Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

(1)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pajak Pertambahan Nilai Impor

2.1.1 Sejarah PPN impor

Sejarah pajak pertambahan nilai (PPN) impor tidak terlepas dari sejarah pengenaan pajak pertambahan nilai di Indonesia. Pajak pertambahan nilai (value added tax) mulai diperkenalkan di indonesia pada saat reformasi perpajakan tahun 1983 menggantikan pajak penjualan (PPn) yang sudah berlaku di Indonesia sejak tahun 1951. PPN mulai diterapkan di Indonesia pada tanggal 1 April 1985, yaitu pada saat berlakunya undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjaualan atas Barang Mewah. Impor barang kena pajak dan jasa kena pajak merupakan objek pajak pertambahan nilai (PPN) pada undang-undang nomor 8 tahun 1983 dan perubahannya. Munculnya PPN impor merupakan bagian dari kemunculan PPN Itu sendiri di Indonesia.

2.1.2 Defenisi dan Karakteristik PPN

Tidak ditemukan defenisi PPN dalam undang-undang nomor 42 tahun 2009 tentang peruabahan atas undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjaualan atas Barang Mewah. Akan tetapi, jika melihat karakteristiknya, kita dapat memberi definisi PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri yang dikenakan secara bertingkat


(2)

12 disetiap jalur produksi dan distribusi. Pajak pertambahan nilai impor adalah PPN yang dikenakan atas setiap kegiatan memasukkan barang kena pajak, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pebean ke dalam daerah pabean. Adapun karakteristik pajak pertambahan nilai menurut Sukardji (2010:1-14) adalah sebagai berikut:

1. Pajak tidak Langsung

Pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dan penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak adalah pembeli atau pemakai jasa, sedangkan penanggung jawabnya adalah penjual barang atau pengusaha jasa. Apabila penjual atau pengusaha jasa tidak memungut PPN dari pembeli atau penerima jasa, maka PPN tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab penjual atau pengusaha jasa, bukan tanggung jawab pembeli atau penerima jasa. Apabila pembeli atau penerima jasa sudah membayar PPN kepada penjual atau pengusaha jasa, pada dasarnya sudah membayar PPN tersebut ke kasa negara.

2. Pajak Objektif

Timbulnya kewajiban pajak PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak, bukan subjek pemikul beban pajak. Nilai PPN terutang ditentukan oleh nilai objek pajak, bukan penghasilan subjek pemikul beban pajak. 3. MultiSatgeLevy

PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi barang kena pajak atau jasa kena pajak secara berjenjang terhadap setiap


(3)

13 penambahan nilai penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak tersebut. Pengenaan atas setiap penambahan nilai penyerahan mengakibatkan PPN tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda.

4. IndirectSubtractionMethod

Metode penghitungan PPN yang di setor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas penyerahan barang atau jasa dengan pajak atas perolehan barang atau jasa tersebut. Jadi yang dikenakan pajak adalah nilai tambah dari barang dan jasa, yaitu penjumlahan unsur-unsur biaya dan laba dalam rangka proses produksi atau distribusi. Undang-undang pajak di Indonesia, menganut indirect subtation methode dalam menghitung nilai tambah tersebut, yaitu dengan cara mengurangkan PPN yang di pungut oleh penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan barang atau jasa dengan PPN yang dibayar kepada penjual atau pengusaha jasa lain atas perolehan barang atau jasa tersebut.

5. Non Kumulatif

Pengenaan pajak yang bersifat berulang disetiap jalur produksi dan distribusi namun mengenakan pada nilai tambah barang dan jasa mengakibatkan pajak PPN di Indonesia tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda.

6. Tarif tunggal (Single Rate)

Undang-undang PPN di Indonesia menganut tarif tunggal yaitu ditetapkan sebesar 10% dari nilai penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak.


(4)

14 Tarif pajak tersebut dapat dibuah diubah paling tinggi menjadi 15% atau paling rendah 5% yang perubahannya diatur dengan perturan pemerintah. 7. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri

PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Apabila barang atau jasa tersebut akan dikonsumsi di luar daerah pabean, tidak dikenakan PPN di Indonesia. 8. PPN Tipe Konsumsi ( consumption type)

Pajak masukan atas perolehan barang modal dapat dikreditkan dengan pajak keluaran sehingga barang modal hanya dikenakan hanya satu kali. Yang dikenakan adalah nilai tambah barang atau jasa pada setiap jalur produksi dan distribusi. Jadi pemikul beban pajak sebenarnya adalah pengguna barang atau jasa akhir. Hal ini terjadi karena pengenaan tarif 10% yang dihitung dari nilai penyerahan, akan sepenuhnya ditanggung oleh pengguna barang atau jasa akhir disebabkan pengguna akhir tidak bisa mengkreditkan pajak tersebut kembali.

2.1.3 Dasar Hukum PPN Impor

Dasar hukum PPN di Indonesia adalah Undang-Undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang ini sudah beberapa kali di lakukan perubahan dan yang terakhir adalah Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 yang mulai berlaku tanggal 1 April 2010. Pada pasal 4 ayat 1b, ayat 1d dan ayat 1e disebutkan bahwa pajak pertambahan nilai dikenakan atas impor barang kena pajak,


(5)

15 pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di daerah pebean, dan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pebean di dalam daerah pabean. Timbulnya PPN impor merupakan akibat penyebutan impor barang dan jasa sebagai objek PPN dalam pasal 4 undang-undang nomor 8 tahun 1983 dan perubahannya.

2.1.4 Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PPN Impor

2.1.4.1 Objek PPN Impor

PPN Impor dikenakan bersamaan dengan PPh pasal 22 impor serta PPnBM jika barang tersebut merupakan termasuk kriteria barang mewah. Adapun objek pajak PPN impor adalah:

1. Impor barang kena pajak

Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pebean ke dalam daerah pabean. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan rauang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksekutif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang yang mengatur mengenai kepabeanan.

2. Pemanfaatan barang kena pajak pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean

3. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.


(6)

16 2.1.4.2 Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak adalah dasar yang digunakan untuk menghitung pajak yang terutang. Dasar pengenaan pajak PPN Impor adalah nilai impor. Nilai impor merupakan nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor barang kena pajak. Secara sederhana nilai impor terdiri atas cost (nilai barang), insurance (asuransi) dan freight (biaya pengangkutan).

2.1.4.3 Tarif PPN Impor

Pasal 7 undang-undang nomor 42 tahun 2009 menyatakan bahwa tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen) dan tarif tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (sepuluh persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan peraturan pemerintah. Tarif pengenaan PPN impor mengikuti tarif PPN yang dinyatakan oleh undang-undang tersebut, yaitu 10% dari nilai impor.

2.1.5 Subjek Pajak

Sebagai pajak tidak langsung, PPN mengenal pemikul beban pajak dan penanggung jawab pajak. Pemikul beban pajak merupakan pihak yang dikenai beban pembayaran pajak, sedangkan penanggung jawab pajak merupakan pihak yang bertanggungjawab membayarkan pajak ke kas negara setelah memungut pajak tersebut dari pemikul beban pajak. Berbeda dengan PPN secara umum,


(7)

17 pemikul beban pajak dan penanggung jawab pajak PPN Impor terletak pada satu pihak, yaitu pihak yang memasukkan barang atau pengguna jasa dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean.

Pengusaha kena pajak adalah subjek penanggung jawab pembayaran pajak pada PPN secara umum. Pengusaha kena pajak merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak berdasarkan undang-undang PPN. Setiap pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak diwajibkan untuk mengukuhkan dirinya menjadi pengusaha kena pajak (PKP) ke kantor pelayanan pajak. Dengan status pengusaha kena pajak (PKP), pajak masukan dalam rangka usaha atau pekerjaan dapat dikreditkan oleh pengusaha sebelum melakukan pembayarn pajak atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak.

Subjek PPN impor tidak membutuhkan status PKP sebelum melakukan impor barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Setiap orang atau badan yang memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean secara otomatis dikenai PPN impor tanpa melihat apakah sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak maupun belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Status pengusaha kena pajak dibutuhkan pengusaha agar PPN impor yang telah dibayarkan bisa dikreditkan ketika melakukan pembayarn PPN atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang dilakukannya.


(8)

18 2.1.6 Faktur Pajak dan Pemberitahuan Impor Barang

2.1.6.1 Faktur Pajak

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak. faktur pajak sedikitnya harus memuat:

1. nama, alamat dan nomor pokok wajib pajak yang menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak.

2. nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak.

3. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga

4. pajak pertambahan nilai yang dipungut

5. pajak penjualan atas barang mewah yang dipungut, dan

6. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak, saat pembayaran dalam hal pembayaran mendahului penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak, saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, dan saat lain yang diatur dengan peraturan menteri keuangan.

2.1.6.2 Pemberitahuan Impor Barang

Pemeritahuan impor barang (PIB) merupakan dokumen tertentu yang kedudukannnya dipersamakan dengan faktur pajak berdasarkan Peraturan


(9)

19 Direktur Jenderal Pajak nomor PER-27/PJ/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2010 tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak. Selain PIB, aturan tersebut juga mengatur tentang surat setoran pajak (SSP) pembayaran atas PPN pemanfaaatan barang tidak berwujud dan jasa kena pajak dari luar daerah pabean sebagai dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak. Agar dapat dipersamakan dengan faktur pajak, PIB harus mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP serta dilampiri dengan surat setoran pajak (SSP), surat setoran pabean, cukai dan pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang mencantumkan identitas pemilik barang. Pengusaha yang melakukan impor barang kena pajak dapat mengkreditkan pajak masukan PPN impor selama kriteria PIB sebagai dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak terpenuhi.

2.1.7 Surat Setoran Pajak

Surat setoran pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan. Surat setoran pajak berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila sudah disahkan pejabat kantor penerima pembayaran yang berwewenang atau apabila telah mendapatkan validasi kantor penerima pembayaran.


(10)

20 2.1.8 Surat Pemberitahuan

Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pemabayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat pemeritahuan PPN adalah surat pemberitahuan yang digunakan untuk melaporkan objek pajak, bukan objek pajak, dasar pengenaan pajak, pembayaran dan penghitungan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

2.2 Inflasi

2.2.1 Defenisi inflasi

Menurut Sukirno (2004:27), “inflasi adalah kenaikan harga-harga umum yang berlaku dalam suatu perekonomian dari satu periode ke periode lainnya”. Abimanyu (2004:13) mendefinisikan “inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang berlangsung secara terus menerus”. Jadi kenaikan harga barang secara sporadis dan sementara tidak dapat disebut inflasi. Kondisi baru dikatakan inflasi harus memenuhi kriteria kenaikan harga, bersifat umum, dan secara terus menerus. Sedangkan tingkat inflasi adalah persentasi kenaikan harga-harga pada suatu periode tertentu dengan periode sebelumnya.

2.2.2. Jenis-Jenis Inflasi

Inflasi dapat diklasifikasikan berdasarakan beberapa kriteria. Jika dilihat dari keparahan tingkat inflasi, inflasi dapat dibedakan menjadi


(11)

21 1. inflasi ringan, yaitu tingka inflasi dibawah 10% (sepuluh persen) per tahun 2. inflasi sedang, yaitu tingkat inflasi antara 10% (sepuluh persen) sampai

dengan 30% (tiga puluh persen) per tahun

3. inflasi berat, yaitu tingkat inflasi antara 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) per tahun

4. hiperinflasi, yaitu tingkat inflasi diatas 100%(seratus persen) per tahun. Jika dilihat dari penyebab timbulnya inflasi, inflasi dapat dibedakan menjadi demand full inflastion dan cost push inflation.

1. demand full inflastion

Inflasi ini disebabkan oleh bertambahnya permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa yang menyebabkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi mengakibatkan kenaikan harga faktor produksi.

1. cost push inflation

Kenaikan harga pada jenis inflasi ini disebabkan oleh kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan harga-harga produk yang dihasilkan ikut naik. Kenaikan ongkos produksi dapat terjadi karena tuntutan kenaikan upah tenaga kerja (wages push inflation) maupun keinginan perusahaan untuk menaikkan keuntungan.

Berdasarkan asal timbulnya inflasi, inflasi dapat dikatagorikan menjadi inflasi dari dalam negeri (domestic inflation) dan inflasi dari luar negeri (imported inflation).


(12)

22 2.2.3 Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi adalah laju tingkat harga umum dari tahun ke tahun yang diikuti oleh kenaikan harga di suatu tahun tertentu jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingkat inflasi dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut:

Tingkat Inflasi = IHKt-IHK(t-1)

Inflasi yang tidak dapat dikontrol dengan baik dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap perekonomian. Kenaikan harga yang terus menerus dengan tingkat yang tinggi akan menyebabkan kegiatan produktif cenderung menjadi tidak menguntungkan. Kecenderungan ini akan mendorong pemilik modal mengalihkan modalnya terhadap investasi harta-harta tetap seperti tanah dan bangunan. Minimnya investasi pada sektor produktif akan menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sektor perdagangan suatu negara akan

x100% IHK(t-1)

Keterangan:

IHKt = Index harga konsumen tahun tertentu IHK(t-1) = index harga konsumen tahun sebelumnya

Index harga konsumen merupakan index yang mengukur harga sekelompok barang dan jasa di pasar. Harga tersebut berupa harga-harga makanan, pakaian, pemukiman, transportasi, kesehatan, pendidikan dan komoditas lainnya yang akan dibeli konsumen untuk menunjang kehidupan sehari- harinya.


(13)

23 terganggu dengan tingginya tingkat inflasi di suatu negara. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan barang-barang negara tersebut tidak dapat bersaing dengan pasar internasional. Hal ini terjadi akibat harga produk dalam negeri cenderung lebih mahal dari produk internasional.

Inflasi juga berdampak buruk terhadap nilai kekayaan masyarakat dalam bentuk mata uang. Nilai rill simpanan masyarakat dalam bentuk mata uang di bank akan cenderung terus turun dengan terjadinya inflasi. Selain itu, pendapat riil masyarakat yang memiliki pendapatan tetap akan terus menurun. Hal ini karena kecenderungan kenaikan harga-harga selalu lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan upah pekerja.

2.2.5 Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Inflasi

Menurut Sukirno (2004:354) ada beberapa kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah untuk mengatasi inflasi, diantaranya:

1. Kebijak Fiskal

Kebijakn fiskal yang dapat diambil oleh pemerintah ialah dengan menaikkan pajak yang diikuti oleh penurunan pengeluaran pemerintah untuk mengurangi uang yang beredar di masyarakat.

2. Kebijakan Moneter

Dengan menaikkan suku bunga yang diikuti oleh pembatasan kredit akan mendorong penurunan jumlah uang yang beredar. Penurunan jumlah uang yang beredar akan menahan tingkat inflasi.


(14)

24 Yaitu kebijakan yang mempengaruhi pengurangan biaya produksi dan menstabilkan harga-harga seperti pengurangan pajak atas barang modal, penetapan harga dan menstimulus pertambahan produksi.

2.3 Nilai Tukar Rupiah

2.3.1 Definisi Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar (exchange rate) disebut juga dengan kurs valuta asing (foreign exchane rate). Murni (2006:244) memberikan pengertian nilai tukar sebagai, “jumlah uang domestik yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing”. Sementara itu, Sukirno (2004:397) menyatakan bahwa,

"kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatau negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga di definisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing”.

Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Mankew (2007:128-135) membagi nilai tukar menjadi nilai tukar nominal (nominal exchange rate) dan nilai tukar riil (real exchange rate). Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkankan nilai rill adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari negara lain.


(15)

25 Sistem nilai tukar merupakan kebijakan moneter suatu negara dalam menentukan nilai tukar mata uangnya. Bentuk sistem nilai tukar dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:

1. Fixed Exchange Rate System

Merupakan sistem yang menganut nilai tukar mata uang yang tetap dengan intervensi pemerintah.

2. Floating Exchange Rate System

Merupakan sistem nilai tukar mata uang yang dibiarkan bergerak bebas berdasarkan permintaan dan penawaran pasar. Pada prakteknya sistem floating ini diterapkan dalam dua jenis yang berbeda, yaitu:

a. Free Foating Exchange Rate System

Pada sistem ini, pergerakan nilai tukar mata uang sepenuhnya tergantung pada permintaan dan penawaran tanpa ada intervensi dari bank sentral atau pemerintah.

b. Manage (Dirty)Floating Exchange Rate System

Pada sistem ini, bank sentral akan tetap mengintervensi pergerakan nilai tukat mata uang ketika dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara.

2.3.3 Jenis Nilai Tukar

Dalam prakteknya, di Indonesia dikenal beberapa nilai tukar mata uang rupiah yaitu kurs bank indonesia, kurs realisasi dan kurs menteri keuangan. Kurs bank indonesia adalah kurs yang berlaku di bank indonesia. kurs bank indonesia


(16)

26 ini terdiri atas kurs jual dan kurs beli. Dalam melakukan pencatatan yang digunakan adalah kurs tengah bank indonesia, yaitu kurs rata-rata anatar kurs jual dan kurs beli. Kurs realisasi adalah kurs yang sebenarnya terjadi ketika merupiahkan mata uang asing atau pada waktu membeli mata uang asing dengan mata uang rupiah. Sedangkan kurs menteri keuangan adalah kurs yang ditentukan oleh menteri keuangan dengan tujuan tertentu seperti pelunasan pajak. Kurs menteri keuangan ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan yang ditetapkan setiap minggu. Penelitian ini menggunkan kurs menteri keuangan karena berhubungan dengan pajak.

2.3.4 Pengelompokan Mata Uang Asing

Mata uang asing dapat dikelompokkan menjadi hard currency dan soft currency. Hard currency adalah kelompok mata uang yang relatif kuat dan stabil, tidak terlalu sering mengalami kenaikan ataupun penurunan. Hard currency umumnya merupakan mata uang negara-negara industri dan kuat secara ekonomi seperti dolar Amerika Serikat (USD), poundsterling Inggris (GBP), dan euro (EU). Soft Currency merupakan mata uang yang relatif lemah, kurang laku, dan jarang digunakan dalam transaksi internasional. Mata uang dalam kelompok ini relatif tidak stabil dan sangat sensitive terhadap gejolak politik dan biasanya merupakan mata uang negara-nagara yang sedang berkembang.

2.4 Penelitian Terdahulu

Sampai saat penulisan penelitian ini, penulis belum menemukan penelitian yang spesifik meneliti keterkaiatan pajak pertambahan nilai impor dengan nilai


(17)

27 tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi. Akan tetapi, penelitian yang mengaitkan antara inflasi dan nilai tukar mata uang rupiah dengan penerimaan pajak secara umum maupun penerimaan pajak pertambahan nilai baik secara parsial, ataupun digabungkan dengan beberapa variabel lain sudah banyak dilakukan diantaranya sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel

Penelitian

Hasil Penelitian Dwi Nuraini

(2011)

Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Jumlah Pengusaha Kena Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Variabel Independen: 1. Inflasi 2. Nilai tukar

rupiah 3. Jumlah pengusaha kena pajak (PKP) Variabel Dependen: 1. Penerimaan pajak pertambahan nilai 1. Inflasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN

2. Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerimaan PPN

3. Jumlah PKP berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN Randi Al Safassi (2010)

Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Fluktuasi Kurs Dolar Amerika Serikat dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan

Variabel Independen 1. Suku bunga SBI 2. Fluktuasi kurs

dolar Amerika Serikat. 3. Tingkat inflasi

1. Suku bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan


(18)

28 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Variabel Dependen: 1. Penerimaan pajak penghasilan

2. Kurs USD berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan 2. Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan Khomarul Hidayat (2006) Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Fluktuasi Kurs Dolar dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan

Variabel Independen: 1. Suku bunga SBI 2. Fluktuasi kurs

dolar

3. Tingkat inflasi Variabel

dependen: 1. Penerimaan

pajak penghasilan

1. Suku bunga SBI berpengaruh lemah dan tidak signifikan

terhadap penerimaan pajak penghasilan

2. Fluktuasi kurs dolar berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan

3. Tingkat inflasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan


(19)

29 2.5 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar bekang masalah dan landasan teori dalam penelitian ini, maka dibuat kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang ada dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelian ini adalah sebagai berikut:

1. Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Ho1 : Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

Ha1 : Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

Nilai Tukar Rupiah

Tingkat Inflasi

Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor


(20)

30 2. Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Ho2 : Nilai tukar mata uang rupiah tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Ha2 : Nilai tukar mata uang rupiah berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

Ho3 : Tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

Ha3 : Tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.


(1)

25 Sistem nilai tukar merupakan kebijakan moneter suatu negara dalam menentukan nilai tukar mata uangnya. Bentuk sistem nilai tukar dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:

1. Fixed Exchange Rate System

Merupakan sistem yang menganut nilai tukar mata uang yang tetap dengan intervensi pemerintah.

2. Floating Exchange Rate System

Merupakan sistem nilai tukar mata uang yang dibiarkan bergerak bebas berdasarkan permintaan dan penawaran pasar. Pada prakteknya sistem floating ini diterapkan dalam dua jenis yang berbeda, yaitu:

a. Free Foating Exchange Rate System

Pada sistem ini, pergerakan nilai tukar mata uang sepenuhnya tergantung pada permintaan dan penawaran tanpa ada intervensi dari bank sentral atau pemerintah.

b. Manage (Dirty)Floating Exchange Rate System

Pada sistem ini, bank sentral akan tetap mengintervensi pergerakan nilai tukat mata uang ketika dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara.

2.3.3 Jenis Nilai Tukar

Dalam prakteknya, di Indonesia dikenal beberapa nilai tukar mata uang rupiah yaitu kurs bank indonesia, kurs realisasi dan kurs menteri keuangan. Kurs bank indonesia adalah kurs yang berlaku di bank indonesia. kurs bank indonesia


(2)

26 ini terdiri atas kurs jual dan kurs beli. Dalam melakukan pencatatan yang digunakan adalah kurs tengah bank indonesia, yaitu kurs rata-rata anatar kurs jual dan kurs beli. Kurs realisasi adalah kurs yang sebenarnya terjadi ketika merupiahkan mata uang asing atau pada waktu membeli mata uang asing dengan mata uang rupiah. Sedangkan kurs menteri keuangan adalah kurs yang ditentukan oleh menteri keuangan dengan tujuan tertentu seperti pelunasan pajak. Kurs menteri keuangan ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan yang ditetapkan setiap minggu. Penelitian ini menggunkan kurs menteri keuangan karena berhubungan dengan pajak.

2.3.4 Pengelompokan Mata Uang Asing

Mata uang asing dapat dikelompokkan menjadi hard currency dan soft currency. Hard currency adalah kelompok mata uang yang relatif kuat dan stabil, tidak terlalu sering mengalami kenaikan ataupun penurunan. Hard currency umumnya merupakan mata uang negara-negara industri dan kuat secara ekonomi seperti dolar Amerika Serikat (USD), poundsterling Inggris (GBP), dan euro (EU). Soft Currency merupakan mata uang yang relatif lemah, kurang laku, dan jarang digunakan dalam transaksi internasional. Mata uang dalam kelompok ini relatif tidak stabil dan sangat sensitive terhadap gejolak politik dan biasanya merupakan mata uang negara-nagara yang sedang berkembang.

2.4 Penelitian Terdahulu

Sampai saat penulisan penelitian ini, penulis belum menemukan penelitian yang spesifik meneliti keterkaiatan pajak pertambahan nilai impor dengan nilai


(3)

27 tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi. Akan tetapi, penelitian yang mengaitkan antara inflasi dan nilai tukar mata uang rupiah dengan penerimaan pajak secara umum maupun penerimaan pajak pertambahan nilai baik secara parsial, ataupun digabungkan dengan beberapa variabel lain sudah banyak dilakukan diantaranya sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel

Penelitian

Hasil Penelitian Dwi Nuraini

(2011)

Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Jumlah Pengusaha Kena Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Variabel Independen: 1. Inflasi 2. Nilai tukar

rupiah 3. Jumlah pengusaha kena pajak (PKP) Variabel Dependen: 1. Penerimaan pajak pertambahan nilai 1. Inflasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN

2. Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerimaan PPN

3. Jumlah PKP berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan PPN Randi Al Safassi (2010)

Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Fluktuasi Kurs Dolar Amerika Serikat dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan

Variabel Independen 1. Suku bunga SBI 2. Fluktuasi kurs

dolar Amerika Serikat. 3. Tingkat inflasi

1. Suku bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan


(4)

28 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Variabel Dependen: 1. Penerimaan pajak penghasilan

2. Kurs USD berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan 2. Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan Khomarul Hidayat (2006) Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Fluktuasi Kurs Dolar dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan

Variabel Independen: 1. Suku bunga SBI 2. Fluktuasi kurs

dolar

3. Tingkat inflasi Variabel

dependen: 1. Penerimaan

pajak penghasilan

1. Suku bunga SBI berpengaruh lemah dan tidak signifikan

terhadap penerimaan pajak penghasilan

2. Fluktuasi kurs dolar berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan

3. Tingkat inflasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan


(5)

29 2.5 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar bekang masalah dan landasan teori dalam penelitian ini, maka dibuat kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang ada dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelian ini adalah sebagai berikut:

1. Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Ho1 : Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

Ha1 : Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

Nilai Tukar Rupiah

Tingkat Inflasi

Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor


(6)

30 2. Nilai tukar mata uang rupiah dan tingkat inflasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Ho2 : Nilai tukar mata uang rupiah tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

Ha2 : Nilai tukar mata uang rupiah berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

Ho3 : Tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.

Ha3 : Tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai impor pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

29 133 72

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 11

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 2

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 10

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 2

Pengaruh Nilai Tukar Mata Uang Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Penerimaan Pajak Pertamabahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan

0 0 5

Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2013 S.D 2015

0 0 3

Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2013 S.D 2015

0 0 2

Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2013 S.D 2015

1 2 22

Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Dan Nilai Tukar Mata Uang Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Impor Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Tahun 2013 S.D 2015

0 0 5