Uji Eksperimental Pengaruh Penambahan Bioetanol pada Bahan Bakar Pertalite terhadap Unjuk Kerja Motor Bakar Bensin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Motor Bakar
Motor bakar pembakaran dalam (Internal Combustion Engine)

merupakan pesawat kalori yang merubah energi kimia dari bahan bakar menjadi
energi mekanis. Energi kimia dari bahan bakar yang becampur dengan udara
diubah terlebih dahulu menjadi energi termal melalui pembakaran atau oksidasi,
sehingga temperatur dan tekanan gas pembakaran di dalam silinder meningkat.
Gas bertekanan tinggi di dalam silinder berekspansi dan mendorong torak
bergerak translasi dan menghasilkan gerak rotasi poros engkol sebagai keluaran
mekanis motor. Demikian pula sebaliknya, gerak rotasi poros engkol akan
menghasilkan gerak translasi pada torak sehingga terjadi gerak bolak-balik torak
di dalam silinder. Disebut motor pembakaran dalam karena proses pembakaran
bahan bakar berlangsung di dalam motor bakar itu sendiri.
Motor pembakaran dalam banyak digunakan dalam berbagai aktivitas
manusia, baik sebagai motor penggerak untuk pompa air, generator, mesin
pemotong rumput, maupun sebagai sarana transportasi untuk menunjang mobilitas

manusia dan barang.[1 Hal 1]
Motor bakar pembakaran luar (External Combustion Engine) adalah proses
pembakaran bahan bakar yang terjadi diluar dari motor itu sendiri. Di dalam
motor pembakaran luar, bahan bakar dibakar diruang bakar tersendir dan
memanfaatkan air untuk dipanaskan menjadi uap, sehingga uap bertekanan yang
dihasilkan digunakan untuk memutar sudu-sudu turbin ataupun mendorong torak
sehingga terjadi gerak translasi. Jadi motor tidak digerakkan oleh gas yang
terbakar, akan tetapi digerakkan oleh uap air. Jenis dari ECE (External
Combustion Engine) adalah turbin uap, turbin gas, mesin uap, mesin stirling.
Kelebihan motor pembakaran dalam adalah mesin yang lebih sederhana,
bahan bakar lebih irit, cocok untuk tenaga penggerak pada kendaraan. Kelebihan

5
Universitas Sumatera Utara

motor pembakaran luar adalah dapat digunakan bahan bakar berkualitas rendah
baik bahan bakar padat, cair dan gas, kapasitas lebih besar. Motor pembakaran
luar identik dengan bahan bakar padat seperti batubara.[2]

Gambar 2.1 Proses Pembakaran Luar (kanan) dan Proses Pembakaran Dalam

(kiri) [2]
2.2

Bahan Bakar Bensin
Hidrokarbon (HC) merupakan senyawa di mana setiap molekulnya hanya

mengandung hidrogen dan karbon yang dapat dibakar (dioksidasi), membentuk air
(H2O) atau karbondioksida (CO2). Bahan bakar hidrokarbon mempunyai variasi
berat karbon dari 83% sampai 87% dan berat hidrogen dari 11% sampai 14%.
Pada umumnya bobot molekular komponen yang lebih besar mempunyai
temperatur didih lebih tinggi.
Bahan bakar bensin (gasoline) merupakan campuran senyawa hidrokarbon
cair yang sangat mudah menguap. Bensin terdiri dari parafin, naptalene, aromatik,
dan olefin, bersama-sama dengan beberapa senyawa organik lain dan kontaminan.
Struktur molekulnya dari C4 – C9.
Angka Oktan Riset/Research Octane Number (RON) adalah karakteristik
bahan bakar yang menggambarkan kemampuan bahan bakar akan atau tidak

6
Universitas Sumatera Utara


menyala sendiri. Peringkat oktan didasarkan pada ukuran kemampuan bahan
bakar menahan detonasi. Semakin tinggi peringkat oktan, semakin kecil
kemungkinan untuk menghasilkan ledakan dini (pre-ignition). Kecenderungan
penyalaan dini menimbulkan gejala ketukan (knocking). Motor dengan rasio
kompresi rendah dapat menggunakan bahan bakar dengan angka oktan lebih
rendah, tetapi motor kompresi tinggi harus menggunakan bahan bakar oktan
tinggi untuk menghindari pengapian sendiri dan ketukan.[1 Hal 70-71]
Pertalite adalah salah satu jenis bahan bakar bensin yang dikeluarkan
Pertamina pada Mei 2015. Pertamina mengklaim Pertalite memiliki Research
Octane Number (RON) 90. Artinya lebih baik dibandingkan Premium yang
memiliki nilai oktan 88. Pertamina meluncurkan Pertalite untuk memenuhi Surat
Keputusan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
313 Tahun 2013 tentang spesifikasi BBM RON 90.[3]
Berdasarkan keputusan Dirjen Migas No.313.K/10/DJM.T/2013:
Tabel 2.2 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Jenis Bensin 90 (Pertalite)
No.

1


Karakteristik
Bilangan Oktana
Angka Oktana Riset (RON)
Angka Oktana Motor (MON)

Satuan

RON
MON

Batasan
Min.
Maks.
90

-

D 2699

Dilaporkan


D 2700

2

Stabilitas Oksidasi

menit

360

3

Kandungan Sulfur

% m/m

-

4


Kandungan Timbal (Pb)

5

Kandungan Logam
(Mangan, besi)

mg/l

6

Kandungan Oksigen

% m/m

7

Kandungan Olefin


% v/v

8

Kandungan Aromatik

% v/v

9

Kandungan Benzena
Distilasi:

% v/v

10

10% vol. Penguapan
50% vol.penguapan
90% vol. Penguapan


g/l

D 525
0,05

D 3237

Tidak terdeteksi

D 3831

-

2,7

Dilaporkan

D4815


D1319
D 4420

-

74

88

125

O

-

180

C

IP74


D 1319

O

C

D 2622
atau D 4294
atau D 7039

-Injeksi timbal tidak
diijinkan
-Dilaporkan

O

C

Metode Uji

ASTM
Lain

D 86

7
Universitas Sumatera Utara

Titik didih akhir

O

Residu

C

-

215

%vol

-

2

11

Sedimen

mg/l

-

1

D 5452

12

Unwashed gum

mg/100ml

-

70

D 381

13

Washed Gum

mg/100ml

-

5

D 381

14

Tekanan Uap

kPa

45

69

D 5191 atau
D1298

15

Berat Jenis (pada suhu 15oC)

kg/m3

715

770

16
17

Korosi bilah tembaga
Sulfur Mercaptan

18

Penampilan Visual

Jernih danTerang

19

Bau

Dapat Dipasarkan

20

Warna

21

Kandungan Pewarna

merit
% massa

Kelas I
0,002

D 4052 atau
D 323
D 130
D 3227

Hijau
g/100

-

0,13

Sumber: (Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi)

Pertalite membuat pembakaran pada mesin kendaraan dengan teknologi
terkini lebih baik dibandingkan dengan premium yang memiliki RON 88.
Keunggulan pertalite adalah:
1. Durability, pertalite dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan
yang memenuhi syarat dasar durability/ketahanan, dimana bbm ini tidak
akan menimbulkan gangguan serta kerusakan mesin, karena kandungan
oktan 90 lebih sesuai dengan perbandingan kompresi kebanyakan
kendaraan bermotor yang beredar di Indonesia.
2. Fuel Economy, kesesuaian oktan 90 Pertalite dengan perbandingan
kompresi

kebanyakan

kendaraan

beroperasi

sesuai

dengan

rancangannya. Perbandingan Air Fuel Ratio yang lebih tinggi dengan
konsumsi bahan bakar menjadikan kinerja mesin lebih optimal dan
efisien untuk menempuh jarak lebih jauh karena perbandingan biaya
dengan operasi bahan bakar dalam (Rupiah/kilometer) akan lebih
hemat.
3. Performance, kesesuaian angka oktan Pertalite dan aditif yang
dikandungnya dengan spesifikasi mesin akan menghasilkan performa

8
Universitas Sumatera Utara

mesin yang jauh lebih baik dibandingkan ketika menggunakan oktan
88. Hasilnya adalah torsi mesin lebih tinggi dan kecepatan meningkat.[4]

2.3 Motor Bakar Bensin
Motor bakar bensin dikenal dengan motor bakar siklus Otto. Siklus otto
pertama sekali dikembangkan oleh seorang insinyur berkebangsaan Jerman
bernama Nikolaus A. Otto pada tahun 1837.[5 Hal 42]
Pada motor bakar bensin, campuran udara bahan bakar dinyalakan oleh
percikan bunga api listrik diantara kedua elektrode busi sehingga motor bensin
juga dikenal sebagai motor pengapian percik (Spark ignition Engines). Busi
mempunyai fungsi untuk penghasil loncatan api yang akan menyalakan gas dari
campuran bahan bakar dan udara. Karburator dan injektor mempunyai fungsi
yang sama antara lain untuk melakukan percampuran serta pengabutan udara
dengan bahan bakar yang akan dibakar di dalam ruang bakar. Terdapat beberapa
jenis mesin otto berdasarkan banyak langkahnya antara lain siklus Otto 2 langkah,
siklus Otto 4 langkah, siklus Otto 6 langkah. Siklus Otto 2 langkah dan 4 langkah
banyak digunakan pada kendaraan yang beredar sebagai transportasi.[1 Hal 2-3]

2.3.1 Siklus Otto Ideal
Dalam siklus ini, terjadi penyalaan bunga api dengan menggunakan busi
(spark ignition) yang akan membakar campuran bahan bakar dengan udara setelah
melewati proses pengabutan yang dilakukan oleh karburator atau injektor. Siklus
Otto ideal memiliki 4 langkah disebut juga mesin 4-langkah (four stroke engine).
Gambar 2.3 menjelaskan proses 4 langkah pada siklus Otto:

9
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Pembagian Langkah pada Siklus Otto [6 Hal 10]
Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin siklus Otto ideal adalah
sebagai berikut:
1.

Langkah hisap
Diawali dengan posisi torak di TMA dan berakhir dengan posisi torak
di TMB, yang mana menghisap campuran bahan bakar dengan udara ke
dalam silinder. Untuk meningkatkan massa campuran yang dihisap,
katup masuk terbuka sesaat sebelum langkah hisap dimulai dan
menutup setelah berakhirnya langkah tersebut.

2.

Langkah kompresi
Ketika kedua katup tertutup di mana campuran di dalam silinder
dimampatkan dan volumenya diperkecil. Menjelang akhir langkah
kompresi, pembakaran diaktifkan dan tekanan silinder naik dengan
cepat.

3. Langkah ekspansi
Diawali dengan posisi torak di TMA dan berakhir di TMB ketika
temperatur dan tekanan gas yang tinggi mendorong torak ke bawah dan
memaksa poros engkol untuk berputar. Ketika torak mendekati TMB,
katup buang terbuka untuk mengawali proses buang dan tekanan
silinder turun mendekati tekanan buang.

10
Universitas Sumatera Utara

4. Langkah buang
Di mana sisa gas yang dibakar keluar dari silinder ketika torak bergerak
ke arah TMA. Ketika torak mendekati TMA, katup masukan akan
terbuka. Sesaat setelah TMA, katup buang menutup dan siklus dimulai
lagi.[1 Hal 10-11]
Dalam kondisi ideal siklus Otto dibatasi dua garis isentropik dan dua garis
isovolume. Gambar 2.3 akan menjelaskan diagram siklus otto ideal.

Gambar 2.3 Diagram P-v dan Diagram T-s Siklus otto Ideal [7]

2.4 Unjuk Kerja Motor Bakar Bensin
Performansi dapat disebut juga sebagai unjuk kerja dari motor bakar bensin.
Beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bakar bensin antara lain
seperti rasio udara dan bahan bakar, dan rasio kompresi dari volume silinder
ruang bakar. Kedua hal tersebut saling berpengaruh dengan peningkatan unjuk
kerja mesin, efisiensi mesin dan emisi dari gas buang mesin motor bakar bensin.
2.4.1 Torsi Poros
Perkalian antara gaya dengan jarak dapat disebut sebagai Torsi. Disaat
proses pembakaran pada ruang bakar, dimana piston akan bergerak translasi dan
poros engkol yang menghubungkan piston dengan batang piston akan merubah
gerak translasi menjadi gerak rotasi. Sebelum menghitung torsi, dilakukan

11
Universitas Sumatera Utara

perhitungan gaya tarik yang terjadi pada roda dengan menggunakan persamaan
2.1.
………………………………………………………………….........2.1
Dimana : F = Gaya (N)
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
m = Massa (kg)
Untuk menghitung torsi pada roda, dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.2.
……………………………………………………………………......2.2
Dimana : Troda = Torsi pada roda (Nm)
r = jari-jari roda = ½ diameter roda

Torsi pada mesin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.3.
………………………………...………………………..2.3
Dimana : Tmesin = Torsi mesin (Nm)

2.4.2 Daya Poros
Kerja mesin selama waktu tertentu dapat disebut sebagai daya. Besarnya
poros engkol yang bekerja dengan pembebanan merupakan daya poros. Daya
poros berasal dari langkah kerja disaat campuran udara dan bahan bakar meledak
dan menyebabkan piston mengalami dorongan yang menghasilkan kerja pada
poros engkol yang mengubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Prestasi mesin
motor bakar ditentukan oleh daya poros yang telah dibebankan akibat gesekan
seperti pada torak, dinding silinder, poros, dan bantalan. Frekuensi putaran motor
atau disebut dengan RPM (Revolution per Minute) mempengaruhi besarnya daya
poros dimana semakin banyak putaran poros yang terjadi maka semakin besar
daya poros tersebut. Daya poros dapat dicari dengan persamaan 2.4.[12]
..............................................................................................2.4

12
Universitas Sumatera Utara

Dimana : T = Torsi (Nm)
2.4.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang
berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan
mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. SFC dapat dicari
dengan menggunakan persamaan 2.5.
̇

…………………………………………………………2.5

Dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (gr/kW.h)
̇ = laju aliran bahan bakar (gr/jam)

P = Daya (W)

Besarnya laju aliran masssa bahan bakar dihitung dengan persamaan 2.6.

̇

……………………………………………………….2.6

Dimana :

= massa jenis bahan bakar (kg/m3)
V = volume bahan bakar yang habis terpakai (m3)
= waktu untuk menghabiskan bahan bakar (s)

2.4.4

Air Fuel Ratio (AFR)
Perbandingan udara dan bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar

adalah AFR yang didapat dengan menggunakan persamaan 2.7 – 2.11.[13]
̇

Dimana :

̇

………………………………………………………………2.7

= massa udara di dalam silinder per siklus (kg/cyl-cycle)
= massa udara di dalam silinder per siklus (kg/cyl-cycle)
̇ = laju aliran udara di dalam mesin (gr/jam)

̇

̇ = laju aliran bahan bakar di dalam mesin (gr/jam)
…………………………….....2.8

13
Universitas Sumatera Utara

……………………………………………………………………..2.9
……………………………………………………………………..2.10
………………………………………………………………………….2.11
Dimana :

̇ = laju aliran udara (gr/jam)

= laju aliran udara per siklus (kg/cyl-cycle)

= tekanan udara masuk silinder (1atm = 100 kPa)
= volume langkah (m3)
= volume langkah (m3)
= konstanta udara (0,287 kJ/kg.K)
= temperature udara masuk silinder (K)
= bore (m)
= stroke (m)
= rasio kompresi

2.4.5 Efisiensi Volumetris
Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi
isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka
proses ini ideal. Tetapi dalam kondisi aktual dimana massa udara yang dapat
dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritis. Hal tersebut terjadi akibat
efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silender
mesin. Efisiensi Volumetris dapat dicari dengan persamaan 2.12 dan 2.13.

………………………………………………...2.12
………………………………..……………………………2.13
Dimana :

= efisiensi volumetris (%)
= massa udara dalam silinder per siklus (kg/cyl-cycle)
= volume langkah (m3)
= densitas udara (kg/m3)
Ta = temperatur udara lingkungan (K)
14
Universitas Sumatera Utara

2.4.6

Efisiensi Thermal
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang

dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi
mekanis seperti gesekan, kerja pompa oli dan pompa pendingin, dan panas yang
terbuang. Maka Efisiensi Thermal dapat dicari dengan persamaan 2.14.
.......................................................................................2.14
̇

Dimana : LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)

2.5

Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara

menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan
bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Caloric Value, CV).
Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung
sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar
dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value, HHV), merupakan nilai kalor
yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan bom kalorimeter dimana
hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sabagian
besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hydrogen mengembun dan
melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat
dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan
persamaan 2.15.[8 Hal 3]
(

)

............................................................... 2.15

Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
T1

= Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (oC)

T2

= Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (oC)

Tkp

= Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (oC)

15
Universitas Sumatera Utara

Cv

= Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kJ/kg oC)

Dan nilai kalor bawah dapat dihitung dengan persamaan 2.16.
LHV = HHV –3240 ................................................................................ 2.16
Dimana : LHV = Nilai kalor bawah (kJ/kg)
HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
Jika diketahui komposisi bahan bakar maka besarnya nilai kalor atas
dapat dihitung juga dengan menggunakan persamaan Dulong.[9 Hal 43]

........................... 2.17
Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
C

= Persentase karbon dalam bahan bakar

H2

= Persentase hydrogen dalam bahan bakar

O2

= Persentase oksigen dalam bahan bakar

S

= Persentase sulfur dalam bahan bakar

Nilai kalor bawah (Low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor
bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya
kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15% yang berarti setiap satu
satuan bahan bakar 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran
sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari
jumlah mol hidrogen.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada
proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada
di dalam bahan bakar. Panas laten pengkondisian uap air pada tekanan parsial 20
kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg,
sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan
persamaan 2.18.[9 Hal 44]
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2) ............................................................ 2.18

16
Universitas Sumatera Utara

Dimana : LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)
M

= Persentase kandungan air dalam bahan bakar

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga
menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical
Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan
SAE (Society of Automotive Engineers) menetukan penggunaan nilai kalor bawah
(LHV).

2.6

Sejarah Bioetanol
Bioetanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan

pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan
keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa
minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Campuran dari Bioetanol yang mendekati kemurnian untuk pertama kali
ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada
masa Kalifah Abbasid dengan peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn
Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-Razi (Rhazes). Catatan yang disusun
oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap dari wine yang
mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang
proses distilasi wine. Sedangkan Bioetanol absolut didapatkan pada tahun 1796
oleh Johann Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang.
Antoine Lavoisier menggambarkan bahwa bioetanol adalah senyawa yang
terbentuk dari karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahun 1808 Nicolas-Théodore
de Saussure dapat menentukan rumus kimia etanol. Limapuluh tahun kemudian
(1858), Archibald Scott Couper menerbitkan rumus bangun etanol. Dengan
demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia yang pertama kali ditemukan
rumus bangunnya. Etanol pertama kali dibuat secara sintetis pada tahu 1829 di

17
Universitas Sumatera Utara

Inggris oleh Henry Hennel dan S.G.Serullas di Perancis. Michael Faraday
membuat etanol dengan menggunakan hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun
1982 yang digunakan pada proses produksi etanol sintetis hingga saat ini.
Pada tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat,
pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun
1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan bioetanol sebagai bahan
bakarnya. Namun pada tahun 1920an bahan bakar dari petroleum yang harganya
lebih murah telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan
perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol
kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus
dikembangkan.[10]

2.6.1 Bioetanol
Alkohol adalah bahan bakar dari jenis oksigenant. Molekul alkohol
memiliki satu atau lebih oksigen yang memberikan kontribusi untuk pembakaran.
Alkohol dinamai sesuai molekul dasar dari hidrokarbon turunannya, misalnya
metanol atau metil alkohol (CH3OH), etanol atau etil alkohol (C2H5OH), propanol
(C3H7OH), butanol (C4H9OH). Secara teoritis, setiap molekul organik dari jenis
alkohol dapat digunakam sebagai bahan bakar.
Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mobil selama bertahun-tahun telah
dilakukan di berbagai negara di dunia. Brazil adalah pemakai yang terkemuka, di
mana pada tahun 1900-an, 4,5 juta kendaraan dioperasikan dengan bahan bakar
93% etanol. Selama beberapa tahun, gasohol (gasoline-alcohol) telah tersedia
pada stasiun pompa bahan bakar di Brazil.
Gasohol merupakan campuran 90% bensin dan 10% etanol. Dua
kombinasi campuran yang umum adalah E85 (85% etanol) dan E10 (10% etanol).
E85 pada dasarnya suatu bahan bakar alkohol dengan 15% bensin ditambahkan
untuk meniadakan sebagian permasalahan dalam penggunaan alkohol murni yaitu
start dingin, tangki mudah terbakar, dan lain-lain. E10 mengurangi penggunaan
bensin dengan tanpa memerlukan modifikasi motor mobil. Motor berbahan bakar
fleksibel dapat beroperasi pada setiap rasio etanol-bensin.[1 Hal 78-79]

18
Universitas Sumatera Utara

Bioetanol merupakan bahan bakar dari tumbuhan yang memiliki sifat
menyerupai minyak premium (Khairani,2007). Bioetanol adalah etanol yang
dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses distilasi.
Proses distilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk
digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga
mencapai 99 % yang lazim disebut fuel grade etanol (Damianus,2010).
Bahan baku pembuatan bioetanol dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Bahan sukrosa
Bahan-bahan yang termasuk kedalam kelompok ini antara lain nira, tebu, nira
nipati, nira sargum manis, nira kelapa, nila aren, dan sari buah mete.
2. Bahan berpati
Bahan-bahan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah bahan-bahan yang
mengandung pati. Bahan tersebut antara lain, tepung-tepung ubi ganyong,
jagung, sagu, bonggol pisang, ubi kayu, ubi jalar, dan lain-lain.
3. Bahan berselulosa
Bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman yang
mengandung selulosa (serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang, dan lainlain.
Bioetanol jika dilihat dari segi bahan baku, maka proses pembuatan masingmasing bahan baku berbeda.[11]

19
Universitas Sumatera Utara