Perbandingan Pola Mikroorganisme Leukorea Pasien Akseptor Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Dengan Leukorea Bukan Akseptor Kontrasepsi Di RSUP H Adam Malik Medan

(1)

PERBANDINGAN POLA MIKROORGANISME LEUKOREA

PASIEN AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM

DENGAN LEUKOREA BUKAN AKSEPTOR KONTRASEPSI

DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

RENATHA NITA HADAMEON NAINGGOLAN NIM 087111009

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PERBANDINGAN POLA MIKROORGANISME LEUKOREA

PASIEN AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM

DENGAN LEUKOREA BUKAN AKSEPTOR KONTRASEPSI

DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Patologi Klinik/ M.Ked (Clin Path) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

RENATHA NITA HADAMEON NAINGGOLAN NIM 087111009

PROGRAM MAGISTER KLINIK – SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas segala Kasih dan Anugerah Allah Yang Maha Kuasa, sehingga saya dapat mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan karya tulis (tesis) ini yang berjudul Perbandingan Pola Mikroorganisme Leukorea Pasien Akseptor Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Dengan Leukorea Bukan Akseptor Kontrasepsi Di RSUP H Adam Malik Medan

Selama saya mengikuti pendidikan dan selama proses penyelesaian penelitian untuk karya tulis ini, saya telah mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik materil dan moril dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini. Untuk semua itu perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih saya yang tidak terhingga kepada :

Yth, Prof. Dr. Adi Koesoema Aman SpPK-KH, Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah menerima dan memberikan kesempatan kepada saya


(4)

sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama saya mengikuti pendidikan.

Yth, Prof. Dr. Herman Hariman PhD, SpPK-KH, sebagai Sekretaris Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ,

yang sudah memberikan bimbingan dan dorongan selama saya menjalani pendidikan. Hormat dan terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan

Yth, Prof. DR. Dr. Ratna Akbari Ganie SpPK-KH, sebagai Ketua Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi baik selama saya mengikuti pendidikan hingga selesainya tesis ini.

Yth, Dr. Ricke Loesnihari SpPK-K, sebagai Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan dan petunjuk selama saya mengikuti pendidikan.

Yth, Dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, sebagai pembimbing saya yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan sampai selesainya tesis ini. Saya mengucapkan terimakasih, kiranya Allah Yang Maha Kuasa membalas semua kebaikannya.


(5)

Yth, DR, Dr Sarma Lumbanraja SpOG-K sebagai pembimbing II saya dari Departemen Obstetri dan Ginekologi yang sudah memberikan , petunjuk, pengarahan dan bantuan, mulai dari penyusunan proposal, selama dilaksanakannya penelitian sampai selesainya tesis ini.

Yth, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution SpPK-KN, yang sudah

memberikan bimbingan dan dorongan selama saya menjalani pendidikan. Hormat dan terimakasih yang tak terhingga saya ucapkan

Yth, Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bimbingan di bidang statistik selama saya memulai penelitian sampai selesainya tesis saya, terimakasih banyak saya ucapkan

Yth, seluruh guru-guru saya, yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan dukungan selama saya mengikuti pendidikan dan hingga selesainya tesis ini. Hormat dan terimakasih saya ucapkan . Begitu juga kepada guru-guru yang telah mendahului kita, saya tidak melupakan semua jasanya dalam pendidikan ini.

Yth. Nancy Sirait kepala ruangan Mikrobiologi RSUP H. Adam Malik yang telah bekerjasama dengan baik selama saya mengadakan penelitian.

Yth. Seluruh teman sejawat peserta PPDS Patologi Klinik FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, para analis, karyawan / karyawati di


(6)

Departemen Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik Medan, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan.

Ucapan terimakasih juga kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur

rumah Sakit umum Pusat H. Adam Malik yang telah memberikan kesempatan

dan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.

Terimakasih yang setulus-tulusnya saya sampaikan kepada kedua orangtua saya, Ayahanda tercintaAlm. St Renzo Sahat Nainggolan dan Ibunda

Refina Saragi Sitio yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan setiap saat selalu bersedia memberikan dukungan moril maupun materil.

Kiranya Allah Yang Maha Kuasa membalas semua budi baik dan kasih sayangnya. Begitu juga kepada Bapak dan Ibu mertua saya yang juga telah banyak memberikan bantuan moril maupun materil kepada saya dan keluarga. Juga kepada Abang, Kakak ,dan Adik yang tidak henti-hentinya memberikan semangat selama saya mengikuti pendidikan.

Akhirnya terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada suami tercinta Ir, Bambang Manurung yang telah mendampingi saya dengan penuh


(7)

pengertian, perhatian, memberikan dorongan dan pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Juga kepada anak-anakku terkasih Olga Indah Suci Manurung, Ogung Hariara

Emmanuel Manurung dan Ozora Joshua Porsea Manurung yang telah

banyak kehilangan perhatian dan kasih sayang selama saya mengikuti pendidikan, semoga ini semua dapat menjadi motivasi dalam mencapai cita-cita kalian.

Akhir kata, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, April 2013

Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

Kata pengantar………... Daftar isi………... Daftar Tabel………... Daftar Gambar ………... ... Daftar singkatan………... Daftar Lampiran………... Abstrak……… BAB I.

Pendahuluan... 1.1. Latar Belakang………... 1.2. Perumusan Masalah………..…... 1.3. Hipotesa Penelitian ………...……. 1.4. Tujuan Penelitian...

1.4.1. Tujuan Umum ………... 1.4.2. Tujuan Khusus ………...………... 1.5. Manfaat Penelitian ………... BAB II. TinjauanKepustakaan... 2.1. Leukorea...

i vi ix x xi xii xiii 1 1 4 4 4 4 5 5 7 7


(9)

2.1.1. Bakteri ………...………..… 2.1.2. Jamur ………... 2.1.3. Parasit ………... 2.1.4. Virus... 2.1.5. Benda Asing ...…... 2.1.6. Neoplasma/keganasan...……….……….... 2.1.7. Jenis Leukorea ………... 2.1.8. Patogenesa leukorea………... 2.2. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)... 2.2.1. Epidemiologi ……...……...

2.2.2. Pengertian AKDR ………... 2.2.3. Keuntungan AKDR ………...…………... 2.2.4. Efek Samping AKDR………... 2.2.5. Mekanisme kerja AKDR ……….... 2.2.6. Persyaratan Akseptor AKDR …... 2.2.7. Kerangka konsep ………... BAB III. Metode Penelitian... 3.1. Desain Penelitian …………... 3.2. Tempat dan WaktuPenelitian ……….………... 3.3. Populasi dan Subyek Penelitian...

9 12 13 13 14 14 15 15 17 17 18 19 20 20 21 22 23 23 23 23


(10)

3.4. Kriteria inklusi ………... 3.5. Kriteria eksklusi... 3.6. Perkiraan besar sampel... 3.7. Analisa data... 3.8. Bahan dan Cara Kerja... 3.8.1. Pengambilan bahan …... 3.6.2. Pemeriksaan laboratorium... 3.6.3. Interpretasi... 3.9. Pemantapan Kualitas... 3.10. Ethical Clearance dan Informed Consent ... 3.11. Kerangka kerja…... BAB IV. Hasil Pelitian... BAB V. Pembahasan...………... BAB VI. Kesimpulan dan Saran...

5.1. Kesimpulan....………... 5.2. Saran..……...………... BAB VII. Ringkasan... Daftar Pustaka Lampiran 24 24 24 25 25 26 26 30 30 35 35 36 41 45 45 46 47


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel.4.1.1.

Tabel.4.1.2.

Tabel.4.1.3

Tabel.4.1.4

Perbedaan frekwensi infeksi antara akseptor AKDR dan kontrol yang disebabkan mikroorganisme di Poli Ginekologi H. RSUHAM ( periode Juni - Agustus 2012) ... Sebaran penderita leukorea Akseptor AKDR dan kontrol rawat jalan menurut kelompok umur di poli ginekologi RSUHAM ( periode Juni - Agustus 2012)…..

Sebaran penderita leukorea Akseptor AKDR dan kontrol rawat jalan menurut pendidikan di poli ginekologi RSUHAM ( periode Juni - Agustus 2012)….

Sebaran penderita leukorea Akseptor AKDR dan kontrol rawat jalan menurut paritas di poli ginekologi RSUHAM ( periode Juni - Agustus 2012)...

37

38

39


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.4.1.1.

Gambar.4.1.2.

Gambaran pola mikroorganisme pada penderita leukorea rawat jalan ( Akseptor AKDR + Kontrol ) di poli Ginekologi RSUP.H. RSUHAM ( periode Juni - Agustus 2012) ………..

Sebaran penderita leukorea Akseptor AKDR rawat jalan berdasarkan lamanya memakai AKDR di poli ginekologi RSUHAM (periode Juni - Agustus 2012)...

36


(13)

DAFTAR SINGKATAN

ASI = Air Susu Ibu

AKDR = Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

BKKBN = Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional KOH = Kalium Hidroksidae

KB = Keluarga Berencana NaCl = Natrium Clorida

IMS = Infeksi Menular Seksual

PKBRS = Poliklinik Keluarga Berencana Rumah Sakit PIH = Poliklinik Ibu Hamil

PM = Polimorfonuklear

SDKI = Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia SUSENAS = Survey Sosial Ekonomi Nasional


(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1

Lampiran 2 : :

Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian...

Formulir persetujuan setelah penjelasan …………....

57 59

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5 :

:

:

Status pasien ………...

Surat persetujuan komite etik penelitian bidang Kesehatan FK USU …………..………...

Data penelitian ………..………... 60

62


(15)

PERBANDINGAN POLA MIKROORGANISME LEUKOREA PASIEN AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DENGAN LEUKOREA BUKAN AKSEPTOR KONTRASEPSI DI

RSUP H ADAM MALIK MEDAN

Renatha N H Nainggolan*, Muzahar*, Sarma Lumbanraja** Departemen Patologi Klinik* Departemen Kebidanan dan Kandungan**

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Indonesia

ABSTRAK

Latar belakang.Leukorea adalah nama gejala yang diberikan pada cairan yang dikeluarkan dari alat genital wanita yang tidak berupa darah. Infeksi merupakan penyebab utama dari leukorea patologik. Efek samping AKDR dapat menimbulkan leukorea.

Tujuan. Mengetahui perbedaan pola mikroorganisme leukorea wanita akseptor AKDR dengan leukorea bukan akseptor kontrasepsi apapun Metode. Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien rawat jalan berdasarkan pengukuran pH vagina, sediaan basah sekret vagina dengan KOH 10%, NaCl 0,9%, pewarnaan Gram, dan dilakukan bulan Juni sampai Agustus 2013 di poliklinik ginekologi RSUP HAM Medan.

Hasil. Pada kelompok AKDR dijumpai Candida (50%), Candida dan Coccus gram positif (30%), Coccus gram positif (13,3%), Candida dan Coccus gram positif dan Basil gram negatif (6,7%) sedangkan pada kelompok Kontrol dijumpai Coccus gram positif (70%), Candida (10%), Candida dan Coccus gram positif (10%), Candida dan Coccus gram positif dan Basil gram negatif (6,7%), Diplococcus gram negatif (3,3%), dijumpai (p<0,05). Pada akseptor AKDR yg menderita leukorea terbanyak kelompok umur 31- 40 tahun, pada kontrol kelompok umur > 41 tahun,dijumpai (p<0,05).

Kesimpulan: Ada perbedaan pola mikroorganisme yang bermakna antara leukorea akseptor AKDR dengan leukorea bukan akseptor kontrasepsi apapun.

Kata kunci: Leukorea akseptor AKDR, Leukorea bukan akseptor, Pola Mikroorganisme Leukorea


(16)

COMPARISON OF MICROORGANISMS FROM PATIENT

LEUCORRHOEA : IUD ACCEPTOR AND

NON-CONTRASEPTION PATIENTS

Nainggolan Renatha N H*, Muzahar*, Lumbanraja Sarma**

Department of Clinical Pathology* Department of Obstetri and Gynecology**

School of medicine, University of North Sumatra, Medan,Indonesia ABSTRACT

Background.Leucorrhoea is the symptom that the liquid released from the women’s genitals that are not in the form of blood. Infection is a major cause of pathological leucorrhoea. The side effect of IUD could cause

leucorrhoea.

Purpose. Knowing the differences in the patterns of microorganisms of leucorrhoea of the women with IUD from the leucorrhoea of non

acceptors.

Method. This study was conducted at 60 outpatient based vaginal pH measurement, vaginal wet preparations with 10% KOH, NaCl 0.9%, Gram staining, and conducted between June and August 2013 in the field of gynecology clinic of Haji Adam Malik Hospital

Results. In the group of the women with IUD encountered Candida (50%), Candida and Gram positive Coccus (30%), Gram positive Coccus (13.3%), Candida and Gram positive Coccus and Gram negative Baccile (6, 7%) while in the group of control encountered Gram positive Coccus (70%), Candida (10%), Candida and Gram positive Coccus (10%),

Candida and Gram positive Coccus and Gram negative Baccile (6.7%), Gram negative Diplococcus (3.3%), with (p <0,05). The IUD acceptors who suffer the most leukorea are in the group 31-40 years, while in the group of control of age> 41 years, with (p <0,05).

.

Conclusions: There are significant differences between the patterns of microorganisms of leucorrhoea in IUD acceptors with leucorrhoea in non acceptor

Keywords: Leucorrhoea in IUD acceptors, Leucorrhoea in nonacceptors, The pattern of microorganisms Leucorrhoea.


(17)

PERBANDINGAN POLA MIKROORGANISME LEUKOREA PASIEN AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DENGAN LEUKOREA BUKAN AKSEPTOR KONTRASEPSI DI

RSUP H ADAM MALIK MEDAN

Renatha N H Nainggolan*, Muzahar*, Sarma Lumbanraja** Departemen Patologi Klinik* Departemen Kebidanan dan Kandungan**

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Indonesia

ABSTRAK

Latar belakang.Leukorea adalah nama gejala yang diberikan pada cairan yang dikeluarkan dari alat genital wanita yang tidak berupa darah. Infeksi merupakan penyebab utama dari leukorea patologik. Efek samping AKDR dapat menimbulkan leukorea.

Tujuan. Mengetahui perbedaan pola mikroorganisme leukorea wanita akseptor AKDR dengan leukorea bukan akseptor kontrasepsi apapun Metode. Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien rawat jalan berdasarkan pengukuran pH vagina, sediaan basah sekret vagina dengan KOH 10%, NaCl 0,9%, pewarnaan Gram, dan dilakukan bulan Juni sampai Agustus 2013 di poliklinik ginekologi RSUP HAM Medan.

Hasil. Pada kelompok AKDR dijumpai Candida (50%), Candida dan Coccus gram positif (30%), Coccus gram positif (13,3%), Candida dan Coccus gram positif dan Basil gram negatif (6,7%) sedangkan pada kelompok Kontrol dijumpai Coccus gram positif (70%), Candida (10%), Candida dan Coccus gram positif (10%), Candida dan Coccus gram positif dan Basil gram negatif (6,7%), Diplococcus gram negatif (3,3%), dijumpai (p<0,05). Pada akseptor AKDR yg menderita leukorea terbanyak kelompok umur 31- 40 tahun, pada kontrol kelompok umur > 41 tahun,dijumpai (p<0,05).

Kesimpulan: Ada perbedaan pola mikroorganisme yang bermakna antara leukorea akseptor AKDR dengan leukorea bukan akseptor kontrasepsi apapun.

Kata kunci: Leukorea akseptor AKDR, Leukorea bukan akseptor, Pola Mikroorganisme Leukorea


(18)

COMPARISON OF MICROORGANISMS FROM PATIENT

LEUCORRHOEA : IUD ACCEPTOR AND

NON-CONTRASEPTION PATIENTS

Nainggolan Renatha N H*, Muzahar*, Lumbanraja Sarma**

Department of Clinical Pathology* Department of Obstetri and Gynecology**

School of medicine, University of North Sumatra, Medan,Indonesia ABSTRACT

Background.Leucorrhoea is the symptom that the liquid released from the women’s genitals that are not in the form of blood. Infection is a major cause of pathological leucorrhoea. The side effect of IUD could cause

leucorrhoea.

Purpose. Knowing the differences in the patterns of microorganisms of leucorrhoea of the women with IUD from the leucorrhoea of non

acceptors.

Method. This study was conducted at 60 outpatient based vaginal pH measurement, vaginal wet preparations with 10% KOH, NaCl 0.9%, Gram staining, and conducted between June and August 2013 in the field of gynecology clinic of Haji Adam Malik Hospital

Results. In the group of the women with IUD encountered Candida (50%), Candida and Gram positive Coccus (30%), Gram positive Coccus (13.3%), Candida and Gram positive Coccus and Gram negative Baccile (6, 7%) while in the group of control encountered Gram positive Coccus (70%), Candida (10%), Candida and Gram positive Coccus (10%),

Candida and Gram positive Coccus and Gram negative Baccile (6.7%), Gram negative Diplococcus (3.3%), with (p <0,05). The IUD acceptors who suffer the most leukorea are in the group 31-40 years, while in the group of control of age> 41 years, with (p <0,05).

.

Conclusions: There are significant differences between the patterns of microorganisms of leucorrhoea in IUD acceptors with leucorrhoea in non acceptor

Keywords: Leucorrhoea in IUD acceptors, Leucorrhoea in nonacceptors, The pattern of microorganisms Leucorrhoea.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 . LATAR BELAKANG PENELITIAN

Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora normal tersebut antara lain Corynebacterium ( batang positif gram ), Staphylococcus ( kokus positif gram berkelompok ), Streptococcus ( kokus positif gram berderet membentuk rantai ), Escherichia coli ( batang negatif gram ), Lactobacillus acidophilus ( Doderlein”s bacillus, batang positif gram ), serta jamur Candida albicans dan ragi lainnya. Lactobacillus acidophilus memelihara suasana asam dalam vagina, dengan cara mengubah glikogen yang terdapat dalam epitel vagina menjadi laktat. Dalam keadaan normal pH sekret vagina berkisar antara 3,8 – 4,5. Derajat keasaman yang rendah akibat produksi asam laktat ini bermanfaat bagi sistem pertahanan tubuh karena mencegah kolonisasi bakteri lain, Candida albicans dan ragi lainnya.

Leukorea ( duh tubuh, keputihan, flour albus, white discharge ) adalah nama gejala yang diberikan pada cairan yang dikeluarkan dari alat genital yang tidak berupa darah.

1

Leukorea merupakan suatu keluhan ginekologis terbanyak. Biasanya seorang wanita mengatakan dirinya menderita leukorea bila dirasakan keluarnya cairan getah vagina yang berlebihan sehingga


(20)

membasahi celana dalamnya dimana dapat terjadi perubahan bau, warna dan atau jumlah yang tidak normal. Keluhan pasien ini dapat disertai rasa gatal, edema genitalia, nyeri abdomen bagian bawah atau nyeri pinggang.3,4,5

Penyebab gangguan alat reproduksi wanita juga bisa diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu bakteri, jamur, virus , parasit dan benda asing. Proporsi wanita yang mengalami leukorea bervariasi antara 1 – 15 % dan hampir seluruhnya memiliki aktifitas seksual yang aktif. Lebih dari sepertiga penderita yang berobat ke klinik-klinik ginekologi di Indonesia mengeluh adanya leukorea dan lebih dari 80% diantaranya adalah patologis. Infeksi merupakan penyebab utama dari leukorea patologik. Penyebab terbesar dari infeksi adalah hubungan seksual. Sebab lain masuknya kuman bisa karena higienis yang kurang baik pada waktu pemeriksaan dalam, pertolongan partus, abortus dan pemasangan AKDR. Kondisi ini memicu ketidakseimbangan flora normal vagina yang menyebabkan bakteri di vagina tumbuh berlebihan.

Pada saat ini diperkirakan lebih 85 juta wanita diseluruh dunia memakai AKDR, 30 % terdapat di Cina, 13 % di Eropa, 5 % di Amerika dan sekitar 6,7 % di negara-negara berkembang. Sekitar 50 % Bakterial vaginosis ditemukan pada pemakai AKDR dan 86 % bersama-sama dengan infeksi trikomonas.

6,7,8

Penelitian Ghazal S et all ( 2004 ) An-Najah National University, Nablus, Palestine melaporkan dari 134 wanita akseptor AKDR dan 66


(21)

wanita bukan akseptor yang mempunyai keluhan leukorea sebanyak 116 orang ( 73%) terdapat 50% predominant bacteria, dan 40% potentially pathogenic.

Pal Z ,Urban E et all ( 2005 ) Department of Obstetrics and Gynaecology , University of Szeged and Institut of Medical Microbiology, Martin Luther University,Germany melaporkan 127 akseptor AKDR yang menderita leukorea setelah memakai AKDR > 5 tahun ditemukan Bacterial Vaginosis, dan setelah > !0 tahun ditemukan Candida Albicans.

9,10

Penelitian Ghotbi Sh et all ( 2006 ) di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Fasa Iran melaporkan dari 1252 penderita leukorea yang memakai kontrasepsi didapatkan Trichomoniasis 3%, Candidiasis 15%, Gram positive cocci 59%, Gram negative bacilli 20%, Gardnerella vaginalis 2% dan Neisseria gonorrhea 1 %.

11

Di Indonesia pemakai AKDR 4.024.273 ( 22,6 % ) dari semua pemakai metode kontrasepsi.

12

Ramayanti ( 2004 ) di klinik Ginekologi RSU Dr Kariadi Semarang pada penderita leukorea dilaporkan Kandida ( 31,6 % ), Gardnerella ( 17,6 % ), Trikomonas ( 5,7 % ) dan Gonokokus ( 0,9 % ).

7

Sofie R et all ( 2005 ) di RS Hasan Sadikin Bandung melaporkan pada 300 penderita leukorea disebabkan vaginosis bakterialis, kandidiasis dan trikomoniasis.

6

Barus G I (1997 ) melaporkan sebanyak 105 wanita penderita leukorea usia 17 – 53 tahun, dimana kasus diambil dari Poliklinik


(22)

Ginekologi, PKBRS dan PIH RSUD Dr Pirngadi Medan dijumpai penyebab terbesar Kandida albikan 46%, disusul Trikomonas vaginalis 24%, Bakteri 7%

Darmani H E ( 2001) melaporkan pada PKBRS Dr Pirngadi Medan melaporkan leukorea pada kelompok akseptor AKDR didapatkan kandidiasis vagina sebanyak 24 orang ( 80% ) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 6 orang ( 20% ).

5

7

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

Apakah ada perbedaan pola mikroorganisme leukorea wanita akseptor AKDR dengan leukorea bukan akseptor kontrasepsi di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3 HIPOTESA PENELITIAN

Ada perbedaan pola mikroorganisme leukorea wanita akseptor AKDR dengan leukorea bukan akseptor kontrasepsi di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum :

Untuk mengetahui perbedaan pola mikroorganisme leukorea wanita akseptor AKDR dengan leukorea bukan akseptor kontrasepsi berdasarkan pengukuran pH vagina, sediaan basah sekret vagina dengan KOH 10 %,


(23)

NaCl 0,9 %, dan sediaan pewarnaan gram di RSUP H. Adam Malik Medan.

Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui pola mikroorganisme leukorea wanita akseptor AKDR apakah tunggal atau campuran

2. Untuk mengetahui pola mikroorganisme leukorea wanita bukan akseptor kontrasepsi apakah tunggal atau campuran

3. Mengetahui seberapa bermakna perbedaan masing-masing

pola mikroorganisme antara kedua kelompok tersebut. 1.5 MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan: 1. RSUP.H.Adam malik Medan dan dokter

Memberikan informasi bagi pihak RSUP H Adam malik dan dokter mengenai pola mikroorganisme leukorea akseptor AKDR dan leukorea bukan akseptor kontrasepsi dengan melakukan gabungan pemeriksaan mikroskopis sediaan pewarnaan gram, pemeriksaan sediaan basah sekret vagina dengan KOH 10%, NaCL 0,9%, dan pengukuran pH vagina sebagai alternatif dalam menentukan etiologi leukorea sehingga dapat menjadi acuan terapi bagi klinisi. 2. Departemen Patologi Klinik USU

Memberikan informasi mengenai pola mikroorganisme leukorea akseptor AKDR dan leukorea bukan akseptor kontrasepsi periode Juni-Agustus 2012.


(24)

3. Peneliti

Memberikan informasi tambahan pada peneliti mengenai pola mikroorganisme leukorea akseptor AKDR dan leukorea bukan akseptor kontrasepsi serta memperoleh pengetahuan dan pengalaman melakukan penelitian


(25)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Leukorea

Leukorea ( duh tubuh, keputihan, flour albus, white discharge ) adalah nama gejala yang diberikan pada cairan yang dikeluarkan dari alat genital yang tidak berupa darah.

Leukorea adalah cairan yang keluar dari vagina. Dalam keadaan biasa, cairan ini tidak sampai keluar, namun belum tentu bersifat patologis. Sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi vulva, cairan vagina, sekresi serviks, sekresi uterus, atau sekresi tuba falopii, yang dipengaruhi fungsi ovarium.

2

Proporsi wanita yang mengalami leukorea bervariasi antara 1 – 15 % dan hampir seluruhnya memiliki aktifitas seksual yang aktif, tetapi jika merupakan suatu gejala penyakit dapat terjadi pada semua umur.

4

Penyebab leukorea terkait dengan cara kita merawat organ reproduksi. Dapat juga diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu bakteri, jamur, virus, parasit, benda asing, neoplasma/ keganasan pada alat genetalia dan iritasi. Dapat dibedakan antara leukorea yang fisiologik dan yang patalogik.

3

Leukorea dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Leukorea Fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus


(26)

yang mengandung banyak epitel dengan leukosit jarang, sedang pada kondisi patologis terdapat banyak leukosit.

Leukorrea fisiologis biasa ditemukan. pada keadaan antara lain: 2,3

1. Bayi baru lahir terutama sampai usia 10 hari, hal ini disebabkan pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina bayi. 2. Waktu disekitar menarche, timbul karena pengaruh estrogen.

Leukorea ini akan hilang sendiri tetapi dapat meresahkan orang tua penderita.

3. Rangsangan seksual pada wanita dewasa

4. Waktu sekitar ovulasi, karena sekret dari kelenjar-kelenjar seviks uteri menjadi lebih encer.

5. Pada wanita dengan penyakit menahun, pengeluaran sekret kelenjar serviks uteri juga bertambah.

Leukorea patologis terbanyak disebabkan oleh infeksi biasanya oleh jamur, bakteri, parasit, virus, disini cairan berwarna kekuningan sampai hijau, sering kali lebih kental dan berbau, dan banyak mengandung leukosit. Selain itu leukorea dapat juga disebabkan oleh vaginitis karena bahan-bahan kimiawi, pengobatan sendiri dengan obat-obatan topical atau pembersih vagina berulang-ulang. Juga dapat ditemukan pada neoplasma baik jinak maupun ganas.3,14,15


(27)

Berdasarkan penyebabnya, infeksi-infeksi tersebut adalah: 2.1.1 Bakteri :

Gardnerella vaginalis

Menyebabkan peradangan vagina yang tidak spesifik dan kadang dianggap sebagai bahan dari mikroorganisme normal dalam vagina karena seringnya ditemukan. Bakteri batang gram positif ini biasanya mengisi penuh sel epitel vagina dengan membentuk bentukan khas dan disebut sebagai clue cell. Gardnerella vaginalis menghasilkan asam amino yang diubah menjadi senyawa amin yang menimbulkan bau amis seperti ikan. Cairan vagina tampak berwarna keabu-abuan pH.sekret vagina > 4,5 ( pH normal adalah < 4,5 ).

3,15,16,17,18

Secara klinik menurut Amsel (1983), untuk menegakkan diagnosis vaginosis bakterial harus ada tiga dari empat kriteria sebagai berikut, yaitu:

1) Sekret vagina homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina. Sekret vagina bakterial vaginosis ini biasanya tipis, putih keabu-abuan, homogen, dan melekat pada dinding vagina

2) pH vagina > 4,5.

pH vagina mudah ditentukan dengan menggunakan kertas lakmus ( interval 4,0 – 7,0 ). Biasanya pH vagina pada kasus bakterial vaginosis > 4,5


(28)

Whiff test dinyatakan positif: bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan penambahan KOH 10 % pada sekret vagina. Bau disebabkan pelepasan amin terutama putresin dan kadaverin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob.

4) Adanya clue cell ( lebih dari 20 % )

Identifikasi clue cell pada preparat basah saline :

- clue cell yang merupakan epitel vagina yang terlepas dimana pada permukaan sel-sel ini terdapat bintik-bintik keabuan, penuh dengan Gardnerella vaginalis merupakan gejala patognomonis dari vaginosis bakterial.

- Untuk diagnosis vaginosis bakterial berdasarkan patokan jumlah clue cell ≥ 20% dari seluruh jumlah sel epitel vagina per lapangan pandang. Jumlahnya dihitung berdasarkan jumlah rata-rata dari 5 area pada satu lapang pandang.

- clue cell memiliki tepi yang ireguler dan sitoplasmanya dipenuhi dengan bakteri, memberikan gambaran granuler.

Klamidia trakomatis

Infeksi klamidia sering ditemukan pada wanita dewasa yang seksual aktif. Infeksi klamidia ini juga didapatkan pada bayi dan anak-anak. Infeksi pada bayi didapatkan pada masa perinatal. Resiko penularan dari ibu dengan infeksi klamidia pada bayinya saat kelahiran diperkirakan 50%. Infeksi pada bayi yang paling sering didapatkan adalah


(29)

konjungtivitis neonatal, terjadi pada 20 – 50% bayi yang dilahirkan dengan infeksi klamidia trakomatis. Klamidia ini mempunyai dinding sel kuman gram negatif, berukuran 0,2-1,5 mikron, berbentuk sferis, tidak bergerak.

Gonokokus

Gonokokus adalah bakteri yang umumnya menginfeksi karena kontak seksual. Biasanya pada wanita mengenai membrane mukosa uretra dan endoserviks, selanjutnya infeksi akan menyebar ke jaringan yang lainnya. Neisseria gonorrhoeae ini merupakan bakteri gram negatif, diplokokkus, berdiameter 0,6 – 1,0 µm, koloni berbentuk cembung, berkilau, sifat mukoid, transparan, tidak berpigmen. Bersifat fakultatif aerobik. Bakteri ini dapat ditemukan ekstraseluler dan intraseluler dalam leukosit polimorfonuklear ( neutrofil ).

24,25,26,27,28

Treponema pallidum

Bakteri ini merupakan penyebab penyakit sifilis. Sifilis termasuk penyakit akibat hubungan seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum dan mempunyai beberapa sifat, yaitu : perjalanan penyakitnya sangat kronis, dalam perjalannya dapat menyerang semua organ tubuh, mempunyai masa laten, dapat kembali kambuh ( rekuren ), dan dapat ditularkan dari ibu ke janinnya .

19,29,30,31,32

Bakteri berbentuk spiral yang ramping. Lengkung spiralnya secara teratur terpisah satu dengan yang lain. Organisme ini bergerak aktif pada mikroskopis lapangan gelap. Berotasi dengan cepat disekitar endoflagelnya bahkan setelah menempel pada sel melalui ujungnya yang


(30)

lancip. Aksis panjang spiral biasanya lurus tetapi kadang-kadang melingkar, yang membuat organisme tersebut kadang-kadang membentuk lingkaran penuh dan kemudian akan kembali lurus ke posisi semula.

2.1.2 Jamur : Candida albicans.

Candida adalah mikroorganisme opurtunis, dapat dijumpai diseluruh badan, terutama di mulut, kolon, kuku, vagina dan saluran anorektal. Candida sp yang paling sering menyebabkan infeksi kandidiasi vulvavaginalis adalah candida albikan dan patogen yang paling sering diremukan. Selain itu ada spesies candida non albikan yang bisa menginfeksi adalah candida galbrata.

33,34,35,36,37

Pada umumnya infeksi disebabkan adanya kolonisasi yang berebihan dari spesies kandida yang sebelumnya bersifat komensal pada vulva dan vagina. Pasangan penderita biasanya juga akan menderita penyakit jamur ini. Keadaan yang saling menularkan antara pasangan ini disebut sebagai fenomena ping-pong.

Spesies kandida menghasilkan koloni berwarna putih kecoklatan sampai kekuningan dengan bau seperti ragi, bulat dan besar ( berukuran 3 – 6 µm ), pertumbuhannya cepat dan menjadi dewasa dalam waktu 3 hari. Permukaan koloni licin, halus, mengkilat dan kering, mempunyai budding, hifa dan pseudohifa.


(31)

2.1.3 Parasit : Trikomonas vaginalis.

Trikomonas vaginalis merupakan satu-satunya spesies Trichomonas yang bersifat patogen pada manusia dan dapat dijumpai di traktus urogenital. Biasanya ditularkan melalui hubungan seksual.

19,38,39,40,41

Parasit ini berbentuk lonjong dan mempunyai bulu getar dan pada sediaan basah mudah terlihat karena gerakannya yang menghentak-hentak. Cairan yang keluar dari vagina biasanya banyak, berbuih menyerupai air sabun dan berbau. Leukorea oleh parasit ini tidak selalu gatal, tetapi vagina tampak kemerahan dan timbul rasa nyeri bila ditekan atau perih bila berkemih.

Trikomonas vaginalis ini berbentuk buah pir dengan satu membran bergelombang pendek yang dilapisi flagelum dan empat flagela anterior. Parasit ini paling baik tumbuh pada 35-37ᵒ C dalam keadaan anerobik, kurang dapat tumbuh pada keadan aerobik, organisme ini tidak dapat hidup pada keasaman vagina normal

2.1.4 Virus : Virus Herpes Simpleks Genitalis.

Herpes simpleks genitalis dapat ditularkan melalui kontak seksual tetapi tidak dapat ditularkan melalui udara atau melalui air, misalnya jika seseorang berenang di kolam renang.

3,42,43,44

Herpes simpleks disebabkan oleh Herpes Virus Hominis atau Herpes Simpleks virus merupakan salah satu infeksi yang tersering pada manusia .Struktur virus terdiri atas genom DNA untai ganda linier berbentuk toroid, kapsid, lapisan tegumen dan selubung. Infeksi dapat


(32)

berupa kelainan pada daerah orolabial serta daerah genital, dengan gejala khas adanya vesikel berkelompok di atas dasar yang eritema .Ada 2 tipe mayor antigenik dimana Herpes Simpleks virus tipe I berhubungan dengan infeksi pada wajah dan Herpes Simpleks virus tipe II berhubungan dengan infeksi genital. Pada awal infeksi yang disebabkan Herpes simpleks tampak kelainan kulit seperti melepuh terkena air panas yang kemudian pecah dan menimbulkan luka seperti borok dan pasien merasa sakit.

2.1.5 Benda asing.

Adanya benda asing seperti tertinggalnya kondom atau benda tertentu yang dipakai pada waktu senggama, AKDR, adanya cincin pesarium yang digunakan wanita dengan prolapsus uteri dapat merangsang pengeluaran cairan vagina yang berlebihan. Jika rangsangan ini menimbulkan luka akan sangat mungkin terjadi infeksi penyerta dari flora normal yang berada di dalam vagina sehingga timbul leukorea.

6

2.1.6 Neoplasma/ keganasan.

Kanker akan menyebabkan leukorea patologis akibat gangguan pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga menyebabkan sel bertumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah rusak, akibat terjadi pembusukan dan perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah yang bertambah untuk memberikan makanan dan oksigen pada sel kanker tersebut. Pada keadaan ini akan terjadi pengeluaran cairan yang banyak


(33)

disertai bau busuk akibat terjadinya proses pembusukan dan disertai oleh adanya darah yang tidak segar.

2.1.7 Jenis Leukorrea Leukorea Fisiologis

2,3,4

• Warna sekret : bening • Kejernihan sekret : jernih • Bau sekret : Tidak berbau

• Leukosit sekret : Tidak ada/ sedikit Leukorea Patologis

• Warna sekret : Kuning hingga jingga • Kejernihan sekret : agak keruh • Bau sekret : bau amis

• Leukosit sekret : Ada / banyak ( menandakan infeksi ) 2.1.8 Patogenesis Leukorea.

Flora vagina normal mencakup Streptokokus alfa hemolitik, Streptokokus anaerob ( peptostreptokokus ), spesies prevotella, klostridia, Gardnerella vaginalis, Ureaplasma urealyticum, dan kadang-kadang listeria atau spesies mobilunkus. Lactobacillus acidophilus ( Doderlein”s bacillus ) yang paling dominan.

6,45,46,47

Gangguan keseimbangan flora normal atau perubahan suasana asam menjadi alkalis memicu kolonisasi mikroorganisme lain. Keadaan ini dapat mengakibatkan kelainan berupa vaginosis bakterialis, vaginitis, dan servisitis sehingga sekret vagina menjadi abnormal dan jumlahnya


(34)

berlebihan. Pada vaginosis bakterialis terjadi pertumbuhan berlebihan bakteri Gardnerella vaginalis akibat peningkatan pH asam vagina alkalis dan pertumbuhan berlebihan bakteri anaerob lainnya, Bacteroides spp, dan Mobiluncus spp. Vaginitis dapat disebabkan oleh jamur Candida albicans ( kandidosis, kandidiasis ), serta dapat disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis ( trikomoniasis ). Sevisitis dapat disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae dan parasit Chlamydia trachomatis.

Pada keadaan normal, cairan yang keluar dari vagina wanita dewasa sebelum menopause terdiri dari epitel vagina, cairan transudasi dari dinding vagina, sekresi dari endoserviks berupa mukus, sekresi dari saluran yang lebih atas dalam jumlah yang bervariasi serta mengandung berbagai mikroorganisme terutama Laktobasilus doderlein.

Peranan basil Doderlein dianggap sangat penting dalam menjaga suasana vagina dengan menekan pertumbuhan mikroorganisme patologis karena basil Doderlein mempunyai kemampuan mengubah glikogen dari epitel vagina yang terlepas menjadi asam laktat, sehingga vagina tetap dalam keadaan asam dengan pH 3,0 – 4,5 pada wanita masa reproduksi. Suasana asam inilah yang mencegah timbulnya mikroorganisme.

Bila terjadi suatu ketidakseimbangan suasana flora vagina yang disebabkan oleh beberapa faktor maka terjadi penurunan fungsi basil Doderlein dengan berkurangnya jumlah glikogen karena fungsi proteksi basil Doderlein berkurang maka terjadi aktifitas dari mikroorganisme patologis yang selama ini ditekan oleh flora normal vagina.


(35)

Progresifitas mikroorganisme patologis secara klinis akan memberikan suatu reaksi inflamasi di daerah vagina. Sistem imun tubuh akan bekerja membantu fungsi dari basil Doderlein sehingga terjadi pengeluaran leukosit PMN, maka terjadilah leukorea.

2. 2 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim ( AKDR ) 2.2.1 EPIDEMIOLOGI

AKDR adalah metode yang paling populer kedua setelah sterilisasi di seluruh dunia, terutama disebabkan oleh kepopuleran metode ini di Cina. Di negara maju, metode yang paling populer adalah kontrasepsi oral ( 16% ). Sebaiknya di negara yang sedang berkembang, sterilisasi wanita ( 20% ), AKDR ( 13% ), kontrasepsi oral ( 6% ) dan vasektomi ( 5% ).

Pada saat ini diperkirakan lebih 85 juta wanita diseluruh dunia memakai AKDR, 30 % terdapat di Cina, 13 % di Eropa, 5 % di Amerika dan sekitar 6,7 % di negara-negara berkembang. Sekitar 50 % Bakterial vaginosis ditemukan pada pemakai AKDR dan 86 % bersama-sama dengan infeksi trikomonas.

49,45

Di Indonesia pemakai AKDR 4.024.273 ( 22,6 % ) dari semua pemakai metode kontrasepsi.

7

Pada tahun 1981 Hanafiah TM melaporkan di PKBRS Dr Pirngadi Medan bahwa leukorea yang dijumpai pada akseptor AKDR 13,75 % di sebabkan oleh jamur Kandida, 25 % disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan 72,5 % disebabkan Bakteri campuran.

7


(36)

Mahadi IDR ( 1982 ) melaporkan pada Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr Pirngadi Medan dijumpai pada 100 orang wanita penderita leukorea ada 13% akseptor KB yaitu 5% akseptor Pil dan 18% akseptor AKDR.

Bimantara DC ( 2000 ) melaporkan bahwa leukorea merupakan keluhan yang paling banyak ditemui pada kelompok pemakai AKDR CuT- 380A yaitu sebanyak 30 %.

7

2.2.2. PENGERTIAN AKDR 7

48,50,51

AKDR adalah suatu alat yang dimasukkan ke dalam rahim wanita untuk tujuan kontrasepsi ( Mochtar, 1998 )

AKDR adalah alat kontrasepsi yang disisipkan ke dalam rahim, terbuat dari bahan semacam plastik, ada pula yang dililit tembaga dan bentuknya bermacam-macam. Bentuk yang umum yang banyak dikenal masyarakat adalah bentuk spiral. Spiral tersebut dimasukkan ke dalam rahim oleh tenaga kesehatan ( dokter, bidan terlatih ). Sebelum spiral dipasang, kesehatan ibu harus diperiksa dahulu untuk memastikan kecocokannya. Sebaiknya AKDR ini dipasang pada saat haid atau segera 40 hari setelah melahirkan.

AKDR bagi banyak kaum wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbaik. Alat ini sangat efektif dan tidak perlu diingat setiap hari seperti halnya pil. Bagi ibu yang menyusui, AKDR tidak akan mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar ASI. Karena itu, setiap calon pemakai AKDR


(37)

perlu memperoleh informasi yang lengkap tentang seluk-beluk alat kontrasepsi ini ( Maryani, 2002 ).

AKDR adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan dimasukkan ke dalam rahim melalaui vagina dan mempunyai benang ( BKKBN, 2003 ).

SDKI 1997 memperlihatkan proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik ( 21,1% ), pil ( 19,4% ), AKDR ( 18,1% ), Norplan ( 16% ), sterilisasi wanita ( 3% ), kondom ( 0,7%), sterilisasi pria ( 0,4% ), dan sisanya merupakan peserta KB tradisional yang masing-masing menggunakan cara tradisional seperti pantang berkala maupun senggama terputus. Dari data tersebut disimpulkan AKDR berada pada posisi ketiga. 2.2.3. KEUNTUNGAN AKDR

Keuntungan dari AKDR adalah sebagai berikut : ,48,49,

1. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi

2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

3. Metode jangka panjang ( 10 tahun proteksi dari Cu T-380A tidak perlu diganti )

4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat 5. Tidak mempengaruhi hubungan seksual

6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil


(38)

8. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI

9. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus ( apabila tidak terjadi infeksi ).

10. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan. 2.2.4. EFEK SAMPING AKDR

Efek samping ringan yang dapat ditimbulkan ialah perdarahan ( spotting menoragia ), rasa nyeri dan kejang perut, sekret vagina lebih banyak atau leukorea. Sedangkan efek samping yang lebih serius dan mungkin terjadi ialah perforasi uterus, infeksi pelvik, dan endometritis.

51,53,54

Infeksi merupakan penyebab utama dari leukorrea patologik. Penyebab terbesar dari infeksi adalah hubungan seksual karena perilaku seksual wanita pemakai AKDR dan pasangannya dapat meningkatkan resiko timbulnya IMS. Sebab lain masuknya kuman bisa karena higienis yang kurang baik pada saat pemasangan AKDR terutama apabila wanita mengidap infeksi yang tidak terdeteksi.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa AKDR dapat menyebabkan infeksi atau iritasi pada serviks yang merangsang sekresi kelenjar serviks menjadi meningkat.

2.2.5. MEKANISME KERJA AKDR

Semua AKDR menimbulkan reaksi benda asing di endometrium, disertai peningkatan produksi prostaglandin dan infiltrasi leukosit. Reaksi ini ditingkatkan oleh tembaga, yang mempengaruhi enzim-enzim endometrium, metabolisme glikogen, dan penyerapan estrogen serta


(39)

menghambat transportasi sperma. Pada pemakai AKDR yang mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saluran genitalia atau berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu viabilitas gamet, baik sperma maupun ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang memakai tembaga memperlihatkan degenerasi mencolok. Pengawasan hormon secara dini memperlihatkan bahwa tidak terjadi kehamilan pada pemakai AKDR modern yang memakai tembaga. Dengan demikian, pencegahan implantasi bukan merupakan mekanisme kerja terpenting.

2.2.6. PERSYARATAN AKSEPTOR AKDR • Usia reproduktif

48,49

• Menginginkan kontrasepsi jangka panjang • Ibu menyusui

• Tidak menghendaki metode hormonal Yang tidak diperkenankan memakai AKDR

• Sedang hamil

• Perdarahan vagina yang tidak diketahui • Sedang menderita infeksi genetalia • Kanker alat genital


(40)

(41)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan observasional analitik dengan pendekatan Cross sectional study

3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Depertemen Patologi klinik FK USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan dan bekerja sama dengan Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Penelitian dimulai dilakukan bulan Juni sampai Agustus 2012 diambil sekret dari forniks posterior vagina kemudian dilakukan pemeriksaan sediaan basah KOH 10%, NaCL 0,9 %, pengukuran pH vagina dan pewarnaan gram. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal tercapai.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi penelitian adalah pasien wanita akseptor AKDR dan bukan akseptor kontrasepsi yang datang ke Poliklinik Ginekologi RSUP. H. Adam Malik Medan.

Sampel adalah pasien penderita leukorea akseptor AKDR dan penderita leukorea bukan akseptor kontrasepsi yang memenuhi kriteria inklusi di Poliklinik Ginekologi RSUP.H.Adam Malik Medan


(42)

3.4 KRITERIA INKLUSI

• Wanita akseptor AKDR yang mempunyai keluhan leukorea

• Wanita yang bukan akseptor kontrasepsi suntikan, oral, susuk/implan, kondom yang mempunyai keluhan leukorea

• Usia subur 15 – 49 thn ( Susenas, 2007 ) • Bersedia ikut dalam penelitian ini

3.5 KRITERIA EKSKLUSI • Penderita yang hamil

• Penderita yang belum menikah 3.6 BATASAN OPERASIONAL

• Keputihan adalah cairan yang keluar dari liang kemaluan ( vagina ) yang berlebihan, bukan darah, urine atau air ketuban

• Kandida albikan adalah jamur berbentuk budding, hifa, pseudohifa • Trikomonas vaginalis adalah parasit dengan flagella

• Gardnerella vaginalis adalah bakteri yang membentuk clue cell • Neisseria gonorrhoeae adalah bakteri gram negatif, diplokokkus 3.7 PERKIRAAN BESAR SAMPLE

Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sample minimum dari subjek yang diteliti dipakai rumus uji hipotesis rerata dua kelompok


(43)

Dimana:

n1 = jumlah sampel, n2 = jumlah kontrol

Zα = nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 → Zα = 1,96

Zβ = nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan . untuk β = 0,10 → Zβ = 1,282.

P1 = proporsi AKDR = 18,1 % = 0,181* P1 – P2 = beda proporsi yang bermakna = 0,40

Jumlah sampel yang diperlukan 30 untuk masing – masing kelompok akseptor AKDR dan bukan akseptor kontrasepsi.

3.8 ANALISA DATA

Semua data yang dikumpul ditabulasi dan diolah dengan program komputerisasi. Variabel yang diteliti diuji dengan analisa statistik Chi square dan uji kemaknaan secara statistik jika P< 0,05

3.9 BAHAN DAN CARA KERJA

Pada penelitian ini sekret vagina diambil dari forniks posterior vagina dengan memakai vaginal swab Becton Dickinson Company untuk pemeriksaan mikroskopis Nacl 0,9 % dan KOH 10%. Untuk pewarnaan gram sekret vagina langsung dibuat apusan di atas kaca objek dimana satu sampel dibuat sebanyak 3 sediaan apusan lalu dibawa ke


(44)

laboratorium untuk difiksasi dan diwarnai. Pengukuran pH kertas lakmus langsung ditempelkan di forniks posterior vagina.

3.9.1. Pengambilan Bahan.

• Pasien diberi penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan

48

• Pasien berbaring telentang diatas kursi ginekologi dengan kedua lutut diletakkan kepada penyangganya.

• Kenakan sarung tangan

• Gunakan spekulum steril, masukkan ke dalam vagina

• Buka kultur swab dari pembungkusnya kemudian usapkan bagian kapasnya ke daerah forniks posterior vagina , dengan gerakan melingkar searah jarum jam dan diamkan selama 5 – 10 detik supaya sekret terserap oleh kapas

• Ketika menarik kultur swab keluar dari vagina, perhatikan jangan sampai menyentuh spekulum dan bagian dinding vagina yang lain. • Kemudian kapas dimasukkan kedalam media transpot. Ditutup

rapat kemudian diberi label nama. Dan segera dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.

3.9.2. Pemeriksaan laboratorium

Setelah sampai dilaboratorium, segera lakukan pemeriksaan mikroskopis. Pewarnaan Gram, sedian basah KOH 10% , NaCL 0,9 % dan penentuan pH dengan kertas indikator pH ( Normal: 3,0-4,5 )


(45)

Cara KOH 10 %

- Sediaan dioleskan pada kaca objek - Tetesi KOH 10 %

- Tutup dengan cover glass - Diamkan 15-20 menit

- Periksa karakteristik jamur dan parasit dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x

Cara NaCl fisiologis tes

- Sediaan dioleskan pada kaca objek - Tetesi NaCL 0,9 %

- Tutup dengan cover glass

- Periksa karakteristik jamur dan parasit dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x

Penentuan pH dengan kertas indikator pH ( Normal: 3,0-4,5)

Pemeriksaan pH vagina memerlukan kertas indikator. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan pH vagina paling baik dilakukan pada bagian lateral atau posterior forniks vagina dan langsung diperiksa / ditempatkan pada kertas pH. Atau kertas pH dapat ditempatkan pada kumpulan cairan vagina setelah spekulum dilepas dari vagina.

• pH vagina 6,8-8,5 sering disebabkan oleh Gonokokus


(46)

• pH vagina 4,0-6,8 sering disebabkan candida albikan • pH vagina 4,0-7,5 sering disebabkan oleh Trikomonas • pH vagina 3,8- 4,4 Doderlein

Cara pewarnaan Gram :

Reagensia dapat dibuat sendiri atau dapat dibeli jadi dari reagensia komersial.

 Reagen :

a. Krystal Violet

Larutan A : Kristal violet 2 gr, Etil alkohol 20 ml Larutan B : NH4 oxalat 0,8 gr, Aquadest 100 ml

Campurkan larutan A + B, simpan selama 24 jam sebelum digunakan

b. Lugol

Iodine kristal 2 gr Potassium iodide 2 gr Aquadest 100 ml

Gerus kristal dalam mortir. Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit hingga iodine larut.

c. Decolorizer

Aseton 50 ml Etil alkohol 95 % 50 ml


(47)

d. Counterstain :

Larutan stok : Safranin O 2,5 gr, Ethanol 95 % 100 ml Cara pemakaian : Larutan stok 10 ml, Aquadest 90 ml

• Buat hapusan diatas kaca objek .keringkan pada suhu kamar dan panaskan diatas nyala api 3- 4 kali. Dinginkan

Cara Kerja Pewarnaan Gram

• Letakkan sediaan di atas rak pewarna

• Tuang kristal violet, diamkan selama 1 menit

• Cuci dengan air, tuang lodine/ Lugol dan diamkan selama 1 menit

• Cuci dengan aseton/ alkohol 96 % ( dekolorisasi ) hingga warna violet hilang, cuci dengan air

• Tuangkan pewarna banding ( counterstain ) larutan safranin , diamkan selama 30 detik

• Bilas dengan air, keringkan diudara

• Baca sediaan dibawah mikroskop, pembesaran 100 X dengan minyak emersi.

• Hasil :

• Bakteri warna ungu berarti gram positf ( bentuk jelas batang atau kokus )

• Bakteri warna merah berarti gram negatif ( bentuk jelas batang atau kokus


(48)

3.9.3. Pembacaan dan Interpretasi hasil

• Kandida positif : Bila pemeriksaan mikroskopik sediaan basah KOH 10 % dan pewarnaan gram ditemukan yest cell /sel ragi berbentuk hifa, pseudohifa. pH vagina 4,0-5,8. Pada pewarnaan gram positif warna ungu.

36,40,55

• Trikomonas positif : Bila pemeriksaan mikroskopik dengan NaCL 0,9% ditemukan parasit berbentuk lonjong dengan flagella dan gerakan yang sangat cepat. pH vagina 4,0 – 7,5

• Gardnerella vaginalis positif : Bila pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan gram dan NaCL 0,9 % ditemukan beberapa kelompok basil, lekosit yang tidak seberapa banyak, dan banyak sel-sel epitel yang sebagian besar permukaanya berbintik-bintik, sel ini disebut Clue cell. Pemberian setetes KOH 10 % menghasilkan bau amis ( Whiff test ). pH vagina 5,0-6,5.

• Diplokokus gram negatif : Bila pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan gram ditemukan kuman diplokokus gram negatif intraseluler atau ekstraseluler. pH vagina 6,8 - 8,5

3.10 PEMANTAPAN KUALITAS

Pemantapan kualitas laboratorium adalah penting untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan laboratorium. Pemantapan mutu internal laboratorium adalah program pemantapan kualitas yang dijalankan sendiri oleh laboratorium mikrobiologi yang bersangkutan, pemantauan


(49)

pemeriksaan menyeluruh pada semua tahap, mulai dari pengambilan bahan sampai pengiriman laporan akhir, untuk mempelajari serta mengurangi kesalahan- kesalahan dalam pelaksanaan tugasnya.

Dengan kata lain pemantapan kualitas terdiri dari tahap preanalitik, analitik maupun post analitik harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan Sandard Operating Procedures Mikrobiologi laboratorium kesehatan Departemen Kesehatan 2000.

Kontrol Preanalitik

Pada tahap preanalitik dilakukan upaya pencegahan kontaminan dan upaya menumbuhkan atau mempertahankan hidup kuman patogen yang berada pada spesimen. Banyak faktor preanalitik yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan antara lain persiapan pasien, pengambilan sampel, termasuk juga identifikasi dan pencataan pasien. Petugas kesehatan perlu mengetahui waktu pengambilan sampel sekret vagina dapat setiap saat, sebaiknya sebelum pemberian anti mikroba. Spekulum yang digunakan harus steril. Sampel sekret vagina dapat diambil dari endoserviks dan forniks posterior vagina. Pada penelitian ini sekret vagina diambil dari forniks posterior vagina dengan memakai vaginal swab Becton Dickinson Company

Metode untuk transpotasi dan penyimpanan sampel merupakan langkah yang penting karena dapat terjadi kontaminasi sehingga menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam pemeriksaan. Media transpor Stuart dan Amies yang cocok untuk sekret vagina, dapat disimpan disuhu


(50)

kamar tidak lebih dari 24 jam. Pada penelitian ini memakai Amies transpor.

Kontrol Analitik

Banyak sekali variabel yang perlu diperhatikan dalam kontrol analitik yang langsung mempengaruhi metode kerja untuk satu pemeriksan, kompetensi petugas pemeriksa, instrumen ( mikroskop ) dan reagensia harus terkontrol dengan baik. Pewarnaan dan reagen harus dibuang jika sudah sampai tanggal kadaluarsa dari pabrik atau tampak tanda-tanda perburukan ( kekeruhan, endapan, perubahan warna ).

Pada penelitian ini spesimen berupa sekret vagina berupa swab, maka swab dapat langsung dibuat apusan dengan memutar swab perlahan pada kaca slide untuk menghindari rusaknya sel/susunan bakteri. Sebelum slide dipakai harus dibersihkan dulu dengan kapas alkohol untuk menghilangkan lemak atau minyak pada lapisan kaca.

Kontrol Post analitik

Faktor yang mempengaruhi antara lain pencatatan data pasien, hasil pemeriksaan dan penyampaian hasil pada klinisi. Kesalahan-kesalahan pelaporan data dapat dikurangi dengan pencatatan data yang teliti dan penggunaan komputerisasi.

Pada pelaporan hasil, gunakan pembesaran 100x dengan minyak immersi. Lihatlah di beberapa area apusan untuk melihat adanya mikroorganisme. Jika mikroorganisme ditemukan, laporkan jumlah


(51)

relatifnya dan gambarkan morfologinya. Laporkan bentuk kuman apakah seperti bentuk rantai, bergerombol dan lain-lain.

Laporkan jumlah relatif kuman terhadap sel. Umumnya digunakan sistem perhitungan :

1. Numerik

a) 1 + ( ≤ per lapang pandang minyak imersi 100 x ) b) 2 + ( 1 per lapang pandang minyak emersi ) c) 3 + ( 2-10 per lapang pandang minyak imersi )

d) 4 + ( predominan atau > 10 per lapang pandang minyak imersi )

2. Deskriptif

a) Jarang ( < 1 per lapang pandang minyak imersi, 100x ) b) Sedikit ( 1-5 per lapang pandang minyak imersi ) c) Sedang ( 5- 10 per lapang pandang minyak imersi ) d) Banyak ( > 10 perlapang pandang minyak imersi )

Keamanan Laboratorium adalah bagian penting upaya keselamatan dalam melaksanakan pemeriksaan di laboratorium, dengan tujuan melindungi pekerja laboratorium dan orang disekitarnya dari resiko terkena gangguan kesehatan yang ditimbulkan dari laboratorium.

Pemantapan kualitas pewarnaan gram.

Quality Control bertujuan memeriksa segala sesuatu yang berkaitan dengan pemeriksaan bekerja dengan baik ( regensia, pengerjaan dan lain-lain ). Kuman kontrol digunakan setiap hari atau pada


(52)

saat pergantian lot reagensia yang baru. Dilakukan dengan stamm kuman untuk Gram positif ( warna ungu ), dipakai Staphylococcus aureus ATCC 25923 ( bentuk koloni coccus kecil berkelompok tidak teratur dan menyerupai buah anggur ) dan Gram negatif ( berwarna merah muda ) dipakai Escheriacia Coli ATCC 25922 ( bentuk batang ) yang telah diketahui dan sampel yang diduga berisi kuman yang sama secara bersamaan dilakukan pewarnaan

Periksalah penampilan bahan Pewarnaan Gram setiap hari. Lihatlah reagen kristal violet bila ditemukan kristal-kristal akibat presipitasi, maka saringlah sebelum digunakan. Kristal violet yang terakumulasi pada kaca slide akan mengganggu dalam interpretasi gram

Cara kerja Pembuatan Quality Control pada pewarnaaan gram dalam penelitian ini.

Buatlah apusan kontrol positif pada objek glass , apusan kontrol negatif pada objek glass, apusan sampel pada objek glass lalu lakukan pewarnaan gram secara bersamaaan. Hasil dari pemantapan kualitas untuk pewarnaan gram dinyatakan baik bila Gram positif berwarna ungu dan Gram negatif berwarna merah muda. Lalu sesuaikan warna sampel dengan kontrol, bila sampel berwarna merah muda mirip dengan kontrol artinya sampel gram negatif , sampel berwarna ungu mirip dengan kontrol artinya sampel gram positif.


(53)

3.11 Ethical clearance dan Informed Consent

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Univesitas Sumatera Utara. Informed concent diminta secara tertulis dari subjek penelitian atau diwakili oleh keluarganya yang ikut bersedia dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian.

3.10 KERANGKA KERJA

DILAKUKAN VAGINAL SWAB

• Penderita leukorea yang

bukan akseptor ( suntikan, oral, implan, kondom )

• Bersedia ikut dalam

• Penderita leukorea yang akseptor AKDR

• Bersedia ikut dalam penelitian

Pemeriksaan sediaan basah,pengukuran pH vagina dan pewarnaan

gram

Pemeriksaan sediaan basah, pengukuran pH vagina dan pewarnaan


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Ginekologi RSUP HAM Medan mulai bulan Juni sampai Agustus 2012

Peserta penelitian adalah wanita usia subur 15 – 49 tahun ( Susenas 2007 ) yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok

akseptor AKDR dan kelompok kontrol yang tidak memakai kontrasepsi apapun.

Gambar 4.1.1. Gambaran pola kuman pada penderita leukorea rawat jalan ( Akseptor AKDR + Kontrol ) di poli Ginekologi RSUP.H. Adam Malik Medan ( periode Juni – Agustus 2012)


(55)

Dari keseluruhan jumlah 60 sampel pada penelitian ini dijumpai pola mikroorganisme yaitu Coccus gram positif 25 ( 41,7 % ), Candida spp 18 ( 30 % ), Campuran Candida spp + Coccus gram positif 12 ( 20 % ), Campuran Candida spp + Coccus gram positif + basil gram negatif 4 ( 6,7 % ), dan Diplococcus gram negatif 1 ( 1,6 % ).

Tabel 4.1.1. Perbedaan tingkat infeksi antara akseptor AKDR dan Kontrol yang disebabkan mikroorganisme di poli ginekologi RSUHAM ( periode Juni-Agustus 2012 )

Jenis Mikroorganisme

Akseptor AKDR Kontrol

P value

N % n %

Candida 15 50 3 10

0,0001

Coccus gram positif 4 13,3 21 70

Diplococcus gram negatif 0 0 1 3,3

Candida + Coccus gram positif

9 30 3 10

Candida + Coccus gram positif + Basil gram negatif

2 6,7 2 6,7

Jumlah 30 100 30 100

Pada penelitian ini dijumpai pola mikroorganisme penderita leukorea Akseptor AKDR yang paling banyak menginfeksi yaitu Candida spp 15 ( 50 % ), diikuti Candida spp + Coccus gram positif 9 ( 30 % ), dan pada Kontrol dijumpai Coccus gram positif 21 ( 70 % ), diikuti Candida spp


(56)

Secara statistik didapatkan perbedaan bermakna antara leukorea akseptor AKDR dengan kontrol menurut mikroorganisme yang menginfeksi periode Juni – Agustus 2012 ( p < 0,05 )

Tabel 4.1.2. Sebaran penderita leukorea rawat jalan Akseptor AKDR dan Kontrol menurut kelompok umur di poli ginekologi RSUHAM ( periode Juni-Agustus 2012)

Umur

Akseptor

AKDR Kontrol Jumlah P value

n % n % n %

20-30 thn 0 0 7 23,3 7 11,7

0,0001

31-40 thn 24 80 6 20 30 50

>41thn 6 20 17 56,7 23 38,3

Jumlah 30 100 30 100 60 100

Sebaran menurut kelompok umur pada Akseptor AKDR dijumpai paling banyak pada kelompok umur 31 - 40 thn 24 ( 80 % ) dan pada Kontrol dijumpai kelompok umur > 41 thn 17 ( 56,7 % ).

Secara statistik dijumpai perbedaan yang bermakna frekuensi leukorea antara akseptor AKDR dengan kontrol pada kelompok umur (p < 0,05 )


(57)

Gambar 4.1.2. Sebaran penderita leukorea Akseptor AKDR rawat jalan berdasarkan lamanya memakai AKDR di poli ginekologi RSUHAM ( periode Juni-Agustus 2012)

Lamanya pemakaian AKDR yang dapat menimbulkan leukorea pada penelitian ini paling banyak dijumpai kelompok < 12 bulan 11 (36,7 %) yang paling sedikit kelompok > 36 bulan 25 – 36 bulan 2 ( 6,7 % ).

Tabel 4.1.3. Sebaran penderita leukorea rawat jalan Akseptor AKDR dan Kontrol menurut kelompok pendidikan di poli ginekologi RSU HAM Medan ( periode Juni-Agustus 2012 )

Pendidikan

Akseptor AKDR

Kontrol Jumlah

P value

n % n % n %

SLTP 0 0 1 3,3 1 1,7

>0,05

SLTA 26 86,7 25 83,7 51 85


(58)

Jumlah 30 100 30 100 60 100

Sebaran menurut kelompok pendidikan pada Akseptor AKDR dijumpai paling banyak pada kelompok pendidikan SLTA 26 ( 86,7 % ) dan pada Kontrol dijumpai kelompok pendidikan SLTA 25 ( 83,7 % ).

Secara statistik tidak dijumpai perbedaan yang bermakna penderita leukorea antara akseptor AKDR dengan kontrol pada kelompok pendidikan ( p > 0,05 )

Tabel 4.1.4. Sebaran penderita leukorea rawat jalan Akseptor AKDR dan Kontrol menurut paritas di poli ginekologi RSUHAM ( periode Juni-Agustus 2012)

Jumlah Anak ( paritas )

Akseptor AKDR

Kontrol Jumlah

P value

n % n % n %

≤ 2 orang 16 53,3 15 50 31 51,7 > 2 orang 14 46,7 15 50 29 48,3

Jumlah 30 100 30 100 60 100

Sebaran menurut paritas pada Akseptor AKDR dijumpai paling banyak pada kelompok ≤ 2 orang yaitu 16 ( 53,3 % ) dan pada Kontrol tidak dijumpai perbedaan.

Secara statistik tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara akseptor AKDR dengan kontrol menurut paritas (p> 0,05 ).


(59)

BAB V PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian ini penyebab keputihan dari 60 kasus diakibatkan mikroorganisme patologis tunggal yang terbanyak coccus gram positip 25 kasus ( 41,7 %), mikroorganisme campuran Kandida spp + coccus gram positip 12 kasus ( 20% ) merujuk pada gambar 4.1.1. Hal ini berbeda dari penelitian sebelumnya Barus G I ( 1997 )5 dari 105 kasus leukorea yaitu mikroorganisme patologis tunggal yang terbanyak adalah Kandida 48 kasus ( 46 % ), Trikomonas 25 kasus ( 24 % ), Bakteri 7 kasus ( 7 % ), mikroorganisme patologis campuran Kandida + Trikomonas 7 kasus ( 7 % ), campuran Kandida + bakteri 15 kasus ( 14 % ), campuran Trikomonas + bakteri 3 kasus ( 2 % ). Ramayanti ( 2004)6 dari 870 kasus leukorea yang terbanyak diakibatkan mikroorganisme patologis tunggal yaitu Kandida 275 kasus ( 31,6% ), mikroorganisme patologis campuran yaitu Kandida + Gardnerella 41 kasus ( 4,7 % ). Persentase dan pola mikroorganisme yang berbeda pada mikroorganisme patologis tunggal dan mikroorganisme campuran dapat disebabkan banyak faktor misalnya higienis, pengetahuan yang kurang, telah mendapat terapi, tempat dan waktu penelitian yang berbeda pola infeksi juga mungkin akan berbeda.

Pada penelitian ini di kelompok akseptor AKDR 30 kasus dan kelompok kontrol 30 kasus ditemukan paling banyak adalah Candida


(60)

spp 15 kasus ( 50% ) pada AKDR, dan pada kontrol adalah Coccus gram positif 21 kasus ( 70% ) seperti yang ditampilkan pada tabel 4.1.1. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya Darmani.E.H (2001)7 pada 30 kasus leukorea kelompok akseptor AKDR dijumpai yang paling banyak menderita kandidiasis vagina 24 kasus ( 80% ) . Hal ini disebabkan adanya AKDR dapat menimbulkan terjadinya reaksi terhadap benda asing dan memicu pertumbuhan jamur kandida yang semula komensal menjadi patogen sehingga terjadi kandidiasis vagina.7 Hasil ini tidak serupa dengan penelitian Ghazal et all ( 2004 )10 dari 134 kasus leukorea akseptor AKDR ditemukan 48 kasus ( 52,2 % ) potentially pathogenic bacteria ( E-Coli, Klebsiella and Enterobacter ) dan 44 kasus ( 47,8 % ) predominant bacteria ( Group B Streptococcus ) sementara dari 66 kontrol ditemukan 25 kasus ( 69,5 % ) predominant bacteria dan 11 kasus ( 30,5 % ) potentially pathogenic bacteria. Viberga et all ( 2005 )53

Penderita leukorea menurut sebaran umur, yang terbanyak pada kelompok AKDR adalah kelompok umur 31- 40 thn 24 kasus ( 80% ),

sedangkan pada kontrol adalah kelompok umur > 41 thn 17 kasus ( 56,7% ) merujuk tabel 4.1.2. Hasil yang serupa pada penelitian

sebelumnya Darmani.E.H (2001)

dari 20 kasus leukorea akseptor AKDR didapat yang terbanyak Ureaplasma urealyticum 10 kasus dan dari 30 kasus kontrol yang terbanyak adalah Bacteriodes spp yaitu 16 kasus Hal ini kemungkinan karena sosio budaya yang sangat berbeda.


(61)

kelompok AKDR yang terbanyak umur 31-40 thn 15 kasus ( 50% ). Tetapi pada kelompok kontrol umur 20-30 thn 15 kasus ( 50 % ) sementara pada penelitian ini kelompok umur > 41 tahun. Hal ini mungkin karena kelompok umur > 41 thn adalah merupakan wanita yang sudah mulai memasuki premenopause, sel-sel pada serviks uteri dan vagina mengalami hambatan dalam pematangan sel akibat mulai berkurangnya hormon pemacu, estrogen. Vagina menjadi kering dan lapisan sel menjadi tipis, kadar glikogen menurun dan basil Doderlein berkurang. Keadaan ini memudahkan terjadinya infeksi karena tipisnya lapisan epitel sehingga mudah menimbulkan luka dan akibatnya timbul leukorea.

Pada penelitian ini yang paling banyak menderita leukorea adalah kelompok dengan lama pemakaian AKDR < 12 bulan yakni 11 kasus ( 36,7% ) yang paling sedikit pada kelompok 26 – 36 bulan yakni 2 kasus ( 6,7 % ) seperti yang terdapat pada gambar 4.1.2. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ghazal et all ( 2004 )

6

10 dari 134 sampel yang terbanyak < 12 bulan 63 kasus ( 47% ) tetapi dalam hal yang paling sedikit terdapat pada kelompok lama pemakai AKDR > 36 bulan 18 kasus ( 13,4%). Pada Pal Z et all ( 2005 )11

Pada penelitian ini ( Tabel 4.1.3 ) jumlah kasus penderita leukorea yang mempunyai pendiidkan terakhir paling banyak pada akseptor AKDR yaitu kelompok pendidikan SLTA 26 kasus ( 86,7 % ) dan pada kontrol dari 127 akseptor AKDR yang menderita leukorea setelah memakai AKDR > 5 tahun, kemungkinan karena sosio budaya yang sangat berbeda.


(62)

dijumpai kelompok pendidikan SLTA 25 kasus ( 83,3 % ). Hal yang serupa didapat pada penelitian Barus G I ( 1997 )5 dari 105 sampel yang paling banyak menderita leukorea pada kelompok SLTA yakni 69 kasus ( 66 % ), penelitian Darmani H E ( 2001 )7 dari 30 kasus pada kelompok pendidikan SLTA yakni 11 kasus ( 18,3 % ) dan penelitian Ghazal et all ( 2004 )10 dari 134 kasus juga SLTA yakni 49 kasus ( 36,6 % ). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan leukorea patologis tidak mengenal tingkat pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya, walaupun kasus ini lebih banyak dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah.

Pada tabel 4.1.4 didapati di kelompak akseptor AKDR yang menderita leukorea paling banyak menurut paritas adalah ≤ 2 anak 16 kasus ( 53,3 % ), mungkin karena usia reproduksi sehat sehingga berhubungan dengan perilaku aktifitas seksual yang meningkat

6

6. .Pada penelitian Ghotbi et all ( 2007 )12 dari 1252 kasus leukorea yang terbanyak adalah multiparitas 939 kasus ( 75% ) , Igwegbe et all ( 2010 )59 dari 816 kasus leukorea yang paling banyak adalah multiparitas kelompok 2-4 anak 420 kasus ( 51,5 % ) kemungkinan karena sosio budaya yang sangat berbeda.


(63)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 .KESIMPULAN

1. Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat pola mikroorganisme yang paling banyak muncul pada keseluruhan penelitian ini dari 60 kasus adalah coccus gram positif 25 kasus ( 41,7% ) diikuti Candida spp 18 kasus ( 30% ) dan yang paling terakhir diplokokus gram negatip 1 kasus ( 1,6% ).

2. Kelompok akseptor AKDR yang terbanyak adalah Candida spp 15 kasus ( 50% ) sementara dari kelompok kontrol yang terbanyak adalah Coccus gram positif 21 kasus ( 70% )

3. Sebaran umur yang paling banyak menderita keputihan pada akseptor AKDR adalah kelompok umur 31- 40 tahun sedangkan pada kontrol adalah kelompok umur > 41 tahun.

4. Frekwensi pemakaian akseptor AKDR yang paling banyak menyebabkan leukore pada penelitian ini adalah kelompok < 12 bulan 11 ( 36,7 % ).

5. Pendidikan terakhir penderita leukorea yang terbanyak adalah berpendidikan SLTA pada masing-masing kelompok.

6. Sebaran penderita leukorea pada kelompok akseptor AKDR menurut paritas yang terbanyak adalah ≤ 2 anak 16 ( 53,3 % ) pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan.


(64)

6.2..SARAN

1. Perlu ditingkatkan pengetahuan tentang higienis dan status gizi kepada seluruh masyarakat pada umumnya dan khususnya kepada ibu-ibu dimana pada penelitian ini pola mikroorganisme yang menginfeksi adalah flora normal yang berubah menjadi patogen . 2. Pada akseptor AKDR yang menderita leukorea disarankan mengganti

ke alat kontrasepsi yang lain.

3. Sebaiknya penderita akseptor ataupun yang bukan akseptor yang menderita leukorea diharapkan untuk pap smear.

4. Pentingnya konseling tentang Infeksi Menular Seksual pada pasangan suami-istri agar terhindar dari teori “ping-pong”.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sasrosumihardjo R, Sediaan langsung sekret vagina, Dalam : Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik, Departemen P.K.F.K.Universitas Indonesia, Jakarta : 2009

2. Hutabarat H, Radang dan beberapa penyakit lain pada alat-alat genital wanita,Dalam: Ilmu Kandungan, Ed ke-2, Cet ke-3, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, 1999: 272-297 3. Murtiastutik D, Penyakit dengan gejala flour albus atau duh tubuh

vagina, buku ajar Infeksi Menular Seksual, Cet-ke1, Surabaya: Airlangga University press, 2008: 45-89

4. Arif M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu I W, Wiwiek S, Keputihan, Kapita Selekta Kedokteran, Ed ke- 3, Jilid 1, Jakarta: Media Aesculapius F.K.U.I, 2001: 376-378

5. Barus G I, Karakteristik dan penyebab keputihan di RSUD Dr Pirngadi Medan, Dalam : Karya tulis ilmiah, 1997

6. Ramayanti, Pola mikroorganisme flour albus patologis yang disebabkan oleh infeksi pada penderita rawat jalan di klinik Ginekologi RSU Dr Kariadi Semarang, Dalam: Karya tulis ilmiah, 2004

7. Darmani H E, Hubungan antara pemakaian AKDR dengan kandidiasis vagina di RSUD Dr Pirngadi Medan, Dalam: Karya tulis ilmiah, 2001


(66)

8. Korenek P, et all, Differentiation of The Vaginoses-Bacterial Vaginosis, Lactobacillos, And Cytolytic Vaginosis : The Internet Journal of Advanced Nursing Practice, Vol 6, 2003

9. Ghazal S, Musmar M, Amir M, Epidimiology of Aerobic Bacterial Infections among IUD ( Intrauterine Device ) Users in the Northern West Bank : An-Najah Univ.J.Res. (N.Sc), Vol. 18 (1), 2004

10. Ghazal S, et all, Effect of IUD ( Intrauterine Device) on Reproductive Tract Infection ( RTI ) in the Northern West Bank, Palestina, Middle East Journal of Family Medicine, 2004

11. Pal Z, Urban E, et all, Biofilm formation on intrauterine devices in relation to duration of use : Journal of Medical Microbiology, 2005 12. Ghotbi Sh, Beheshti M, Amirizade S, Causes of Leukorrhea in

Fasa, Southern Iran, Shiraz E-Medical Journal, 2007

13. Krisnadi R S, et all, Uji Diagnostik untuk menentukan penyebab flour albus pada penderita di Poliklinik Obstetri Ginekologi RS Dr. Hasan Sadikin : MKB, Vol .37 no 2, 2005

14. Michele M, Hakakha , et all, Leukorrhea and Bacterial Vaginosis as In-Office Predictors of Cervical Infection in High-Risk Women, The American Collage of Obstetricians and Gynecologists : Elsevier Science Inc, 2002

15. Fritz H Kayser, Normal microbial flora in human, Dalam : Basic principle of Medical Microbiologie and Immunology, New York : Thiemi Stuttgart, 2005: 24-25


(67)

16. Vandepitte J, Engbaek K, Rohner P, Piot P, Heuck C C, Genital spesimen from women, Dalam: Basic Laboratory procedures in clinical bacteriology sexually transmitted disease: World Health Organization, 2003, 79-85

17. Michael Wilson, The Indigenous microbiota of the Reproductive system of females, Dalam: Bacteriologi of humans an ecologycal perspective : Black Well publishing, 2008: 184

18. Judanarso J, Vaginosis bakterial, Dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Ed ke-3, Cetakan ke-4, Jakarta, FKUI, 2002: 364-170 19. Winn CW, Allen DS, Janda MW, Koneman WE, Koneman’s Color

Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology, Lippincott Williams & Wilkins, Sixth Edition, 1997

20. Arthur G J, Richard J Z, Omelan A L, Lovise B H, Microbiology and Imunnologi , Ed ke-4 : Lippincott William s & Wilkins, 2002: p 80- p81

21. Stephen H G, Kathleen B B, Medical Microbiologi and Infection at a glance : Black Well Science , 2000: 48-49

22. Emanuel G, Lorrence H G, Practical Handbook of Microbiologi, ED ke-2 : CRP press Taylor & Francis grup, 2009

23. Daili SF, Infeksi genital non spesifik, Dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Ed ke-3, Cetakan ke-4, Jakarta, FKUI, 2002: 344-346 24. Daili S F, Gonore, Dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Ed ke-3,


(68)

25. Luis M, Marie T P, Ellen Jo B, Color Atlas of diagnostic Microbiology: Mosby, 1997: 72-74

26. Josephine A M, Paul A G, Helen E M, Laboratory Manual and Workbook in Microbiology aplication to patient care, Ed ke-7: ISBN, 2002 : 213-216

27. Indah P S, Suroso A N, Patogenesis infeksi gonore genital, Dalam: Media Dermato-Venereologica Indonesiana, volume 36, Jakarta: ISSN, 2009: 136-143

28. Kathleen D Pagana, Timothy J Pagana, Sexual Assault Testing,Dalam: Manual of Diagnostic and Laboratory tests, Ed ke-3, Pennsylvania : Mosby Elsevier, 2006: 702-703

29. Stephen H G, Peter M H,Treponemes, Dalam: Principles and Practice of clinical Bacteriologi, Ed ke-2 : John Wiley & sons,Ltd ,2006: 501-502:

30. Frederick S S, Genitourinary tract infectious and Sexually Transmitted Disease, Dalam: Infectious diseases a clinical short course, Ed ke-2 : Mc Graw-Hill, 2007 : 240-246

31. EC Natahusada, Adhi Djuanda, Sifilis, Dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Ed ke-3, Cetakan ke-4, Jakarta, FKUI, 2002: 371-390 32. Irianto K, Penyakit kelamin sifilis, Dalam: Mikrobiologi menguak

dunia mikroorganisme, jilid 2 ,cetakan ke-2, Jakarta : Yrama Widya ,2007:119-125


(69)

33. Sherris,Pathogenic Fungi, Dalam: Medical Microbiology, Ed ke-4 : Mc Graw- Hill, 2004: 633-638

34. Kuswadji, Kandidosis, Dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Ed ke-3, Cetakan ke-4, Jakarta, FKUI, 2002: 103-106

35. Stuart hogg, Fungi and disease, Dalam: Essential Microbiology : John Wiley & Sons, Ltd, 2005 : 198-208

36. Hardjoeno, Tenri E, Nurhayana S, Tes-tes kultur dan identifikasi kuman gram positif dan jamur, Dalam : Kumpulan penyakit infeksi dan Tes kultur sensitivitas kuman serta upaya pengendaliannya. Makassar ,2007:228-238

37. Nasronudin, Infeksi Jamur Kandidiasis, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 3, Ed ke-4,Jakarta : Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006 : 1797-1798

38. Nizami D, et all, The Investigation of the Association Between the Frequency of Trichomonas Vaginalis and Using Intrauterine Contraceptive Device : Trakya Univ Tip Fak Derg, 2009

39. Daili S F, Trikomoniasis, Dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Ed ke-3, Cetakan ke-4, Jakarta, FKUI, 2002: 362-363

40. Hardjoeno dkk, Tes mikroskopi Penyakit Menular Seksual, Dalam: Interpretasi hasil tes laboratorium diagnostik, Cetakan ke-4, Makassar : Hasanuddin University Press ( Lephas ), 2006 :364-365


(70)

41. Johannes E, Parasitology, Dalam : Basic principle of Medical Microbiologie and Immunology, New York : Thiemi Stuttgart, 2005: 481

42. Handoko R P , Herpes Simpleks, Dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Ed ke-3, Cetakan ke-4, Jakarta, FKUI, 2002: 359-361 43. Gaura K,Herpes Simplex, Dalam: Clinical and Diagnostic Virologi :

Wreghitt Cambridge University press, 2009: 49-53

44. Sudarto P, Sutisna H, Achmad T, Infeksi virus Herpes Simplek, Dalam: Buku ajar Patologi I ( Umum), Ed ke-1 revisi, Jakarta : Sagung Seto, 2006 : 123-124

45. Tim mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, Flora normal, Dalam: Bakteriologi Medik, Malang : Bayumedia Publising, 2003, 130

46. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology, Flora normal vagina, Dalam : Mikrobiologi kedokteran, Ed ke-23, Cetakan-1: Penerbit buku kedokteran, 2004: 201

47. Suharto, Flora normal traktus genito-urinarius, Dalam: Buku ajar Mikrobiologi Kedokteran, Edisi revisi, Jakarta : Binarupa Aksara, 47-48

48. Ida Bagus G,M, Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia, Dalam: Kapita selekta penatalaksanaan rutin Obstetri Ginekologi dan KB, Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2000: 715-733


(71)

49. Kishen M, Alat kontrasepsi dalam rahim, Dalam : Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi, Cetakan I, Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC, 2006 : 116-139

50. Affandi B, Ilmu Kebidanan, Ed ke-3, Cetakan ke-9, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, 2007: 905-933 51. Arif M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu I W, Wiwiek S, Kontrasepsi,

Kapita Selekta Kedokteran, Ed ke- 3, Jilid 1, Jakarta: Media Aesculapius F.K.U.I, 2001: 357-367

52. Albar E, Kontrasepsi, Dalam: Ilmu Kandungan, Ed ke-2, Cetakan ke-3, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, 1999: 535-572

53. I.Viberga, et all, Microbiology profile in women with pelvic inflammatory disease in relation to IUD use : Infectious Diseases in Obstetrics and Gynecology, 2005

54. Vanja K, et all, An intrauterine devices as a possible cause of change in the microbial flora of the female genital system : Journal of Obstetrics and Gynaecology Research, Vol 37, 2011

55. Standard Operating Procedures ( SOP ) in Mikrobiology, Laboratorium Kesehatan Departemen kesehatan, 2000

56. Jhon P H, Lansing M P, Gram Stain, Dalam : Laboratory Exercises in Microbiology, Ed ke-15 : Mc Graw-Hill, 2002 : 43-47


(72)

57. Sasrosumihardjo R, Praanalitik pemeriksaan mikrobiologi, Dalam : Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik, Departemen Patologi Klinik F.K. Universitas Indonesia, Jakarta : 2010

58. Indrasari D N, Sediaan Gram, Dalam : Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik, Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2009

59. Igwegbe A O, et all, A ten year clinical experience with intrauterine contraceptive device ( IUCD ) in Nigerian tertiary health institution : Journal of Medicine and Medical Sciences, Vol 2 (11), 2010


(1)

INFORMED CONSENT UNTUK PENELITIAN

PERBANDINGAN POLA MIKROORGANISME LEUKOREA

PASIEN AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM

DENGAN LEUKOREA BUKAN AKSEPTOR KONTRASEPSI

DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama

:

Umur

:

Jenis Kelamin

:

Alamat

:

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang kebaikan dan

keburukan prosedur penelitian ini, menyatakan bersedia untuk ikut dalam

penelitian tentang “Perbandingan pola mikroorganisme leukorea

pasien akseptor Alat Kontrasepsi Dalam Rahim dengan leukorea

bukan akseptor kontrasepsi di RSUP H Adam Malik Medan”.

Demikianlah surat pernyataan bersedia ikut dalam penelitian ini saya buat

untuk dapat digunakan seperlunya.

Medan,

2012

Mengetahui ,

Yang menyetujui,

Peneliti

Peserta penelitian

(……….)

(...)

Saksi


(2)

Nama

STATUS PASIEN

:

TanggalLahir

:

Jeniskelamin

:

Suku / Bangsa

:

Pekerjaan

:

Alamat sekarang :

MR

: BB : Kg, TB: cm

ANAMNESE

KeluhanUmum

:

Anamnese

:

RPO

:

RPT

:

Riwayat persalinan : ...: Jumlah anak : ...orang

Usia pernikahan : :

Pendidikan terakhir :

Riwayat pemakaian kontrasepsi :

Lama pemakaian kontrasepsi :

Rencana Pemeriksaan :- Pemeriksaan sekret vagina

STATUS PRESENT

TD

:

RR

:


(3)

PEMERIKSAAN

HASIL LABORATORIUM

SEKRET VAGINA

WARNA SEKRET

KEJERNIHAN SEKRET

BAU SEKRET

LEUKOSIT SEKRET

KOH 10%

NaCl 0,9%

PEWARNAAN GRAM

PENGUKURAN pH


(4)

(5)

Akseptor AKDR

No Nama Umur Lama

Pemakaian Paritas

Hasil Yeast Coccus Gram

Positif

Basil Gram

Negatif Pendidikan

1 Ny 1 44 7 4 pos neg Neg SLTA

2 Ny 2 43 72 4 pos pos Neg SLTA

3 Ny 3 43 60 5 pos pos Neg SLTA

4 Ny 4 36 12 3 pos pos Pos SLTA

5 Ny 5 34 12 2 pos neg Neg SLTA

6 Ny 6 39 12 3 pos pos Neg SLTA

7 Ny 7 12 12 3 pos pos Neg SLTA

8 Ny 8 42 72 4 pos pos Pos Sarjana

9 Ny 9 34 12 2 pos neg Neg Sarjana

10 Ny 10 35 30 2 pos neg Neg SLTA

11 Ny 11 39 24 2 pos pos Neg SLTA

12 Ny 12 45 7 3 pos pos Neg Sarjana

13 Ny 13 34 42 2 pos neg neg SLTA

14 Ny 14 38 72 3 pos pos neg SLTA

15 Ny 15 36 18 3 pos neg neg SLTA

16 Ny 16 34 72 3 pos pos neg SLTA

17 Ny 17 35 24 2 pos neg neg SLTA

18 Ny 18 38 24 2 pos neg neg SLTA

19 Ny 19 36 24 2 pos neg neg SLTA

20 Ny 20 24 24 2 pos neg neg SLTA

21 Ny 21 32 36 2 pos neg neg SLTA

22 Ny 22 34 42 2 pos neg neg SLTA

23 Ny 23 31 42 2 neg pos neg SLTA

24 Ny 24 39 72 3 neg pos neg SLTA

25 Ny 25 43 7 4 neg pos neg Sarjana

26 Ny 26 35 12 2 pos neg neg SLTA

27 Ny 27 50 72 3 pos pos neg SLTA

28 Ny 28 34 24 1 pos neg neg SLTA

29 Ny 29 32 12 1 pos neg neg SLTA


(6)

Kontrol

No Nama Umur Pendidikan Paritas

Hasil Yeast Coccus Gram

Positif

Basil Gram Negatif

Diplokokus Gram Negatif

1 Ny 31 42 SLTA 2 pos pos neg Neg

2 Ny 32 49 SLTA 3 neg pos neg Neg

3 Ny 33 27 SLTA 1 neg neg neg Pos

4 Ny 34 27 Sarjana 1 pos pos pos Neg

5 Ny 35 29 Sarjana 1 pos pos pos Neg

6 Ny 36 44 SLTA 3 pos pos neg Neg

7 Ny 37 25 SLTA 1 neg pos neg Neg

8 Ny 38 22 SLTA 1 neg pos neg Neg

9 Ny 39 46 SLTA 2 neg pos neg Neg

10 Ny 40 40 SLTA 3 neg pos neg Neg

11 Ny 41 37 SLTA 3 neg pos neg Neg

12 Ny 42 42 SLTA 4 neg pos neg Neg

13 Ny 43 30 Sarjana 2 neg pos neg Neg

14 Ny 44 32 SLTA 2 neg pos neg Neg

15 Ny 45 47 SLTA 4 neg pos neg Neg

16 Ny 46 44 SLTA 2 neg pos neg Neg

17 Ny 47 48 SLTA 3 neg pos neg Neg

18 Ny 48 43 SLTA 5 neg pos neg Neg

19 Ny 49 46 SLTP 3 neg pos neg Neg

20 Ny 50 47 SLTA 5 neg pos neg Neg

21 Ny 51 46 Sarjana 3 neg pos neg Neg

22 Ny 52 48 Sarjana 4 neg pos neg Neg

23 Ny 53 46 SLTA 4 neg pos neg Neg

24 Ny 54 43 SLTA 2 neg pos neg Neg

25 Ny 55 44 SLTA 2 neg pos neg Neg

26 Ny 56 40 SLTA 3 neg pos neg Neg

27 Ny 57 29 SLTA 2 pos pos neg Neg

28 Ny 58 34 SLTA 2 pos neg neg Neg

29 Ny 59 40 SLTA 2 pos neg neg Neg