TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI PENGOLAHAN L

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG UDANG SEBAGAI BAHAN
BAKU KITOSAN BESERTA APLIKASINYA SEBAGAI
ANTIMIKROBA, EDIBLE COATING DAN PEREDUKSI
KOLESTEROL
TUGAS KELOMPOK
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH HASIL PERTANIAN

Disusun Oleh :
Tresna Zahara
RR Aditia M. H.
Ulfah Fauziyyah
Dian Metasari

A1M011070
A1M011072
A1M011073
A1M011074

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

1

PURWOKERTO
2014
RINGKASAN

2

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan hasil ikan yang melimpah.
Salah satu hasil perikanan tersebut adalah udang. Saat ini, budidaya udang
berkembang sangat pesat sehingga udang dijadikan komoditas ekspor nonmigas yang
dapat dihandalkan dan merupakan biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Di
Indonesia udang diekspor dalam bentuk beku yang telah dibuang kepala, ekor dan

kulitnya. Limbah udang tersebut masih belum banyak dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya bau.
Sebagian besar limbah udang yang dihasilkan pengusaha udang berasal dari
kepala, kulit dan ekor. Kulit udang mengandung protein (25-40%), kitin (15–20%),
dan kalsium karbonat (45–50 %). Kandungan kitin dari kulit udang lebih sedikit
dibandingkan kulit atau cangkang kepiting. Kandungan kitin pada cangkang kepiting
mencapai 50-60%. Namun proses pembuatan kitin dan kitosan biasa memanfaatkan
limbah udang karena lebih mudah diperoleh (Soetomo, 1990).
Kitin dan kitosan dapat digunakan di berbagai macam aplikasi industri,
seperti: bahan tambahan dan penolong di bidang farmasi, kesehatan, dan kosmetik.
Kitosan juga berfungsi sebagai pengawet dan penyerap lemak. Selain itu, kitosan

3

dapat dimanfaatkan dalam pengolahan limbah cair industri, pangan, dan industri
lainnya.

B. Masalah
Kitosan yang berada di pasar Indonesia berasal dari Korea, India dan Jepang.
Padahal Indonesia sendiri diprediksikan mampu menghasilkan kitin dan kitosan dari

limbah udang dan rajungan 12 ribu hingga 17 ribu ton per tahun. Potensi tersebut
merupakan perkiraan jumlah potensi bahan baku kitin dan kitosan di Sumatera dan
Bali. Di Sumatera, 40 hingga 60% dari komoditas udang adalah cangkang atau
kulitnya (shrimp shell), dan potensi bahan baku kitin dan kitosan mencapai 76.657
hingga 114.986 ton per tahun. Sedangkan di Bali, potensi bahan baku kitin dan
kitosan berasal dari cangkang kepiting (scrab shell) 75-85%, yaitu sebesar 3.643
hingga 4.128 ton per tahun (Lampungpost, 2006). Dengan besarnya potensi limbah
tersebut, Indonesia sebagai negara penyedia udang seharusnya mampu mengolah
limbah udang secara maksimal, mengingat banyaknya manfaat kitosan bagi
perindustrian.

4

II.

STUDI PUSTAKA

Udang (Penaeus modonon)
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau dengan kelas Crustacea,
badan beruas 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi kerangka

luar yang disebut eksoskeleton. Umumnya udang di pasaran sebagian besar
merupakan udang laut, hanya sebagian kecil berupa udang air tawar. Udang air tawar
termasuk keluarga Palaemonidae, sedangkan udang laut biasanya termasuk keluarga
udang Penaeidae (Menristek, 2003).
Udang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas

: Crustacea (binatang berkulit keras)

Sub Kelas

: Malacostraca (Udang-udangan tingkat tinggi)

Super Ordo

: Eucarida

Ordo

: Decapoda (binatang berkaki sepuluh)


Sub Ordo

: Natantia (kaki untuk berenang)

Famili

: Palaemonidae, Penaeidae

(Menristek, 2003).
Tubuh udang terbagi atas tiga bagian besar, yaitu kepala dan dada, badan, dan
ekor. Perbandingannya adalah 36-49% bagian kepala, daging keseluruhan 24-41%,

5

dan kulit ekor 17-23% dari total berat badan, tergantung jenis udangnya (Suparno dan
Nurcahaya, 1984).

Limbah Udang
Produk hasil perikanan mengandung dua unsur utama, yaitu air dan protein.

Susunan kimia limbah udang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Susunan Kimia Limbah Udang (%)
Unsur
Kepala Udang
Air
78,51
Protein
12,28
Lemak
1,27
Abu
5,34
Sumber: Juhairi, 1986

Jengger Udang
69,30
20,70
8,40
1,50


Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara 30-40% dari bobot udang
segar. Hasil samping udang padat yang berasal dari pengolahan udang berkisar antara
65-85%. Selain itu, kandungan protein kasarnya tinggi, yaitu 43,40%; lemak kasar
1,40%; serat kasar 13,20%; kalsium 7,05%; dan fosfor 1,52% serta energi
metabolisme 1190 kkal/kg (Purwatiningsih, 1990).
Limbah udang yang mencapai 30-40% produksi udang beku belum banyak
dimanfaatkan. Menurut Moelyanto (1979), pemanfataan limbah udang menjadi
produk udang yang bernilai ekonomis tinggi merupakan contoh yang sangat baik
untuk mendapatkan bahan makanan dengan kandungan protein tinggi. Limbah udang
selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan dapat juga dipergunakan untuk keperluan
industri.

6

Sebagai bahan makanan, jengger udang dimanfaatkan sebagai bahan pembuat
terasi, keripik udang, petis udang, serta pasta udang dan hidrolisat protein yang
merupakan produk baru dari limbah jengger udang. Namun pemanfaatan limbah ini
hanya 3% dari skala limbah udang (Suparno dan Nurcahaya, 1974).
Kepala udang yang menyatu dengan jengger udang sebagai limbah industri
baru sebagian kecil dimanfaatkan, yaitu dibuat tepung kepala udang sebagai

campuran bahan pembuatan pellet untuk pakan ternak (Mudjiman, 1982). Kelemahan
hasil samping udang terletak pada kandungan asam aminonya yang lebih rendah
dibanding tepung ikan. Selain itu serat kasarnya relatif lebih tinggi karena kulit yang
banyak mengandung kitin diikutsertakan (Raharjo, 1985). Perbandingan antara nutrisi
hasil samping udang dengan tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Nutrisi Hasil Samping Udang dengan Tepung Ikan
Nutrisi
Hasil samping udang
Tepung ikan
Air (%)
10,32
10,32
Abu (%)
18,65
14,34
Protein (%)
45,29
54,63
Methionin (%)
1,26

1,30
Lisin (%)
3,11
3,97
Sistin (%)
0,51
0,53
Triptophan (%)
0,39
0,43
Lemak (%)
6,62
9,85
Serat Kasar (%)
17,59
1,99
Kalsium (%)
7,76
3,34
Phospor (%)

1,31
2,18
Energi Bruto (kkal/kg)
3577
4679
Sumber: Lab. Ilmu Makanan Ternak, IPB
Kitin dan Kitosan

7

Kitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi. Kitin pertama
kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang
dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu senyawa kutikula
serangga Janis ekstra yang disebut dengan kitin (Mahatmanti et al., 2001).
Cangkang kepala udang mengandung 20-30% senyawa kitin, 21% protein dan
40-50% mineral. Kitin merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa yang
mempunyai rumus kimia poli(2-asetamida-2-dioksi-β-D-Glukosa) dengan ikatan βglikosidik (1,4) yang menghubungkan antar unit ulangnya. Struktur kimia kitin mirip
dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang terikat pada atom C2. Jika pada
selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah OH, maka pada kitin yang terikat
adalah gugus asetamida (Muzzarelli, 1985).

Kitin merupakan salah satu biopolymer homopolisakarida yang tersedia
sangat banyak di alam. Kitin terutama terdapat pada invertebrate laut, serangga,
kapang dan beberapa jenis khamir. Kitin biasanya banyak ditemukan dalam keadaan
bergabung dengan protein (Knorr, 1984). Komposisi kitin dan protein limbah
Crustaceae dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi (%) kitin dan protein berdasarkan berat kering pada Limbah
Crustaceae
Sumber Kitin
Protein
Kitin
Kepiting :
Collnectes sapidus
21,5
13,5
Chinocetes opilio
29,2
26,6
Udang :
41,9
17,0
Pandanus borealis
Crangon crangon
40,6
17,8
Penaeus monodon
47,4
40,4

8

Udang karang :
Procamborus clarkii
29,8
Krill :
Euphausia superb
41,0
Udang biasa
61,6
Sumber: Synowiecky and Al-Khateeb (2003)

13,2
24,0
33,0

Kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat sulit larut dalam air dan beberapa
pelarut organik, rendahnya aktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Ketiga sifat tersebut
menyebabkan penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan
derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkelat logam dalam
instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisiada dan
fungistatik penyembuh luka (Rismana, 2006).
Dalam hal kelarutan, kitin berbeda dengan selulosa karena kitin merupakan
senyawa yang stabil terhadap pereaksi kimia. Kitin bersifat hidrofobik, tidak larut
dalam air, alkohol dan hampir semua pelarut organik. Kitin dapat larut dalam asam
klorida, asam sulfat dan asam fosfat pekat (Roberts, 1992).
Kitin tidak mudah larut dalam air, sehingga penggunaannya terbatas. Namun
dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang memiliki
sifat kimia lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan (Hargono, 2008).
Kitosan adalah senyawa polimer alam turunan kitin yang diisolasi dari limbah
perikanan seperti kulit udang dan cangkang kepiting dengan kandungan kitin antara
65-70%. Sumber bahan baku kitosan yang lain di antaranya kalajengking, jamur,
cumi, gurita, serangga, laba-laba dan ulat sutera dengan kandungan kitin antara 545%. Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan

9

kopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau.
Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan basa
natrium bidroksida atau proses enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase.
Serat ini bersifat tidak dicerna dan tidak diserap tubuh. Sifat menonjol kitosan adalah
kemampuan mengabsorpsi lemak hingga 4-5 kali beratnya (Rismana, 2006).
Sebagian besar polisakarida yang terdapat secara alami seperti selulosa,
dekstran, pectin, alginat, agar, karagenan bersifat netral atau asam di alam. Kitosan
merupakan polisakarida yang bersifat basa (Kumar, 2000). Kitosan dalam bentuk
asam amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih dari 6,5 sehingga
memerlukan asam untuk melarutkannya. Kitosan larut dalam asam asetat dan asam
formiat encer (Hirano et al., 1987).
Menurut Rismana (2006), sifat alami kitosan dapat dibagi menjadi dua sifat
besar yaitu sifat kimia dan sifat biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin, tetapi
ada beberapa ciri khas seperti:


merupakan polimer poliamin berbentuk linear



mempunyai gugus amino aktif



mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam



bersifat biokompatibel, artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak
mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah
diuraikan oleh mikroba (biodegradable)



dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif

10



bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol



bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat.
Kitosan memiliki beberapa manfaat bagi manusia, sehingga merupakan bahan

perdagangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Manfaat kitosan antara lain:
1. Dalam bidang pertanian
Kitosan menawarkan alternatif alami dalam penggunaan bahan kimia yang
terkadang berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Kitosan membuat mekanisme
pertahanan pada tumbuhan (seperti vaksin bagi manusia), menstimulasi pertumbuhan
dan merangsang enzim tertentu (sintesa fitoaleksin, chitinase, pectinase, glucanase,
dan lignin). Pengontrol organik baru ini menawarkan pendekatan sebagai alat
biokontrol.
2. Dalam bidang pengolahan air
Kitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan membrane
ultrafiltrasi
3. Dalam bidang makanan
Kitosan sudah banyak digunakan dalam komposisi makanan di Jepang, Eropa,
dan Amerika Serikat sebagai perangkap lemak yang merupakan terobosab dalam
bidang diet
5. Dalam bidang kesehatan

11

Kitosan digunakan untuk bakteriostatik, immunologi, antitumor, cicatrizant,
homeostatic dan anti koagulan, obat salep untuk luka, ilmu pengobatan mata, ortopedi
dan penyembuhan jahitan akibat pembedahan (Kusumawati, 2009).

III.

ANALISIS DAMPAK

Perairan Indonesia memiliki potensi besar terhadap hasil lautnya yang sangat
melimpah, salah satunya adalah udang. Udang merupakan komoditas penting bagi
hasil perikanan Indonesia dan berparan penting dalam kegiatan ekspor perikanan di
Indonesia. Industri pengolahan udang pun semakin menigkat dari tahun ke tahun. Hal
ini tentu akan diikuti dengan meningkatnya volume limbah udang yang dihasilkan.
Volume limbah yang terus meningkat tiap tahunnya tanpa adanya penanganan lebih
lanjut tentu akan menimbulkan masalah.
Ada cara yang dapat menanggulangi masalah sampah tersebut, yaitu dengan
memanfaatkan limbah udang. Dengan demikian maka volume limbah kulit udang
dapat berkurang dan masalah yang ditimbulkan dari limbah tersebut dapat teratasi.
Karena kita menggunakan kembali kulit manggis dan mengubah kulit manggis
tersebut menjadi tepung yang dapat digunakan sebagai sumber antioksidan alami.
Adapun dampak yang ditimbulkan dari limbah kulit udang serta pemanfaatannya
meliputi dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi.

12

A. Dampak Lingkungan
Kulit udang yang merupakan limbah padat dari industri pengolahan
udang dan rumah tangga jika dibiarkan begitu saja tanpa adanya penanganan
lebih lanjut tentu akan berdampak buruk bagi lingkungan. Limbah kulit udang
yang dibiarkan begitu saja semakin lama akan semakin menumpuk dan dapat
mengundang serangga serta binatang pengurai lainnya. Akibatnya, limbah ini
menjadi sumber pencemaran lingkungan dan sumber penyakit bagi manusia.
Sehingga perlu adanya penangan lebih lanjut terhadap limbah udang tersebut
Potensi udang tidak hanya terbatas pada dagingnya saja, tetapi juga hampir
seluruh bagian udang menyimpan potensi yang sangat bermanfaat bagi manusia.
Seperti kita ketahui, kulit udang mengandung zat kitin yang sangat bermanfaat
bagi manusia. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, limbah yang
mengandung zat kitin ini dapat digunakan sebagai bahan antimikroba, anti rayap,
membran ultrafiltrasi, edible coating, sampai dapat menurunkan kadar kolesterol.
Mengingat potensi kulit udang yang cukup besar, tentunya limbah ini sangat
bermanfaat bagi manusia. Sehingga apabila limbah kulit udang yang dibiarkan
begitu saja dapat dimanfaatkan kembali maka keberadaan limbah ini akan
berkurang. Dengan begitu maka kebersihan dan kelestarian lingkungan akan
tetap terjaga.
B. Dampak Sosial

13

Keberadaan limbah kulit udang yang dibiarkan menumpuk begitu saja tentu
akan sangat menggagu bagi manusia. Limbah kulit udang yang melimpah tanpa
adanya penanganan secara tepat dan benar akan menimbulkan masalah yang
pada akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri. Pencemaran yang dihasilkan
oleh limbah udang baik udara, air, tanah dan lingkungan lainnya dapat
menyebabkan kondisi yang tidak sehat dan nyaman bagi kehidupan masyarakat.
Lingkungan yang menjadi tempat hidup masyarakat menjadi kotor, bau, dan
tidak sedap dipandang. Dengan kondisi masyarakat yang tidak sehat, kualitas
hidup menjadi rendah, dan aktifitas masyarakat pun akan terganggu. Untuk itu
perlu diterapkan sistem pengolahan limbah yang baik sehingga masalah
pencemaran lingkungan sekitar bisa diatasi.
Oleh karena itu pemanfaatan limbah kulit udang akan sangat membantu
meningkatkan keadaan sosial dilingkungan masyarakat yang terganggu dengan
keberadaan limbah kulit manggis. Pemanfaatan limbah kulit udang

dapat

membawa dampak positif bagi lingkungan dan manusia.
C. Dampak Ekonomi
Limbah kulit udang yang merupakan limbah padat hasil industri
pengolahan udang sering diabaikan keberadaannya. Manfaat zat kitin yang
terkandung di dalamnya bahkan terlihat tidak ada manfaatnya ketika kulit
udanng dibuang menjadi limbah yang tanpa manfaat. Padahal bila diteliti lebih
lanjut, limbah ini sangat barmanfaat seperti sebagai bahan antimikroba, anti

14

rayap, membran ultrafiltrasi, edible coating, sampai dapat menurunkan kadar
kolesterol.
Bila kulit udang dibuang dan dibiarkan membusuk begitu saja, maka
limbah ini tidak akan terlihat berguna, sehingga diperlukan penanganan yang
tepat dan benar untuk mengatasi masalah limbah tersebut. Melihat potensi yang
cukup besar dari limbah kulit udang, sangat disayangkan apabila limbah tersebut
dibiarkan membusuk begitu saja. Dengan memanfaatkan kembali limbah kulit
udang menjadi bahan-bahan yang berguna bagi manusia, maka limbah yang
semula tidak bernilai akan menjadi limbah yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

15

IV.

PEMBAHASAN MASALAH

Industri pengolahan udang banyak menimbulkan hasil samping berupa limbah
kulit udang yang belum dimanfaatkan secara optimal. Lain halnya apabila limbah
kulit udang diolah menjadi kitin dan kitosan. Kitin dan kitosan yang terkandung
dalam kulit udang memiliki banyak manfaat bagi manusia. Kiitin merupakan senyawa
yang stabil terhadap reaksi kimia, tidak beracun (non toxic) dan bersifat
biodegradable.
Namun salah sau sifat kitin yang dianggap kurang menguntungkan yaitu tidak
larut dalam air (bersifat hidrofobik), alkohol, serta tidak larut dalam asam maupun
alkali encer. Sifat ini mengakibatkan pemanfaatan kitin masih terbatas. Namun
dengan modifikasi kimiawi dapat diperoleh senyawa turunan kitin yang mempunyai
sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah kitosan
Dari khitin dapat dihasilkan khitosan dengan menghilangkan gugus asetil
(CH3-CO) sehingga molekul dapat larut dalam larutan asam, proses ini disebut

16

sebagai deasetilasi. Khitosan merupakan padatan amorf berwarna putih dengan
struktur kristal tetap dari bentuk awal khitin murni, memiliki sifat biologi dan
mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable, dan
biofungsional. Khitosan mempunyai rantai yang lebih pendek dari pada rantai kiitin.

Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya
di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi,
kesehatan, dan lingkungan. Berikut beberapa manfaat khitosan antara lain adalah :
1. Bidang

pertanian,

chitosan

menawarkan

alternatif

alami

dalam

penggunaan bahan kimia yang ter-kadang berbahaya bagi lingkungan dan
manusia. Chitosan membuat mekanisme pertahanan pada tum-buhan
(seperti vaksin bagi manusia), menstimulasi pertumbuhan dan merangsang enzim tertentu (sintesa fitoaleksin, chitinase, pectinnase,
glucanase dan lignin). Pengontrol organik baru ini menawarkan
pendekatan sebagai alat biokontrol.
2. Bidang pengolahan air, chitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan membran ultrafiltrasi.
3. Bidang makanan, chitosan sudah banyak digunakan dalam komposisi
makanan di Jepang, Eropa dan Amerika Serikat, sebagai perangkap lemak
yang merupakan terobosan dalam bidang diet.
4. Bidang kesehatan, chitosan digunakan untuk bakteriostatik, immunologi,
anti tumor, cicatrizant, homeostatic dan anti koagulan, obat salep untuk

17

luka, ilmu pengobatan mata, ortopedi dan penyembuhan jahitan akibat
pem-bedahan
Adapun proses pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang dapat dilihat
pada gambar 1.
Cangkang udang basah

Pencucian dan pengeringan

Grinding dan pengayakan

Deproteinasi

Pencucian

Demineralisasi

Pencucian

18

Penghilangan warna

Pencucian dan pengeringan

Kitin

Deasetilasi

Pencucian dan pengeringan

kitosan

Gambar 1. Proses pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang
Deproteinasi
Deproteinasi adalah tahap proses pemisahan protein yang terdapat pada
limbah kulit udang .Proses ini dilakukan pada suhu 60-70°C dengan menggunakan
larutan NaOH 1 M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = 1:10 (gr

19

serbuk/ml NaOH) sambil diaduk selama 60 menit. Kemudian campuran dipisahkan
dengan disaring untuk diambil endapannya
Pencucian dan pengeringan
Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai pH
netral. Selanjutnya disaring untuk diambil endapannya dan dikeringkan.

Demineralisasi
Demineralisasi merupakan proses penghilangan

mineral, kulit udang

sebagian besar mengandung CaCO3 dan Ca3(PO)4 pada chitin kasar. Proses ini
dilakukan pada suhu 25-30°C dengan menggunakan larutan

HCl 1 M dengan

perbandingan sampel dengan larutan HCl = 1:10 (gr serbuk/ml HCl) sambil diaduk
selama 120 menit. Kemudian disaring untuk diambil endapannya.
Penghilangan warna
Endapan hasil demineralisasi diekstrak dengan aseton dan dibleaching dengan
0,315% NaOCl (w/v) selama 5 menit pada suhu kamar. Perbandingan solid dan
solven 1:10 (w/v)
Pencucian dan pengeringan
Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest
netral. Kemudian disaring, dan endapan dikeringkan.
Deasetilasi

20

sampai pH

Deasetilasi merupakan proses penghilangan gugus asetil. Kitin yang telah
dihasilkan. dimasukkan dalam larutan NaOH pada suhu 90-100°C sambil diaduk
dengan kecepatan

konstan

selama

60 menit. Hasilnya berupa slurry disaring,

endapan dicuci dengan aquades lalu ditambah larutan HCl encer agar pH netral
kemudian dikeringkan. Maka terbentuklah kitosan derajat diasetilasi yang dihasilkan
harus ada dalam range nilai chitosan standart yaitu lebih besar dari 70%.konsentrasi
NaOH 50% menghasilkan derajat deasetilasi yang paling tinggi yaitu sebesar
82,98%.Semakin tinggi derajat deasetilasi maka semakin banyak gugus amino yang
terbentuk
Tahap ini merupakan proses penghilangan atau pengurangan gugus asetil
(COCH3) dan digantikan oleh atom hidrogen sehingga gugus amida (NHCOCH 3)
berganti menjadi gugus amina (-NH2). Prinsip dari proses ini adalah hidrolisis amida
dalam larutan basa yang terjadi melalui dua tahap yaitu, tahap adisi OH dan tahap
eliminasi yang disertai serah terima proton. Untuk membuktikan hasil kitosan dan
untuk menentukan DD (derajat deasetilasi) maka kitosan yang diperoleh kemudian
dilakukan analisis menggunakan spektrofotometer FTIR. Derajat desetilasi diartikan
sebagai persentase banyaknya gugus asetil yang hilang saat proses deasetilasi
(Marzuki et al., 2013).
Aplikasi Penggunaan Kitosan
1. Aplikasi Kitosan sebagai Edible Coating pada Stroberi

21

Kitosan yang terbuat dari limbah cangkang udang mempunyai mempunyai
kualitas yang cukup bagus, bahkan dnegan sifatnya yang cukup kuat, elastis, dan
fleksibel membuat kitosan sangat bagus untuk dijadikan bahan pelapis. Begitu pula
dengna sifatnya yang edible (dapat dimakan) membuat kitosan digolongkan ke dalam
bahan kemasan yang ramah lingkungan.
Kitosan sebagai edible coating banyak dimanfaatkan pada buah dan sayur,
antara lain buah stroberi. Buah stroberi (Fragaria x ananassa) merupakan salah satu
produk hortikultura dengan prospek yang cukup baik dan memiliki harga jual yang
cukup tinggi dipasaran dibanding produk buah lokal lainya. Setelah dipanen, stroberi
masih mengalami proses pengangkutan, dan penyimpanan. Pada proses ini terjadi
masa pembusukan, sehingga mempercepat hilangnya nilai gizi buah dan
mempercepat tumbuhnya mikroba (Willes, 2000).
Pemanfaatan kitosan sebagai edible coating pada buah stroberi bertujuan
untuk mempertahankan kualitas dari buah stroberi yang dilihat dari kadar vitamin C,
pH buah, dan kadar logam Pb yang terserap dengan adanya penambahan kitosan
Berdasarkan penelitian Marzuki et al. (2013) proses pelapisan stroberi dari
bahan kitosan dapat dilihat pada gambar 2.

Kitosan (1, 1.5, 2 gram)

22

Pelarutan dalam 100ml
asam asetat

Pengadukan pada suhu
40oC selama 60 menit

Larutan edible coating

Stroberi dicelupkan
selama 5 menit

Diangkat dan didinginkan
dalam suhu kamar

Gamabar 2. Proses pelapisan stroberi berbahan dasar kitosan

Pengamatan dilakukan berdasarkan perbedaan konsentrasi kitosan yang
digunakan pada edible coating dengan masa simpan 7 hari.
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan semakin lama waktu
penyimpanan konsentrasi vitamin C nya menurun, akan tetapi dengan penambahan
kitosan 2% kandungan vitamin C buah stroberi dapat lebih dipertahankan.

23

Penggunakan kitosan sebagai bahan pelapis stroberi juga mampu menurunkan
kadar ion Pb2+ secara signifikan. Akan tetapi variasi konsentrasi kitosan yang
digunakan tidak memperlihatkan nilai perubahan penurunan kadar ion Pb

2+

yang

signifikan, hal ini disebabkan karena pH pada kitosan tidak jauh berbeda padahal
besarnya pH sangat berpengaruh pada kemampuan kitosan dalam mengadsorpsi
logam.
Meskipun demikian, penambahan kitosan

sebanyak 2% merupakan

konsentrasi yang optimum untuk kitosan sebagai edile coating. Selai itu kitosan
sebagai coating adsorption, terbukti mampu menurunkan kadar logam Pb yang
terdapat pada permukaan buah stroberi dan mempertahankan kualitasnya sampai hari
ke lima.

2. Kitosab Sebagai Bahan Baku Pembuatan Membran Ultrafiltrasi
Membran ultrafiltrasi adalah alat penyaringan yang digunakan dalam proses
ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi sendiri (UF) merupakan proses membran dengan gaya
dorong (driving force) tekanan untuk memisahkan partikel, mikroorganisme,
molekul-molekul besar ( large molecule) dan droplets emulsi. Ukuran pori membran
berkisar antara 0,05 µm hingga 1 nm. Semua garam terlarut dan molekul ynag lebih
kecil akan melewati membran, sedangkan koloid, protein, kontaminan mikrobiologi,
molekul Kndustr berukuran besar akan tertahan (Kusumawati, 2009)
Metode ultrafiltrasi biasanya digunakan pada proses pemurnian air dan kini
ultrafiltrasi menjadi teknik pemisahan yang menarik pada pengolahan limbah cair

24

emulsi minyak karena diyakini mudah dalam pengoperasian, dan ekonomis
dibandingkan dengan proses pemisahan lainnya seperti sentrifugasi, sedimentasi,
filtrasi konvensional.
Limbah cair emulsi minyak sendiri banyak dihasilkan dari proses pemotongan
logam, yang biasa disebut dengan cutting oil. Komposisi yang terdapat dalam limbah
cair emulsi minyak sangat kompleks, maka tidaklah mudah untuk menangani beban
COD yang tinggi, yang diyakini bahwa hal tersebut disebabkan karena adanya
minyak. Pengolahan limbah cair emulsi minyak

dengan menggunakan proses

konvensional atau secara proses kimia sangat sulit dilakukan karena mengandung
konsentrasi suspended solid, COD, kandungan logam dan minyak yang tinggi (Kim
et al., 1989; Notodarmodjo et al., 2004). Sehingga penggunaan membran filtrasi akan
lebih efisien baik waktu maupun Kndust.
Selain digunakan dalam pengolahan limbah cair emulsi minyak, membran
ultrafiltrasi dapat juga digunakan dalam proses pemurnian konjak glukomanan.
Glukomanan merupakan bahan pengemulsi (emulgator) pada Kndustry makanan,
kertas dan kosmetik. Glukomanan ini di dalam cairan akan membentuk gel yang
mempunyai viskositas cukup tinggi sehingga sangat sulit dilakukan pemurnian.
Namun dengan menggunakan membran ultrafiltrasi hal ini masih mungkin dilakukan
mengingat membran ultrafiltrasi mempu memisahkan polisakarida dari molekul coextracted, oligosakarida kecil, monosakarida dan garam (Arfiani, 2013)
Banyaknya penemuan baru yang memanfaatkan ultrafiltrasi untuk proses
pemurnian mengakibatkan kebutuhan akan membran ultrafiltrasi cukup tinggi.

25

Namun selama ini harga membran ultrafiltrasi yang cukup mahal masih menjadi
kendala. Oleh karena itu pemanfaatan limbah cangkang udang sebagai bahan
pembuat membran mampu menghasilkan membran filtrasi dengan harga lebih
rendah. Proses pembuatan membran ultrafiltrasi dari limbah kulit udang dilakukan
dengan pengolahan kulit udang menjadi serbuk chitosan yang dapat dilihat pada
gambar…setelah didapat chitosan kemudian dilakukan serangkaian tahapan untuk
mendapatkan membran ultrafiltrasi, dapat dilihat pada gambar 3

Serbuk chitosan

Pelarutan dalam asam asetat

Pengadukan

Pencetakan

Lapisan film basah

26

Pengeringan dalam oven

Pelepasan membran dari cetakan

Membran ultrafiltrasi chitosan

Gambar 3. Proses pembutan membran ultrafikasi dari kitosan

Berdasarkan penelitian Widyasmara dan Cindika (2013) diketahi bahwa
kemampuan membran ultrafiltrasi dalam merejeksi COD pada pengolahan limbah
vegetable oil mencapai 98,83%, solar 98,66% dan pada cutting oil mencapai 94,89%.
Sehingga pengolahan limbah cangkang udang menjadi membran ultrafiltrasi akan
memberikan dampak sanitasi yang esar bagi lingkungan.

3. Kitosan Sebagai Pereduksi Kolesterol
Penggunaan senyawa biopolimer kitosan merupakan salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam lemak. Senyawa ini
akan membawa muatan listrik positif yang kemudian dapat menyatu dengan zat asam
empedu bermuatan negatif sehingga menghambat penyerapan kolesterol, proses ini
dapat berlangsung karena zat lemak yang masuk bersama makanan harus dicerna

27

dan diserap dengan bantuan zat asam empedu yang disekresi liver (Hargono dan
Indro, 2008).
Khitosan merupakan polimer glukosamin yang mengandung banyak gugus
amino yang bermuatan positif yang mampu mengikat gugus bermuatan negatif
seperti asam empedu dan asam lemak (Sugano et al., 1988).

Sifat ini bisa

disamakan dengan, cholestyramine, obat penurun kolesterol yang mampu mengikat
asam empedu ataupun sebagai polimer dapat disamakan dengan pektin atau
selulosa. Secara umum sifat hipokholesterolemik serat disebabkan sifat serat tidak
tercerna pada saluran pencernaan atas, memiliki viskositas tinggi, merupakan polimer
alami dan kemampuan pengikatan airn tinggi. Khitosan memiliki semua kriteria
tersebut.
A. Aplikasi Kitosan Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hargono dan Indro
(2008) diketahui bahwa kitosan mampu menurunkan kadar kolesterol lemak
kambing. Walaupun memang dari penelitian yang dilakukan masih
berdasarkan kolesterol total belum membedakan kolesterol densitas tinggi
dan kolesterol densitas rendah.
Proses penyerapan lemak

dilakukan memalui ekstraksi dengan

memasukkan kitosan dengan variasi, 1, 2, 3, 4,5, dan 7 gram ke dalam beaker
glass yang berisi lemak kambing cair sebanyak 50 ml, diaduk suhu operasi

28

dijaga tetap 60°C, waktu penyerapan masing-masing 10, 30, 45, dan 60
menit, selanjutnya dilakukan proses penyaringan, filtratnya diambil untuk
dianalisis kandungan kolesterolnya dengan Spektrofotometri.
Berdasarkan

massa

kitosan

yang

ditambahkan

didapatkan

hasil

penyerapan kolesterol yang efektiv pada penambahan 5 gram kitosan yaitu
sebesar 30,93%. Sementara penambahan kitosan sebanyak 7 gram hanya
mampu menyerap kolesterol sebanyak 27,92%, hal ini dikarenakan larutan
menjadi sangat kental sehingga proses pengadukan menjadi tidak sempurna.
Penambahan 5 gram kitosan yang diketahui paling efektive dalam
menyerap kolesterol, digunakan untuk mengetahui seberapa lama waktu yang
diperlukan kitosan untuk menyerap kolesterol secara maksimal. Setelah
dilakukan analsis didapatkan hasil bahwa dengan penambahan 5 gram kitin ke
dalam 50 ml lemak cair daging kambing dengan kadar kolesterol 19,25 %
dalam 10 menit mampu mereduksi jumlah kolesterol dengan persentase
30,9%, dan 45,46% selama 60 menit
B. Aplikasi Kitosan Dalam Mereduksi Kolesterol dalam Darah Tikus
Sprague Dawley
Salah satu sifat utama yang dimiliki khitosan yaitu polikationik yang
menyebabkan khitosan mampu memerangkap lemak. Oleh karena itu pada
penelitian yang dilakukan oleh Mertati dan Lestari (2008) digunakan khitosan
untuk menurunkan kolesterol darah Tikus Sprague Dawley.

29

Proses penelitian dilakukan dnegna menggunakan tikus Sprague Dawley
jantan umur 2 bulan dengan berat badan ±200 g setelah 1 minggu tikus
dikondisikan hiperkolesterolemia dengan pemberian pakan tinggi kolesterol
selama 1 minggu. Pakan hiperkolesterol mengandung 180 g lemak sapi/ kg
pakan atau setara 200 mg kolesterol/kg pakan).
Tiga kelompok pertama diperlakukan dengan pakan standar dan perlakuan
penambahan khitosan, 0%, 2,5% dan 5%. Tiga kelompok kedua diperlakuan
dengan pakan hiperkholesterol dengan perlakuan penambahan khitosan 0,
2,5% dan 5%.
Kemudian dilakukan analisis profil lipid serum darah (total kolesterol,
LDL kolesterol, HDL kolesterol, dan trigliserida) setiap minggu selama 6
minggu dan didapatkan hasil bahwa secara umum pemberian khitosan 2,5%
atau 5% pada tikus kontrol (pakan standar) dan tikus hiperkolesterolemia
dapat menurunkan kadar total kolesterol, LDL kolesterol, dan trigliserida dan
menaikkan HDL kolesterol dalam serum. Berturut-turut penurunan kadar total
kholesterol pada kondisi pakan standar adalah 92,18±4,45 dan 122,42±6,03
pada kondisi pakan hiperkholesterol adalah 49,09±10,60 dan 80,93±6,39
(mg/dl).
C. Aplikasi Kitosan Dalam Mereduksi Kolesterol Serum Kelinci
Suarsana (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kitosan
terhadap kolesterol serum kelincin, pada percobaannya digunakan kelinci
jantan ras New Zealand white berumur 5 bulan dengan bobot badan antara

30

1,5-1,6 kg sebanyak 12 ekor yang kemudian dibagi ke dalam 4 kelompok
perlakuan. Kelompok I adalah kelompok kontrol negatif, yaitu tidak diberi
kitosan. Kelompok II, III dan IV adalah kelompok yang masing-masing diberi
kitosan 1%, 2% dan 4%. Masa adaptasi dilakukan selama 10 hari dengan
memberi ransum standar dan air secara ad libitum. Perlakuan dilaksanakan
selama 1 bulan. Pada akhir percobaan darah diambil dari vena auricularis
untuk diambil serum, kemudian serum darah tersebut dianalisis kadar
kolesterol.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian kitosan 2% dan
4% mampu menurunkan kadar total kolesterol serum kelinci pada keadaan
normal,bahkan pada pemberian kitosan 4% kadar kolesterol akhir sebesar
39,03 mg/dl sangat menurun mendekati nilai normal terendah,. Hal ini karena
kitosan merupakan polimer polisakarida, polimer alami yang mengandung
serat kasar yang diketahui mempunyai pengaruh fisiologi dapat menurunkan
kolesterol.
Penelitian invitro yang dilakukan oleh Hawab (2002), dengan
mencampurkan 10 mg kolesterol dengan 150 mg kitosan, ternyata kitosan
secara invitro pada lingkungan pH 1-2 mampu mengikat molekul kolesterol
sebesar 18,06%. Fenomena ini kemungkinan juga terjadi pada penelitian ini.
Ransum dan kitosan dicerna di dalam lambung dalam kondisi lingkungan
asam. Kitosan

kemungkinan mengikat molekul kolesterol sehingga tidak

31

diabsorpsi oleh mukosa usus, sehingga menyebabkan rendahnya kadar total
kolesterol serum postprandial (setelah makan).

4. Aplikasi Kitosan Sebag i Antimikroba dalam Ikan segar
Salah satu pemanfaatan kitosan yang penting dan dibutuhkan saat ini adalah
sebagai bahan pengawet makanan atau antimikroba alami. Dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan, kitosan terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada
makanan, sehingga kitosan dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba alami.
Mekanisme kerja zat antimikroba secara umum adalah dengan merusak
struktur-struktur utama dari sel mikroba seperti dinding sel, sitoplasma, ribosom, dan
membran sitoplasma. Dengan adanya zat antimikroba (dalam hal ini adalah larutan
kitosan yang bersifat asam) akan menyebabkan denaturasi protein. Keadaan ini
menyebabkan inaktivasi enzim, sehingga sistem metabolisme terganggu atau menjadi
rusak dan akhirnya tidak ada aktivitas sel mikroba (Volk dan Wheeler, 1990). Sebagai
kation, kitosan mempunyai potensi untuk mengikat banyak komponen seperti protein.
Muatan positif dari gugus NH3+ pada kitosan dapat berinteraksi dengan muatan
negatif pada permukaan sel bakteri.
Adanya kerusakan pada dinding sel mengakibatkan pelemahan kekuatan
dinding sel, bentuk dinding sel menjadi abnormal, dan pori-pori dinding sel
membesar. Hal tersebut mengakibatkan dinding sel tidak mampu mengatur
pertukaran zat-zat dari dan ke dalam sel, kemudian membran sel menjadi rusak dan

32

mengalami lisis sehingga aktifitas metabolisme akan terhambat dan pada akhirnya
akan mengalami kematian. Dengan sifat tersebut kitosan dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pada makanan sehingga dapat memperpanjang umur simpan
bahan pangan. Penggunaan antimikroba kitosan ini dapat menjadi alternatif lain
sebagai antimikroba alami yang tidak membahayakan bagi kesehatan manusia. Selain
itu, pemanfaatan kitosan menjadi alternatif dalam meningkatkan nilai tambah dan
nilai ekonomis limbah kulit udang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahatmanti (2010) Untuk mencari
optimalisasi kitosan sebagai bahan anti mikroba maka kitosan yang

digunakan

divariasi konsentrasinya dengan cara melarutkan kitosan (w/v) kedalam asam asetat
2% (v/v) .
Sampel ikan nila yang diambil dari tambak, kemudian ditimbang untuk
diketahui beratnya. Sampel ikan masing-masing direndam dalam larutan kitosan
dengan konsentrasi yang bervariasi dengan perbandingan 1 kg ikan/1 L larutan
kitosan. Penyimpanan dilakukan dengan variasi waktu sampai batas aman yang
ditetapkan SNI untuk jumlah mikroba dalam ikan beku adalah 5 x 105 sel/mL.
Hasil uji mikroba menunjukkan bahwa penggunaan larutan kitosan 1% pada
ikan nila merupakan konsentrasi yang maksimm dalam menekan pertumbuhan
mikroba dalam ikan segar selam penyimpanan 10 jam. Selama rentang waktu tersebut
jumla mikroba yang terdapat dalam ikan nila hanya sebanyak 38.104 Sel/ mL

33

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Pengolahan limbah udang yang berupa cangkang menjadi kitosan akan sangat
memberikan dampak positif tidak hanya pada lingkungan ataupun harga jual namun
juga terhadapbidang- bidang lainnya yang memanfaatkan kitosan sebagai bahan baku
utamanya. Pengggunaan bahan kitosan untuk edible coating memberikan manfaat
yang sukup besar di bidang pangan, edible coating yang terbuat dari kitosan tidak
hanya saja berperan sebagai pelapis namun sekalis sebagai antimikroba sehingga
masa simpan bahan yang dilapisi menjadi lebih lama. Kitosan juga sangat bermanfaat
bagi lingkungan terutama dalam proses ultrafiltrasi pengolahan limbah cair emulsi
minyak yang banyak dihasilkan oleh industri dimana kitosan menjadi bahan utama
membran ultrafiltrasi. Dalam bidang kesehatan kitosan dapat digunakan sebagai zat
pereduksi kolesterol.

B. SARAN

34

Banyaknya penelitian yang menghasilkan penemuan mengenai pemanfaatan
limbah cangkang udang memberikan banyak manfaat pada sektor lingkungan,
kesehatan dan pangan. Disamping keseluruhan manfaat tersebut diharapkan akan
ditemukan lagi jenis pemanfaatan limbah cangkang udang lainnya yang lebih
aplikatif dengna metode yang lebih sederhana sehingga masayarakat secara luas
mampu turut serta dalam pengolahan limbah cangkang udang.
DAFTRA PUSTAKA
Afriyani, Yusiana Dewi, Anisah Nirmala dan Nita Aryanti. 2013. Pemisahan Konjak
Glukomanan Menggunakan Membran Ultrafiltrasi. Jurnal Teknologi Kimia
dan Industri, Vol. 2, No. 4 Tahun 2013, Halaman 164-169.
Balley, J.E., and Ollis, D.F., (1977), “Biochemical Engineering Fundamental”, Mc.
Graw Hill Kogakusha, ltd., Tokyo.
Hargono, Abdullah dan Indro Sumantri. 2008. Pembuatan Kitosan Dari Limbah
Cangkang Udang Serta Aplikasinya Dalam Mereduksi Kolesterol Lemak
Kambing. Reaktor, Vol. 12 No. 1, Juni 2008, Hal. 53-57
Hawab, H.M. 2002. Kitosan dapat mengikat Molekul Kholesterol. Nusa Kimia. 2(1):
25-31
Hirano, S., N. Sato, S. Yoshida, and S. Kitagawa. 1987. Chemichal Modifcation of
Chitin and Chitosan, and Their Novel Application. In: Industrial
polisaccharides. Yalpani , M. Elsevier, Amsterdam, pp. 163-164.
Juhairi, 1986. Pembuatan Tepung dan Protein Konsentrat Dari Limbah Industri
Udang Beku. IPB, Bogor.
Kusumawati, Nita. 2009. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Membran Ultrafiltrasi. Inotek Volume 13, Nomor 2, Agustus
2009
Lampungpost,
2006.
Limbah
Udang
dan
http://lampungpost.com. Diakses 24 Maret 2014

35

Rujungan.(on-

line)

Lab. Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB PI/dw (www.Poultryindonesia.com)

Martati, Erryana dan Lestari, Lily Arsanti. 2008. Pengaruh Pemberian Khitosan
Terhadap Profil Serum Darah Tikus Sprague Dawley. Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 9 No. 3 (Desember 2008) 157-164
Marzuki, Qosim, Khabibi dan Nor Basid A. Prasetya. 2013. Pemanfaatan Limbah
Kulit Udang Windu (Penaeus monodon) Sebagai Edible Coating Dan
Pengaruhnya Terhadap Kadar Ion Logam Pb(II) Pada Buah Stroberi
(Fragaria x ananassa). Chem Info Vol 1, No 1, Hal 232 - 239, 2013
Mahatmanti, W, 2001, Studi adsorpsi Ion Logam Seng(II) dan Timbal(II) Pada
Kitosan dan Kitosan-sulfat Dari Cangkang Udang Windu (Penaus
monodon), Tesis .Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mahatmanti, FW, Warlan Sugiyo dan Wisnu Sunarto. 2010. Sintesis Kitosan dan
Pemanfaatannya sebagai Antimikrobia Ikan Segar. Sains Teknologi 2010
Menristek. 2003. Budidaya udang windu.
Diakses 24 Maret 2014

(on- line) http://warintekbantul.com.

Muzzarelli, R.A.A., 1977. Chitin. Pergamon Press Ltd. Oxford, England.
Notodarmojo, Suprihanto, T. Zulkarnain, Dini Mayasanthy dan M. Irsyad. 2004.
Efek Pretreatment Terhadap Pembentukan Lapisan Cake dan Struktur
Membrane pada Membran Ultrafiltrasi Aliran Cross-flow dalam Pengolahan
Limbah Cair Emulsi Minyak. PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A, No. 2,
2004, 127-144
Raharjo, Y. J. 1985. Nilai Gizi Cangkang Udang dan Pemanfaatannya Untuk Itik.
Prosiding Seminar Nasional Peternakan Unggas. Balai Penelitian Ternak
Ciawi, Bogor.
Rahmini, Endang Sri. 2010. Pemanfaatan Hasil Samping Udang yang Difermentasi
dengan
Serratia marcescens sebagai Substitusi Tepung Ikan terhadap
Karkas Broiler Umur 8
Minggu. Skripsi. Departemen Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Roberts, G.A.F. 1992. Chitin Chemistry. The Macmillan Press Ltd, London.
Soetomo, M., 1990. Teknik Budidaya Udang Windu. Sinar Baru, Bandung.

36

Suparno dan Nurcahaya, 1984. Pemanfaatan Limbah Udang. Balai Penelitian Limbah
Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Synowiecki, J And N.A. Al-Khateeb, 2003. Production, properties and some
new applications of chitin and Its derivates, Crit.rev.Food Sci.Nutr;43(2);
145-171
Suarsana, I Nyoman. 2012. Pengaruh Pemberian Kitosan Terhadap Kadar Mineral
Dan Kolesterol Serum Kelinci. Majalah Ilmiah Peternakan 2012 .
Widyasmara, Maria dan Cindika Kusuma Dewi. 2013. Potensi Membran Mikrofiltrasi
dan Ultrafiltrasi untuk Pengolahan Limbah Cair Berminyak. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri, Vol.2, No.2 Tahun 2013, Halaman 295-307

37