Teknologi Beton dan Banganunan docx

1. Sejarah Perkembangan Semen
Semen berasal dari kata caementum yang berarti bahan perekat yang mampu
mempersatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau
suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan
sehingga menjadi suatu bagian yang kompak. Dalam pengertian yang luas, semen adalah
material plastis yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Semen pada awalnya dikenal di Mesir tahun 500 SM pada pembuatan piramida,
yaitu sebagai pengisi ruang kosong diantara celah-celah tumpukan batu. Semen yang
dibuat bangsa Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak murni, sedang kalsinasi batu
kapur mulai digunakan pada zaman Romawi. Kemudian bangsa yunani membuat semen
dengan cara mengambil tanah vulkanik (vulkanik tuff) yang berasal dari pulau Santoris
kemudian dikenal dengan santoris cement. Bangsa Romawi menggunakan semen yang
diambil dari material vulkanik yang ada di pegunungan vesuvius di lembah Napples yang
kemudian dikenal dengan Pozzulona cement, yang diambil dari sebuah nama kota di
Italia yaitu Puzzolia.
Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami perkembangan lebih lanjut
mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya,sehingga diperoleh moltar yang
baik. Pada abad pertengahan, kualitas moltar mengalami penurunan yang disebabkan oleh
pembakaran limestone kurang sempurna, dengan tidak adanya tanah vulkanik.
Pada tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris berhasil melakukan
penyelidikan terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan air. Dari hasil

percobaannya, disimpulkan bahwa batu kapur lunak yang tidak murni dan mengandung
tanah liat merupakan bahan pembuat semen hidrolis yang baik. Batu kapur yang
dimaksud tersebut adalah kapur hidrolis (hydroulic lime). Kemudian oleh Vicat
ditemukan bahwa sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan juga silika atau
tanah liat yang mengandung alumina dan silika. Akhirnya Vicat membuat kapur hidrolis
dengan cara pencampuran tanah liat (clay) dengan batu kapur (limestone) pada
perbandingan tertentu, kemudian campuran tersebut dibakar (dikenal dengan Artifical
lime twice kilned).

Pada tahun 1811, James Frost mulai membuat semen yang pertama kali dengan
menggunakan cara seperti Vicat yaitu dengan mencampurkan dua bagian kapur dan satu
bagian tanah liat. Hasilnya disebut Frost’s cement. Pada tahun 1812 prosedur tersebut
diperbaiki dengan menggunakan campuran batu kapur yang mengandung tanah liat dan
ditambahkan tanah Argillaceus (mengandung 9-40% silica). Semen yang dihasilkan
disebut British cement.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar
campuran batu kapur dan tanah liat. Joseph Aspadin yang merupakan orang Inggris pada
tahun 1824 mencoba membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah
liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga
terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan karbondioksida

(CO2). Batuan kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membentuk
klinker kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan
portland.(Walter H. Duda, 1976)
Sejarah industri semen di Indonesia
Perusahaan semen pertama di Indonesia adalah PT Semen Padang (Perusahaan)
yang didirikan pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische
Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM). Kemudian pada tanggal 5 Juli 1958
Perusahaan dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dari Pemerintah Belanda.
Selama periode ini, Perusahaan mengalami proses kebangkitan kembali melalui
rehabilitasi dan pengembangan kapasitas pabrik Indarung I menjadi 330.000 ton/ tahun.
Selanjutnya pabrik melakukan transformasi pengembangan kapasitas pabrik dari
teknologi proses basah menjadi proses kering dengan dibangunnya pabrik Indarung II, III,
dan IV.

Sisa-sisa pabrik tersebut hingga kini masih ada, dan rencananya oleh Pemda Propinsi
Sumbar akan dijadikan sebuah musium semen.
2. PENGERTIAN SEMEN
Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolisis, artinya jika di
campur dengan air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahan-bahan lain menjadi satu
kesatuan masa yang dapat memadat dan mengeras. Dalam pengertian umum, yang dimaksud

semen adalah bahan yang mempunyai sifat “adhesive” dan “cohesive”, yang digunakan
sebagai bahan pengikat (bonding material), yang dipakai bersama samaa dengan batu kerikil
dan pasir atau perekat yang dapat merekatkan bagian-bagian benda padat menjadi bentuk
kuat, kompak dan keras.

Bahan baku pembuatan semen terdiri dari :
Bahan baku pembuatan semen terdiri dari 2 komponen yaitu bahan baku utama dan
bahan tambahan. Bahan baku utama yang digunakan adalah batu kapur (CaCO 3) kemurnian
55%-60% dan tanah liat (Al2O3) kemurnian 65%-70%. Sedangkan bahan penolong yaitu:
pasir silica (SiO2), pasir besi (Fe2O3) dan gypsum (CaSO4.2H2O).
a. Batu Kapur(CaCO3)
Batu kapur merupakan komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan sedikit
tanah liat, Magnesium Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa oksida lainnya.
senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur berwarna abu-abu hingga kuning.
b. Tanah Liat/Clay (Al2SiO7.xH2O)

Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang disebabkan adanya
pengaruh air dan gas CO2 dari batuan adesit, granit dan treakti. Batu-batuan ini
menjadi bagian yang halus, tidak larut dalam air dan mengendap berlapis-lapis,
lapisan ini tertimbun tidak beraturan. Tanah liat bercampur dengan material lain

antara lain Besi Oksida, Kalium Oksida, Natrium Oksida, Phosphor Oksida dan
bahan Organik. Sifat dari tanah liat bila dipanaskan atau dibakar akan memampat dan
menjadi keras.
Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa alumina silikat hidrat.
c. Pasir Besi dan Pasir silika (SiO2)
Bahan ini merupakan bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix)
Digunakan sebagai pelengkap komponen kimia esensial yang diperlukan untuk
pembuatan semen pasir silika digunakan untuk menaikkan kandungan SiO2.
Pasir silika berfungsi sebagai pembawa oksida silica (SiO 2) dengan kadar yang cukup
tinggi yaitu sekitar 90-95 %. Depositnya berbentuk gunung-gunung pasir silika dan
berkadar SiO2 sekitar 90 %. Semakin murni pasir silika akan semakin putih warnanya
dan biasa disebut pasir kuarsa yang berkadar SiO 2 mencapai 98,5 – 98 %. Warna pasir
silika dipengaruhi oleh adanya kotoran seperti Oksida Logam dan bahan Organik.
Pasir silika ini digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan semen jika kadar
SiO2-nya masih rendah, sedangkan pasir besi digunakan untuk menaikkan kandungan
Fe2O3 dalam Raw Mix.

d. Gypsum ( CaSO4. 2 H2O )
Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen.
Hilangnya kristal air pada gipsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat

gipsum sebagai retarder.
Gipsum adalah salah satu contoh mineral dengan kadar kalsium yang mendominasi
pada mineralnya. Gipsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium
sulfat dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Gipsum adalah salah satu dari beberapa
mineral yang teruapkan. Contoh lain dari mineral-mineral tersebut adalah karbonat,

borat,nitrat, dan sulfat. Mineral-mineral ini diendapkan dilaut, danau, gua dan di
lapian garam karena konsentrasi ion-ion oleh penguapan. Ketika air panas atau air
memiliki kadar garam yang tinggi, gipsum berubah menjadi basanit (CaSO4.H2O)
atau juga menjadi anhidrit (CaSO4). Dalam keadaan seimbang, gipsum yang berada
di atas suhu 108 °F atau 42 °C dalam air murni akan berubah menjadi anhidrit.
3. Proses Pembuatan Semen
Semen dapat dibuat dengan 2 cara proses basah proses kering Perbedaannya hanya
terletak pada proses penggilingan dan homogenisasi.
1. Quarry ( Penambangan )
Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat, dan material-material lain
yang mengandung kalsium, silikon, alumunium, dan besi oksida yang diekstarksi
menggunakan drilling dan blasting.
 Penambangan Batu Kapur
Membuang lapisan atas tanah Pengeboran, kemudian membuat lubang dengan bor

untuk tempat Peledakan Blasting. Peledakan ini disebut dengan teknik electrical
detonation.

 Penambangan Batu Silika
Penambangan silika tidak membutuhkan peledakan karena batuan silika merupakan
butiran yang saling lepas dan tidak terikat satu sama lain. Penambangan dilakukan
dengan pendorongan batu silika menggunakan dozer ke tepi tebing dan jatuh di
loading area.

 Penambangan Tanah Liat
Penambangan tanah liat dilakukan dengan pengerukan pada lapisan permukaan
tanah dengan excavator yang diawali dengan pembuatan jalan dengan sistem
selokan selang seling.

2. Crushing
Crushing merupakan proses pemecahan material hasil penambangan menjadi ukuran
yang lebih kecil dengan menggunakan crusher. Batu kapur dari ukuran kurang dari
1cm menjadi kurang dari 50 mm. Batu silika dari ukuran kurang dari 40 cm menjadi
kurang dari 200 mm
3. Raw Mill ( Penggilingan Bahan Baku )

Pada proses basah dan kering, penggilingan bahan baku lebih baik dilakukan dalam
lingkar tertutup (closed circuit) daripada lingkar terbuka (open circuit) karena dalam
cara pertama bagian yang sudah halus diteruskan dan yang masih kasar dikembalikan,
sedang dengan cara yang kedua, bahan baku digiling terus sampai kehalusan rataratanya sudah mencapai tingkat yang dikehendaki.

4. Homogenisasi
Pada proses penggilingan tabung atau bola dalam keadaan basah dan dilewatkan
melalui klasifikator cawan atau ayak. Bubur atau slurry tersebut lalu dipompakan ke
dalam tangki koreksi, dimana terdapat lengan berputar untuk mengaduk campuran
hingga homogen dan menyesuaikan komposisinya sebagaimana dikehendaki. Pada
beberapa pabrik, bubur disaring di dalam filter putar kontinu dan diumpankan ke
dalam tanur. Proses kering sangat cocok untuk batuan semen alam dan campuran batu
gamping dan lempung, serpih atau sabak.
Pada proses basah slurry dicampur di mixing basin, kemudian slurry dialirkan ke
tabung koreksi (proses pengoreksian). Sedangkan proses kering terjadi di blending silo
dengan sistem aliran corong.
5. Pembakaran atau Pembentukan Clinker
Pembakaran atau pembentukan clinker terjadi di dalam kiln. Kiln adalah alat berbentuk
tabung yang di dalamnya terdapat semburan api. Kiln di design untuk memaksimalkan
efisiensi dari perpindahan panas yang berasal dari pembakaran bahan bakar. Pada

proses ini bahan diumpankan langsung ke dalam tanur putar dimana berlangsung
reaksi kimia. Kalor disediakan melalui pembakaran minyak, gas atau batu bara serbuk
dengan menggunakan udara panas dari pendingin klinker.
Dewasa ini terdapat kecenderungan untuk menggunakan tanur putar yang lebih
panjang sehingga efisiensi termalnya lebih tinggi lagi. Tanur proses kering mungkin
hanya 45 meter saja panjangnya, tetapi pada proses kering tanur sepanjang 90-180
meter bukan merupakan hal yang luar biasa. Diameter dalam berkisar antara 2,5-6
meter. Tanur itu berputar dengan kecepatan 0,5-2 putaran/menit bergantung pada
ukurannya. Tanur itu dipasang agak miring sedikit, sehingga bahan yang diumpamakan
di ujung atas bergerak perlahan-lahan ke ujung pembakaran yang lebih rendah, dalam
waktu 1-3 jam.
Agar ekonomi kalor lebih baik lagi, sebagian air dikeluarkan dari lumpur proses basah.
Diantara metode yang dipakai ada yang menggunakan filter bubur dan pengental Dorr.
Dewasa ini tanur harus dilengkapi dengan peralatan pengendalian pencemaran yang
efisien seperti rumah karung dan presipitator elektrostatik. Untuk menghemat energi
digunakan ketel kalor buangan, dan ini sangat ekonomis untuk semen proses kering,
karena gas buangan dari tanur kering lebih panas daripada proses basah, dan suhunya

bisa mencapai 800o C. Oleh karena itu pelepas dinding tanur harus ditahan terhadap
abrasi dan serangan kimia yang cukup hebat pada suhu tinggi di zona klinker, maka

pemilihan refraktori pelapis merupakan hal yang tidak mudah. Oleh karena itu, bata
alumina tinggi dan bata magnesia tinggi banyak dipakai. Untuk meningkatkan kontrol
tanur, sekarang digunakan komputer. Produk akhirnya terdiri diri masa butiran yang
keras dengan ukuran 3-20 mm, yang disebut dengan klinker.
Klinker ini dikeluarkan dari tanur putar ke pendingin kejut udara, sehingga suhunya
turun dengan cepat menjadi kira-kira 100-200o C. Pendingin tersebut sekaligus
merupakan pemanas pendahuluan bagi udara untuk pembakaran. Proses tersebut
diselesaikan dengan penggilingan (pulverisasi), diikuti oleh penggilingan halus di
dalam penggilingan tabung bola dan pengepakan secara otomatis. Pada waktu
penggilngan halus, ditambahkan bahan pemerlambat set (setting retarder) seperti
gipsum, plaster, atau kalsium lignosulfonat serta bahan bawa-ikut udara, bahan
dispersi, dan bahan tahan air. Klinker digiling pada waktu kering dengan beberapa
cara.
Pada waktu pembakaran, berlangsung berbagai reaksi, seperti penguapan air,
pengeluaran karbondioksida, dan reaksi antara gamping dan lampung. Kebanyakan
reaksi ini berlangsung pada fase padat, tetapi menjelang akhir proses, terjadi peleburan
Proses yang terjadi di dalam kiln: pengeringan slurry, pemanasan awal, kalsinasi
pemijaran, pendinginan dan penyimpanan klinker.
a. Pengeringan slurry
Pengeringan slurry terjadi pada daerah 1/3 panjang kiln dari inlet pada temperatur

100-500◦C sehingga terjadi pelepasan air bebas dan air terikat untuk mendapatkan
padatan tanah kering.
b. Pemanasan Awal
Pemanasan Awal terjadi pada daerah 1/3 setelah panjang kiln dari inlet. Selama
pemanasan tidak terjadi perubahan berat dari material tetapi hanya peningkatan
suhu yaitu sekitar 600°C dengan menggunakan preheater. Pada suhu 100C, terjadi
penguapan air, dan pada suhu 500C, terjadi pelepasan atau penguapan air kristal
yang melekat pada clay. Pada proses kering, pengeringan dalam suspension

preheater dari kadar air 5% menjadi 0%, sedangkan pada proses basah kadar air
umpan sekitar 35%.
c. Kalsinasi
Pada suhu 900 – 1200 oC, terjadi kalsinasi dan reaksi pokok dari kapur dan
lempung. Kalsinasi merupakan penguraian kalsium karbonat menjadi senyawasenyawa penyusunnya dengan reaksinya:
CaCO3

CaO + CO2

MgCO3


MgO + CO2

Di komposisi tanah liat:
Al2O3.2SiO2.xH2O

Al2O3 + 2SiO2 + xH2O

Pada proses kering, sebagian dalam suspension preheater dan sebagian tetap dalam
rotary kiln.
d. Pemijaran
Pada suhu 1250 – 1280, terjadi leburan semen. Al2O3, Fe2O3 akan meleleh, sedang
CaO yang halus semuanya lebur. Suhu meningkat dan terjadi leburan lanjut dari
senyawa-senyawa. Reaksi antara oksida-oksida yang terdapat dalam material yang
membentuk senyawa hidrolisis yaitu C4AF, C3A, C2S pada suhu 1450 °C
membentuk Clinker.


Al2O3 + Fe2O3 + CaO

C4AF

Reaksi ini berlangsung hingga Fe2O3 habis.


Sesudah Fe2O3 habis, terjadi reaksi sebagai berikut:
Al2O3 + 3 CaO

C3A

Reaksi berlangsung hingga Al2O3 habis.


Silikat mulai meleleh (agak lebur)
SiO2 + 2 CaO

C2S

Reaksi berjalan terus hingga SiO2 habis


CaO + C2S

C3S

C3S adalah penyusun utama yang memberikan kekuatan pada semen.
CaO sisa keluar sebagai CaO bebas
e. Pendinginan

Terjadi pendinginan Clinker secara mendadak dengan aliran udara sehingga Clinker
berukuran 1150-1250 gr/liter. Clinker yang keluar dari Cooler bersuhu 150-250° C
dan disimpan dalam ‘storage’.
f. Transportasi & penyimpanan clinker
Klinker kasar akan jatuh kedalam penggilingan untuk dihaluskan dengan
penambahan sedikit gypsum, digiling secara kering dalam clinker grinding mill
menjadi semen. Gypsum ditambahkan (4-5%) untuk memperlambat pengerasan dari
semen pada waktu pemakaian.
Reaksi-reaksi yang terjadi pada pembentukan klinker:
Suhu

Reaksi

Perubahan kalor

100

Penguapan air bebas

Endotermik

500 dan lebih

Evolusi air gabungan

Endotermik

dari lempung
Kristalisasi produk
900 dan lebih

dehidrasi amorf

Endotermik

lempung
Evolusi karbondioksida
900 dan lebih

Reaksi utama antara

Endotermik

gamping dan lempung
900-1200

Endotermik
Mulai pembentukan zat
cair

1250-1280

Kelanjutan

Endotermik

pembentukan zat cair
dan penyelesaian
1280dan lebih

pembentukan senyawa
semen

Kemungkinan
neracanya endotermik

7. Proses Pengerasan Semen
Penambahan air pada semen mula-mula akan membentuk pasta semen. Dalam jangka
waktu tertentu pasta tersebut akan mengalami setting atau pengerasan. Ada dua teori
yang menerangkan tentang sifat-sifat pengerasan semen ini, yaitu :
1. Crystalline Theory
Teori ini menerangkan bahwa sifat mengerasnya semen (pasta semen) bergantung
pada pertumbuhan Kristal-kristal yang terbentuk.
2. Gel atau Colloidal Theory
Sifat pasta semen dapat dianggap sebagai larutan yang lewat jenuh dari
persenyawaan-persenyawaan yang terhidrasi. Lama-kelamaan akan menggumpal
membentuk masa yang amorphous disebut gel. Setelah kering, gel ini mengeras
menjadi beton.
Walau ada beberapa teori yang menerangkan tentang pengerasan atau setting semen
ini, tapi sebenarnya teori-teori itu mempunyai persesuaian yaitu bahwa terjadi
pengerasan atau setting ini disebabkan adanya suatu proses hidrasi dan hidrolisa
daripada komponen-komponen penyusun semen.
Produk hidrasi mempunyai kelarutan amat rendah di dalam air, jika tidak, beton yang
bersentuhan dengan air tentu akan terserang dan rusak dengan cepat. Banyak perhatian
telah diberikan para ahli mengenai kalor yang keluar pada waktu semen mengalami
hidrasi. Urutan sumbangan kalor pengerasan berbagai senyawa (dasar, bobot sama,
yaitu gram/gram) sesudah 28 hari, adalah sebagai berikut.
Ca3A > C3S > C3AF > C3S




Hidrolisa
C3S + X H2O

C2S.XH2O + Ca(OH)2

C4AF + XH2O

C3A.6H2O + CF(X-6)H2O

Hidrasi
C2S + X H2O

C2S.XH2O

C3S + XH2O

C2S.(x-1)H2O (amorph) + Ca(OH)2

C3A + 6 H2O

C3A.6H2O

C3A + 3 CaSO4.2H2O + 25 H2O

C3A.3CaSO4.31H2O

C4AF + xH2O

C3A. 6H2O + CaO.Fe2O3.(x-6)H2O

MgO + H2O

Mg(OH)2

Peranan tiap komponen utama adalah sebagai berikut :
C3S

: Penting dalam memberikan kekuatan pada saat permulaan dan
memberikan efek penambahan kekuatan yang kontinyu disaat berikutnya

C2S

: hanya memberikan kekuatan seperlunya saja. Sampai kira-kira 28 hari,
tetapi pada saat berikutnya akan memberikan efek kekuatan yang besar

C3A

: memberikan efek kekuatan yang besar selama kira-kira 28 hari. Semakin
lama semakin berkurang sampai akhirnya boleh dikatakan sama sekali tidak
memberikan efek apa-apa.

C4AF : hanya sedikit memberikan efek kekuatan, baik pada saat permulaan
maupun saat berikutnya.
Pada umumnya semen yang kita harapkan adalah setting timenya lama, panas
hidrasinya rendah dan tahan terhadap alkali tanah dan air.
Keseluruhan proses semen dapat dipantau dengan mesin sinar X yang dihubungkan
dengan kalkulator yang diprogam untuk mengambil contoh produk dan mengatur
umpan penggiling secara otomatis sehingga menghasikan produk yang dikehendaki.

4. Jenis –jenis Sement
Semen dpat dibagi atas 2 kelompok :
-

Semen non hidrauis, adalk stabilah semen yang tidak dapat mengeras dalam air atau
tidak sbil dalam air.

-

Semen hidraulis, adalah semen yang dapat mengeras dalam air, menghasilkn padatan
yang stabil dalam air.

Semen Portland adalah salah satu semen hidraulis yang sangat penting dan banyak
dipergunakan sebangai bahan bangunan.
SEMEN PORTLAND
Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu :
1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratn khusus
seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain. Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan
banyak dipasaran
2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau
panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibanding
semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah tertentu dimana suhu agak tinggi, maka untuk
mengurangi penggunaan air selama pengeringan agar tidak terjadiSrinkege (penyusutan) yang
besar perlu ditambahkan sifat moderat“Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini
disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat
yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan
pertimbangan utama.
3. Tipe III (High Early Strength)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada tahap
permulaan setelah pengikatan terjadi.Semen tipe III ini dibuat dengan kehalusan yang tinggi
blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai C3S nya juga tinggi. Beton yang dibuat
dengan menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai
kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari,
dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan
menggunakan semen portlan tipe I pada umur 28 hari
4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)

Semen

Portland

yang

dalam

penggunaannya

memerlukan panas

hidrasi

rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur Concrette (beton) yang
massive dan dengan volume yang besar, seprti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana
kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan diusahakan
seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan volume beton yang bisa
menimbulkan cracking (retak). Pengembangan kuat tekan (strength) dari semen jenis ini juga
sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I.
5 Tipe V (Sulfat Resistance Cement)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap
sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan
airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut, daerah tambang, air payau
dsb.
Water Proofed Cement
Water proofed cement adalah campuran yang homogen antara semen Portland dengan “Water
proofing agent”, dalam jumlah yang kecil seperti : Calcium, Aluminium, atau logam stearat
lainnya.Semen ini banyak dipakai untuk konstruksi beton yang berfungsi menahan tekanan
hidrostatis, misalnya tangki penyimpanan cairan kimia.
White Cement (Semen Putih)
Semen putih dibuat umtuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan konstruktif. Pembuatan
semen ini membutuhkan persyaratan bahan baku dan proses pembuatan yang khusus, seperti
misalnya bahan mentahnya mengandung oksida besi dan oksida manganese yang sangat
rendah (dibawah 1 %).
High Alumina Cement
High Alumina cement dapat menghasilkan beton dengan kecepatan pengersan yang cepat dan
tahan terhadap serangan sulfat, asam akan tetapi tidak tahan terhadap serangan alkali. Semen
tahan api juga dibuat dari High Alumina Cement, semen ini juga mempunyai kecepatan
pengerasan awal yang lebih baik dari semen Portland tipe III. Bahan baku semen ini terbuat
dari batu kapur dan bauxite, sedangkan penggunaannya adalah antara lain :



Rafractory Concrette



Heat resistance concrete



Corrosion resistance concrete

Semen Anti Bakteri
Semen anti bakteri adalah campuran yang homogen antara semen Portland dengan “anti
bacterial agent” seperti germicide. Bahan tersebut ditambahkan pada semen Portland
untuk “Self Desinfectant” beton terhadap serangan bakteri dan jamur yang tumbuh.
Sedangkan sifat-sifat kimia dan fisiknya hampir sama dengan semen Portland tipe I.
Penggunaan semen anti bakteri antara lain :


Kamar mandi



Kolam-kolam



Lantai industri makanan



Keramik



Bangunan dimana terdapat jamur pathogenic dan bakteri

Oil Well Cement
Oil well cement adalah semen Portland semen yang dicampur dengan bahan retarder khusus
seperti asam borat, casein, lignin, gula atau organic hidroxid acid. Fungsi dari retarder disini
adalah untuk mengurangi kecepatan pengerasan semen, sehingga adukan dapat dipompakan
kedalam sumur minyak atau gas. Pada kedalaman 1800 sampai dengan 4900 meter tekanan
dan suhu didasar sumur minyak atau adalah tinggi. Karena pengentalan dan pengerasan
semen itu dipercepat oleh kenaikan temperature dan tekanan, maka semen yang mengental
dan mengeras secara normal tidak dapat digunakan pada pengeboran sumur yang dalam.
Semen ini masih dibedakan lagi menjadi beberapa kelas sesuai denganAPI Spesification 10
1986, yaitu;

Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830
KELAS A

meter, apabila sifat-sifat khusus tidak dipersyaratkan
Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830

KELAS B

meter, apabila kondisi membutuhkan tahan terhadap
sulfat sedang
Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830

KELAS C

meter, apabila kondisi membutuhkan sifat kekuatan
tekan awal yang tinggi
Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830

KELAS D

sampai 3050 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan
yang sedang
Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 3050

KELAS E

sampai 4270 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan
yang tinggi
Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 3050

KELAS F

sampai 4880 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan
yang tinggi
Digunakan untuk cementing mulai surface casing sampai
dengan kedalaman 2440 meter, akan tetapi dengan

KELAS G

penambahan accelerator atau retarder. Dapat digunakan
untuk semua range pemakaian, mulai dari kelas A sampai
kelas E

Blended Cement (Semen Campur)
Semen campur dibuat karena dibutuhkannya sifat-sifat khusus yang tidak dimiliki oleh semen
portland. Untuk mendapatkan sifat khusus tersebut diperlukan material lain sebagai
pencampur.Jenis semen campur:
1. Semen Portland Pozzolan (SPP)
Semen Portland pozzolan (SPP) atau dikenal juga sebagai Portland Pozzolan Cement (PPC)
adalah merupakan semen hidrolisis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen
Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus, yang diproduksi dengan
menggiling klinker semen Portland dan bahan pozzolan bersama-sama atau mencampur

secara merata semen Portland dan bahan pozzolon atau gabungan antara menggiling dan
mencampur.
2. Portland Blast Furnace Slag Cement
Portland Blast Furnace Slag Cement adalah semen Portland yang dicampur dengan kerak
dapur tinggi secara homogen dengan cara mencampur bubuk halus semen Portland dengan
bubuk halus slag atau menggiling bersama antara klinker porland dengan butiran slag.
Activitas slag (Slag Activity) bertambah dengan bertambahnya ratio CaO + MgO/SiO 2 +
Al2O3 dan glass content. Tetapi biasanyan keberadaan ratio oksida dan glass Content tersebut
saling berkebalikan. Beberapa sifat slag semen adalah sabagai berikut :
1. Jika kehalusannya cukup, mempunyai kekuatan tekan yang sama dengan semen
portland.
2. Betonnya lebih stabil dari pada beton semen portland
3. Mempunyai permebility yang rendah
3. Semen Masonry
Semen masonry pertama kali diperkenalkan di USA, kemudian berkembang kebeberapa
negara.Secara tradisional plesteran untuk bangunan umumnya menggunakan kapur padam,
kemudian meningkat dengan dipakainya semen portland yang dicampur dengan kapur
padam. Namun karena dianggap kurang praktis maka diperkanalkan Semen Masonry .
4. Portland Composite Cement (Semen Portland Campur)PCC -SPC
Menurut SNI 17064-2004, Semen Portland Campur adalah Bahan pengikat hidrolisis hasil
penggilingan bersama sama terak (clinker) semen portland dan gibs dengan satu atau lebih
bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan
bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blastfurnace
slag), pozzoland, senyawa silika, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6 – 35
% dari massa semen portland composite. Menurut Standard Eropa EN 197-1 Portland
Composite Cement atau Semen Portland Campur dibagi menjadi 2 Type berdasarkan jumlah
Aditive material aktif.

1. 1.

Type II/A-M mengandung 6 – 20 % aditif

2. 2.

Type II/B-M mengandung 21 – 35 % aditif

Kalau pada Portland Pozzolan Cement (Semen Portland Pozzolan) aditif yang digunakan
hanya 1 jenis maka pada Portland Composite Cement ini aditif yang digunakan lebih dari 1
jenis atau 2 jenis maka semen ini dikelompokkan pada TERNARY CEMENT.