainbow
ajamaru didominasi warna merah, kuning dan biru untuk jantan, sedangkan untuk
ikan betina berwana kuning dan abu-abu. Sehingga peluang yang memungkinkan
dilakukan adalah peningkatan kualitas warna dalam sel xanthosfor dengan
penambahan pigmen berupa karotenoid pada pakan. Metabolisme karotenoid
didalam tubuh ikan rainbow ajamaru itu sendiri saat ini belum diketahui, sehingga

25

penambahan karotenoid dalam pakan perlu dilakukan baik single maupun
kombinasi dari beberapa jenis. Adapun jenis karotenoid yang umum digunakan
dalam bidang akuakultur untuk meningkatkan warna ikan hias antara lain
astaxanthin dan canthaxanthin (Gupta, 2006), namun demikian Matsuno et al
(2001) melaporkan bahwa lutein banyak ditemukan pada kulit ikan hias air tawar.
Selain nutrisi, juga dilakukan kajian lingkungan dan genetika.
Berdasarkan kondisi lingkungan, warna ikan dipengaruhi oleh beberapa
parameter yang diantaranya adalah cahaya dan kondisi ekosistem pemeliharaan
seperti halnya tanaman air. Menurut Meakin & Qin (2011) bahwa ikan mengubah
pigmentasi kulit dengan cara mendispersikan atau mengonsentrasiknan pigmen
melanin di kulit. Dimana panjang gelombang ultraviolet (UV) 280-320 nm dan
320-400 nm atau di luar (436 nm) dapat menyebabkan melanoma di beberapa
spesies ikan (Ahmed et al., 1993; Meakin & Qin 2011). Penggelapan permukaan
dorsal akibat dari peningkatan melanin merupakan bentuk perlindungan tubuh
untuk mencegah jaringan epidermis dari kerusakan akibat sinar UV (Lowe &
Goodman, 1996). Lebih lanjut Meakin & Qin (2011) menyatakan bahwa panjang
gelombang 404,28 nm dan 435,6 nm yang dipancarkan dari lampu menyebabkan
penyebaran pigmen di malanophores dermal sehingga terlihat adanya warna kulit
yang lebih gelap pada bagian kulit yang berwarna putih yang terkena paparan
cahaya tinggi.

Gambar 1. Keragaan warna ikan rainbow Ayamaru (Melanotaenia
ajamaruensis) jantan dan betina. Sumber: Laurent Pouyaud
http://rainbowfish.angfaqld.org.au/ajamaruensis.htm

26

Gambar 2. Melanotaenia ajamaruensis (male) - photo© Andreas Wagnitz
Pengaruh

intensitas

cahaya

terhadap

warna

ikan

Amphiprion

ocellaris Cuvier dilaporkan oleh Yasir & Jian (2009) dimana warna ikan di
seluruh tubuh termasuk ekor dan sirip punggung terlihat lebih cerah pada saat
terpapar cahaya rendahsementara cahaya terang memperkuat warna oranye pada
sirip.Sebaliknya Baite et al., (2010) melaporkan bahwa untuk ikan mas yang
dipelihara di bawah intensitas cahaya0 lux menunjukkan kinerja yang buruk
dalam hal perkembangan warna kulit.Oleh karena itu, penggunaan cahaya di
dalam ruangan disarankan adalah sekitar 2000 lux.
Tanaman hias air memiliki peranan penting baik secara langsung pada
ikan budidaya maupun secara tidak langsung seperti memperbaiki kualitas
lingkungan hidup bagi ikan. Dalam pembenihan beberapa jenis ikan seperti
rainbow dan cupang, pemberian shelter tanaman air penting sebagai tempat
melekatnya telur. Manfaat lain dari tanaman hias air adalah meningkatkan
keindahan dan kesehatan ikan hias, mengurangi stress ikan, menjaga
keseimbangan mikroorganisme dan menjadi media perkembangan berbagai
organisme air yang bermanfaat bagi ikan hias. Tanaman air hias juga dapat
menjadi sarana yang baik sebagai tempat berlindung ikan, membantu
meningkatkan kadar oksigen di air dan menekan pertumbuhan lumut dan
kelebihan kadar nitrat di bak seperti Hygrophyla sp. (Suryanata, 2007). Beberapa
efek positif lain tanaman air diantaranya menjadi tempat berlindung dan memijah
ikan, menyerap zat-zat berbahaya, menjaga keseimbangan mikroorganisme dan
menjaga kestabilan pH air. Khusus pada ikan hias keberadaan tanaman air terbukti
meningkatkan keindahan penampilan dan warna ikan.

27

b. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran penelitian ini adalah:
1. Mengevaluasi karakter perkembangan dan keragaan warna ikan rainbow
Ajamaru pada stadia larva, benih, calon induk, hingga induk;
2. Meningkatkan kualitas warna ikan rainbow Ajamaru melalui pendekatan
lingkungan, genetika, serta penambahan berbagai jenis karotenoid dan
kombinasinya melalui pakan.
c. Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Teknologi budidaya serta sistem pemeliharaan dalam akuarium yang
mampu mengontrol kualitas warna ikan rainbow belum banyak dilakukan.
Penelitian yang dilakukan lebih banyak mengarah pada bagaimana cara
membudidayakan ikan, mulai dari aspek reproduksi, lingkungan, penyakit, dan
nutrisi. Pada penelitian ini akan dikaji berbagai aspek yang mengontrol kualitas
warna ikan rainbow mulai dari aspek lingkungan, nutrisi, biologi, hingga genetika.
Melalui kegiatan yang dilakukan, diharapkan dapat diperoleh paket teknologi
yang dapat mengontrol kualitas warna secara komprehensif.

BAB 2. METODE
2.1.

Karakterisasi keragaan warna
Karakterisasi keragaan warna dilakukan berdasarkan pola, persentase

penutupan, jenis, dan kombinasi warna. Metode karakterisasi dilakukan
berdasarkan modifikasi dari metode Kusumah et al., (2011, 2015, dan 2016). Ikan
rainbow Ayamaru yang dikarakterisasi merupakan ikan dengan ukuran dewasa
dimana warna tubuh telah terbentuk sempurna dan stabil. Secara lengkap metode
yang digunakan dijelaskan sebagai berikut:
Pola warna
Setiap jenis pola warna ikan rainbow didokumentasikan menggunakan
kamera digital Canon EOS 450D. Proses karakterisasi gambar digital pola warna
dianalisis secara visual dengan bantuan tampilan layar komputer. Variasi pola
warna yang diperoleh (w) pada setiap jenis warna, selanjutnya dihitung
berdasarkan persentase kemunculannya pada setiap bagian atau total area tubuh
28

menggunakan rumus: % kemunculan karakter pola warna w = (jumlah individu
dengan kemunculan karakter pola warna w / jumlah total sampel) x 100 (Kusumah
et al., 2016). Metode pengambilan foto dilakukan berdasarkan modifikasi dari
Kusumah et al. (2011).
Persentase penutupan warna
Persentase penutupan warna diukur berdasarkan luasan pixel setiap jenis
warna per luasan total permukaan tubuh ikan rainbow. Pengukuran setiap luasan
pixel dilakukan menggunakan software Adobe Photoshop CS5 Extended versi
12.0 x64. Secara formulasi, persentase penutupan warna dikalkulasi dengan
rumus: % penutupan warna i = (luas pixel penutupan warna i / luas pixel
penutupan total) x 100%, dimana i merupakan jenis warna.
Jenis warna
Setiap jenis warna ikan rainbow Ayamaru dikarakterisasi secara digital
berdasarkan metode Kusumah et al. (2011) menggunakan software ImageJ (Image
Processing and Analysis in Java) versi 1.50f (Rasband, 2016). Nilai mean RGB
(Red Green Blue) hasil karakterisasi selanjutnya dikonversi pada model warna
HSB (Hue Saturation Brightness) menggunakan software Adobe Photoshop CS5
Extended versi 12.0 x64 (Adobe Systems Incorporated). Kisaran nilai digital dari
parameter hue ditampilkan dalam bentuk grafik yang dibuat secara manual dengan
bantuan software Corel Draw X3 versi 13.0.0.576 (Corel Corporation, 2005).
Sedangkan parameter saturation dan brightness ditampilkan dalam grafik boxplot
menggunakan Microsoft Excel 2007 (Microsoft Corporation, 2007) berdasarkan
panduan Contextures Inc. (2013). Secara konsep, model warna HSB dapat
dijelaskan melalui visualisasi grafik pada Gambar 3.

(a)

Gambar 3.

(b)

(c)

Model warna HSB (Hue Saturation Brightness) (a), parameter hue

(b), saturation dan brightness (c)

29

Spesifikasi komputer
Software Adobe Photoshop CS5 Extended versi 12.0 x64 dijalankan pada
sistem operasi (OS) Windows 7 Ultimate 64 bit (Microsoft Corporation, 2009)
dengan spesifikasi prosesor Intel(R) Pentium(R) CPU G2010 @ 2.80GHz dan
memori RAM sebesar 4 GB. Sedangkan software lainnya dapat dijalankan pada
komputer dengan spesifikasi lebih rendah seperti Netbook yang beroperasi pada
Windows 7 Ultimate 32 bit dengan prosesor Intel(R) Atom(TM) CPU N570 @
1,66GHz dan memori RAM 2 GB.
2.2.

Biologi perkembangan warna
Ikan uji
Ikan uji yang menjadi obyek dalam penelitian ini merupakan stadia larva

hingga dewasa ikan rainbow Ayamaru. Larva dihasilkan dengan melakukan
pemijahan induk ikan rainbow Ayamaru secara alami.
Pemijahan induk
Pemijahan dilakukan menggunakan media penempelan telur berupa tali
rafia. Perbandingan jantan dan betina 1:1. Pengecekan keberadaan telur dilakukan
harian.
Inkubasi telur
Setelah diketahui memijah, media penempelan telur dipindahkan ke wadah
inkubasi berupa baskom plastik.
Pemeliharaan larva
Larva dipelihara secara soliter dalam wadah plastik transparan. Pemberian
pakan awal dilakukan setelah kuning telur habis. Setelah ikan berukuran 2 cm,
ikan dipindahkan dan hidup secara soliter dalam wadah yang lebih besar.
Pengamatan perkembangan warna
Perkembangan warna dinalisa dari stadia larva hingga ikan ukuran dewasa
ikan rainbow Ayamaru. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop
binokuler sesuai Baras et al. (2012).
Pengamatan kualitas air dan cahaya
Pengamatan kualitas air dilakukan harian.

30

2.3.

Seleksi warna
Seleksi warna ikan rainbow Ayamaru dilakukan untuk mengoleksi calon

induk dengan tampilan kualitas warna terbaik yang akan digunakan dalam
pembentukan populasi dasar produk biologi. Seleksi dilakukan pada setiap jenis
anakan ikan rainbow yang memunculkan performa kualitas warna terbaik dari
setiap pemijahan yang dilakukan.