Primordialisme dan Toleransi antar Suku
Primordialisme dalam Sudut Pandang Sumpah Pemuda; Sebuah Upaya
untuk Kekalkan NKRI
Muhamad Yusup Alwi
SMA Insan Cendekian Alkausar
A. Latar Belakang
Tragedi Tolikara telah menodai toleransi beragama. Lebih dari 38 rumah
dan 63 kios terbakar, 153 jiwa mengungsi (www.republika.com, 2015). Tragedi
itu didahului oleh adanya Surat Badan Pekerja Wilayah Toli (BPWT) Gereja Injili
Di Indonesia (GIDI) tertanggal 11 Juli 2015 kepada umat Islam se-Kabupaten
Tolikara. Surat itu juga ditembuskan kepada Bupati, Ketua DPRD, Kapolres dan
Dandim Kabupaten Tolikara berisi larangan terhadap umat Islam di sana untuk
melaksanakan shalat Idul Fitri. Bahkan dalam surat itu juga tertulis larangan bagi
muslimah memakai jilbab (www.hidayatulloh.com, 2015).
Walaupun, menurut Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri
Soedarmo, peraturan daerah (PERDA) tersebut tak pernah sampai ke pemerintah
pusat. Sehingga jika PERDA melanggar hak asasi atau bertentangan dengan UU
di atasnya, pemerintah pusat akan meminta pemerintah daerah merevisi beleid
tersebut. Namun tetap saja, tragedi Tolikara telah terjadi dan mengoyak
kerukunan beragama serta meruntuhkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Karena hak melaksanakan ibadah atau merayakan hari besar keagamaan
merupakan hak setiap pemeluk agama, terlebih agama Islam sebagai agama yang
resmi di Indonesia.
Atas kejadian tersebut perlu kiranya ditelisik. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Tentu telah banyak sudut pandang dalam menilai tragedi Tolikara, ada yang
menganggap sebagai konflik antar umat agama, konflik pendatang dan pribumi,
maupun konflik antar suku. Namun, sebagai generasi muda dan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober, penulis ingin mencoba
mendudukkan kembali mengenai tragedi Tolikara ini dalam sudut pandang
Sumpah Pemuda.
Pentingnya untuk mengingat kembali tentang komitmen sumpah para
pemuda dan para pendiri bangsa di era kebangkitan tepatnya tanggal 28 Oktober
1928. Saat itu organisasi pemuda dari seluruh daerah menyatukan tekad
perjuangan dan tujuan bersama untuk merebut kemerdekaan dari penjajah
Belanda. Di sisi lain, sangat penting juga mengakomodasi rasa cinta terhadap
suku asal, daerah kelahiran atau bahkan fanatisme keyakinan yang secara naluriah
hadir di setiap insan manusia. Dari titik ini penulis ingin mengkombinasikan
antara perasaan fanatisme atas suku, kedaerahan, keyakinan dan komitmen
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sebagai sudut pandang dalam mengkaji
tragedi Tolikara. Oleh karena itu, judul tulisan ini adalah “Primordialisme
dalam Sudut Pandang Sumpah Pemuda; Sebuah Upaya untuk Kekalkan
NKRI.”
B. Primordialisme, Monster atau Malaikat?
Pada faktanya di Tolikara terdapat banyak pendatang dari luar Papua,
sebut saja dari Jawa, Sulawesi dan Madura. Untuk menyambung hidup para
pendatang memiliki pencaharian sebagai pedagang. Mereka memiliki kios-kios
tempat berjualan, lambat laun seiring dengan kerja kerasnya “para pendatang”
mendapatkan kemapanan ekonomi. Akan tetapi, bertolak belakang dengan “warga
pribumi” asli Papua, mereka masih hidup dalam serba kekurangan. Pencaharian
sebagai petani maupun “berburu” tentunya tidak membuat warga asli Papua
seberuntung warga pendatang. Kebetulan, warga pribumi adalah mayoritas agama
kristen, sedangkan warga pendatang penganut agama Islam. Dengan kondisi
sosial seperti ini, sangatlah rentan terjadi konflik baik disebabkan oleh
kecemburuan ekonomi, gesekan antar suku pendatang - pribumi maupun
pertentangan antar penganut agama kristen dan Islam.
Perlu dipahami juga bahwa keunikan warga Papua adalah adanya
keterikatan yang kuat antar anggota suku. Atau dapat dikatakan memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan keutuhan sukunya terkadang berlebihan,
dalam istilah sosiologi adalah primordialisme. Primordialisme itu sendiri
merupakan faktor penting untuk memperkuat ikatan golongan suatu kelompok
kebudayaan yang bersangkutan. Namun, ada kalanya akan menilai suku lain dari
kacamata budayanya dengan menganggap kelompoknya lebih tinggi dari
kelompok lain (www.wikipedia.com, 2015).
Primordialisme dapat berdampak positif maupun negatif. Banyaknya unsur
kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa di seluruh kepulauan Indonesia dapat
memperkaya khazanah kebudayaan nasional. Kecintaan terhadap budaya-budaya
daerah seperti adat istiadat, kesenian daerah dan kekayaan kulinernya merupakan
sebuah sikap yang diperlukan dan harus dipupuk. Maka dari itu primordialisme
adalah “malaikat” buat bangsa ini. Akan tetapi ketika rasa cinta yang berlebihan
terhadap daerah asal, tidak perlu tumbuh, karena akan menghambat modernisasi
dan proses pembangunan. Lebih jauh lagi, akibat terlalu kuatnya primordialisme
dapat memicu potensi konflik antara suku-suku bangsa dan menghancurkan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini primordialisme
adalah “monster” buat integrasi bangsa.
C. Sumpah Pemuda, bukan Sumpah buat Pemuda
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 merupakan peristiwa sejarah
yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Pada waktu itu, organisasi pemuda
yang berasal dari berbagai daerah dengan perbedaaan bahasa, agama, suku
bangsa, adat istiadat, dan budaya berkumpul dalam sebuah kongres pemuda.
Mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu menjadikan Indonesia negara yang
merdeka dan bebas dari segala bentuk penjajahan (www.wikipedia.com, 2015).
Kemudian, hasil kongres tersebut melahirkan tiga tekad para pemuda yang
dikenal dengan Sumpah Pemuda yaitu:
1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air
Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Sumpah Pemuda merupakan bukti bahwa bangsa besar akan lahir. Dengan tekad
inilah komitmen perjuangan rakyat Indonesia semakin terarah hingga berhasil
mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Kini nilai-nilai sumpah pemuda perlu tetap dilestarikan supaya persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia dapat tetap terjaga dengan baik. Beberapa nilai
dalam Sumpah Pemuda dapat dilihat dalam Tabel 1:
Tabel 1. Nilai-Nilai Sumpah Pemuda
No
1.
Nilai Sumpah Pemuda
Persatuan dan kesatuan
2.
Rela berkorban bagi bangsa dan
negara
3.
Kesetiaan terhadap bangsa dan
negara
4.
Bangga sebagai bangsa indonesia
Sikap dalam Kehidupan Bermasyarakat
menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan
benar.
menghormati suku bangsa yang lain yang ada di
Indonesia
menghormati kebudayaan daerah lain.
menghormati penganut agama yang lain.
ikut kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar.
menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan;
membantu tetangga yang mengalami kesulitan;
memberikan bantuan untuk korban bencana alam
menempatkan persatuan dan kesatuan serta
keselamatan dan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi dan golongan.
memiliki disiplin diri, disiplin sosial dan disiplin
nasional yang tinggi;
bangga sebagai bangsa Indonesia dan tanah air
Indonesia;
berani menegakkan kebenaran dan keadilan.;
menghormati jasa para pahlawan;
menghormati keberagaman bangsa Indonesia;
membawa nama harum Indonesia dalam
percaturan Internasional.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sumpah pemuda seperti disebutkan
dalam Tabel 1., tentunya harus dihayati dan diamalkan dalam kehidupan seharihari oleh seluruh rakyat Indonesia, baik orang tua maupun kaum muda. Supaya
bangsa ini tidak mundur, tetapi terus membangun manusia Indonesia yang
bermartabat baik di dalam negeri maupun di dunia internasional.
D. Membumikan Sumpah Pemuda
Setelah mengkaji kronologi dari tragedi Tolikara, bahwa primordialisme
yang berlebihan sangatlah memiliki dampak yang destruktif buat bangsa
Indonesia. Dan dengan kembali menelaah sejarah Sumpah Pemuda, maka
semangat para pendiri negeri ini, yang gigih memperjuangkan persatuan dan
kesatuan, demi terwujudnya kemerdekaan perlu ditanamkan pada generasi muda
sekarang dan nanti.
Untuk membumikan Sumpah Pemuda diperlukan empat Soko Guru, demi
kekalkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu:
Pertama Pancasila, merupakan suatu perjanjian luhur yang harus dijadikan
pedoman bagi bangsa. Sila kedua - kemanusiaan yang adil dan beradabbangsa yang harus berbudi luhur dan mengembangkan persaudaraan. Sila
ketiga menegaskan bahwa bangsa Indonesia merupakan negara kebangsaan
yang memiliki kehendak untuk bersatu.
Kedua Multikulturalisme mengakui perbedaan-perbedaaan dalam individu
maupun kelompok.
Ketiga NKRI untuk menghilangkan keraguan terhadap pecahnya suatu negara,
diperlukan komitmen untuk mempertahankan keutuhan bangsa.
Keempat Bhinneka Tunggal Ika, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
terdiri atas berbagai suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, serta agama
yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai perbedaanperbedaan antara suku yang satu dengan suku yang lain.
Melalui empat Soko Guru ini akan diperoleh hikmah buat negeri ini yaitu
timbulnya sikap toleran dan saling menghargai antar perbedaan, baik perbedaan
suku, bahasa, agama, dan sebagainya. Sehingga akan tercipta
1) kehidupan bermasyarakat akan lebih tentram dan damai sejahtera
2) persatuan dan kesatuan bangsa indonesia akan terwujud
3) pembangunan negara akan lebih mudah tanpa terhambat oleh kelompokkelompok yang menentang.
E. Penutup dan Kesimpulan
1. Tragedi Tolikara telah mencedrai toleransi beragama di Indonesia
2. Primordialisme yang berlebihan sangatlah kental dalam kasus Tolikara
sehingga memiliki dampak yang destruktif buat persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia.
3. Diperlukan untuk menelaah kembali sejarah Sumpah Pemuda, agar
semangat para pendiri negeri ini tertanam pada generasi muda sekarang
dan nanti.
4. Ada empat Soko Guru, demi menjaga kekekalkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yaitu: Pancasila; Multikulturalisme; NKRI; dan
Bhinneka Tunggal Ika.
5. Generasi muda sangat perlu untuk mempelajari perjuangan pendiri bangsa
ini untuk dihayati dan dicontoh untuk menjaga keutuhan NKRI.
F. Daftar Pustaka
1. http://www.mikirbae.com/2015/03/pengamalan-nilai-sumpah-pemudadalam.html. diakses Selasa, 29 sep 2015; jam 10.18 am
2. https://nindisabrina.wordpress.com/2014/05/28/konflik-antar-suku-bangsa
diakses Rabu, 13 oktober 2015, jam 10.54
3. http://biz.kompas.com/read/2015/07/18/144157128/Ketua.DPDRI.Insiden.Papua.Menegaskan.Perlunya.Meningkatkan.Solidaritas.Antar.Umat
.Beragama diakses, Senin, 28-09-2015, jam 4.11 pm
untuk Kekalkan NKRI
Muhamad Yusup Alwi
SMA Insan Cendekian Alkausar
A. Latar Belakang
Tragedi Tolikara telah menodai toleransi beragama. Lebih dari 38 rumah
dan 63 kios terbakar, 153 jiwa mengungsi (www.republika.com, 2015). Tragedi
itu didahului oleh adanya Surat Badan Pekerja Wilayah Toli (BPWT) Gereja Injili
Di Indonesia (GIDI) tertanggal 11 Juli 2015 kepada umat Islam se-Kabupaten
Tolikara. Surat itu juga ditembuskan kepada Bupati, Ketua DPRD, Kapolres dan
Dandim Kabupaten Tolikara berisi larangan terhadap umat Islam di sana untuk
melaksanakan shalat Idul Fitri. Bahkan dalam surat itu juga tertulis larangan bagi
muslimah memakai jilbab (www.hidayatulloh.com, 2015).
Walaupun, menurut Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri
Soedarmo, peraturan daerah (PERDA) tersebut tak pernah sampai ke pemerintah
pusat. Sehingga jika PERDA melanggar hak asasi atau bertentangan dengan UU
di atasnya, pemerintah pusat akan meminta pemerintah daerah merevisi beleid
tersebut. Namun tetap saja, tragedi Tolikara telah terjadi dan mengoyak
kerukunan beragama serta meruntuhkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Karena hak melaksanakan ibadah atau merayakan hari besar keagamaan
merupakan hak setiap pemeluk agama, terlebih agama Islam sebagai agama yang
resmi di Indonesia.
Atas kejadian tersebut perlu kiranya ditelisik. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Tentu telah banyak sudut pandang dalam menilai tragedi Tolikara, ada yang
menganggap sebagai konflik antar umat agama, konflik pendatang dan pribumi,
maupun konflik antar suku. Namun, sebagai generasi muda dan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober, penulis ingin mencoba
mendudukkan kembali mengenai tragedi Tolikara ini dalam sudut pandang
Sumpah Pemuda.
Pentingnya untuk mengingat kembali tentang komitmen sumpah para
pemuda dan para pendiri bangsa di era kebangkitan tepatnya tanggal 28 Oktober
1928. Saat itu organisasi pemuda dari seluruh daerah menyatukan tekad
perjuangan dan tujuan bersama untuk merebut kemerdekaan dari penjajah
Belanda. Di sisi lain, sangat penting juga mengakomodasi rasa cinta terhadap
suku asal, daerah kelahiran atau bahkan fanatisme keyakinan yang secara naluriah
hadir di setiap insan manusia. Dari titik ini penulis ingin mengkombinasikan
antara perasaan fanatisme atas suku, kedaerahan, keyakinan dan komitmen
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sebagai sudut pandang dalam mengkaji
tragedi Tolikara. Oleh karena itu, judul tulisan ini adalah “Primordialisme
dalam Sudut Pandang Sumpah Pemuda; Sebuah Upaya untuk Kekalkan
NKRI.”
B. Primordialisme, Monster atau Malaikat?
Pada faktanya di Tolikara terdapat banyak pendatang dari luar Papua,
sebut saja dari Jawa, Sulawesi dan Madura. Untuk menyambung hidup para
pendatang memiliki pencaharian sebagai pedagang. Mereka memiliki kios-kios
tempat berjualan, lambat laun seiring dengan kerja kerasnya “para pendatang”
mendapatkan kemapanan ekonomi. Akan tetapi, bertolak belakang dengan “warga
pribumi” asli Papua, mereka masih hidup dalam serba kekurangan. Pencaharian
sebagai petani maupun “berburu” tentunya tidak membuat warga asli Papua
seberuntung warga pendatang. Kebetulan, warga pribumi adalah mayoritas agama
kristen, sedangkan warga pendatang penganut agama Islam. Dengan kondisi
sosial seperti ini, sangatlah rentan terjadi konflik baik disebabkan oleh
kecemburuan ekonomi, gesekan antar suku pendatang - pribumi maupun
pertentangan antar penganut agama kristen dan Islam.
Perlu dipahami juga bahwa keunikan warga Papua adalah adanya
keterikatan yang kuat antar anggota suku. Atau dapat dikatakan memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan keutuhan sukunya terkadang berlebihan,
dalam istilah sosiologi adalah primordialisme. Primordialisme itu sendiri
merupakan faktor penting untuk memperkuat ikatan golongan suatu kelompok
kebudayaan yang bersangkutan. Namun, ada kalanya akan menilai suku lain dari
kacamata budayanya dengan menganggap kelompoknya lebih tinggi dari
kelompok lain (www.wikipedia.com, 2015).
Primordialisme dapat berdampak positif maupun negatif. Banyaknya unsur
kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa di seluruh kepulauan Indonesia dapat
memperkaya khazanah kebudayaan nasional. Kecintaan terhadap budaya-budaya
daerah seperti adat istiadat, kesenian daerah dan kekayaan kulinernya merupakan
sebuah sikap yang diperlukan dan harus dipupuk. Maka dari itu primordialisme
adalah “malaikat” buat bangsa ini. Akan tetapi ketika rasa cinta yang berlebihan
terhadap daerah asal, tidak perlu tumbuh, karena akan menghambat modernisasi
dan proses pembangunan. Lebih jauh lagi, akibat terlalu kuatnya primordialisme
dapat memicu potensi konflik antara suku-suku bangsa dan menghancurkan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini primordialisme
adalah “monster” buat integrasi bangsa.
C. Sumpah Pemuda, bukan Sumpah buat Pemuda
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 merupakan peristiwa sejarah
yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Pada waktu itu, organisasi pemuda
yang berasal dari berbagai daerah dengan perbedaaan bahasa, agama, suku
bangsa, adat istiadat, dan budaya berkumpul dalam sebuah kongres pemuda.
Mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu menjadikan Indonesia negara yang
merdeka dan bebas dari segala bentuk penjajahan (www.wikipedia.com, 2015).
Kemudian, hasil kongres tersebut melahirkan tiga tekad para pemuda yang
dikenal dengan Sumpah Pemuda yaitu:
1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air
Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Sumpah Pemuda merupakan bukti bahwa bangsa besar akan lahir. Dengan tekad
inilah komitmen perjuangan rakyat Indonesia semakin terarah hingga berhasil
mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Kini nilai-nilai sumpah pemuda perlu tetap dilestarikan supaya persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia dapat tetap terjaga dengan baik. Beberapa nilai
dalam Sumpah Pemuda dapat dilihat dalam Tabel 1:
Tabel 1. Nilai-Nilai Sumpah Pemuda
No
1.
Nilai Sumpah Pemuda
Persatuan dan kesatuan
2.
Rela berkorban bagi bangsa dan
negara
3.
Kesetiaan terhadap bangsa dan
negara
4.
Bangga sebagai bangsa indonesia
Sikap dalam Kehidupan Bermasyarakat
menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan
benar.
menghormati suku bangsa yang lain yang ada di
Indonesia
menghormati kebudayaan daerah lain.
menghormati penganut agama yang lain.
ikut kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar.
menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan;
membantu tetangga yang mengalami kesulitan;
memberikan bantuan untuk korban bencana alam
menempatkan persatuan dan kesatuan serta
keselamatan dan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi dan golongan.
memiliki disiplin diri, disiplin sosial dan disiplin
nasional yang tinggi;
bangga sebagai bangsa Indonesia dan tanah air
Indonesia;
berani menegakkan kebenaran dan keadilan.;
menghormati jasa para pahlawan;
menghormati keberagaman bangsa Indonesia;
membawa nama harum Indonesia dalam
percaturan Internasional.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sumpah pemuda seperti disebutkan
dalam Tabel 1., tentunya harus dihayati dan diamalkan dalam kehidupan seharihari oleh seluruh rakyat Indonesia, baik orang tua maupun kaum muda. Supaya
bangsa ini tidak mundur, tetapi terus membangun manusia Indonesia yang
bermartabat baik di dalam negeri maupun di dunia internasional.
D. Membumikan Sumpah Pemuda
Setelah mengkaji kronologi dari tragedi Tolikara, bahwa primordialisme
yang berlebihan sangatlah memiliki dampak yang destruktif buat bangsa
Indonesia. Dan dengan kembali menelaah sejarah Sumpah Pemuda, maka
semangat para pendiri negeri ini, yang gigih memperjuangkan persatuan dan
kesatuan, demi terwujudnya kemerdekaan perlu ditanamkan pada generasi muda
sekarang dan nanti.
Untuk membumikan Sumpah Pemuda diperlukan empat Soko Guru, demi
kekalkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu:
Pertama Pancasila, merupakan suatu perjanjian luhur yang harus dijadikan
pedoman bagi bangsa. Sila kedua - kemanusiaan yang adil dan beradabbangsa yang harus berbudi luhur dan mengembangkan persaudaraan. Sila
ketiga menegaskan bahwa bangsa Indonesia merupakan negara kebangsaan
yang memiliki kehendak untuk bersatu.
Kedua Multikulturalisme mengakui perbedaan-perbedaaan dalam individu
maupun kelompok.
Ketiga NKRI untuk menghilangkan keraguan terhadap pecahnya suatu negara,
diperlukan komitmen untuk mempertahankan keutuhan bangsa.
Keempat Bhinneka Tunggal Ika, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
terdiri atas berbagai suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, serta agama
yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai perbedaanperbedaan antara suku yang satu dengan suku yang lain.
Melalui empat Soko Guru ini akan diperoleh hikmah buat negeri ini yaitu
timbulnya sikap toleran dan saling menghargai antar perbedaan, baik perbedaan
suku, bahasa, agama, dan sebagainya. Sehingga akan tercipta
1) kehidupan bermasyarakat akan lebih tentram dan damai sejahtera
2) persatuan dan kesatuan bangsa indonesia akan terwujud
3) pembangunan negara akan lebih mudah tanpa terhambat oleh kelompokkelompok yang menentang.
E. Penutup dan Kesimpulan
1. Tragedi Tolikara telah mencedrai toleransi beragama di Indonesia
2. Primordialisme yang berlebihan sangatlah kental dalam kasus Tolikara
sehingga memiliki dampak yang destruktif buat persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia.
3. Diperlukan untuk menelaah kembali sejarah Sumpah Pemuda, agar
semangat para pendiri negeri ini tertanam pada generasi muda sekarang
dan nanti.
4. Ada empat Soko Guru, demi menjaga kekekalkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yaitu: Pancasila; Multikulturalisme; NKRI; dan
Bhinneka Tunggal Ika.
5. Generasi muda sangat perlu untuk mempelajari perjuangan pendiri bangsa
ini untuk dihayati dan dicontoh untuk menjaga keutuhan NKRI.
F. Daftar Pustaka
1. http://www.mikirbae.com/2015/03/pengamalan-nilai-sumpah-pemudadalam.html. diakses Selasa, 29 sep 2015; jam 10.18 am
2. https://nindisabrina.wordpress.com/2014/05/28/konflik-antar-suku-bangsa
diakses Rabu, 13 oktober 2015, jam 10.54
3. http://biz.kompas.com/read/2015/07/18/144157128/Ketua.DPDRI.Insiden.Papua.Menegaskan.Perlunya.Meningkatkan.Solidaritas.Antar.Umat
.Beragama diakses, Senin, 28-09-2015, jam 4.11 pm