Kemampuan Batang Jagung (Zea mays) Dalam Mengadsorpsi Ion Logam Cu (II)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Menurut sejarahnya, tanaman jagung berasal dari Amerika [31]. Sedangkan di Indonesia, jagung pertama kali dikenal masyarakat sekitar 400 tahun lalu, saat itu dibawa oleh orang-orang Portugis dan Spanyol. Pada awalnya, daerah yang menjadi penghasil jagung adalah daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura. Tanaman jagung lambat laun meluas dan luas areal tanam tanaman jagung menyeluruh semua provinsi di Indonesia dengan luas areal tanam yang beragam [32].

Klasifikasi dan sistematika tanaman jagung menurut Rukmana (2005) sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Famili : Poaceae (Graminae) Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Tanaman jagung termasuk memiliki akar yang serabut, menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang 25 cm [33]. Tanaman jagung memiliki bagian-bagian seperti daun, buah, batang dan akar. Batang tanaman jagung bulat silindris dan tidak berlubang seperti batang padi, berisi padat dan mengandung berkas-berkas pembuluh sehingga makin memperkuat batang untuk berdiri. Demikian juga jaringan kulit yang tipis dan keras yang terdapat pada bagian luar batang jagung [31].

Batang tanaman jagung beruas-ruas dan pada bagian pangkal batang beruas pendek dengan jumlah sekitar 8-20 ruas. Jumlah ruas tersebut tergantung pada jenis jagung yang ditanam dan juga umur tanaman. Pada umumnya nodia (buku) setiap tanaman jagung jumlahnya berkisar 8-48 nodia. Demikian juga


(2)

tinggi tanaman jagung yang beragam, tergantung pada jenis yang ditanam dan tingkat kesuburan tanah [31].

Fungsi batang jagung yang berisi berkas-berkas pembuluh adalah sebagai media pengangkut zat-zat makanan dari atas ke bawah atau sebaliknya. Unsur hara yang diserap oleh akar tanaman jagung diangkat ke atas melalui berkas-berkas pembuluh menuju daun tanaman untuk kemudian diolah dengan bantuan sinar matahari dan gas CO2 [31].

Keadaan iklim yang cocok untuk tanaman jagung adalah daerah beriklim sedang hingga beriklim subtropis/tropis yang basah. Jagung juga tumbuh di daerah antara 0o-50o Lintang Utara hingga 0o-40o Lintang Selatan. Dalam pertumbuhannya, tanaman jagung dapat hidup baik pada suhu antara 26,5-29,5oC. Bila suhu di tanam di atas 29,5oC maka air tanah cepat menguap sehingga dapat mengganggu penyerapan unsur hara oleh akar tanaman, sedangkan apabila suhu di bawah 16,5oC akan bisa mengurangi kegiatan respirasi [34].

Tanaman jagung dapat tumbuh mulai dataran rendah sampai tinggi (daerah pegunungan) dengan ketinggian 1.000 meter atau lebih di atas permukaan laut (dpl). Jagung yang ditanam di daerah ketinggian kurang dari 800 meter dari permukaan air laut dapat memberikan hasil panen yang tinggi [31].

Jumlah populasi tanaman per hektar merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil maksimal. Produksi yang maksimal dapat dicapai apabila menggunakan jarak tanam yang sesuai. Jenis jagung yang umurnya beragam mempunyai optimum populasi yang berbeda-beda. Jenis jagung yang berumur dalam ± 100 hari, populasi optimum adalah ± 50.000 tanaman/hektar, ditanam dengan jarak tanaman 75 x 25 cm dengan satu tanaman per lubang. Jenis jagung berumur tengah (80-90 hari) optimum populasi adalah ± 70.000 tanaman/hektar, ditanam dengan jarak tanam 75 x 25 cm. Jenis jagung yang berumur singkat (70-80 hari) dengan populasi optimum mencapai 100.000 tanaman/hektar dengan jarak tanam 75 x 10 cm [35].

2.2 Pencemaran Logam Berat


(3)

atau berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air atau udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air atau udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya [7].

Bahan-bahan pencemar atau polutan adalah material atau energi yang dibuang ke lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan baik abiotik maupun biotik [6]. Berdasarkan sumbernya, pencemaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni [8]:

a. Dari laut, misalnya tumpahan minyak baik dari sumbernya langsung maupun hasil pembuangan kegiatan pertambangan di laut, sampah dan air tumpahan minyak dari kapal tanker.

b. Kegiatan di darat melalui udara dan terbawa oleh arus sungai yang akhirnya bermuara ke laut.

Berdasarkan sifatnya, pencemaran dibagi menjadi zat yang mudah terurai (biodegradable). Contoh dari zat yang mudah terlarut adalah seperti sampah organik sedangkan zat yang sukar terurai (non biodegradable) contohnya adalah minyakdan logam berat [9].

Pencemaran oleh logam berat atau (heavy metal) terhadap lingkungan perairan terjadi karena adanya suatu proses yang melibatkan logam sebagi zat yang digunakan. Secara umum sumber utama limbah logam berat berasal dari kegiatan pertambangan, cairan limbah rumah tangga, limbah dan buangan industri dan limbah pertanian [10].

Logam berat termasuk sebagai zat pencemar karena sifatnya yang tidak dapat diuraikan secara biologis dan sifatnya yang stabil, sehingga dapat tersebar jauh dari tempatnya semula. Selanjutnya dikatakan bahwa ada dua hal yang menyebabkan logam berat digolongkan sebagai pencemar yang berbahaya, yaitu tidak bisa diurai oleh mikroorganisme yang hidup di lingkungan dan terakumulasi dalam komponen-komponen lingkungan, terutama air dengan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorpsi dan kombinasi [11].


(4)

2.3 Logam Berat

2.3.1 Definisi Logam Berat

Logam berat sebenarnya digunakan dalam berbagai perpustakaan ilmiah dan secara luas dalam industri-industri pengolahan. Logam berat memiliki karakteristik yaitu memiliki gravitas spesifik yang sangat besar yaitu lebih dari 4 dan mempunyai nomor atom sebesar 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida juga mempunyai efek biokimia yang khusus pada makhluk hidup [12].

Logam berat juga termasuk ke dalam kriteria logam-logam biasa lainnya hanya saja sifat toksit dan bahaya yang ditimbulkan apabila berada di lingkungan dengan konsentrasi tinggi atau di atas ambang batas yang ditentukan. Sebagai contoh logam besi (Fe) bila masuk kedalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan tapi tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh karena logam besi dibutuhkan dalam darah untuk meningkatkan kapasitas oksigen [12].

Menrut Darmono (1995), ada 4 golongan logam berat berdasarkan sifat racunnya yaitu :

a. Sangat beracun, yaitu dapat mengakibatkan kematian ataupun gangguan kesehatan yang pulih dalam waktu yang singkat. Logam-logam tersebut adalah Hg, Pb, Cd, Cr dan As.

b. Moderat, yaitu mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang pulih maupun tidak dalam waktu yang relatif lama. Logam-logam tersebut adalah Ba, Be, Cu, Au, Li, Mn, Se, Te, Co dan Rb.

c. Kurang beracun, yaitubila dalam jumlah besar menimbulkan gangguan kesehatan. Logam-logam tersebut adalah Al, Bi, Co, Fe, Ca, Mg, Ni, K, Ag, Ti dan Zn.

d. Tidak beracun, yaitu tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Logam-logam tersebut adalah Na, Al, Sr dan Ca.

Berdasarkan densitasnya, golongan logam dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan logam ringan dan golongan logam berat. Golongan ringan (light metal) mempunyai densitas <5 g/cm3, sedangkan logam berat

mempunyai densitas ≥5g/cm3

. Berdasarkan manfaatnya bagi organisme, logam dibagi menjdai dua bagian yaitu logam esensial dan logam nonesensial.


(5)

Logam esensial adalah logam yang sangat membantu proses fisiologi makhluk hidup dengan membantu kinerja enzim dan pembentukan organ, misalnya logam Ca, P, K, Na, Cl, S, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, Co, mo, I dan Se. Logam Ca, P dan Mg merupakan logam ringan yang berguna untuk pembentukan kutikula/sisik pada ikan dan udang sedangkan logam Cu, Zn dan Mn merupakan jenis logam berat yang berguna dalam pembentukan hemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada hewan air. Logam non esensial adalah logam yang peranannya dalam tubuh organisme belum diketahui, kandungannya dalam jaringan tubuh jumlahnya sangat sedikit [13].

2.3.2 Sumber dan Bentuk Logam Berat

Menurut libes (1992), bahwa logam berat masuk ke perairan laut melalui run off air sungai, proses hidrotermal, difusi dari sedimen dan kegiatan antropogenik.

1. Sungai

Sungai adalah sumber utama pemasok logam berat baik dalam bentuk partikel maupun terlarut yang berasal dari pelapukan batuan granit dan basalt.

2. Pasokan Atmosfer

Beberapa logam berat seperti Pb dan As yang dideposit di permukaan laut berasal dari debu yang terbawa oleh angin.

3. Proses Hidrotermal

Proses hidrotermal yang berasosiasi dengan proses tektonik akan semakin menambah konsentrasi logam berat dalam air laut. Konsentrasi logam berat akan meningkat saat air laut yang suhunya panas mengalami kontak dengan magma yang berada beberapa kilometer di bawah permukaan bumi. Kemudian larutan yang panas ini akan melepaskan logam dari batuan basalt.

4. Aktivitas Antropogenik

Pada umumnya limbah antropogenik berasal dari pupuk atau pestisida dari kegiatan pertanian yang terbuang ke perairan sungai. Jalur-jalur tersebut akanberinteraksi membentuk suatu pola yang disebut dengan siklus biogeokimia logam berat yang ditampilkan secara skematis.


(6)

Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk kompleks dengan senyawa organik dan anorganik sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel yang berbentuk koloid dan kelompok senyawa logam yang teradsorpsi pada partikel-partikel tersuspensi [15].

2.4 Logam Tembaga (Cu)

Logam tembaga (Cu) merupakan logam yang penting dalam industri dewasa ini. Tembaga dengan sifat karatnya yang rendah dan mudah bercampur dengan logam-logam lain. Selain itu tembaga merupakan konduktor yang baik. Logam tembaga merupakan logam transisi dalam tabel periodik unsur dengan massa atom sebesar 63,54 Dalton dengan dua isotop berupa 63Cu dan 65Cu dengan jumlah 69,2% dan 30,8% berturut-turut berada di alam. Di alam, tembaga secara umum ditemukan dalam 4 jenis yaitu: tembaga (0), tembaga (1), tembaga (3) dan tembga (4). Walaupun tembaga (3) sangat jarang berada di alam, biasanya terikat dalam emas dan perak.Tembaga yang bercampur dalam emas dan perak termasuk dalam logam mulia. Logam mulia ini dapat ditemukan dalam bentuk elemen [16].

Sumber utama logam Cu berasal dari erosi berbagai batuan mineral yang umumnya terjadi di sungai sedangkan sumber yang berasal dari aktivitas manusia bersifat lokal dan sangat bervariasi [17]. Tembaga masuk ke dalam laut melalui proses batuan mineral dan kegiatan manusia serta sampah kota. Unsur Cu bersifat racun terhadap invertebrata dan bersifat sinergis bila berada bersama-sama dengan Zn [18].

Logam Cu juga banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas, dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain sebagai alloy dengan perak (Ag), kadmium (Cd), timah (Sn) dan seng (Zn). Garam tembaga banyak digunakan dalam bidang pertanian misalnya larutan Bordeaux yang mengandung 1-3% tembaga sulfat (CuSO4) digunakan untuk

membasmi jamur pada batang pohon buah-buahan [19]. Keberadaan tembaga dalam jumlah kecil sangat berguna bagi makhluk hidup karena merupakan logam esensial, tapi dalam jumlah besar dapat mengakibatkan berbagai masalah


(7)

kesehatan karena sifatnya yang beracun. Ion tembaga dapat terakumulasi di otak, jaringan kulit, hati dan pankreas [20].

Pencemaran perairan oleh Cu umumnya hanya bersifat lokal yaitu pada daerah pantai, teluk, estuari dan tempat pembuangan limbah. Sifat racunnya tidak terlalu membahayakan bila dibandingkan dengan Pb dan Cd. Dalam air laut, kandungan unsur logam tembaga yang normal adalah 2 ppb [21].

Keberadaan logam Cu di lingkungan perlu mendapat perhatian mengingat begitu kecilnya ambang batas yang diperbolehkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara KLH Kep.02/Men-KLH/1998 tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan, keberadaan logam Cu dalam lingkungan diharapkan nihil, sedangkan batas maksimal yang diperbolehkan adalah 1 ppm [22].

Ion logam Cu dapat berubah menjadi stabil dalam tanah setelah mengalami reaksi hidrolisis, pembentukan senyawa kompleks anorganik dan organik. Ion logam Cu lebih terikat kuat pada bahan organik bila dibandingkan dengan ion logam mikro seperti ion Zn dan Mn [23].

2.5 Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses yang terjadi pada permukaan suatu zat padat yang berkontak dengan suatu larutan dimana terjadi akumulasi molekul-molekul larutan pada permukaan zat padat tersebut. Zat-zat organik dalam larutan yang memiliki kelarutan yang rendah di dalam air, makin mudah pula untuk diadsorpsi dari larutannya. Hal yang sama, makin kurang polar suatu senyawa organik makin baik teradsorpsi dari larutan yang bersifat polar ke permukaan yang non polar [22].

2.5.1 Mekanisme Adsorpsi

Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatuikatan kimia-fisika antara substansi terlarut (adsorbat) dengan penyerapnya (adsorben). Proses interaksi dapat saja terjadi antara cairan dan gas, padatan atau cairan lain. Adsorpsi fisika terjadi karena adanya ikatan Van der waals, dan bila ikatan tarik antar molekul adsorbat dengan adsorben lebih besar dari ikatan antara molekul zat terlarut dengan pelarutnya maka zat terlarut akan dapat diadsorpsi


(8)

[23]. Sedangkan adsorpsi kimia merupakan hasil dari reaksi kimia antara molekul adsorbat dan adsorben dimana terjadi pertukaran elektron [24].

Adsorpsi terhadap air buangan mempunyai tahapan proses seperti berikut [23]: 1. Transfer molekul-molekul adsorbat menuju lapisan film yang mengelilingi

adsorben.

2. Difusi adsorbat melalui lapisan film (film diffusion).

3. Difusi adsorbat melalui kapiler atau pori-pori dalam adsorben (proses pore diffusion)

4. Adsorbsi adsorbat pada permukaan adsorben.

Mekanisme adsorpsi dapat digambarkan pada gambar di bawah ini. Gambar 2.1 menunjukkan adsorbat berinteraksi dengan permukaan pada poros-poros adsorben.

P

e

rmu

k

a

a

n

B

a

ta

n

g

J

a

g

u

n

g

Gambar 2.1 Ilustrasi Proses Adsorpsi Adsorben Batang Jagung [43]

Dengan bantuan pengadukan, logam Cu masuk ke pori-pori adsorben batang jagung sampai ke dasar pori-pori batang jagung dan sulit untuk terlepas. Selain itu, logam Cu juga masih ada yang di ujung luar pori-pori batang jagung dan karena pengaruh pengadukan juga memungkinkan dapat terlepas kembali.

Berikut ini adalah ilustrasi yang menggambarkan mekanisme interaksi batang jagung dengan ion logam Cu2+.


(9)

Permukaan Batang Jagung

o o o

H H H H o o H H o H Fe H o H H o H H o H H o H H

o H H

o H H o H H o H H o H H o H H o H Fe H o H H o H H o H H o H H o H H o H H o H H o H H o H H o H Larutan

Gambar 2.2 Interaksi Adsorben Batang Jagung dengan Ion Logam Cu2+ [40]

Gambar 2.2 menjelaskan bahwa pada proses adsorpsi, ada dua bagian interaksi antara adsorben dan ion logam, yaitu innersphere dan outersphere. Inner sphere adalah interaksi antara adsorben dan ion logam Cu2+dimana atom Cu2+ kehilangan satu gugus H dan langsung berikatan dengan functional group batang jagung. Sedangkan outer sphere adalah interaksi antara adsorben dan ion logam Cu2+dimana salah satu gugus OH pada atom Cu2+ berikatan dengan functional group batang jagung.

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi

Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme adsorpsi adalah agitasi, karakteristik adsorbat, ukuran molekul adsorbat, pH larutan, temperatur dan waktu kontak [23].

1. Agitasi

Jika agitasi yang terjadi antara partikel karbon dengan cairan relatif kecil, permukaan film dari liquid sekitar partikel akan menjadi tebal dan difusi film akan terbatas.

2. Karakteristik Adsorben

Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan karakteristik terpenting dari adsorben. Ukuran partikel adsorben mempengaruhi tingkat adsorpsi yang

Cu


(10)

terjadi, tingkat adsorpsi meningkat seiring mengecilnya ukuran partikel. Total kapasitas adsorpsi tergantung pada total luas permukaan dimana ukuran partikel adsorben tidak berpengaruh besar pada total luas permukaan adsorben.

3. Ukuran Molekul Adsorbat

Ukuran molekul merupakan bagian yang penting dalam adsorpsi karena molekul harus memasuki micropore dari partikel adsorben untuk diadsorpsi. Tingkat adsorpsi biasanya meningkat seiring dengan semakin besarnya ukuran molekul dariadsorbat. Kebanyakan limbah terdiri dari bahan-bahan campuran sehingga ukuran molekulnya berbeda-beda. Pada situasi ini akan memperburuk penyaringan molekul karena molekul yang lebih besar akan menutup pori sehingga mencegah jalan masuknya molekul yang lebih kecil.

4. Waktu Kontak

Waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan setimbang pada proses penyerapan ion logam oleh adsorben hanya beberapa menit saja [25]. Jumlah zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben merupakan proses untuk mencapai kesetimbangan karena laju adsorpsi juga diikuti dengan proses desorpsi. Pada saat mula-mula reaksi, proses adsorpsi lebih dominan daripada proses desorpsi sehingga proses adsorpsi berlangsung cepat.

Pada akhir-akhir mencapai keadaan setimbang, peristiwa adsorpsi juga cendrung mengalami perlambatan proses penyerapan pada keadaan setimbang namun hal ini tidak terlihat secara makroskopis. Pada setiap jenis adsorben yang digunakan, waktu untuk mencapai saat setimbang berbeda-beda. Perbedaan waktu untuk mencapai keadaan setimbang dikarenakan jenis interaksi yang terjadi antara adsorben dan adsorbat. Secara umum, waktu untuk mencapai kesetimbangan melalaui mekanisme secara fisika (physisorption) lebih cepat bila dibandingkan dengan mekanisme secara kimia (chemisorption) [26].

Adsorpsi secara fisika, interaksi antara adsorben dan adsorbat terjadi melalui pembentukan ikatan yang lebih kuat bila dibandingkan dengan mekanisme secara kimia. Mekanisme secara kimia diawali dahulu dengan mekanise fisika, yaitu pada partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der waals atau juga melalui ikatan hidrogen,


(11)

kuat yaitu ikatan kovalen dengan energi yang dilepaskan relatif tinggi, sekitar 100 kJ/mol [27].

5. Keasaman (pH)

Tingkat keasaman atau pH mempunyai pengaruh dalam proses adsorpsi. Untuk mencapai pH optimum dalam proses adsorpsi ditandai dengan jumlah maksimum yang dapat diserap adsorben adalah ditetapkan melalui uji laboratorium. Keasaman (pH) akan mempengaruhi sisi aktif biomassa serta berpengaruh pada mekanisme adsorpsi ion logam. Pada pH yang rendah, proses adsorpsi ion logam juga semakin rendah atau lambat. Hal ini dikarenakan pada kondisi asam, gugus fungsi yang terdapat pada adsorben terprotonasi sehingga terjadi pengikatan ion hidrogen (H+) dan ion hidronium [27]. Sementara itu ion-ion logam dalam larutan sebelum teradsorpsi oleh adsorben terlebih dahulu mengalami hidrolisis dan menghasilkan proton [28].

Dalam kondisi pH rendah (<7) permukaan adsorben akan bermuatan positif sehingga mengalami tolakan antara pemukaan adsorben dengan ion logam akibatnya proses adsorpsi menjadi lambat dan rendah. Sementara itu pada pH tinggi (>7), maka proses adsorpsi relatif tinggi, hal ini dikarenakan komplek hidrokso logam (MOH+) yang akan terbentuk di dalam larutan lebih banyak, demikian juga permukaan adsorben akan bermuatan negatif sehingga melepaskan proton sehingga melalui gaya elektrostatik akan terjadi tarik menarik yang menyebabkan peningkatan adsorpsi [29].

2.5.3 Kapasitas Adsorpsi

Prinsip proses adosrpsi sangat sesuai dalam menjerap untuk memisahkan suatu bahan dengan konsentrasi yang rendah dari campuran yang mengandung bahan dengan konsentrasi tinggi. Dalam proses adsorpsi, konsentrasi dalam larutan begitu berpengaruh pada pengambilan spesifik ion logam dan dengan adanya variasi konsentrasi larutan maka dapat ditentukan kapasitas adsorpsi dengan menggunakan metode isotermal adsorpsi. Proses adsorpsi larutan juga diikuti pengamatan isotermal adsorpsi yaitu hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi persatuan berat adsorden dengan konsentrasi zat terlarut pada temperatur tertentu.


(12)

Permukaan zat padat dapat mengadsorpsi zat terlarut dari larutannya, hal ini dikarenakan adanya pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain sebagai akibat ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Kemampuan interaksi antara adsorbat dengan adsorben dipengaruhi dari sifat masing-masing adsorbat dan adsorbennya. Salah satu cara untuk menentukan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah dengan menentukan kepolaran dari adsorbat dan adsorbennya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang memiliki sifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar.

Sifat keras dan lunaknya dari adsorbat maupun adsorben akan mempengaruhi kekuatan interaksi. Sifat keras pada kation yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam suatu ikatan (polarizing power cation). Kation yang mempunyai kekuatan yang besar untuk mempolarisasi anion yang cendrung bersifat keras. Kemampuan yang besar suatu kation untuk mempolarisasi anion dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran (jari-jari) kecil dan muatan yang besar. Sebaliknya, kemampuan yang kecil suatu kation untuk mempolarisasi anion dimiliki oleh logam-logam dengan ukuran besar namun muatannya kecil, sehingga diklasifikasikan sebagai ion lunak.

Sedangkan pengertian keras untuk anion yaitu kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi (polarisabilitas anion) akibat medan listrik dari kation. Anion yang bersifat keras adalah anion yang berukuran kecil, muatannya besar dan elektronegativitas tinggi, sebaliknya anion lunak dimiliki oleh anion dengan ukuran besar, muatannya kecil dan elektronegativitas yang rendah. Ion logam keras berikatan kuat dengan anion keras dan ion logam lunak berikatan kuat dengan anion lunak [26].

Porositas adsorben juga mempengaruhi daya adsorpsi suatu adsorpsi. Adsorben dengan porositas yang besar mempunyai kemampuan menjerap yang lebih tinggi bila dibandingkn dengan adsorben yang memiliki porositas kecil. Untuk meningkatkan porositas adsorben bisa dengan cara mengaktivasi secara fisika seperti mengalirkan uap air panas ke dalam pori-pori adsorben atau dengan mengaktivasi secara kimia yaitu dengan aktivasi selulosa melalui penggantian


(13)

-Reaksi yang melibatkan pengambilan beberapa komponen dari larutan yang mengadung mineral disebut penyerapan (sorption), absorpsi atau adsorpsi. Pada reaksi absorpsi, komponen kimia dihilangkan dari larutan dan menembus pori-pori padatan. Istilah adsorpsi digunakan jika komponen yang diambil dari larutan dan terikat pada permukaan antarmuka mineral. Dengan kata lain, adsorbat (komponen kimia yang diserap) tetap dalam bentuk 2D antarmuka larutan mineral, yang berbeda dengan padatan kimia yang ada dalam bentuk larutan 3D atau padatan yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.3 Skema yang Menggambarkan Adsorpsi, Absorpsi dan Presipitasi Zn Pada Permukaan Besi Oksida [40]

Jika mekanisme pengambilan komponen kimia dari larutan tidak diketahui, istilah penyerapan umum bisa dipakai untuk menjelaskannya. Pada adsorpsi fisika, adsorbat terikat pada permukaan oleh ikatan yag relatif lemah yaitu ikatan van der waals. Pada adsorpsi kimia, ikatan kimia ionik atau kovalen yang lebih kuat terbentuk antara adsorbat dan permukaan adsorben. istilah adsorpsi yang umum seringkali ditujukan kepada adsorpsi fisika, sementara adsorpsi kimia mengacu kepada adsorpsi khusus [40].

Penyerapan

Adsorpsi Absorpsi Presipitasi

larutan larutan larutan


(14)

2.6 Adsorben

Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan – bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding – dinding pori atau pada letak – letak tertentu didalam partikel [42].

Penyerap biosorban seperti lumut, sekam padi, eceng gondok, genjer, lignin kayu Ailanthus altissima, limbah pulp dan alga telah banyak dikembangkan dalam menyerap ion-ion logam. Bahan penyerap non biosorben juga sudah dikembangkan seperti perlit, tanah gambut dan lumpur aktif [5].

2.7 Analisa Ekonomi

Sumber bahan baku (batang jagung) tersedia cukup banyak. Hal ini terlihat dari hasil statistik dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian tahun 2013 yang menunjukkan bahwa tanaman jagung cukup banyak tersedai sehingga ketersediaan limbah batang jagung koheren dengan tanaman batang jagung. Data tahun 2013 menunjukkan ada 19.387.022 Ton produksi tanaman jagung di Indonesia.

Besarnya kebutuhan dalam negeri akan komsumsi masyarakat Indonesia dan juga sebagai rangsum pakan ternak akan diperkirakan terus naik tiap tahunnya. Melihat pada Rencana Strategis Ditjen Pangan Tahun 2014, untuk tahun 2013 rencana produktivitas jagung dalam negeri mencapai 53,92 Ku/Ha dan target produksi mencapai 26.000.000 Ton jagung.

Dengan terus bertambahnya perluasan area tanaman jagung juga diikuti bertambahnya jumlah batang jagung yang dihasilkan maka ini menjadi peluang untuk meningkatkan nilai ekonominya bila diolah menjadi bahan yang bermanfaat, pemanfaatan ini juga dapat mengurangi potensi pencemaran lingkungan.

Untuk itu perlu dilakukan kajian potensi ekonomi adsorben dari limbah batang jagung. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan, baiaya produksi, biaya kebutuhan listrik dan harga


(15)

jual adsorben. Perhitungan analisisi ekonomi dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2 di bawah ini:

Tabel 2.1 Perhitungan Biaya Bahan Baku

No Bahan Baku Harga (Rp) Satuan Biaya

1 Batang Jagung - 200 gram -

Tabel 2.2 Perhitungan Biaya Kebutuhan Listrik No

Alat Harga/kWh Kebutuhan (kW)

Waktu

(Jam) Biaya (Rp)

1 Blender Rp. 1.112 0,18 6 1.200,48

Total Rp. 1.200,48

- Total biaya produksi = biaya penyediaan bahan baku + kebutuhan listrik

= Rp. 0 + Rp. 1.200,48 = Rp. 1200,48/200 gr - Harga jual adsorben dari batang jagung

= Rp. 1200,48/200 gr

Sehingga dapat diestimasi harga jual adsorben batang jagung seharga Rp. 1200,48/200 gr atau Rp. 6.000,4/kg.

Sedangkan harga jual adsorben dipasaran sebagai berikut.

Berikut merupakan harga masing-masing jenis adsorben di pasaran [41] : 1. Karbon Aktif Lokal = Rp 15.000/kg

2. Karbon Aktif Haycarb = Rp 40.000/kg 3. Manganese = Rp 11.000/kg 4. Silika (Pasir Kuarsa) = Rp 3.000/kg

5. Zeolit = Rp 7.000/kg

6. Pasir Aktif = Rp 11.000/kg

Sebagai perbandingan, maka diambil contoh perhitungan estimasi biaya bahan baku adsorben zeolit sebagai berikut :


(16)

Jika dibandingkan harga jual zeolit di pasaran , harga jual adsorben dari proses ini lebih murah dengan selisih Rp 1.000,00/kg. Maka adsorben batang jagung memiliki nilai jual sehingga dan memiliki keuntungan apabila dipasarkan.


(1)

kuat yaitu ikatan kovalen dengan energi yang dilepaskan relatif tinggi, sekitar 100 kJ/mol [27].

5. Keasaman (pH)

Tingkat keasaman atau pH mempunyai pengaruh dalam proses adsorpsi. Untuk mencapai pH optimum dalam proses adsorpsi ditandai dengan jumlah maksimum yang dapat diserap adsorben adalah ditetapkan melalui uji laboratorium. Keasaman (pH) akan mempengaruhi sisi aktif biomassa serta berpengaruh pada mekanisme adsorpsi ion logam. Pada pH yang rendah, proses adsorpsi ion logam juga semakin rendah atau lambat. Hal ini dikarenakan pada kondisi asam, gugus fungsi yang terdapat pada adsorben terprotonasi sehingga terjadi pengikatan ion hidrogen (H+) dan ion hidronium [27]. Sementara itu ion-ion logam dalam larutan sebelum teradsorpsi oleh adsorben terlebih dahulu mengalami hidrolisis dan menghasilkan proton [28].

Dalam kondisi pH rendah (<7) permukaan adsorben akan bermuatan positif sehingga mengalami tolakan antara pemukaan adsorben dengan ion logam akibatnya proses adsorpsi menjadi lambat dan rendah. Sementara itu pada pH tinggi (>7), maka proses adsorpsi relatif tinggi, hal ini dikarenakan komplek hidrokso logam (MOH+) yang akan terbentuk di dalam larutan lebih banyak, demikian juga permukaan adsorben akan bermuatan negatif sehingga melepaskan proton sehingga melalui gaya elektrostatik akan terjadi tarik menarik yang menyebabkan peningkatan adsorpsi [29].

2.5.3 Kapasitas Adsorpsi

Prinsip proses adosrpsi sangat sesuai dalam menjerap untuk memisahkan suatu bahan dengan konsentrasi yang rendah dari campuran yang mengandung bahan dengan konsentrasi tinggi. Dalam proses adsorpsi, konsentrasi dalam larutan begitu berpengaruh pada pengambilan spesifik ion logam dan dengan adanya variasi konsentrasi larutan maka dapat ditentukan kapasitas adsorpsi dengan menggunakan metode isotermal adsorpsi. Proses adsorpsi larutan juga diikuti pengamatan isotermal adsorpsi yaitu hubungan antara banyaknya zat yang teradsorpsi persatuan berat adsorden dengan konsentrasi zat terlarut pada temperatur tertentu.


(2)

Permukaan zat padat dapat mengadsorpsi zat terlarut dari larutannya, hal ini dikarenakan adanya pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain sebagai akibat ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Kemampuan interaksi antara adsorbat dengan adsorben dipengaruhi dari sifat masing-masing adsorbat dan adsorbennya. Salah satu cara untuk menentukan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah dengan menentukan kepolaran dari adsorbat dan adsorbennya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang memiliki sifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar.

Sifat keras dan lunaknya dari adsorbat maupun adsorben akan mempengaruhi kekuatan interaksi. Sifat keras pada kation yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam suatu ikatan (polarizing power cation). Kation yang mempunyai kekuatan yang besar untuk mempolarisasi anion yang cendrung bersifat keras. Kemampuan yang besar suatu kation untuk mempolarisasi anion dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran (jari-jari) kecil dan muatan yang besar. Sebaliknya, kemampuan yang kecil suatu kation untuk mempolarisasi anion dimiliki oleh logam-logam dengan ukuran besar namun muatannya kecil, sehingga diklasifikasikan sebagai ion lunak.

Sedangkan pengertian keras untuk anion yaitu kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi (polarisabilitas anion) akibat medan listrik dari kation. Anion yang bersifat keras adalah anion yang berukuran kecil, muatannya besar dan elektronegativitas tinggi, sebaliknya anion lunak dimiliki oleh anion dengan ukuran besar, muatannya kecil dan elektronegativitas yang rendah. Ion logam keras berikatan kuat dengan anion keras dan ion logam lunak berikatan kuat dengan anion lunak [26].

Porositas adsorben juga mempengaruhi daya adsorpsi suatu adsorpsi. Adsorben dengan porositas yang besar mempunyai kemampuan menjerap yang lebih tinggi bila dibandingkn dengan adsorben yang memiliki porositas kecil. Untuk meningkatkan porositas adsorben bisa dengan cara mengaktivasi secara fisika seperti mengalirkan uap air panas ke dalam pori-pori adsorben atau dengan mengaktivasi secara kimia yaitu dengan aktivasi selulosa melalui penggantian gugus –OH pada selulosa dengan gugus HSO3- melalui proses sulfonasi [30].


(3)

Reaksi yang melibatkan pengambilan beberapa komponen dari larutan yang mengadung mineral disebut penyerapan (sorption), absorpsi atau adsorpsi. Pada reaksi absorpsi, komponen kimia dihilangkan dari larutan dan menembus pori-pori padatan. Istilah adsorpsi digunakan jika komponen yang diambil dari larutan dan terikat pada permukaan antarmuka mineral. Dengan kata lain, adsorbat (komponen kimia yang diserap) tetap dalam bentuk 2D antarmuka larutan mineral, yang berbeda dengan padatan kimia yang ada dalam bentuk larutan 3D atau padatan yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.3 Skema yang Menggambarkan Adsorpsi, Absorpsi dan Presipitasi Zn Pada Permukaan Besi Oksida [40]

Jika mekanisme pengambilan komponen kimia dari larutan tidak diketahui, istilah penyerapan umum bisa dipakai untuk menjelaskannya. Pada adsorpsi fisika, adsorbat terikat pada permukaan oleh ikatan yag relatif lemah yaitu ikatan van der waals. Pada adsorpsi kimia, ikatan kimia ionik atau kovalen yang lebih kuat terbentuk antara adsorbat dan permukaan adsorben. istilah adsorpsi yang umum seringkali ditujukan kepada adsorpsi fisika, sementara adsorpsi kimia mengacu kepada adsorpsi khusus [40].

Penyerapan

Adsorpsi Absorpsi Presipitasi

larutan larutan larutan


(4)

2.6 Adsorben

Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan – bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding – dinding pori atau pada letak – letak tertentu didalam partikel [42].

Penyerap biosorban seperti lumut, sekam padi, eceng gondok, genjer, lignin kayu Ailanthus altissima, limbah pulp dan alga telah banyak dikembangkan dalam menyerap ion-ion logam. Bahan penyerap non biosorben juga sudah dikembangkan seperti perlit, tanah gambut dan lumpur aktif [5].

2.7 Analisa Ekonomi

Sumber bahan baku (batang jagung) tersedia cukup banyak. Hal ini terlihat dari hasil statistik dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian tahun 2013 yang menunjukkan bahwa tanaman jagung cukup banyak tersedai sehingga ketersediaan limbah batang jagung koheren dengan tanaman batang jagung. Data tahun 2013 menunjukkan ada 19.387.022 Ton produksi tanaman jagung di Indonesia.

Besarnya kebutuhan dalam negeri akan komsumsi masyarakat Indonesia dan juga sebagai rangsum pakan ternak akan diperkirakan terus naik tiap tahunnya. Melihat pada Rencana Strategis Ditjen Pangan Tahun 2014, untuk tahun 2013 rencana produktivitas jagung dalam negeri mencapai 53,92 Ku/Ha dan target produksi mencapai 26.000.000 Ton jagung.

Dengan terus bertambahnya perluasan area tanaman jagung juga diikuti bertambahnya jumlah batang jagung yang dihasilkan maka ini menjadi peluang untuk meningkatkan nilai ekonominya bila diolah menjadi bahan yang bermanfaat, pemanfaatan ini juga dapat mengurangi potensi pencemaran lingkungan.

Untuk itu perlu dilakukan kajian potensi ekonomi adsorben dari limbah batang jagung. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan, baiaya produksi, biaya kebutuhan listrik dan harga


(5)

jual adsorben. Perhitungan analisisi ekonomi dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2 di bawah ini:

Tabel 2.1 Perhitungan Biaya Bahan Baku

No Bahan Baku Harga (Rp) Satuan Biaya

1 Batang Jagung - 200 gram -

Tabel 2.2 Perhitungan Biaya Kebutuhan Listrik No

Alat Harga/kWh Kebutuhan (kW)

Waktu

(Jam) Biaya (Rp)

1 Blender Rp. 1.112 0,18 6 1.200,48

Total Rp. 1.200,48

- Total biaya produksi = biaya penyediaan bahan baku + kebutuhan listrik

= Rp. 0 + Rp. 1.200,48 = Rp. 1200,48/200 gr - Harga jual adsorben dari batang jagung

= Rp. 1200,48/200 gr

Sehingga dapat diestimasi harga jual adsorben batang jagung seharga Rp. 1200,48/200 gr atau Rp. 6.000,4/kg.

Sedangkan harga jual adsorben dipasaran sebagai berikut.

Berikut merupakan harga masing-masing jenis adsorben di pasaran [41] : 1. Karbon Aktif Lokal = Rp 15.000/kg

2. Karbon Aktif Haycarb = Rp 40.000/kg 3. Manganese = Rp 11.000/kg 4. Silika (Pasir Kuarsa) = Rp 3.000/kg

5. Zeolit = Rp 7.000/kg

6. Pasir Aktif = Rp 11.000/kg

Sebagai perbandingan, maka diambil contoh perhitungan estimasi biaya bahan baku adsorben zeolit sebagai berikut :


(6)

Jika dibandingkan harga jual zeolit di pasaran , harga jual adsorben dari proses ini lebih murah dengan selisih Rp 1.000,00/kg. Maka adsorben batang jagung memiliki nilai jual sehingga dan memiliki keuntungan apabila dipasarkan.