DLHK Prov Jateng Sosialisasi Pengelolaan Air Limbah 24 02 2017 - Kumpulan data - OPEN DATA PROVINSI JAWA TENGAH

PENINGKATAN KINERJA
PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Aris Mukimin
Balai Besar Teknologi
Pencegahan Pencemaran
Industri
Kementerian perindustrian

OUTLINE
Pendahuluan
Peningkatan performa IPAL
existing
Peningkatan sistem dan / unit IPAL

PENDAHULUAN
Peraturan
Proses dan
karakteristik air
limbah


PERATURAN
 Undang-undang

No 32 Tahun 2009: Perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, Pasal 20 ayat 3
(a) menyebutkan: Setiap orang diperbolehkan untuk
membuang limbah ke media lingkungan dengan
syarat memenuhi baku mutu
 Permen LH No 5 tahun 2014: Baku mutu air limbah
diantaranya:
 Industri minuman ringan
 Industri pengolahan hasil perikanan
 Industri pengolahan daging
 Dan lain-lain

INDUSTRI MINUMAN RINGAN
o Industri

minuman ringan (soft drink) terbagi dalam:


o Berkarbonasi (melarutkan CO2)
o Non berkarbonasi

o Bahan yang digunakan:
o Air
o Konsentrat (flavor)
o Bahan pemanis:
o Alami: gula pasir, gula cair, gula jagung

o Buatan: sakarin, Na; Ca; Mg; K siklamat

o Pemberi rasa asam: asam sitrat, asam pospat, asam fumirat
o Pemberi aroma: ekstrak alkoholik
o Karbon dioksida (CO2)

INDUSTRI MAKANAN RINGAN
Bahan
baku

Susu → protein

Tepung → karbohidrat
Gula → karbohidrat
Minyak → lemak

INDUSTRI SIKLAMAT
 Siklamat

adalah garam sodium atau kalsium dari
asam siklamik, dibuat dari reaksi sulfonasi
sikloheksilamin

+
siklohexilamin

Asam sulfamat

Sodium siklamat

INDUSTRI PENGOLAH HASIL PERIKANAN


Ikan mengandung
Air (50%)
Protein (15-25%): asam amino (larut
air, larut garam netral, tidak larut)

Lipid
Karbohidrat

INDUSTRI PENGOLAH DAGING
High polluted with organic subtance
Blood
Disolved protein
Fat
Excrement

PENINGKATAN PERFORMA IPAL EXISTING

PENGOLAHAN
Mencapai kualitas untuk
dipergunakan kembali,

misalnya daur ulang

Memenuhi baku Pencucian
mutu

Pembilasan

Tujuan utama pengolahan limbah adalah
memperbaiki kualitas limbah agar sesuai
untuk dibuang ke lingkungan atau
dipergunakan dalam bentuk lain

Pertanian atau
pertamanan
Penggunaan lain

TINGKAT PENGOLAHAN AIR LIMBAH
Pengolahan pendahuluan (pretreatment)
Pengolahan awal (primary treatment)
Pengolahan sekunder (scondary treatment)

Pengolahan lanjut (advance treatment)

JENIS PENGOLAHAN LIMBAH
Kontinu/Mengalir

Batch/Diam

Cara Pengaliran

Jenis Pengolahan Limbah

Reaksi/Proses Yang Terlibat

Pengolahan
Biologis

Pengolahan
Kimia

Pengolahan

Fisika

DIAGRAM ALIR
PENGOLAHAN

Al
Air

Cl2

Polimer

Eff
RW

Primary
clarifier

S


Activated
sludge

Final
clarifier

Filter

RAS
WW
S

Carbon
Absorber

TEKNOLOGI FISIKA

DESAIN BAK SEDIMENTASI
Bak sedimentasi umumnya dibuat dari bahan beton bertulang
Model desain berbentuk: lingkaran, bujur sangkar atau segi empat.

Aliran dibuat sangat tenang untuk memberikan kesempatan padatan untuk
mengendap.
Kriteria yang digunakan untuk membuat ukuran bak sedimentasi: surface
loading (beban permukaan), kedalaman bak dan waktu tinggal.
Waktu tinggal mempunyai satuan jam, cara menghintungnya volume bak dibagi
laju alir per hari
Beban permukaan sama dengan laju alir rata-rata per hari dibagi luas
permukaan bak, satuannya liter per meter peresegi per hari

RUMUS FORMULA BEBAN PERMUKAAN
DAN WAKTU TINGGAL
Beban permukaan atau laju limpahan


 Vo = Laju limpahan (liter per hari per m2)
 Q = Aliran rata-rata harian (liter per hari)
 A = Total luas permukaan (m2)
Waktu tinggal



 t = waktu tinggal (jam)
 V = Volume bak (liter)
 Q = laju rata-rata harian (liter per hari)

KRITERIA DESAIN
Kedalam bak dihitung dari kedalam bak hingga saluran
pelimbahan ke luar
Ketinggian ini diluar dari kelebihan kedalam akibat
sedikit kemiringan pada dasar bak.
Beban pelimbahan keluar sama dengan nilai rata-rata
overflow harian dibagi panjang pelimbahan total,
dinyatakan dalam liter per hari per linear meter

KRITERIA DESAIN
Pada Bak persegi panjang perbandingan panjang dan
lebar bervariasi 3:1 dan 5:1 dengan kedalaman 2,1 m
hingga 2,4 m
Laju overflow berkisar antara 1500 dan 3000 liter per
hari (rata-rata 2000 L/hari)


CALCULASI BAK PENGENDAP
Dimensi
 Panjang 5 m, Lebar 3 m, Kedalam air efektif 2 m dan tinggi ruang bebas
0,5 m.

Waktu tinggal rata-rata: 5 jam
Waktu tinggal saat beban puncak: 2,5 jam
Beban permukaan: 10 m3/m2.hari
Beban permukaan saat puncak: 20 m3/m2.hari
Kriteria standar: waktu tinggal 2 jam dan beban permukaan 20 –
50 m3/m2.hari

TEKNOLOGI KIMIA
Koagulasi
Partikel yang sangat halus dengan ukuran lebih kecil
dari 10-2 mm dan partikel-partikel koloid sulit untuk
dipisahkan dengan pengendapan tanpa bahan kimia
serta tetap lolos jika disaring dengan saringan pasir
cepat
Flokulasi
Zat pembantu koagulan dalam pembentukan flok
sehingga efektif untuk diendapkan

DESAIN BAK KOAGULASI
Proses koagulasi terdari dua tahap
Tahap koagulasi partikel kotoran menjadi flok-flok
yang masih halus dengan cara pengadukan cepat
segera setelah koagulan dibubuhkan. Tahap ini disebut
pengadukan cepat dan proses dilakukan di bak
pencampuran cepat.
Tahap pertumbuhan flok agar menjadi besar dan
stabil dengan cara pengadukan lambat pada bak
flokulator

BAK PENCAMPURAN CEPAT
Bak pencampuran cepat harus dilengkapi pengaduk cepat dan
bahan koagulan yang siap dibubuhkan atau diumpankan
Ada dua cara pengadukan yang dapat dipakai:
 Pengadukan berdasar energi dari air itu sendiri
Dilakukan dengan cara aliran dalam bak/kolam dengan skat
horisontal atau vertikal. Bisa dengan membuat aliran tertutup
(pipa) dengan kecepatan 1,5 m/det atau dengan
penyemprotan lubang-lubang kecil.
 Pengadukan berdasarkan energi mekanik luar
Cara yang umum menggunakan flush mixer berupa motor
dengan kecepatan rotasi 1,5 m/det. Waktu pengadukan 1-5
menit.

BAK PENCAMPURAN LAMBAT
Desain inlet dan outlet sedimikian rupa sehingga tidak
terjadi short-circuit dan pecah flock
Kecepatan minimum tidak lebih kecil dari 15,2 cm/menit
namun tidak lebih besar dari 45,7 cm/menit dengan
waktu tinggal pembentukan selama 30 menit
Tanki flokulasi dan sedimentasi diletakkan sedikit
mungkin

ALUMUNIUM SULFAT

(ALUM)

Kelebihan: Murah, sifat flok stabil, mudah
pengenjaannya, tidak menimbulkan pengotoran
Ditambahkan kapur atau abu soda untuk
meingkatkan kinerja
Kelemahannya: flok bersifat ringan, range pH
sempit ( 5,5 -8,5)
Konsentrasi pemakaian 5 -10%

FERO SULFAT
Penggunaannya dengan kapur guna menaikan pH
Tidak baik untuk menghilangkan warna
Cocok untuk limbah yang bersifat alkali, kekeruhan,
dan DO tinggi
Kondisi pH yang sesuai 9 – 11
Lebih murah dari alum tetapi operasionalnya lebih
sulit dan meningkatkan kesadahan

TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN
SECARA BIOLOGIS
 Kondisi Anaerobik (Tanpa Udara)
 Kombinasi Anaerobik Dan Aerobik
(Fakultatif)
 Kondisi Aerobik (Dengan Udara)

PENGOLAHAN ANAEROBIK
Pengolahan air limbah secara biologi anaerob merupakan pengolahan air
limbah dengan mikroorganisme tanpa injeksi udara/oksigen yang merombak
bahan organic menjadi bahan yang lebih sederhana (CH4 dan CO2).
Proses ini dapat diaplikasikan untuk air limbah organic dengan beban bahan
organic (COD) yang tinggi
Pengolahan anaerob terjadi empat tahapan proses :
Proses hydrolysis : Memecah molekul organic komplek menjadi molekul
organic yang sederhana
Proses Acidogenisis : Merubah molekul organic sederhana menjadi asam
lemak
Proses Acetogenisis : Merubah asam lemak menjadi asam asetat dan
terbentuk gas-gas seperti gas H2, CO2, NH4 dan S
Proses Methanogenisis : Merubah asam asetat dan gas-gas yang
dihasilkan pada proses acetogenisis menjadi gas methane CH4 dan CO2

DESAIN REAKTOR ANAEROBIK
• Reaktor anaerobik selalu dibuat tertutup dengan kedalam
minimal 3 m
• Model bak bersekat (multi stage) sebagai pendekatan 4 proses
• Pada ketiga proses bersifat fakultatif dan satu proses terakhir
absolut anaerobik

Biofilter

• Volume sludge (mikroba) sekitar 30 % atau dengan
ketinggian 1-1,5 m
• Waktu tinggal rata-rata 4 hari
• Kemampuan reduksi COD 80%

TABEL 1. PERBEDAAN PROSES AEROBIK DAN ANAEROBIK
Parameter

Anaerobik

Aerobik

 Kebutuhan energi

 Rendah

 Tinggi

 Efisiensi pengolahan

 Moderat (60 – 80 %)

 Tinggi ( 90 – 95 %)

 BOD influent

 > 2000 mg/l

 < 2000 mg/l

 Produksi lumpur

 Sedikit

 Banyak

 Rendah

 Tinggi

 Kebutuhan nutrien

BOD : N : P = 100 : 2,5 : 0,5

BOD : N : P = 100 : 4 : 5

 Volume reaktor

 Besar

 Kecil

 Waktu star-up

 3 – 6 bulan

 3 – 4 minggu

 Bau

 Potensial

 Sedikit

 Stabilitas proses
terhadap bahan toxic
dan perubahan beban

 Moderat

 Tinggi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH (1)
1. Variasi debit dan beban organik
• Variasi debit influen dan beban organik yang terlalu fluktuatif akan
menghambat laju degradasi peruraian karena bakteri harus selalu
melakukan adaptasi.
• Jika diperlukan sebelum masuk bak anaerobik air limbah dimasukkan
dahulu kedalam bak ekualisasi untuk menyeragamkan kualitas.
2. Suhu
• penguraian anaerobik dengan bakteri mesophilik suhu antara 25–40 0C
dengan temperatur optimum 30 - 35 0C.
• Penguraian dengan bakteri thermophilik pada suhu 50 – 65 0C.
• Bakteri metan sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Penurunan suhu
cenderung menurunkan laju pertumbuhan bakteri metan.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH (2)
3. Alkalinitas
• Pada pengolahan anaerobik membutuhkan penambahan alkali untuk
menghasilkan pH yang netral.
• Alkalinitas sekitar 2000 – 4000 mg/l sebagai CaCO3.
• Alkalinitas kadang-kadang sudah terpenuhi didalam influen antara lain
dihasilkan dari degradasi protein dan amonia.
4. Nutrien



Pada umumnya pada proses peruraian anaerobik diperlukan nutrisi nitrogen,
phosphor dan kalium dengan perbandingan BOD : N : P = 100 : 2,5 : 0,5.
Mikronutrien juga diperlukan, kadarnya berbeda-beda tergantung dari jenis
limbah. Dosis penambahan mikronutrien per liter volume reaktor adalah : 1mg
FeCl2; 0,1 mg CuCl2; 0,1 mg NiCl2; 0,1 mg ZnCl2.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH (3)
5. Waktu Tinggal
• Waktu tergantung pada karakteristik air limbah dan kondisi
lingkungan.
• Waktu tinggal harus cukup sehingga setiap langkah peruraian
bahan organik terjadi dengan sempurna.
• Anaerobik memerlukan waktu tinggal antara 20 – 50 hari,
sedangkan anaerobik cepat bisa lebih rendah dari 4 hari.
6. Keasaman
• Derajad keasaman dinyatakan dengan pH.
• Masing-masing bakteri memerlukan kondisi pH berbeda-beda.
• Pada umumnya pH pengolahan air limbah secara anaerobik
berkisar antara 6,5 – 8,5.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH (4)
7. Oksigen
• Oksigen bisa menghambat pertumbuhan bakteri metanogen
• Reaktor anaerobik harus didisain kedap dan diusahakan tidak ada
aliran udara yang masuk kedalam.
8. Zat Toksik
• Zat toksik kadang-kadang dapat menyebabkan kegagalan pada
proses penguraian limbah dalam proses anaerobik.
• Terhambatnya pertumbuhan bakteri metanogen pada umumnya
ditandai dengan penurunan produksi metan dan meningkatnya
konsentrasi asam-asam volatil yang berbau tidak sedap.
• Zat toksik yang dapat menghambat proses anaerobik adalah :
amonia, senyawa bensena, formaldehide, logam berat (Cu, Pb, Cd, Ni,
Zn, Cr), Sianida, sulfida, tanin, salinitas.

PENGOLAHAN AEROBIK
 Pengolahan air limbah dengan metode pertumbuhan

tersuspensi (suspended growth) umumnya diaplikasikan
sebagai Proses Lumpur Aktif.

 Istilah lumpur aktif ini identik dengan mikroorganisme
aktif, karena mikroorganisme yang dipergunakan dalam
pengolahan air limbah jumlahnya cukup besar (pekat) dan
menyerupai lumpur, maka diberi istilah lumpur aktif.
 Ada dua kelompok lumpur aktif:
 Activated Sludge konvensional
 Activated Sludge dengan extended aeration

Sistem lumpur aktif
udara
inf. (BOD=F)

• Injeksi udara sehingga O2 terlarut 2 mg/L
• Distribusi O2
MLSS

Biomass/m.o
(suspended)

Aeration
Tank

Rasio F:M

Return Sludge/pengembalian lumpur

Pembuangan lumpur

Eff.
Secondary
Clarifier

Berapa banyak “Food” ?
BOD inlet

F = kg BOD

(yang masuk ke tangki aerasi)

Bagaimana menghitung M (Microorganisms)?
Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS)

M = kg MLVSS
(di tangki aerasi)

Food to Microorganism Ratio
Nilai dari F/M Ratio akan berbeda, tergantung jenis reaktor yang
digunakan

Typical Range:
Activated Sludge konvensional
F:M

0.25 - 0.45

Activated Sludge dengan extended aeration
F:M

0.05 - 0.15

Lumpur aktif konvensional
Waktu aerasi
F:M

0.25 - 0.45

CRT

4 - 6 hari

4 - 8 Hrs.

Extended Aeration Activated Sludge
Waktu aerasi
F:M

0.05 - 0.15

CRT

15 - 25 Days

16 - 24 Hrs.

LUMPUR MUDA (YOUNG
SLUDGE)
Terjadi pada proses awal/ start
up atau ketika beban BOD tinggi
Dalam fase Log Growth
F:M tinggi
CRT yang rendah

Young Sludge
Poor Flocculation
Poor Settleability
Turbid Effluent
Berbuih putih
Daya serap O2
yang tinggi

LUMPUR TUA (OLD SLUDGE)
Metabolisme yang rendah
Penyerapan makanan yang semakin menurun
Produksi sel baru yang rendah
Mengoksidasi cadangan makanan yang dimiliki
Endogenous Respiration
F:M ratio yang rendah
CRT tinggi
MLSS yang tinggi

Old Sludge
Flok jadi padat dan
kompak
Flok Cepat terendap

PENINGKATAN SISTEM DAN/UNIT IPAL

ADVANCED WASTEWATER TREATMENT
Pengolahan tambahan yang diperlukan untuk menghilangkan
subtances (polutan) tersuspensi atau terlarut yang masih tinggal
setelah pengolahan sekunder konvensional
Substance bisa berbentuk material organik atau solid tersuspensi
atau ion-ion anorganik (Ca, K, Sulfat, nitrat, posphat) atau organik
sintetik.
Teknologi ini semakin berkembang dengan semakin diketahuinya
berbagai jenis polutan khususnya yang bersifat toxic

PERLUNYA AWWT
Meningkatnya pengetahuan tentang senyawa-senyawa atau
konstituen-konstituen yang ditemukan dalam air limbah
Ketersediaan data informasi yang semakin luas, berasal dari studi
monitoring lingkungan, presyaratan perizinan untuk pembuangan dari
effluent terolah yang semakin ketat
Berkurangnya sumber daya air sehingga upaya recycle, reuse dan
recovery sangat ditingkatkan

KONSTITUEN RESIDU DALAM AIR LIMBAH
TEROLAH
NO

Jenis polutan

Dampak/Efek

1

Suspended solid

Deposit sludge atau menurunkan kejernian air

2

Organik terdegradasi

Menurunkan ketersediaan oksigen

3

Polutan prioritas

Racun untuk manusia, karsinogenik

4

Volatil organik compound

Racun bagi manusia, karsiongenik dan membentuk photochemical
oxidants

5

Amonia

Meningkatkan kebutuhan klorine, dapat terkonversi menjadi nitrat,
menurunkan oksigen, dapat memincu perutmbuhan yang tak dikehendaki
dari tumbuhan di lingkungan akuatik

6

Nitrat

Bersiombiosis dengan alga dan aquatic growth, dapat menyebabkan
methemoglobinenia

TEKNOLOGI PENGOLAHAN AWWT
NO

Principal Removal
Function

Description process

Resource

1

Suspended solid removal Filtrasi
Microstrainens

Eff from primary treat

2

Amonia oxidation

Biological nitrification

Eff from Scondary treat

3

Toxic compound

Carbon adsorption

Efft from scondary treat +
filtration

WETLAND (CONSTRUCTED WETLAND/CWS)
Constructed Wetland are engineered systems, designed and
constructed to utilise the natural functions of wetland vegetation, solids
and their microbial populations to treat contaminants in surface water,
groundwater or waste streams.
Dr. Sidel (Ilmuwan German) orang yang pertama kali melakukan
eksperimen kemungkinan pengolahan air limbah dengan tumbuhan di
lahan basah (1952). Tahun 1990-an banyak aplikasi teknologi
wetland untuk pengolahan air limbah industri dan air hujan
Sekarang ini teknologi CW telah popular digunakan di banyak
negara khususnya di German, UK, Prancis, Denmark, Austria, Polandia
dan Italia.

CLASIFIKASI CONSTRUCTED WETLAND
Surface flow

Constructed
Wetland

Subsurface flow

Horizontal flow
bed
Emergent plants
Submerged plants
Free floating plants

Downflow

Floating-leaved plants

Upflow
Tidal

Vertical flow bed

LINGKUP APLIKASI
Pengolahan air limbah komunal
Pengolahan air limbah rumah tangga atau greywater
Pengolahan air limbah tertiary dari effluent konventional plant
Pengolahan air limbah industri seperti: landfill leachate, petrolium
refinery waste, acid mine drainage, agriculture waste, eff from pulp
and paper mills, textile mills
Sludge dewatering and mineralisation of faecal sludge
Storm water treatment
Treatment of water from swimming pools without chlorine

OVERVIEW PROSES REMOVAL POLUTAN
No

Polutan

Proses

1

Organik material

Settling or filtration, terkonversi menjadi BOD terlarut
Organik terlarut tercampur dengan biofilm dan kemudian terdegradasi
oleh bakteria (roots, sand particles)

2

Suspended solid

Filtrasi
Dekomposisi oleh bakteri soil selama waktu tinggal

3

Nitrogen

Nitrifikasi dan denitrifikasi dalam biofilm
Diambil oleh tumbuhan

4

Phosphorus

Tertinggal dalam soil (adsorpsi)
Terendapkan dengan Ca, Al dan Fe
Diambil oleh tanman

5

Patogen

Filtrasi, adsorpsi, predasi, mati karena waktu tinggal

6

Logam berat

Pengendapan dan adsorpsi, diambil oleh tanaman

7

Organic contaminants

Adsorpsi oleh biofilm dan clay partikel
Dekomposisi karena waktu tinggal yang lama

HORIZONTAL FLOW BEDS
HFB sangat disukai karena: tidak perlu
suppai energi, gradien hidroliknya rendah,
tidak butuh pompa.
Air limbah mengalir lamban melalui
medium porous di bawah permukaan bed
secara horisontal sampai zona outlet.
Level air di outlet dikontrol dengan
penyesuaian standpipe
Untuk operasional yang kontinu, level bed
tercelup harus kurang dari sepertiga dari
ketinggian filter bed untuk menghindari
kondisi anaerob
Model HFB sangat sedikit penambahan
oksigen dari luar sehingga membutuhkan
area yang lebih luas

REKOMENDASI DESAIN DASAR HFBS
Level permukaan filter dijaga untuk menghindari korosi, kemiringan
dasar harus 0,5 – 1 % dari inlet ke outlet untuk memberikan proses
darinase yang baik
Kedalaman filter bed sekitar 60 cm dengan tambahan 15 cm sebagai
ruang bebas untuk akumulasi air
Spesifik area sekitar 3-10 m2/p.e. Di daerah tropis area yang
dibutuhkan lebih kecil karena aktivitas biologinya tinggi sedangkan
daerah dingin nilai desain minimum 5 m2/p.e
Organik loading per surface area tidak lebih dari 4-10 gBOD/m2.d
di daerah dingin atau 16 g COD/m2.d
Hidraulic loading harus 60-80 mm/d untuk greywater dan 40 mm/d
untuk air limbah

VERTICAL FLOW BEDS
Top permukaan filter harus dijaga levelnya dan pipa distribusi harus menyebar
dalam kerikil untuk menghindari akumulasi air selama periode pemompaan
Pipa distribusi harus dirancang sedemikian rupa sehingga air limbah dapat
merata diseluruh wetland. Faktor-faktor yang akan berpengaruh: pemilihan
diameter pipa, panjang pipa, diameter lubang dan jarak anatar lubang.
Jarak anatar pipa drain sekitar 5 m.
Besar slop dasar bed 0,5 – 1%
Kedalam sand filter bed setidaknya 50 cm, dengan tambahan 20 cm kerikil di
dasar untuk menutupi pipa drainase, 10 cm kerikil di permukaan bed dan 15 cm
ruang bebas untuk akumulasi air. Kerikil di atas untuk mencegah akumulasi air di
permukaan

SKEMATIS VFB WETLAND
Sepsifik surface area biasanya 3
– 4 m2/p.e untuk daerah dingin
dan 1-2 m2/p.e di daerah tropis
Organik loading per luas area
harus dibatasi 20 gCOD/m2.d
(cold climates), 60-70
gCOD/m2.d (warm climates)
Hydraulic loading tidak lebih
dari 100 – 200 mm/d (cold
climates), 200 mm/d (warm)

KARBON FILTER
A method of filtering that uses a bed of activated carbon to remove
contaminants and impurities, using chemical adsorption
One pound (454 g) of activated carbon contains a surface area of
approximately 100 acres (40 Hectares).
Activated carbon works via a process called adsorption, whereby pollutant
molecules in the fluid to be treated are trapped inside the pore structure of the
carbon substrate. Carbon filtering is commonly used for water purification, in air
purifiers and industrial gas processing, for example the removal of siloxanes and
hydrogen sulfide from biogas
Active charcoal carbon filters are most effective at removing chlorine, sediment,
volatile organic compounds (VOCs), taste and odor from water. They are not
effective at removing minerals, salts, and dissolved inorganic compounds.
Typical particle sizes that can be removed by carbon filters range from 0.5 to
50 micrometres

TIPE KARBON FILTER
Powdered
block
filter

• Mengandung partikel karbon
teraktivasi yang diikat secara
kuat sehingga kapasitas
adsorpsinya besar

Granular
activated
filter

• Dibuat dari material organik
dgn kandungan karbon tinggi
• Diameter granul 1,2 – 1,6 mm
dengan densitas 25-31 lb/ft3

DUA MODEL UMUM PENEMPATAN GAC
(1) post-filtration adsorption, where the GAC
unit is located after the conventional filtration
process (post-filter contactors or adsorbers);
(2) filtration-adsorption, in which some or all
of the filter media in a granular media filter
is replaced with GAC
In post-filtration applications, the GAC
contactor receives the highest quality water
and, thus, has as its only objective the removal
of dissolved organic compounds. Backwashing
of these adsorbers is usually unnecessary,
unless excessive biological growth occurs. This
option provides the most flexibility for
handling GAC and for designing specific
adsorption conditions by providing longer
contact times than filter-adsorbers.

Faktor utama dalam menentukan
GAC Volume kontaktor yang diperlukan
(1) breakthrough, (2) empty bed contact time (EBCT), and (3) design flow rate.
The breakthrough time is the time when the concentration of a contaminant in the
effluent of the GAC unit exceeds the treatment requirement.
The EBCT is calculated as the empty bed volume divided by the flowrate through
the carbon. Longer EBCTs can be achieved by increasing the bed volume or
reducing the flow rate through the filter.
The EBCT and the design flow rate define the amount of carbon to be contained in
the adsorption units. A longer EBCT can delay breakthrough and reduce the GAC
replacement/regeneration frequency. The carbon depth and adsorber volume can
be determined once the optimum EBCT is established.
Typical EBCTs for water treatment applications range between 5 to 25 minutes.
The surface loading rate for GAC filters is the flow rate through a given area of
GAC filter bed and is expressed in units of gpm/ft2. Surface loading rates for
GAC filters typically range between 2 to 10 gpm/ft2

REVERSE OSMOSIS
Reverse osmosis (Osmosis terbalik) atau RO adalah
suatu metode penyaringan yang dapat menyaring
berbagai molekul besar dan ion-ion dari suatu
larutan dengan cara memberi tekanan pada larutan
ketika larutan itu berada di salah satu sisi membran
seleksi (lapisan penyaring). Proses tersebut
menjadikan zat terlarut terendap di lapisan yang
dialiri tekanan sehingga zat pelarut murni bisa
mengalir ke lapisan berikutnya.

PROSES OSMOSIS
Osmosis adalah proses alami. Ketika dua cairan konsentrasi
yang berbeda dipisahkan oleh sebuah membran
semipermeabel, cairan memiliki kecenderungan untuk bergerak
dari rendah ke konsentrasi zat terlarut tinggi untuk
keseimbangan potensial kimia.
Secara formal, reverse osmosis adalah proses memaksa
pelarut dari daerah konsentrasi zat terlarut tinggi melalui
membran semipermeabel ke daerah konsentrasi zat terlarut
rendah dengan menerapkan tekanan melebihi tekanan
osmotik.

MEMBRAN
Membran yang digunakan untuk reverse osmosis memiliki lapisan padat
dalam matriks polimer - baik kulit membran asimetris atau lapisan interfasial
dipolimerisasi dalam membran tipis-film-komposit - di mana pemisahan
terjadi.
Membran ini dirancang untuk memungkinkan air hanya untuk melewati
melalui lapisan padat, sementara mencegah bagian dari zat terlarut (seperti
ion garam).
Proses ini mensyaratkan bahwa tekanan tinggi akan diberikan pada sisi
konsentrasi tinggi membran, biasanya 2-17 bar (30-250 psi) untuk air tawar
dan payau, dan 40-82 bar (600-1200 psi) untuk air laut, yang memiliki
sekitar 27 bar (390 psi) tekanan osmotik alam yang harus diatasi.Proses ini
terkenal karena penggunaannya dalam desalinasi (menghilangkan garam
dan mineral lainnya dari air laut untuk mendapatkan air tawar), namun sejak
awal 1970-an itu juga telah digunakan untuk memurnikan air segar untuk
aplikasi medis, industri, dan domestik.

GALERI OSMOSIS TERBALIK

ADVANCED OXIDATION PROCESS
Advanced oxidation processes (abbreviation: AOPs), in a broad sense, are
a set of chemical treatment procedures designed to remove organic (and
sometimes inorganic) materials in water and waste water by oxidation
through reactions with hydroxyl radicals (·OH).
Advanced oxidation is the most promoting method to degrade the dyes in the
textile waste water. Among the advanced oxidation processes that have been
developed recently are ozonation, fenton’s reagent, and UV
nanophotocatalysis.
Electrodegradation is an advanced oxidation method which is widely
developed in recent years and highly effective in oxidizing dye.
Electrodegradation of pollutant may occur by direct and indirect oxidation.
Material of electrode is one main factor influencing the outcome of
degradation process..

OZONASI

FENTON’S REAGENT
Iron(II) is oxidized by hydrogen peroxide to iron(III), forming a hydroxyl radical
and a hydroxide ion in the process. Iron(III) is then reduced back to iron(II) by
another molecule of hydrogen peroxide, forming a hydroperoxyl radical and a
proton. The net effect is a disproportionation of hydrogen peroxide to create
two different oxygen-radical species, with water (H+ + OH−) as a byproduct.

The free radicals generated by this process then engage in secondary reactions.
For example, the hydroxyl is a powerful, non-selective oxidant. Oxidation of an
organic compound by Fenton's reagent is rapid and exothermic and results in the
oxidation of contaminants to primarily carbon dioxide and water.[2]

PHOTOKATALITIK

ELECTROOXIDATION PROCESS

Elektrodegradasi zat warna RB 19

Waktu proses sekitar 1 jam
Tidak dihasilkan sludge
Material anoda sebagai inti teknologi

2H2O + 2e → 2OH- + H2 : Katoda
C → C+ + e : Anoda
C+ + R → O + C
Elektrodegradasi tektil

H2SO4

MIXER

IN

OUT

DRAIN

BAK FEEDING: 1,5 m3

REAKTOR ELEKTROKATALITIK: 1,2 m3

KONFIGURASI ELEKTRODA

Konfigurasi elektroda tampak
atas
Konfigurasi elektroda tampak
samping

KEUNGGULAN
 Waktu proses sangat singkat (30 menit – 90 menit)
 Tanpa produk sampling berupa sludge
 Tidak dibutuhkan lahan yang luas
 Mudah dioutomatisasi
 Efektif menurunkan polutan organik dan anion-kation

SEKIAN
SEMOGA BERMANFAAT