Identifikasi Spesies Candida pada Flour Albus Pengguna Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Kandidiasis Vaginalis (Kandidiasis Vulvovaginalis)

2.1.1. Definisi
Kandidiasis vaginalis adalah infeksi jamur pada dinding vagina yang
disebabkan oleh spesies Candida albicans dan ragi (yeast) lain dari spesies Candida
(Sobel, 1999).
Infeksi candida terjadi karena perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan
berkompetisi dengan flora normal sehingga terjadi kandidiasis (Wahid et al., 1999).

2.1.2. Etiologi
Penyebab tersering kandidiasis vagina adalah Candida albicans yaitu sekitar
85-90%. Sisanya disebabkan oleh spesies non albicans, yang tersering adalah
Candida glabrata atau Torulopsis Glabarata (Sobel, 1999).


Penelitian pada tahun 2004 di Surabaya didapatkan penyebab kandidiasis
vulvovaginalis adalah C. albicans 34,8% dan C. non-albicans 65,2% (C. tropicalis
41,3%, C. glabrata 17,4%, C. guilliermondii, C. kefyr dan C. stellatoidea masingmasing 2,2%) (Andriani et al., 2005).
Kandida adalah tanaman yang termasuk ke dalam kelompok jamur. Menurut
Berkhout (1923), kalsifikasi ilmiah kandida adalah :
Kingdom

: Fungi

Filum

: Ascomycota

Subfilum

: Saccharomycotina

Kelas

: Saccharomycetes


Ordo

: Saccharomycetales

Famili

: Saccharomycetaceae

Genus

: Candida

5

Spesies pada manusia adalah Candida albicans, Candida stellatoidea,
Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida krusei, Candida parapsilosis,
Candida guilliermondii, Candida glabrata, Candida kefyr dan Candida dubliniensis.
Candida albicans dapat membentuk germ tubes dan klamidokonidia terminal.


Sedangkan Candida glabrata dapat membentuk germ tubes, pseudohifa dan hifa asli
pada kondisi tertentu. Pada pemeriksaan histopatologi, semua spesies Candida tidak
memberikan hasil yang baik dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin, tetapi
memberikan hasil yang bagus terhadap pewarnaan GMS dan Gridley (Kumala, 2009).
Kandida hidup sebagai saprofit, merupakan flora normal pada mulut,
tenggorokan, saluran pencernaan lainnya, vagina, pada lipatan kulit dan di alam
ditemukan pada tanah, air, serangga, dan tumbuh-tumbuhan. Jamur ini merupakan
jamur dismorfik, yang bentuknya tergantung lingkungannya. Bentuk miselium atau
bentuk hifa ditemukan pada penyakit, karenanya bentuk ini dianggap bentuk patogen,
sedangkan bentuk ragi atau klamidospora merupakan bentuk istirahat yaitu sebagai
saprofit (Ramali & Werdani, 2001).

2.1.3. Morfologi dan identifikasi
Di dalam kultur atau jaringan, Candida sp. tumbuh sebagai sel ragi berbentuk
oval dan bertunas (ukuran 3-6µm). Candida sp. juga membentuk pseudohifa ketika
tunas-tunasnya terus bertumbuh, tetapi gagal melepaskan diri sehingga menghasilkan
rantai-rantai sel panjang yang bertakik atau menyempit pada lokasi penyekatan di
antara sel. Tidak seperti spesies Candida yang lain, C. albicans bersifat dimorfik,
selain ragi dan pseudohifa, C. albicans juga dapat menghasilkan hifa sejati. Di
medium agar atau dalam 24 jam di suhu 370C atau suhu ruang, Candida sp.

membentuk koloni lunak berwarna krem dengan bau beragi. Pseudohifa tampak
sebagai sebentuk pertumbuhan di bawah permukaan agar. Ada dua uji morfologi
sederhana yang dapat membedakan C. albicans, patogen yang paling umum, dengan
spesies Candidia yang lain. Setelah diinkubasi di dalam serum selama sekitar 90
menit pada suhu 370C, sel ragi C. albicans akan mulai membentuk hifa sejati atau

6

tabung-tabung tunas, dan di atas medium yang kurang bernutrisi, C. albicans
menghasilkan klamidospora bulat berukuran besar. Uji asimilasi dan fermentasi gula
dapat digunakan untuk memastikan identifikasi dan mengkhususkan isolat Candida
yang lebih umum, seperti C. tropicalis, C. parapsilosis, C. guilliermondii, C. kefyr, C.
krusei, dan C. lusitaniae, di antara patogen ini, C. glabrata tergolong unik karena

hanya menghasilkan sel ragi tanpa ada bentuk pseudohifa (Jawetz, 2014).

Berikut ini adalah gambar Candida albicans dalam bentuk blastokonidia,
pseudohifa, klamidokonidia, dan biakan muda:

7


Gambar 2.1.Candida albicans. A: Blastokonidia (blastospora) dan pseudohifa dalam
eksudat. B: Blastokonidia, pseudohifa, dan klamidokonidia (klamidospora) dalam
biakan pada suhu 300C. C: Biakan muda membentuk tabung-tabung benih bila
diletakkan dalam serum selama 3 jam pada suhu 370C
Sumber: Jawetz (2005)

Gambar 2.2. Koloni Candida albicans, diinkubasi secara aerob selama 48 jam, 350C
Sumber: Hardy Diagnostics (2009)

Gambar 2.3. Koloni Candida krusei, diinkubasi secara aerob selama 48 jam, 350C
Sumber: Hardy Diagnostics (2009)

8

Gambar 2.4. Koloni Candida tropicalis, diinkubasi secara aerob selama 48 jam, 350C
Sumber: Hardy Diagnostics (2009)

Gambar 2.5. Fotomikrografi dari kultur Candida parapsilosis pada agar cornmeal,
menyerupai “spider colonies” dengan serabut

Sumber: Winn et al. (2006)

Gambar 2.6. Fotomikrografi dari kultur Candida pseudotropicalis pada agar
cornmeal, menyerupai “long-in-stream”
Sumber: Winn et al. (2006)

9

2.1.4. Faktor predisposisi
Pada dasarnya faktor-faktor predisposisi dapat dibagi dalam dua golongan
yaitu yang memicu kandida sendiri untuk aktif berkembang biak (menjadi patogen)
dan yang menurunkan atau merusak sistem mekanisme pertahanan tubuh hostnya
baik lokal maupun sistemik sehingga memudahkan invasi jaringan (Sobel, 1999).
1. Faktor Host (predisposing host factor )
Keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi terjadinya kandidiasis vagina
adalah kehamilan, diabetes mellitus, hormon steroid terutama kontrasepsi oral
atau kortikosteroid. AKDR, antibiotik, kelainan imunologik, obesitas dan
faktor-faktor lokal seperti menggunakan pakaian ketat, doucher, chlorinated
water atau tissue toilet.
2. Faktor Yeast (presdisposing yeast factor )

Sekitar 50% penderita kandidiasis vagina dengan gejala simptomatik
predisposisi faktor hostnya tidak diketahui. Keadaan ini menggambarkan
bahwa kolonisasi asimptomatik yang lama disebabkan karena virulensi
kandida yang lemah. Strain jamur mempunyai perbedaan dalam kemampuan
menginvasi sel vagina, jumlah produksi protease (protease membantu invasi
mukosa) dan pembentukan pseudohypa (membantu pelekatan dan invasi oleh
jamur). Sampai saat ini masih belum jelas diketahui seberapa besar hal
tersebut dapat mempengaruhi status klinis host (Sobel, 1999).

2.1.5. Patogenesis
Manifestasi klinis kandidiasis vaginalis merupakan hasil interaksi antara
patogenitas kandida dengan mekanisme pertahanan tuan rumah, yang berkaitan
dengan faktor predisposisi. Patogenitas penyakit dan bagaimana mekanisme
pertahanan tuan rumah terhadap kandida belum sepenuhnya dimengerti, namun, pada
dasarnya terdapat 2 mekanisme patogenesis terjadinya kandidiasis, yaitu :
1. Mekanisme non imun, meliputi: interaksi flora normal kulit/mukosa, fungsi
pertahanan stratum korneum, proses deskuamasi, fungsi fagositosis dan

10


adanya lipid permukaan kulit yang akan menghambat pertumbuhan kandida.
Adanya interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.
Beberapa mikroorganisme diduga mengeluarkan zat yang bersifat toksik
terhadap pertumbuhan kandida, walaupun zat tersebut belum berhasil
diisolasi.
2. Mekanisme imun selular dan humoral, meliputi: tahap pertama timbulnya
kandidosis kulit dan mukosa adalah menempelnya kandida pada sel epitel
disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein permukaan kandida dengan
sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan zat keratinolitik (fospolipase),
yang menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk pseudohifa
kandida juga mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam jaringan kandida
mengeluarkan faktor kemotaktik neutrophil, yang akan menimbulkan reaksi
radang akut. Lapisan luar kandida yang mengandung mannoprotein, bersifat
antigenik

sehingga

akan mengaktivasi


komplemen dan merangsang

terbentuknya imunoglobulin. Antibodi di sini tidak jelas peranannya sebagai
mekanisme pertahanan tubuh tuan rumah. Imunoglobulin akan membentuk
kompleks antigen-antibodi di permukaan sel kandida, yang dapat melindungi
kandida dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu kandida juga akan
mengeluarkan zat yang toksik terhadap neutrofil dan fagosit lainnya (Ramali
& Werdani, 2001).

2.1.6. Gejala klinis
Vaginitis karena kandida selalu disertai oleh vulvovaginitis. Hal ini
disebabkan terjadi kontak langsung dari sekret-sekret vagina yang mengalami infeksi
sehingga daerah vulva ikut mengalami infeksi (Siregar, 2005).
Keluhan yang paling menonjol pada penderita kandidasis vaginalis adalah
rasa gatal pada vagina yang disertai dengan keluarnya duh tubuh vagina (flour albus).

11

Kadang-kadang juga dijumpai adanya iritasi, rasa terbakar dan dispareunia (Martin,
1999).

Pada mukosa vagina terlihat ada bercak putih kekuningan, meninggi dari
permukaan, yang disebut vaginal trush. Bercak-bercak ini terdiri dari gumpalan
jamur kandida, jaringan nekrotik, dan sel-sel epitel. Dari liang vagina keluar sekret
vagina yang mula-mula encer kemudian menjadi kental dan pada keadaan yang
menahun tampak seperti butir-butir tepung halus. Di dalam gumpalan sekret ini
terdapat

elemen-elemen

kandida

dan

epitel,

dan

secara

perkontinuitatum


menyebabkan infeksi di daerah vulva sehingga terjadi vulvovaginitis. Labia minoria
dan mayora membengkak dengan ulkus-ulkus kecil berwarna merah dan disertai
dengan daerah yang erosi.
Kelainan ini dapat menjalar sampai ke kulit sekitarnya hingga seluruh kulit
lipat paha dan perineum menjadi merah, bengkak, erosi, dan terdapat lesi-lesi satelit.
Penderita selalu merasa gatal, panas, dan sakit pada waktu buang air kecil (Siregar,
2005).

2.1.7. Penegakan diagnosis
Menegakkan diagnosis kandidiasis vaginalis harus berdasarkan gambaran
klinik dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan
terutama untuk mendapatkan elemen jamur dari alat-alat yang diserang, baik secara
langsung maupun dengan biakan (Siregar, 2005).
1. Pemeriksaan mikroskopis
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10%
atau dengan pewarnaan Gram, dan selanjutnya dilihat di bawah mikroskop.
Yang dapat dilihat ialah sel-sel ragi, blastospora, atau hifa semu atau
pseudohifa (Siregar, 2005).

12

2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa dapat diambil dari kerokan kulit, kuku, dahak,
sekret bronkus, air seni, tinja, usapan mukokutan, usap vagina, dan darah
tergantung dari kelainan yang ada.
Cara mengambil bahan pemeriksaan ini diusahakan sesteril mungkin,
diletakkan di tempat yang steril, untuk mencegah kontaminasi. Bahan yang
diperiksa ditanam di dalam media sabouroud dektrosa yang telah dibubuhi
antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
Pembenihan disimpan di dalam suhu kamar atau suhu 370C dan setelah 24-48
jam dilihat adanya koloni-koloni dalam perbenihan. Koloni yang tumbuh di
ialah koloni ragi. Untuk penentuan spesies Candida albicans, koloni yang
tumbuh dibiakkan kembali dalam media murni agar tepung murni (corn meal
agar) dengan tween 80 1%. Didalam media murni ini bila tumbuh (sesudah 24
jam) dapat dilihat adanya klamidospora (Siregar, 2005).

2.1.8. Pengobatan
Pengobatan kandidiasis meliputi :
1. Menghindari atau menghilang faktor predisposisi
2. Topikal, yaitu : larutan ungu gentian (½-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk
kulit) dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari, nystatin (berupa krim, salap,
emulsi), amfoterisin B, grup azol (mikonazol 2% berupa krim atau bedak,
klotrimazol 1% berupa bedak/larutan/krim, tiokonazol, bufonazol, isokonazol,
siklopiroksolamin 1% larutan/krim, antimikotik yang lain berspektrum luas).
3. Sistemik, yaitu: tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam
saluran cerna dan obat ini tidak diserap oleh usus, amfositerin B diberikan
intravena untuk kandidosis sistemik, untuk kandidiosis vaginalis dapat
diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam dosis tunggal dan sistemik dapat
diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan 150 mg dosis

13

tunggal, itrokonazol untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang
dewasa 2 x 100 mg sehari selama 3 hari (Kuswadji, 2013).

Topikal imidazole, seperti butokonazol, mikonazol, dan klotrimazol, sesuai
resep, termasuk tiokonazol, ekonazol, dan terkonazol mudah digunakan dan
efektif selama 3-7 hari pengobatan, juga aman dipakai selama hamil. Oral
flukonazole, itrakonazol, dan ketokonazol memiliki keampuhan yang sama
seperti terapi topikal. Regimen profilaksis untuk mencegah kekambuhan
termasuk tablet mingguan klotrimazol 500 mg digunakan secara intra vaginal
atau flukonazol 150 mg per minggu secara oral. Pengobatan yang disarankan
untuk balanitis kandidiasis adalah krim topikal klotrimazol atau flukonazol
dosis tunggal 150 mg (Fitzpatrick, 1999).

2.1.9. Diagnosis banding
Diagnosis

banding kandidiasis

vaginalis

adalah vaginosis

bakterial,

trikomoniasis, sifilis, gonore, herpes simpleks genitalis, benda asing (AKDR,
tertinggalnya kondom pada waktu senggama, cincin pesarium yang digunakan wanita
prolapsus uteri), dan neoplasma atau keganasan.

2.1.9.1.Vaginosis bakterial
Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem
vagina disebabkan oleh bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob,
terutama Bacteroides sp., Mobilicus sp., Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma
hominis menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai

flora normal vagina.
Pada penggunaan AKDR dapat ditemukan serta diikuti infeksi G. vaginalis
dan kuman anaerob negatif-Gram (Judanarso, 2013).
Dapat terjadi simbiosis antara G. vaginalis sebagai pembentuk asam amino
dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam

14

amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang
menyenangkan bagi pertumbuhan G. vaginalis dan menyebabkan duh tubuh yang
keluar dari vagina berbau (Judanarso, 2013).
Wanita dengan VB akan mengeluh adanya duh tubuh dari vagina yang ringan
atau sedang dan berbau tidak enak (amis), yang dinyatakan oleh penderita sebagai
satu-satunya gejala yang tidak menyenangkan. Bau lebih menusuk setelah senggama
dan mengakibatkan darah menstruasi berbau abnormal. Iritasi daerah vagina atau
sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan, lebih ringan daripada yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C. albicans (Judanarso, 2013).
Amsel (1983) merekomendasikan diagnosa klinik vaginosis bakterialis
berdasarkan pada adanya tiga dari empat tanda-tanda berikut:
1. Cairan vagina homogen, putih atau keabu-abuan, melekat pada dinding
vagina.
2. pH vagina lebih besar dari 4,5.
3. Sekret vagina berbau seperti bau ikan sesudah penambahan KOH 10% (whiff
test).

4. Adanya “clue cells” pada pemeriksaan mikroskop sediaan basah.
Clue cell merupakan sel epitel vagina yang ditutupi oleh berbagai bakteri

vagina sehingga memberikan gambaran granular dengan batas sel yang kabur
karena melekatnya bakteri batang atau kokus yang kecil.

Pada sediaan basah sekret vagina terlihat leukosit sedikit atau tidak ada, sel
epitel banyak, dan adanya kokobasil kecil-kecil yang berkelompok. Adanya sel epitel
vagina yang granular diliputi oleh kokobasil sehingga batas sel tidak jelas, yang
disebut clue cells. Pada pewarnaan gram dapat dilihat batang-batang kecil negatifGram atau variabel-Gram yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan banyak sel epitel
dengan kokobasil, tanpa ditemukan laktobasil.
Pemeriksaan biakan dapat dikerjakan pada media di antaranya agar Casman,
dan Protease peptone starch agar , dibutuhkan suhu 370C selama 48-72 jam dengan

15

ditambahi CO2 5%. Koloni sebesar 0,5-2 mm, licin, opak dengan tepi yang jelas, dan
dikelilingi zona hemolitikbeta. Sebagai media transpor dapat digunakan media
transpor Stuart atau Amies (Judanarso, 2013).

Gambar 2.7. Mikroskop Vaginosis Bakterial
Sumber: Pathology Outlines (2013)
2.1.9.2.Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi parasit protozoa yang disebabkan
oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan
sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah.
T. vaginalis merupakan flagelata berbentuk filiformis, berukuran 15-18

mikron, mempunyai 4 flagela, dan bergerak seperti gelombang. Parasit ini
berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana pH
5-7,5. Pada suhu 500C akan mati dalam beberapa menit, tetapi pada suhu 00C dapat
bertahan sampai 5 hari.
Trikomoniasis pada wanita yang diserang terutama dinding vagina. Pada
kasus akut terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuninghijau, berbau tidak enak (malodorous), dan berbusa. Dinding vagina tampak
kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina
dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai
strawberry appearance dan disertai gejala dispareunia, perdarahan pascakoitus, dan

perdarahan intermenstrual (Daili, 2013).

16

Vaginitis T. Vaginalis yang terbaik didiagnosis dengan sediaan basah cairan
vagina yang menunjukkan trichomonas motil yang sedikit lebih besar dari sel-sel
PMN. Karena trichomonas kehilangan motilitasnya ketika didinginkan, sebaiknya
menggunakan saline hangat (370C), kaca objek, dan kaca penutup bila membuat
sediaan basah dan untuk memeriksa sediaan dengan segera (Jawetz, 2005).

Gambar 2.8. Morfologi Trichomonas vaginalis
Sumber: Kayser et al. (2005)
2.2.

Alat Kontrasepsi dalam Rahim
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau Intra Uterin Device (IUD)

adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang bentuknya bermacammacam, terdiri dari plastik (polyethylene). Ada yang dililit tembaga (Cu), ada pula
yang tidak, adapula yang dililit tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula
yang dibatangnya berisi hormon progesteron (Suratun et al., 2008).
AKDR adalah alat kontrasepsi yang sangat efektif digunakan bagi ibu yang
tidak boleh menggunakan kontrasepsi yang mengandung hormonal dan merupakan
kontrasepsi jangka panjang 8-10 tahun. Tetapi efek dari AKDR dapat menyebabkan
perdarahan yang lama dan kehamilan ektopik. Angka kegagalan pada tahun pertama
2,2% (Pendit, 2007).

2.2.1. Jenis AKDR
Saat ini AKDR yang masih bisa kita temui adalah:
1. AKDR yang berkandungan tembaga, yaitu copperT (CuT 380A) dan nova T.

17

2. AKDR yang berkandungan hormon progesteron, yaitu Mirena.
3. Pada beberapa akseptor yang datang untuk melepas AKDR yang telah dipakainya
lebih dari 20 tahun, akan didapati bentuk lippes loop (terbuat dari plastik).

Namun karena AKDR yang paling banyak di pasaran adalah yang berjenis
non hormon, maka yang akan dibahas adalah AKDR yang berjenis dalam
pembahasan copper T (CuT 380A) dan nova T (Meilani et al., 2010).

Tabel 2.1. Nama, Rincian Masa Penggunaan dan Bentuk Tujuh AKDR
Sumber: Everett (2008)
Alat
Masa Penggunaan
Bentuk
3
tahun
Batang
tegak
lurus
dengan panjang 3,6
Multiload
2
cm;
250
mm
lilitan
tembaga
mengelilingi batang
Batang tegak lurus dengan panjang 2,5
Multiload Cu250 3 tahun
cm;
250
mm2
lilitan
tembaga
pendek
mengeelilingi batang
375 mm2 lilitan tembaga mengelilingi
Multiload Cu375 5 tahun
batang
5 tahun
300 mm2 lilitan tembaga mengelilingi
Flexi-T 300
batang
5 tahun
380 mm2 lilitan kawat tembaga dengan
Nova T 380
inti perak mengelilingi batang
8 tahun
380 mm2 lilitan mengelilingi batang dan
T Safe 380A
cincin tembaga mengelilingi tiap bagian
ujung masing-masing lengan
5 tahun
AKDR tanpa bingkai dengan 6 tabung
GyneFix
tembaga dengan panjang masing-masing
5mm dan diameter 2,2mm dengan total
330mm2 lilitan tembaga mengelilingi
batang dan lengan

18

Berikut ini adalah gambar jenis alat kontrasepsi dalam rahim :

Gambar 2.7. Jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
Sumber: Darmani (2003)

19

2.2.2. Efek samping penggunaan AKDR
Efek samping yang ditimbulkan oleh penggunaan AKDR, adalah:
1. Perdarahan
Gejala : keluarnya darah dari liang vagina di luar haid dalam jumlah kecil
berupa bercak-bercak (spotting) atau dalam jumlah berlebihan (metrorhagia).
Perdarahan ini dapat pula terjadi masa haid dalam jumlah berlebihan
(Menometrorhagia).
2. Keputihan
Gejala :
a. Terdapat cairan putih yang berlebihan, terjadi akibat produksi cairan rahim
yang berlebihan.
b. Tidak berbahaya apabila cairan tersebut tidak berbau, tidak terasa gatal dan
tidak terasa panas.
Pada pemakaian AKDR sering dijumpai adanya duh tubuh vagina atau
keputihan yang mungkin merupakan akibat dari terjadinya reaksi awal
terhadap adanya benda asing (Darmani, 2003).
3. Ekspulsi
Gejala : terasa adanya AKDR dalam liang senggama yang menyebabkan rasa
tidak enak bagi wanita. Dapat terjadi ekspulsi sebagian atau seluruhnya.
Biasanya terjadi pada waktu haid.
4. Nyeri
Gejala : nyeri pada waktu pemasangan AKDR, waktu haid dan saat senggama.
5. Infeksi
Gejala : adanya rasa nyeri di daerah perut bagian bawah, bila disertai demam,
keputihan yang berbau busuk dan rasa nyeri pada waktu bersenggama/periksa
dalam.
6. Translokasi
Translokasi adalah pindahnya AKDR dari tempat seharusnya. Hal ini dapat
disertai gejala maupun tidak. Dapat disertai perdarahan maupun tidak,

20

sehingga gejala dan keluhannya bermacam-macam. Dalam pemeriksaan
dalam, benang AKDR tidak teraba dan pada pemeriksaan sonde, AKDR tidak
terasa/tersentuh, untuk mengetahui lebih jelas posisi AKDR dilakukan rontgen
atau USG (Suratun et al., 2008).