Pengujian Vibrasi Pada Motor Bakar Diesel Untuk Condition Monitoring Dan Predictive Maintenance

(1)

KARYA AKHIR

PENGUJIAN VIBRASI PADA MOTOR BAKAR DIESEL

UNTUK CONDITION MONITORING DAN

PREDICTIVE MAINTENANCE

UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN MEMPEROLEH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN

Disusun Oleh:

M. SYAWAL TANJUNG

NIM : 025202011

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI

P R O G R A M D I P L O M A I V

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2007


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya akhir ini.

Karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan pada Departemen Teknik Mesin USU Jurusan Teknologi Mekanik Industri Program Studi Diploma-IV. Adapun judul Karya Akhir ini adalah

“Analisis Sinyal Getaran Pada Penyangga Mesin Motor Bakar Diesel Dengan Variasi Beban”.

Dalam penyelesaian karya akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda Samsul Bahri Tanjung dan Ibunda Hasmida Siregar, kakakku tercinta Chica Maryani Tanjung, serta adikku tersayang Juliana Sari tanjung dan M. Rizky Fahrizal Tanjung, terima kasih ananda haturkan atas segala cinta dan kasihnya yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta do’anya demi kesuksesan ananda, juga ucapan terima kasih kepada seluruh keluarga penulis.

2. Bapak Dr.-Ing. Ikhwansyah Isranuri, selaku Dosen Pembimbing Karya Akhir yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, nasehat, sumber inspirasi dan pelajaran berharga yang tidak hanya selama proses penyelesaian Karya Akhir ini.


(3)

4. Bapak Ir. Alfian Hamsi, MSc, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, MSc, selaku kordinator Program Studi Diploma-IV.

6. Seluruh Staf Pengajar pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi.

7. Seluruh Pegawai dan Asisten Laboratorium Pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara atas bimbingan, bantuan, kesempatan, dan dukungan selama ini.

8. Bapak Ir. Budi Priyanto, MM. Dan Bapak Ir. Endy Jusman, yang telah menjadi tempat bertanya penulis di dunia maya.

9. Ir. Roni, Bang David, SH., Bang Benny, Amd. Mereka teman sekaligus penasehat terbaik.

8. Seluruh teman-teman mahasiswa Jurusan Teknologi Mekanik Industri USU, khususnya 2002, serta anggota “Research Center for Noise Control and Knowledge-Based”, Irul, Eko dan M. Reza, Efrianda, Joy, Putra, Daud, dan tentunya mereka merupakan rekan diskusi yang hebat sekalipun sudah alumni, my bro M. Hamdani, dan yang terakhir salut penulis kepada Vicka Astrianda yang manis yang selalu tersenyum merupakan ekspresi keoptimisan yang selalu siap membantu apapun kapanpun dan dimanapun penulis perlukan termasuk dalam penyelesaian penulisan Karya Akhir ini. 9. Semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan Karya Akhir ini


(4)

Arun” (Pak Budi, Abu Madi, Izal, Deki, dan Dedi) u are my best bro, special thanks for bro yang tergabung dalam “Kamboja FC”.

Akhir kata semoga Karya Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat dilanjutkan oleh rekan-rekan mahasiswa lain.

Medan, November 2007

M SYAWAL TANJUNG. NIM.02 5202 011


(5)

DAFTAR ISI

Hal:

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR NOTASI xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. LATAR BELAKANG 1

1.2. TUJUAN DAN MANFAAT 3

1.3. BATASAN MASALAH 5

1.4. METODOLOGI 5

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9

2.1. KLASIFIKASI POMPA 9 2.2. MOTOR BAKAR DIESEL 12 2.3. PARAMETER PENENTU PRESTASI MOTOR

BAKAR DIESEL 13

2.3.1. Torsi dan Daya 13

2.3.2. Konsumsi bahan bakar spesifik ( sfc) 14 2.3.3. Perbandingan udara bahan bakar (AFR) 15


(6)

2.3.5. Effisiensi thermal brake 16 2.3.6. Timing Penyemprotan Bahan Bakar 17 2.4.BAHAN BAKAR DIESEL 18 2.5.PEMBAKARAN PADA MOTOR BAKAR DIESEL 21

2.6.GRAFIK PRESTASI 22

2.7.GETARAN MEKANIS 23

2.7.1. Gerak Harmonik 23

2.7.2. Getaran Bebas 25

2.7.3. Persamaan Gerakan 26

2.7.4. Getaran Paksa 28

2.7.5. Getaran Torsi 34

2.8.GETARAN PADA MESIN 36

2.9. PENGOLAHAN DATA VIBRASI 39

2.9.1. Data Domain Waktu (Time Domain) 39 2.9.2. Data Domain Frekuency (Frekuency domain) 40

BAB III PENGUKURAN VIBRASI, SPESIMEN & ALAT PENDUKUNG

YANG DIGUNAKAN 42

3.1. PENENTUAN KONDISI PENGUKURAN 42

3.1.1.Motor Diesel 42

3.1.2. Dynamometer 43

3.1.3.Alat Instrumen Pendukung 43 3.1.4. Spesifikasi Vibrometer 44 3.2. PENENTUAN POSISI DAN TITIK PENGUKURAN 46 3.3. PROSEDUR PENGAMBILAN DATA VIBRASI 48


(7)

3.3.1. Persiapan Tabel Data Pengukuran Vibrasi 48 3.3.2. Setting Instrumen 49 3.3.3. Prosedur Pengukuran Sinyal Vibrasi 49 BAB IV ANALISA DATA HASIL PENGUKURAN 53 4.1. PENGUKURAN PADA POINT-01 55 4.1.1. Hasil Pengukuran Pada Putaran 1500 rpm 55 4.1.2. Hasil Pengukuran Pada Putaran 2000 rpm 59 4.1.3. Hasil Pengukuran Pada Putaran 2500 rpm 62 4.2. PENGUKURAN PADA POINT-02 65 4.2.1. Hasil Pengukuran Pada Putaran 1500 rpm 65 4.2.2. Hasil Pengukuran Pada Putaran 2000 rpm 68 4.2.3. Hasil Pengukuran Pada Putaran 2500 rpm 71 4.3. PENGUKURAN PADA POINT-03 74 4.3.1. Hasil Pengukuran Pada Putaran 1500 rpm 75 4.3.2. Hasil Pengukuran Pada Putaran 2000 rpm 77 4.3.3. Hasil Pengukuran Pada Putaran 2500 rpm 80 4.4. PENGUKURAN PADA POINT-04 83 4.4.1. Hasil Pengukuran Pada Putaran 1500 rpm 84 4.4.2. Hasil Pengukuran Pada Putaran 2000 rpm 87 4.4.3. Hasil Pengukuran Pada Putaran 2500 rpm 90

4.5. PERUBAHAN AMPLITUDO 93

4.6. HUBUNGAN FREKUENSI TERHADAP SIMPANGAN 94 4.7. HUBUNGAN FREKUENSI TERHADAP KECEPATAN 97 4.8. HUBUNGAN FREKUENSI TERHADAP PERCEPATAN 100


(8)

4.9. PERHITUNGAN GETARAN PADA SISTEM 104

4.10.REKAPITULASI HASIL 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 111

5.1. KESIMPULAN 111

5.2. SARAN 113


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perkembangan teknologi sebagai pendukung kelengkapan sistem trasportasi menjadi suatu hal tersendiri dalam penyempurnaan dan pendesainan mesin diesel agar menjadi lebih baik serta inovatif di dalam kemajuan yang berkenaan dengan sistem pendukung transportasi. Kemajuan ini juga akan memperpanjang umur ekonomis mesin diesel maupun kehandalan mesin diesel dalam operasinya dengan mempertimbangkan perancangan dari fondasi mesin (machine foundation) diesel tersebut, yang di dukung oleh kondisi profil machine-based sebagai faktor terintegrasi dengan kondisi vibrasi pada saat mesin beroperasi, terkhusus disini kepada tipe fondasi mesin yang dipasangkan kepada poros mesin diesel itu sendiri di duga mempengaruhi karakteristik vibrasi yang ditimbulkan mesin diesel, dimana hal ini juga menjadi sebuah kontroversi yang timbul dilapangan bahwa vibrasi yang terjadi pada mesin diesel sering dijadikan penyebab utama dari ketidakstabilan kendaraan yang mengunakan mesin diesel.

Sementara itu vibrasi pada mesin diesel yang tidak tepat dapat mengakibatkan gelombang elastis pada seluruh komponen mesin diesel, hal itu sendiri juga bisa merambat pada struktur bodi kendaraan dan juga menimbulkan efek merugikan yang terjadi di dalam kenyamanan pengendaranya. Jangkauan efek lainnya juga menimbulkan gangguan serius pada kondisi kerja peralatan yang sensitif, bahkan dapat menimbulkan kerusakan struktur disekitarnya. Oleh karena itu, untuk menjaga kondisi mesin diesel agar tetap baik atau setidaknya tetap stabil


(10)

diperlukan suatu tindakan penelitian agar dapat meminimalisir itu semua dan juga dapat memberikan suatu kontribusi kepada industri tentang perawatan yang lebih baik diantara beberapa jenis yang perawatan mesin yang kita ketahui sering dipakai pada umumnya untuk dapat lebih memperpanjang umur pakai mesin diesel itu sebanyak satu tingkat. Dalam hal ini peneliti menggunakan mesin diesel yang ada pada laboratorium motor bakar dengan memprediksikan adanya vibrasi disekeliling konstruksi landasan mesin, struktur, maupun kelengkapannya.

Prinsip-prinsip vibrasi sebagai prinsip dasar dalam meneliti mesin diesel yang cocok untuk landasan pada mesin diesel standart ini merupakan prinsip analisis yang paling sesuai namun masih langka dijadikan sebagai parameter untuk melihat kinerja mesin secara optimum dengan umur pakai yang lebih lama, mengingat sebuah prinsip bahwa mesin yang menghasilkan momen poros yang besar memberikan momen reaksi yang sama besar pada landasan mesin, misalnya pada chasis atau badan kendaraan bermotor, atau pada lantai untuk mesin stasioner. Setiap mesin atau hal apapun yang telah melakukan gerakan dinamis dengan frekuensi dan waktu tertentu maka bisa dipastikan pada mesin atau benda itu akan terjadi vibrasi, besar-kecilnya vibrasi yang timbul pada sebuah sistem sangat mempengaruhi kelayakan, kinerja optimum dan umur pakai dari sistem itu sendiri. Hal inilah yang menjadi latar belakang mengapa penulis melakukan riset ini dengan menggunakan analisis vibrasi sebagai dasar penelitian dan pemikiran.


(11)

1.2.Tujuan dan Manfaat

Penulisan karya akhir ini dilaksanakan untuk beberapa tujuan dan manfaat yang ingin dicapai setelah terlaksana dan dilaluinya tahapan-tahapan yang ada dengan baik.

1.2.1. Tujuan A. Tujuan Umum

1. Melakukan pengujian Vibrasi pada motor bakar diesel untuk memonitor kondisi dan perilaku predictive maintenance.

B. Tujuan Khusus

1. Mampu menggunakan Vibrometer untuk mengukur dan mengidentifikasi sinyal vibrasi pada landasan mesin pada mesin diesel.

2. Mampu memahami makna grafis hasil pengukuran sinyal vibrasi setiap dilakukan pengukuran.

3. Mampu menginterpretasikan makna grafik hasil pengolahan dari data hasil pengukuran sinyal vibrasi yang telah dilakukan pada objek pengukuran.

4. Dapat memberikan solusi kepada industri tentang pemilihan perawatan (maintenance) yang lebih baik diantara beberapa perawatan (maintenance) yang sering dipakai pada umumnya untuk mesin diesel.


(12)

5. Diperolehnya karakteristik getaran dan kondisi kerja mesin diesel yang optimum berdasarkan sinyal getaran yang ditimbulkan mesin diesel yang terjadi pada landasan mesinnya..

6. Diketahuinya perbandingan pengaruh dan perilaku vibrasi dari penggunaan landasan mesin terhadap kinerja mesin diesel.

7. Diperolehnya verifikasi data antara hasil pengukuran dan analisa teoritis getaran mekanis.

8. Diketahuinya pengaruh dan prilaku vibrasi sehubungan dengan alternatif solusi (berupa tindakan praktis/sederhana) dengan melakukan pemilihan serta pemakaian yang tepat.

9. Dapat memberikan masukan bagi pihak industri yang menggunakan.

1.2.2. Manfaat

Ada beberapa manfaat yang ingin dicapai dari sistem mesin diesel ini, antara lain:

1. Sehubungan dengan predictive maintenance, sinyal vibrasi dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi dan memantau kondisi mesin (condition monitoring), terutama pada sistem mesin diesel.

2. Hasil (result) dari respon sinyal vibrasi dapat diolah sehingga mampu memberikan informasi perkembangan mesin dan dianalisis untuk mendapatkan interpretasi masalah kondisi mesin.


(13)

1.3.Batasan Masalah

Mesin diesel ini dibaut pada base plate baja, dimana base plate ini disatukan antara mesin diesel dan torsion bar yang dihubungkan dengan sebuah propeller, mesin ini direncanakan akan dioperasikan pada putaran 2000 rpm, dengan pembebanan yang bervariasi, yaitu 5 kg, 10 kg dan 15 kg.

Pengukuran vibrasi pada alat pengujian ini hanya akan dilakukan pada landasan mesin. Selanjutnya akan dilakukan penyelidikan kondisi vibrasinya dengan mengatur putaran dan pembebanan. Pada saat percobaan dilakukan pada variabel putaran mesin, pembebanan yang diberikan akan tetap yaitu 5 kg. Dan untuk variabel pembebanan yang bervariasi digunakan putaran yang tetap 2000 rpm. Hal ini dilakukan agar mendapat bentuk karakteristik vibrasi pada mesin diesel tersebut.

Sementara itu, untuk analisa secara teoritis system yang dianalisis dibatasi hanya sampai kepada landasan mesin, yang mengalami pembebanan arah aksial akibat putaran mesin diesel.

1.4.Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam meneliti landasan mesin untuk instalasi mesin diesel, secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Penentuan titik-titik pengukuran pada base plate Mesin diesel, dalam hal ini diambil empat titik yang selanjutnya disebut titik P-01 dan P-02, P-03, P-04. Penentuan arah-arah (directions) pengukuran respon sinyal vibrasi yang akan dilakukan terhadap base plate, yakni arah aksial, vertikal dan horizontal.


(14)

2. Melakukan setting Vibrometer sebagai instrumen pengukur sebelum melakukan pengukuran terhadap respon sinyal vibrasi pada base plate. 3. Penentuan kondisi pengukuran terhadap perubahan kecepatan putaran

dengan mengatur kondisi trhotle valve dan pembebanan dengan mengatur control pembebanan yang ada pada motor diesel.

4. Pengambilan/pencatatan data hasil pengukuran pada tabel yang sudah ditentukan formatnya.

5. Pengolahan data hasil pengukuran dalam bentuk grafik dengan software pengolah data untuk selanjutnya menginterpretasikan makna grafik yang ditampilkan mengenai kondisi sinyal vibrasi hasil pengukuran vibrasi pada base plate.

6. Melakukan analisa secara teoritis system motor diesel yang selanjutnya akan dibandingkan dengan data hasil pengukuran.

1.5.Sistematika Penulisan

Karya akhir ini ditulis dalam enam bab, dimana untuk setiap babnya dibagi dalam beberapa sub-bab. Pendahuluan berada dalam bab I yang menjelaskan latar belakang, tujuan yang ingin dicapai, batasan masalah, metodologi, sistematika penulisan dan diagram alir penelitian dalam tugas karya akhir ini. Pada bab II dijabarkan beberapa landasan teori yang praktis dan aplikatif tentang kinerja motor diesel, transmisi daya dan penumpu mesin, dan teknik-teknik pengukuran vibrasi dengan analisis data frequency domain dan time domain. Bab III berisikan tentang pengukuran vibrasi, alat dan bahan pendukung motor diesel, bab ini membahas penentuan kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan dalam pengukuran


(15)

sinyal vibrasi pada motor diesel. Pada bab IV analisa data hasil pengukuran dengan melakukan interpretasi grafik dari tabulasi data vibrasi yang sudah direkapitulasikan dan dilengkapi dengan perhitungan amplitudo untuk tiap-tiap kondisi pengukuran. Pada bab V analisa teoritis getaran mekanis dimana hasilnya akan dibandingkan dengan data hasil pengukuran yang diperoleh. Kesimpulan dan saran terhadap interprestasi yang dilakukan pada kondisi vibrasi yang terjadi dirangkum pada bab VI yang merupakan bab penutup dalam karya akhir ini.


(16)

- Motor Diesel - Landasan mesin DIESEL ENGINE

- Displacement - Velocity - Acceleration

Opsi Pengukuran Vibrasi

- Tabulasi Hasil Pengukuran - Pengolahan Grafis dengan

Software Pengolah Data

Data Vibrasi

- Interpretasi Kondisi Vibrasi - Kesimpulan

- Rekomendasi

Lokasi Titik Pengukuran

- Base Plate Motor Diesel

Arah Pengukuran - Vertikal

- Aksial - Horizontal

Konfigurasi Pengukuran - Titik-titik yang Dianggap

Penting

- Komponen Titik-titik yang Diamati

- Arah vertikal, Aksial, dan Horizontal

Instrumentasi Vibrometer Analog, VM-3314A, Buatan IMC Corporation, Japan. - Point ; P-01 & P-02,P-03,

P-04

Karakteristik Vibrasi

- Setting Vibrometer - Frequency Domain

Prosedur Pengukuran


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Peranan motor bakar dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat dewasa ini mengakibatkan cara-cara perawatan mesin secara konvensional menjadi tidak memadai lagi. Tuntutan akan keadaaan yang semakin tinggi terhadap motor-motor tersebut agar selalu siap dipakai dan tidak mengalami kerusakan pada saat digunakan memerlukan cara perawatan yang dapat mengantaisipasi kemungkinan terjadinya kegagalan dikemudian hari. Salah satu cara perawatan yang lebih efektif dan efesien ialah perawatan prediktif berdasar pemantauan kesehatan mesin berbasis analisa sinyal getaran. Untuk menerapkan cara perawatan ini perlu dikenali ciri sinyal getaran yang dibangkitkan oleh komponen makanik mesin diesel, terutama crank train (engkol, batang hubung, piston) dan valve train, baik dalam keadaan normal maupun yang dalam keadaan tidak normal atau rusak. Dengan demikian, hasil analisis sinyal getaran dapat dipakai untuk melakukan diagnosis dan prediksi.

Getaran yang terjadi pada mesin dibangkitkan oleh berbagai komponen dan proses yang terjadi didalam nya dan berpengaruh terhadap beban yang diterima oleh mesin itu sendiri. Getaran yang terjadi dari berbagai sumber tersebut akan bergabung menjadi satu pada alat ukur nya.

2.1. Klasifikasi Dari Motor Bakar Torak

Pada motor bakar torak tidak terdapat proses perpindahan kalor dari gas pembakaran ke fluida kerja.Karena itu jumlah komponen motor bakar lebih


(18)

sedikit daripada komponen mesin uap.Motor bakar torak lebih sederhana, lebih kompak, dan lebih ringan bila dibandingkan dengan mesin uap. Karena itu pula penggunaan motor bakar torak di bidang transportasi sangat menguntungkan. Disamping itu temperatur seluruh bagian mesinnya jauh lebih rendah dari pada temperatur gas pembakaran yang maksimum sehingga motor bakar torak lebih efisien daripada mesin uap. Namun demikian hal itu bukan berarti mesin uap tidak memiliki kelebihannya sendiri.

Motor bakar torak terbagi menjadi dua jenis utama yaitu motor bakar bensin dan motor bakar diesel. Perbedaan yang utama dari kedua mesin tersebut terletak pada system penyalaannya, dimana bahan bakar pada motor bakar bensin dinyalakan oleh loncatan api listrik diantara kedua elektroda busi (Spark Ignition Engine). Didalam motor diesel, yang biasa juga disebut Compression Ignition Engines, terjadi proses penyalaan sendiri, yaitu karena bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder berisi udara yang bertemperatur dan bertekanan tinggi. Bahan bakar tersebut terbakar sendiri oleh udara, yang mengandung 21% volume O2,

setelah temperatur campuran melampaui temperature nyala bahan bakar.

Tabel 2.1 Beberapa ukuran pembanding antara motor bakar bensin dan solar Parameter Motor Bensin Motor Diesel

Daya efektif, Ne (PS) 1,5 – 1500 - 40000

Kecepatan poros (rpm) 2500 – 14500 110 – 4200 Perbandingan kompresi, r 6 -12 12 – 25 Tekanan efektif rata-rata

Pe rata-rata (kg/PS)


(19)

Pemakaian bahan bakar spesifik, Be (kg/PS.jam)

0,200 – 0,220 0,140 – 0,180

Diameter silinder, D (mm) 25 – 165 80 – 1050 Kecepatan torak rata-rata,

c (m/detik)

7 – 22 5 – 15

Berat mesin, kg/PS 0,30 – 2,50 2,75 – 33,50 Efesiensi mekanik, m 0,70 – 0,85 0,70 – 0,90

Sumber : W. Arismunandar, Motor Bakar Torak halaman 36

Motor bakar torak juga dapat digolongkan berdasarakan susunan silinder


(20)

(a) (b) Gambar2.2 Siklus 2 langkah dan siklus 4 langkah

Motor bakar torak juga dapat diklasifikasikan berdasarkan siklus kerja dari torak(piston) yaitu siklus 4 langkah dan siklus 2 langkah. Dimana siklus 4 langkah bekerja dengan mengerakan torak sebnyak dua kali putaran poros engkol akan mengahasilkan satu kali langkah usaha. Sedangkan siklus 2 langkah bekerja dengan siklus dua kali jumlah siklus motor 4-langkah,untuk putaran yang sama. Karena itu pada putaran poros dan ukuran serta jumlah silinder yang sama, motor 2- langkah dapat menghasilkan daya 2 kali daya motor 4-langkah dengan tekanan efektif rata-rata yang sama.

2.2. Motor Bakar Diesel

Mesin diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam mesin diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat,


(21)

sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi

(Compression Ignition Engines).

Gambar 2.3 Assymbling motor diesel

2.3. Paramater Penentu Prestasi Motor Diesel 2.3.1. Torsi dan daya

Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan

dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat dynamometer yang bertindak seolah–olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power).

B

P = n T 60

. . 2


(22)

dimana : PB = Daya keluaran (Watt).

N = Putaran mesin (rpm).

T = Torsi (N.m).

2.3.2. Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption, sfc)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka :

Sfc = B f

P x

m 3

.

10

... (2.2)

dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h). = laju aliran bahan bakar (kg/jam).

.

f m

Besarnya laju aliran massa bahan bakar ( ) dihitung dengan persamaan berikut :

.

f m

3600 10

.

. 3

x t

V sg m

f f f f

 ... (2.3)

dimana : sgf = spesific gravity (dari tabel 2.1).

Vf = volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).

f

t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik).


(23)

2.3.3. Perbandingan udara bahan bakar (AFR)

Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut :

AFR =

. .

f a

m m

... (2.4)

dengan : ma = laju aliran masa udara (kg/jam).

Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan

membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter calibration. kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 mb dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut :

f

C = 3564 x Pa x

5 , 2

) 114 (

a a

T T

…….. (2.5)

Dimana : Pa = tekanan udara (Pa) Ta = temperatur udara (K)

2.3.4. Effisiensi volumetris

Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses)


(24)

memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetrik (v) dirumuskan dengan persamaan berikut :

v  =

rak langkah to olume

sebanyak v udara

Berat

terisap yang

segar udara Berat

... (2.6)

Berat udara segar yang terisap =

n ma 2 . 60

.

... (2.7) Berat udara sebanyak langkah torak = a. Vs... (2.8)

Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya effisiensi volumetris :

v  =

n ma . 60

. 2

.

. s a.V

1

 ... (2.9)

dengan : a = kerapatan udara (kg/m3)

s

V = volume langkah torak = 230 x 10-6 (m3). [spesifikasi mesin]

Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut :

a  =

a a T R

P

. ………… (2.10) Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/ kg.K)

2.3.5. Effisiensi thermal brake

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja


(25)

maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency, b).

b  =

masuk yang

panas Laju

aktual keluaran Daya

...(2.11)

Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut : Q = . LHV ...(2.12)

.

f m

dimana, LHV = nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)

Jika daya keluaran ( ) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka :

B P

.

f m

b  =

LHV m

P

f B .

. . 3600 ...(2.13)

2.3.6. Timing Penyemprotan Bahan Bakar

Timing penyemprotan sangat berpengaruh pada kualitas pembakaran. Sudut penyemprotan yang semakin awal akan menyebabkan laju kenaikan tekanan pembakaran semakin cepat, hal ini membuat semakin awal sudut penyemprotan semakin tinggi tekanan pembakaran dalam silinder.Jika timing penyemprotan terlambat, maka waktu yang dibutuhkan bahan bakar untuk terbakar menjadi sempit, bahan bakar dapat terbakar di knalpot atau saluran exhaust, hal ini yang sering menyebabkan pipa exhaust membara karena tinggi temperatur gas buang, sering sekali menjadi penyebab terjadinya derating pada


(26)

prestasi motor diesel.Gambar 1 menunjukkan profil pembakaran dalam ruang bakar pada beberapa sudut penyemprotan.

Keterangan Gambar 1

BTC : Before Top Death Centre (sebelum TMA) ATC : After Top Death Centre (sesudah TMA)

Gambar 2.4 Profil Tekanan Pembakaran Pada Berbagai Sudut Penyemprotan

2.4. Bahan Bakar Diesel

Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar jenis


(27)

ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel yang biasanya digunakan untuk kendaraan bermotor.

2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel.

Di Indonesia, bahan bakar untuk kenderaan motor jenis diesel umumnya menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik mutu solar

L I M I T S TEST METHODS NO P R O P E R T I E S

Min Max I P A S T M

1. Specific Grafity 60/60 0C 0.82 0.87 D-1298

2. Color astm - 3.0 D-1500

3. Centane Number or

Alternatively calculated Centane Index

45 48

- -

D-613

4. Viscosity Kinematic at 100 0C cST or Viscosity SSU at 100 0C secs

1.6 35

5.8 45

D-88

5. Pour Point 0C - 65 D-97

6. Sulphur strip % wt - 0.5 D-1551/1552


(28)

8. Condradson Carbon Residue %wt - 0.1 D-189 9. Water Content % wt - 0.01 D-482 10. Sediment % wt - No.0.01 D-473 11. Ash Content % wt - 0.01 D-482 12. Neutralization Value :

- Strong Acid Number mgKOH/gr -Total Acid Number mgKOH/gr

- -

Nil 0.6

13. Flash Point P.M.c.c 0F 150 - D-93 14. Distillation :

- Recovery at 300 0C % vol 40 - D-86


(29)

2.5 Pembakaran Pada Motor Bakar Diesel

Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabungkan dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable) yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S). Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen.

Nitrogen (N) adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida.

Proses pembakaran dalam silinder juga terjadi secara berangsur–angsur, dimana awal proses pembakaran terjadi relatif pada temperatur yang lebih rendah dan laju pembakarannyapun akan semakin lama akan bertambah cepat. Hal itu disebabkan pembakaran berikutnya terjadi pada temperatur yang lebih tinggi.

2.6. Getaran Mekanis

Sistem teknik mengandung massa dan elastisitas yang mampu bergerak secara relatif. Apabila gerakan sistem berulang dalam interval waktu tertentu maka gerakan tersebut disebut sebagai getaran (vibration). Pada umumnya,


(30)

getaran merupakan bentuk energi sisa dan pada berbagai kasus tidak diinginkan. Khususnya pada mesin-mesin; karena getaran menimbulkan bunyi, merusak bagian mesin dan memindahkan gaya yang tidak diinginkan dan menggerakkan benda yang didekatnya.

2.6.1. Gerak harmonik

Gerak osilasi dapat berulang secara teratur dan dapat juga sangat tidak teratur. Jika gerak tersebut berulang dengan selang waktu yang sama , maka gerak disebut gerak periodik. Waktu pengulangan  disebut perioda osilasi, dan kebalikannya, f = 1/, disebut frekuensi. Jika gerak dinyatakan dalam fungsi waktu x(t), maka setiap gerak periodik harus memenuhi hubungan (t) = x(t + ). Bentuk gerak periodik yang paling sederhana adalah gerak harmonik. Gerak harmonik sering dinyatakan sebagai proyeksi suatu titik yang bergerak melingkar dengan kecepatan tetap kepada suatu garis lurus, seperti terlihat pada gambar 2.6. Dengan kecepatan sudut garis op sebesar , perpindahan simpangan x dapat ditulis sebagai :


(31)

Gambar 2.6 Gerak harmonik sebagai proyeksi suatu titik yang bergerak pada lingkaran.

A

A sin t

t x

P A

= t O

Besarnya  biasanya diukur dalam radian/detik dan disebut frekuensi lingkaran. Karena gerak berulang dalam 2 radian, maka didapatkan hubungan:

f

 

  2 2 ... (2.5)

Dengan  dan f adalah perioda dan frekuensi gerak harmonik, biasanya diukur dalam detik dan siklus per detik. Kecepatan dan percepatan gerak harmonik dapat diperoleh secara mudah dengan diferensiasi persamaan 2.6, dengan menggunakan notasi titik untuk turunannya maka didapat :

   

   

2 sin

cos   

A t A t

x ...(2.6)

 

  

A t A t

x 2 sin 2 sin

 ... (2.7)

Kecepatan dan percepatan juga harmonik dengan frekuensi osilasi yang sama, tetapi mendahului simpangan berturut-turut dengan /2 dan  radian. Gambar 2.8 menunujukkan baik perubahan waktu maupun hubungan fasa vektor antara simpangan, kecepatan dan percepatan pada gerak harmonik.

2     


(32)

sehingga dalam gerak hrmonik, percepatan adalah sebanding dengan simpangan dan arahnya menuju titik asal. Karena Hukum Newton Kedua untuk gerak menyatakan bahwa percepatan sebanding dengan gaya, maka gerak harmonik dapat diharapkan pada sistem dengan pegas linier dengan gaya bervariasi sebagai kx.

x

t

.

x

t

..

x

t

Gambar 2.7 Dalam gerak harmonik, kecepatan dan percepatan mendahului simpangan dengan /2 dan . x

2.6.2. Getaran Bebas

Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasi karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri (inherent), dan jika tidak ada gaya luar yang bekerja. Sistem yang bergetar bebas akan bergetar pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yang merupakan sifat sistem dinamika yang dibentuk oleh distribusi massa dan kekakuannya.


(33)

2.6.3. Persamaan Gerakan

Dalam mengurangi efek getaran, salah satu pendekatannya yaitu melakukan studi lengkap terhadap persamaan gerakan sistem yang ditinjau. Sistem diidelisasikan dan disederhanakan dengan terminologi massa, pegas dan dashpot, yang berturut-turut menyatakan benda, elastisitas dan gesekan sistem. Kemudian persamaan gerakan (equation of motion), menyatakan perpindahan sebagai fungsi waktu atau akan memberikan jarak kedudukan massa sesaat selama gerakannya dan kedudukan kesetimbangannya. Kemudian dari persamaan gerakan diperoleh sifat penting sistem getaran yaitu frekuensi pribadi (natural frequency).

Hukum Newton kedua adalah dasar pertama untuk meneliti gerak sistem. Seperti yang ditunjukan dalam gambar 2.9, perubahan bentuk pegas pada posisi kesetimbangan statik adalah Δ, dan gaya pegas kΔ adalah sama dengan gaya gravitasi w yang bekerja pada massa m :

kΔ = w = mg ... (2.9)

dengan mengukur simpangan x dari posisi kesetimbangan statik, maka gaya-gaya yang bekerja pada m adalah k(Δ + x) dan w. dengan x yang dipilih positif dalam arah ke bawah, semua besaran (gaya, kecepatan, dan percepatan) juga positif dalam arah ke bawah.


(34)

Posisi keseimbangan statik

Posisi tanpa

peregangan Δ

m m

w

x

k (Δ + x)

w

.. .

x x

k

m

Gambar 2.8 Sistem pegas massa dan diagram benda bebas

Sekarang hukum Newton kedua untuk gerak diterapkan pada massa m

) ( x k w F x

m    ... (2.10)

Karena kΔ = w, diperoleh

kx x

m ... (2.11) Persamaan 2.11 dapat dibentuk menjadi

m k x x

   

... (2.12)

Persamaan 2.12 identik dengan persamaan 2.8, maka diperoleh frekuensi natural

n dalam bentuk kecepatan sudut, yaitu:

m k

n

2 

selanjutnya

m k n


(35)

Perioda natural osilasi dibentuk dari n τ = 2π, atau

m k

 2 ... (2.14)

Dan frekuensi naturalnya adalah

k m fn

  2

1 1

 ... (2.15)

2.6.4. Getaran Paksa

Getaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar [F(t) = Fo sin t atau

Fo cos t] disebut getaran paksa. Jika rangsangan tersebut berosilasi, maka sistem

dipaksa untuk bergetar pada frekuensi rangsangan. Jika frekuensi rangsangan sama dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka akan didapat keadaan resonansi, dan osilasi besar yang berbahaya mungkin terjadi. Kerusakan pada struktur besar seperti jembatan, gedung atau sayap pesawat terbang, merupakan kejadian menakutkan yang disebabkan resonansi. Jadi, perhitungan frekuensi natural merupakan hal penting yang utama dalam permasalahan getaran.

Sebagai ilustrasi untuk menggambarkan getaran paksa ini kita dapat meninjau sebuah sistem dengan satu derajat kebebasan yang mengalami redaman karena kekentalan dan dirangsang olah gaya harmonik Fo sin t seperti pada


(36)

Gambar 2.9 Sistem yang teredam karena kekentalan dengan eksitasi harmonik.

k C

x

kx

.

x c

m

Fosin t

m

Dari diagram benda bebas, persamaan differensial geraknya adalah : t

sin  o F kx x c x

m   ... (2.16) Solusi percamaan diferensial ini adalah

x = xa + xb ... (2.17)

dimana xa fungsi komplementer yang merupakan solusi persamaan diferensial

dengan sisi kanan dianggap nol dan xb solusi partikular yang memenuhi seluruh

persamaan diferensial dan yang tidak mengandumg konstanta sembarang apapun. Fungsi komplementer diperoleh dengan menggunakan persamaan-persamaan 2.18, 2.19 atau 2.20, tergantung dari sistem redaman relatif terhadap harga kritis. Untuk asumsi redaman relatif terhadap harga kritis (untuk asumsi redaman kecil), fungsi komplementer diberikan oleh persamaan 3.19.

Untuk >1

xa = C1 e(- + 1

2 

 ) t

+ C2 e(- - 1

2 

 ) t

... (2.18) untuk <1

xa = X e- t sin ( dt + Φ ... (2.19)


(37)

xa = (A + Bt) e- t ... (2.20)

kondisi awal diberikan oleh xo = A dan xo = B - A untuk t = 0. Konstanta A dan

B ditentukan dengan cara sebagai berikut. Waktu t’ dengan x = 0 diberikan oleh : t’ = - (A/B)

waktu t“ dengan x mencapai harga maksimum diambil dari x = 0 sehingga t“ =

B A

 

1

Persamaan 2.39 menunjukan bagian getaran bebas yang meluruh dengan waktu dan akhirnya berhenti. Karena sifat ini, persamaan ini disebut solusi transien yang terdapat pada tahap awal getaran atau pada saat pertama getaran bebas sesudah gaya eksitasi berhenti bekerja.

Solusi partikular mewakili suatu getaran ketika gaya eksitasi masih bekerja, karena itu disebut sebagai steady state. Solusi partikular harus berkurang mendekati bentuk sin t. Karena X termasuk bagian dari persamaan diferensial, maka dapat diasumsikan sebagai:

xb = M sin t + N cos t ... (2.21)

Bentuk ini mempunyai pola perbedaan fasa untuk getaran relatif terhadap gaya. Kontanta M dan N ditentukan supaya persamaan diferensialnya memenuhi syarat. Dengan mensubtitusikan solusi partikular ke persamaan diferensial ( pers. 2.21) didapat:

-m 2 (M sin t + N cos t) + c (M cos t - N sin t) + k (M sin t + N cos t) = Fo sin t ... (2.22)

Dengan menyamakan koefisien sinus pada kedua sisi dan juga untuk bagian kosinusnya akan didapat:


(38)

Harga M dan N didapat dengan mencari determinan dan menggunakan hukum Cramer di dapat:

2 2 o 2 2 2 ) ( ) ( F c -N dan ; ) ( ) ( ) (   

  c k m c

m k F m k M o      

 ... (2.24)

Subtitusi trigonometri menjadikan persamaan 2.21 menjadi

xb = M2 N2 sin(t-) ... (2.25)

Dimana tan = -N/M

Subtitusi persamaan 2.24 ke dalam persamaan 2.25 menghasilkan ) -t ( sin ) ( )

(k m2 2 c 2   F

xb o

 

 ... (2.26)

Dimana

tan = 2

  m k c

Persamaan 2.26 dapat ditulis menjadi

xb = X sin ( t- ) ... (2.27)

dan amplitudonya 2 2 2 ) ( )

(k mcF

X o

 

 ... (2.28)

Solusi partikular (pers. 2.27) adalah bentuk getaran steady state dengan amplitudo X. Getaran ini mempunyai frekuensi sama dengan gaya eksitasi tetapi frasanya tertinggal sejauh atau berbeda waktu t’ yang dihitung sebagai


(39)

Baik amplitudo steady state X dan sudut fase tergantung dari faktor redaman dan rasio frekuensi. Getaran yang lengkap dapat dituliskan sebagai :X = X’ e- t sin ( dt + Φ) + X sin ( t – ) (untuk < 1) ... (2.30)

Persamaan-persamaan di atas selanjutnya dapat dinyatakan dalam besaran-besaran berikut: redaman tanpa osilasi natural frekuensi   m k n

 ... (2.31)

kritis redaman 2  

n

c m

c  ... (2.32)

redaman faktor   c c c

 ... (2.33)

n c c k c c c k c   

2 ... (2.34)

 

n

r

 rasio frekuensi ... (2.35)

Persamaan 2.28 dapat dibentuk menjadi persamaan amplitudo dan fasa yang nondimensional, yaitu: 2 2 2 2 1 1                          n n Fo Xk    ... (2.36) 2 1 2 tan           n n   

 ... (2.37)

Persamaan-persamaan ini menunujukan bahwa amplitudo nondimensional Xk/Fo


(40)

dan dapat digambarkan pada gambar 2.10. kurva-kurva ini menunjukan bahwa faktor redaman mempunyai pengaruh yang besar terhadap amplitudo dan sudut fasa pada daerah frekuensi dekat resonansi. Untuk nilai / n <<1, maka gaya

inersia dan gaya redaman adalah kecil dan mengahasilkan sudut fasa yang kecil. Jadi besar gaya luar (Fo) adalah hampir sama dengan gaya pegas. Untuk / n

=1,0, maka sudut fasa adalah 90 0. Gaya inersia yang sekarang lebih besar diimbangi oleh gaya pegas, sedangkan gaya luar mengatasi gaya redaman. Untuk nilai / n >>1, sudut fasa mendekati 1800 dan gaya luar dipakai seluruhnya untuk

mengatasi gaya inersia yang besar.

Faktor Redaman, ζ

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4 5

Rasio frekuensi

;

ω/ωn

Xk

/Fo

0 0,05 0,1 0,15 0,25 0,375 0,5 1

Gambar 2.10 Pengaruh faktor redaman terhadap amplitudo pada daerah frekuensi dekat resonansi.


(41)

Pengaruh redaman yang terpenting pada sistem yang bergetar adalah membatasi amplitudo respons pada keadaan resonansi, redaman hanya mempunyai pengaruh yang kecil terhadap respons di daerah frekuensi di luar resonansi. Pada redaman karena kekentalan (redaman viskos), amplitudo pada keadaan resonansi adalah :

n o c

F A

 ... (2.38)

Untuk jenis redaman yang lain, persamaan yang sesederhana itu tidak ada. Namun, amplitudo resonansi dapat dikira-kira dengan mensubtitusi redaman ekivalen cek pada persamaan di atas. Redaman ekivalen diperoleh dengan

menyamakan energi yang didisipasi oleh redaman viskos dengan energi yang didisipasi oleh gaya redaman nonviskos dengan gerak harmonik yang diasumsikan, dengan persamaan :

d ek A W

c  2 

 ... (2.39) Dengan Wd yang harus dihitung dari jenis gaya redaman yang lain tadi.

Pada percobaan oleh beberapa pengamat menunjukan bahwa untuk kebanyakan logam struktural, seperti baja dan aluminium, energi yang didisipasi per siklus, untuk selang frekuensi yang lebar, tidak tergantung pada frekuensi dan sebanding dengan kuadrat amplitudo getaran. Redaman yang memenuhi klasifikasi ini disebut redaman padat (solid damping) atau redaman struktural.dengan energi yang didisipasi per siklus yang sebanding dengan kuadrat amplitudo getaran.


(42)

2.6.5. Getaran Torsi

Getaran torsi banyak terjadi pada sistem-sistem pemesinan, seperti pada poros engkol motor bakar. Dengan mempertimbangkan momen inersia massa sebuah roda atau piringan Jo, yang dihubungkan pada sebuah batang vertikal

dengan diameter d, panjang L, dan modulus geser G. Ujung bagian atas batang dalam keadaan terikat. Sistem ini akan mengalami getaran torsi terhadap sumbu simetrinya (gambar 2.12). Konstanta pegas torsional batang diperoleh dari hubungan antara momen torsi dan sudut puntir, sebagai berikut :

L G I kTp

x

L

Jo

Gambar 2.11 Getaran torsi.

Dimana kT adalah kekakuan puntir (torsional stiffness) didapat dari penurunan

rumus sebagai berikut :

   

P P

P

I G

T I

G T maka I

dA ana

dA G

dA G


(43)

L T I G T I G L T T T k k T I G L T L P P T T P               L I G k P

T  [5] ... (2.40)

dimana Ip adalah momen inersia polar bagian melintang batang dalam m4.

Persamaan gerak untuk gerak rotasi  dengan menggunakan Hukum Newton untuk gerak rotasi terhadap pusat massa menjadi : [3]

T

o T k

J   atau JokT 0 ... (2.41) Frekuensi pribadi adalah[9]

2 / 1 4 2 / 1 2 / 1 32                L J G d L J G I J k o o p o T n

 ... (2.42)

Momen inersia massa piringan yang berputar Jo adalah Jo = 2 2 2

8 1 8 1 2 1 Wd g md

mr   ... (2.43)

Dengan

m : massa piringan (kg) r : jari-jari priringan (m) W : berat piringan (N)

2.7. Getaran Pada Mesin

Getaran pada mesin disebabkan gaya pemindahan yang dihasilkan dari berbagai gaya yang tidak seimbang yang bekerja dalam mesin. Kalau semua gaya dalam sebuah mesin mempunyai besar dan arah yang tetap, mesin dapat diseimbangkan dengan mudah. Tetapi gaya didalam sebuah mesin berubah besar dan arahnya, sehingga sulit untuk menyeimbangkannya. Masalah penyeimbangan


(44)

tertentu. Oleh karenanya, getaran mesin dapat terjadi karena gaya putar yang tidak seimbang, gaya bolak-balik yang tidak seimbang, dan perubahan dalam tekanan gas, gaya kelembaman dan momen puntir. Kalau gaya yang berubah-ubah dalam mesin ini terjadinya pada kecepatan yang sama dengan getaran frekuensi pribadi dari struktur mesin atau salah satu bagiannya, maka hasil keadaan resonansi dapat memperbesar amplitudo getran sampai sedemikian besar sehingga akan terjadi kerusakan yang gawat. Biasanya, frekwensi pribadi dari struktur mesin dan bagian mesin jauh lebih tinggi daripada frekuensi dari gaya yang tidak seimbang dalam mesin yang mungkin terjadi dalam keadaan operasi normal.Adapun bagian-bagian mesin yang cenderung untuk menghasilkan getaran serentak, atau “pick-up vibration”, adalah batang torak, roda gigi, crank shaft, pegas katup, poros engkol dan penyangga mesin.

Getaran mesin sebagai suatu keseluruhan, yang hanya di perhitungkan kalau struktur yang mendukung mesin adalah fleksibel, hal tersebut dapat oleh jenis perpindahan yang menyebabkan nya yaitu:

1. Kocokan (shacking) – disebabkan oleh gaya vertical atau horizontal yang berayun-ayun yang cenderung untuk menggerakan mesin naik turun atau kearah samping.

2. Goyangan (rokcing) – disebabkan oleh gaya horizontal berayun-ayun yang bekerja diatas titik berat mesin yang cenderungutuk mengoyang mesin di sekitar garis yang melalui titik beratnya.

3. Jungkitan (pitching) – disebabkan oleh pasangan gaya (kopel) vertical yang cenderung untuk menaik-turunkan ujung mesin.


(45)

4. Simpangan (yawing)- disebabjan oleh kopel horizontal yang cenderung untuk menyimpangkan mesin menyilang atau mengerakan mesin ke kiri-kanan.

5. Getaran puntiran – disebabkan oleh reaksi momen puntir berayun-ayun yang cenderung memilih poros engkol selama berputar.

Dari defenisi di atas akan dapat dilihat bahwah kecocokan disebabkan olehgaya bolak-balik yang tidak seimbang dan komponen vertical atau horizontal dari gaya sentrifugal yang tidak seimbang, sedangkan jungkitan disebabkan oleh kopel tidak seimbang yang dihasilkan oleh semua gaya tersebut. Goyangan atau getaran utama disebabkan oleh variasi dalam komponen horizontal dari reaksi torak atau atau dorongan samping (S) seperti terlihat pada gambar disebabkan oleh perubahan dalam tekanan gas, gaya kelembaban, da reaksi beban. Simpang terjadi disebakan oleh kopel tidak seimbang yang dihasilkan oleh komponen horizontal dari gaya sentrifugal dalam mesin vertical dan komponen horizontal dari gaya bolak-balik dalam mesin.

Sehingga mesin yang menghasilkan momen poros yang besar memberikan momen reaksi yang sama besar pada penyangga mesin, landasan mesin misalnya pada sasis atau badan kendaraan bermotor,atau pada lantai untuk mesin stasioner. Jika penyangga mesin terlalu kaku atau lunak, maka reaksi terhadap momen putar akan terjadi langsung pada landasan. Bagaimana pun juga landasan mesin akan bergetar.


(46)

Goyan gan

Kecoc okan Simpan

gan

Jungkitan

K

ec

o

coka

n

Punti ran

Gambar 2.12 Arah perpindahan yang menyebabkan getaran

2.8. Pengolahan Data Vibrasi

2.8.1. Data Domain Waktu (Time Domain)

Pengolahan data time domain melibatkan data hasil pengukuran objek pemantauan sinyal getaran, tekanan fluida kerja, temperatur fluida kerja maupun aliran fluida kerja. Pada praktik pengukuran tekanan dengan menggunakan sensor tekanan, tipe piezoelectric memungkinkan mengukur sifat tekanan yang dinamik, sehingga dapat diamati perubahan tekanan dalam ruang bakar suatu mesin Diesel atau perubahan tekanan fluida kerja yang mengalir dalam pipa. Dalam kasus pengukuran temperatur dengan thermometer yang konvensional karena karakteristik alat ukurnya, maka tidak dapat dilakukan pengukuran temperatur secara dinamik. Demikian pula halnya dengan pengukuran aliran fluida kerja, sehingga untuk memungkinkan pengukuran objek pemantauan berupa sinyal dinamik, maka diperlukan sensor yang memiliki karakteristik dinamik tertentu.


(47)

Gambar 2.13 Karakteristik sinyal statik dan dinamik

Hasil pengukuran objek pemantauan dalam domain waktu dapat berupa sinyal: a. Sinyal statik, yaitu sinyal yang karakteristiknya (misal: amplitudo,

arah kerjanya) tidak berubah terhadap waktu.

b. Sinyal dinamik, yaitu sinyal yang karakteristiknya berubah terhadap waktu, sehingga tidak konstan.

Sinyal dinamik yang sering ditemui dalam praktik berasal dari sinyal getaran, baik yang diukur menggunakan accelerometer, vibrometer, maupun sensor simpangan getaran. Untuk keperluan pengolahan sinyal getaran dalam time domain, perlu diperhatikan karakteristik sinyal getaran yang dideteksi oleh masing-masing sensor acceleration, velocity, dan simpangan getaran (displacement).

2.8.2. Data Domain Frekuensi (Frequency Domain)

Pengolahan data frequency domain umumnya dilakukan dengan tujuan:

a. untuk memeriksa apakah amplitudo suatu frequency domain dalam batas yang diizinkan oleh standar


(48)

b. untuk memeriksa apakah amplitudo untuk rentang frekuensi tertentu masih berada dalam batas yang diizinkan oleh standar. c. Untuk tujuan keperluan diagnosis

Secara konseptual, pengolahan frequency domain dilakukan dengan mengkonversikan data time domain ke dalam frequency domain. Dalam praktiknya proses konversi ini dilakukan menggunakan proses Transformasi Fourier Cepat (Fast fourier Transformation, FFT).

FFT FFT

Time Domain

FrequensyDomain

Gambar 2.14 Hubungan data time domain dengan frequency domain

Data domain waktu merupakan respon total sinyal getaran, sehingga karakteristik masing-masing sinyal getarannya tidak terlihat jelas. Dengan bantuan konsep deret Fourier, maka sinyal getaran ini dapat dipilah-pilah menjadi komponen dalam bentuk sinyal sinus yang frekuensinya merupakan frekuensi-frekuensi dasar dan harmoniknya.


(49)

BAB III

PENGUKURAN VIBRASI, SPESIMEN & ALAT PENDUKUNG YANG DIGUNAKAN

3.1. Penentuan Kondisi Pengukuran

Pengukuran sinyal vibrasi dilakukan pada penyangga motor bakar diesel dengan putaran yang bervariasi dengan asumsi penyangga mesin yang digunakan untuk menumpu motor bakar diesel dalam kondisi ideal artinya tidak memberikan pengaruh vibrasi yang besar terhadap mesin, dimana motor diesel ini memiliki beberapa parameter yang harus di tinjau agar mesin tersebut dapat bekerja dengan

lebih optimal. Pengukuran dilakukan dengan opsi pengukuran frekuensi domain

untuk seluruh kondisi pengukuran vibrasi.

3.1.1. Motor Diesel

Jenis Motor bakar diesel yang digunakan adalah motor diesel standart

dengan didukung oleh alat instrumentasi. Jenis motor diesel ini merupakan jenis yang standart dan umum digunakan dalam transportasi. Motor diesel ini memiliki 4 silinder dan bekerja dengan sistem 4 langkah.


(50)

3.1.2. Torsi meter

Torsi meter digunakan untuk menentukan beban yang akan diberikan

terhadap mesin diesel itu sendiri melalui poros yang terhubung ke fly wheel (roda gila),

Gambar 3.2 Torsi meter

3.1.3. Alat Instrumentasi Pendukung

Pada Motor Diesel ini terdapat alat-alat instrumentasi pendukung yang

digunakan sebagai pemantau kerja mesin diesel tersebut, yaitu:

1. Fuel Comsumtion

Alat instrumentasi ini digunakan untuk mengukur berapa jumlah bahan bakar yang digunakan, dengan mengunakan ukuran waktu per 100 ml.

2. Air ratio

Kebutuhan udara yang diberikan untuk melakukan pembakaran dilihat dari

alat instrumentasi ini dengan satuan mm H2O

3. Temperatur Gas buang (exhaust)

Digunakan untuk melihat sekaligus mengontrol temperatur gas buang yang


(51)

Gambar 3.3. Gambar panel alat instrumentasi tambahan

3.1.4. Spesifikasi Vibrometer

Untuk melakukan pengukuran terhadap tingkat vibrasi yang terjadi pada

pompa sentrifugal, digunakan instrumen pengukur sinyal vibrasi, yaitu

Vibrometer analog VM-3314A. Setting instrumen pengukur vibrasi ini dilakukan


(52)

Gambar 3.4.ProfilVibrometer Analog VM-3314A, Buatan IMC Corporation, Japan.

Spesifikasi Vibrometer Analog VM-3314A sebagai berikut: Tingkat vibrasi : 10 – 1.000 Hz

Tingkat pengukuran :

 Simpangan (all amplitude): 0,1 – 1.000 μm (P-P) ; 6

tingkat

 Kecepatan (peak): 0,001 – 5 cm/sec ; 5 tingkat

 Percepatan (peak): 0,001 – 5 g ; 5 tingkat

Output : 2V P-P (when full scale of indicator load 100 kΩ)

Sumber daya: dua buah baterai 5,6V (HM-4N buatan Matsushita atau TR- buatan Malory).


(53)

Error of switching sensitivity: ± 3% Error of sensitivity: ± 5% (pada 63 Hz) Ratio S/N (signal to noise): > 40 dB Error scale of indicator: ± 3%

Tampilan (Features):

 Dilengkapi dengan kemampuan pemeriksaan voltase baterai pada tahap

persiapan pengukuran.

 Besarnya vibrasi/getaran (simpangan, kecepatan, dan percepatan) dapat

diukur dalam frekuensi overall antara 10 - 1.000 Hz, tanpa mengatur

angka getaran, dan getaran dapat juga dianalisa dan diukur untuk tiap

tingkat frekuensi antara 10 - 1000 Hz dengan menggunakan frequency

analyzer.

 Getaran dapat diukur dengan handy pressure (probe) atau dengan

memasang langsung sensor pada titik pengukuran dengan menggunakan pedestal.

3.1.5. Tachometer, Stopwatch

Tachometer digunakan untuk mengukur putaran pada poros, stopwatch

digunakan untuk penunjukan waktu pada saat pengukuran dengan time domain


(54)

3.2. Penentuan Posisi Dan Titik Pengukuran

Untuk mendapatkan data yang benar-benar murni seharusnya pengukuran vibrasi/getaran langsung dilakukan pada bagian elemen mesin yang mengalami getaran namun dikarenakan elemen tersebut berada dalam kontruksi mesin jadi pengukuran langsung pada elemen mesin tersebut tidak mungkin dilakukan, oleh karena itu pengukuran hanya dilakukan pada penyangga mesin saja. Untuk arah pengukuran dilakukan mulai dari arah aksial, vertikal sampai horizontal yang dilakukan untuk tiap-tiap titik pengukuran. Titik-titik pengukuran pada bagian penyangga mesin didefinisikan sebagai point P-01 dan P-02, P-03, P-04. Untuk

tiap titik pengukuran diukur sinyal vibrasinya dengan opsi pengukuran time

domain dan frequency domain. Pengukuran dilakukan untuk setiap titik yang sudah ditentukan posisinya pada penyangga mesin saat beroperasi dengan kondisi putran dan beban dalam kondisi bervariasi.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 3.6. Pengambilan titik pengukuran vibrasi pada penyangga mesin diesel Keterangan gambar a : P-01

b : P-02 c : P-03 d : P-04

Pengukuran dan pengambilan data vibrasi dilakukan pada Alat Pengujian Vibrasi untuk motor diesel yang berada di Lab Motor Bakar, Departemen Teknik


(55)

Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Instrumen ini telah selesai dirancang dan dibangun, serta siap untuk dilakukan pengujian vibrasi pada bagian-bagian yang ingin diketahui kondisi vibrasinya

3.3. Prosedur Pengambilan Data Vibrasi

Terdapat beberapa tahapan yang harus dipersiapkan dan dilaksanakan dalam pengambilan data vibrasi pada motor diesel.

3.3.1. Persiapan Tabel Data Pengukuran Vibrasi

Menyiapkan format tabel untuk pencatatan data hasil pengukuran sinyal vibrasi berdasarkan kondisi pengukuran yang telah ditentukan sebelumnya,

dimana data yang diambil untuk setiap pengukuran yaitu berdasarkan kondisi

putaran dan beban, opsi data untuk time domain maupun frequency domain,

unit pengukuran berupa harga displacement, velocity, dan acceleration,

sedangkan arah pengukuran yang digunakan, yaitu aksial, vertikal, dan horizontal.

3.3.2. Setting Instrumen

Tahapan persiapan yang perlu dilakukan dalam men-setting alat pengukur sinyal

vibrasi, berupa Vibrometer Analog VM-3314A, antara lain:

1. Memasang/menghubungkan perlengkapan vibrometer, yaitu rangkaian

sensor (vibration pick up) dengan cord dan metal connector pada input


(56)

2. Melakukan pemeriksaan voltase baterai

3. Memasang sensor pada objek pengukuran, atau bila menggunakan

probe, maka sentuhkan ujung sensor pada objek pengukuran.

Tahapan pengukuran sinyal vibrasi:

1. Menentukan pengukuran yang akan dilakukan apakah dengan frequency

overall atau frequency analyzer.

2. menentukan unit pengukuran; simpangan (μm), kecepatan (cm/sec), dan

percepatan (cm/sec2)

3. Mencatat/merekam angka getaran yang ditunjukkan oleh jarum indikator

apabila telah menunjukkan range angka yang stabil.

3.3.3. Prosedur Pengukuran Sinyal Vibrasi

Prosedur pengukuran yang digunakan dalam mendapatkan sinyal vibrasi pada motor bakar diesel adalah:

1) Mendata spesifikasi motor bakar diesel yang akan diukur sinyal

vibrasinya, berupa: Daya, putaran, beban, komsumsi baha bakar, pendinginan, dan sebagainya.

2) Menetapkan atau menentukan lokasi titik-titik pengukuran pada motor

bakar diesel dalam tiga arah pengukuran, yaitu: aksial, vertikal, dan horizontal.


(57)

3) Mempersiapkan kelengkapan alat ukur, memastikan dapat berfungsi

dengan baik dan men-setting alat ukur pada titik-titik pengukuran

untuk pengukuran langsung.

4) Mempersiapkan dan memastikan alat ukur pendukung seperti air fuel

comsumtion, pendinginan bekerja dengan baik.

5) Melakukan pengukuran vibrasi/getaran (simpangan, kecepatan, dan

percepatan) dengan time domain atau frequency domain

(menggunakan frekuensi overall atau frequency analyzer).

6) Mencatat atau merekam hasil pengukuran vibrasi, berupa angka

vibrasi (simpangan, kecepatan, percepatan) yang ditunjukkan oleh indikator oleh instrumen pengukur.

7) Melakukan interpretasi data hasil pengukuran dengan mengolah data

untuk mendapatkan tampilan grafiknya menggunakan software

pengolah data dan menginterpretasikan hasil grafik yang ditampilkan.

8) Membuat kesimpulan dan rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai

kondisi dasar untuk memahami kondisi operasi motor diesel agar dapat beroperasi dengan optimal.


(58)

Aksial, x Vertical, z

Horizontal, y

BAB IV

INTERPRESTASI HASIL PENGUKURAN

Interprestasi data hasil pengukuran meliputi data pada putaran yang digunakan yaitu 2000 rpm, dengan mengunakan beban yang bervariasi, yaitu sebesar 5 kg, 10 kg, 15 kg dengan frekwensi 10 Hz, 20 Hz, 30 Hz, 40 Hz, 40 Hz, 50 Hz, 60 Hz, 60 Hz, 70 Hz, 80 Hz, 90 Hz, 100 Hz, 110 Hz, pada masing- masing titik pengukuran P-01, P-02, P-03, P-04 pada tiga arah pengukuran axial, vertikal ,horizontal. Arah pengukuran dapat dilihat pada gambar dibawah :

Gambar 4.1 Arah pengukuran

Pada getaran harmonik berlaku rumus-rumus umum getaran yaitu,

Simpangan y =Asinωt ... (4.1)

Kecepatan y=Aωcosωt ... (4.2)

Percepatan y=-Aω2sinωt ... (4.3)


(59)

2  y y

 ... (4.4)

Tanda negatif menyatakan bahwa arah percepatan berlawanan dengan arah simpangannya.

Sehingga didapat frekuensi getaran dalam bentuk kecepatan sudut:

y

y

 

 ... (4.5) A sebagai harga simpangan maksimum mempunyai harga yang sama pada

simpangan (displacement), kecepatan (velocity), dan percepatan (acceleration),

sehingga berlaku hubungan :

A1=A2=A3 ... (4.6)

Sehingga didapat

t sin t

cos t

sin y

2 

   

y

y 

 

y y

y

 

 

  

y tan arc t t cos

t sin

 

 ... (4.7)

Hasil pengolahan data pengukuran diperoleh dari pengukuran pada masing-masing point (titik) pada putaran yang telah ditentukan, dan hasil pengukuran ditampilkan dalam plotting tabel dan grafik sehingga memudah untuk mengambil interprestasi dari hasil pengukuran.


(60)

4.1. Pengukuran Pada Point 01 (P-01)

Pengukuran pada point ini diambil berdasarkan penentuan awal, titik pengukuran ini berada pada bagian belakang mesin diesel, titik pengukuran dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.2 Titik pengukuran pada Point-01

Dari hasil pengukuran pada titik tersebut didapat hasil pengolahan pada masing-masing putaran yang telah ditentukan sebelumnya, hasil tersebut dapat dilihat pada tabel yang telah di hitung melalui software yang digunakan yang akan diuraikan dibawah.

4.1.1. Hasil Pengukuran Pada Beban 5 Kg

Beban 5 Kg ini merupakan beban yang terendah yang digunakan untuk pengambilan data, hal ini dikarenakan mesin diesel akan menghasilkan tekanan efektif diatas putaran tersebut. Adapun data hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.1


(61)

Tabel 4.1 Hasil pengolahan data pada beban 5 kg

No. Frequency Axial Vertical Horizontal

(Hz) Dis Vel Acc Dis Vel Acc Dis Vel Acc

1 10 25 0.1 0.1 30 0.15 0.05 90 0.15 0.075

2 20 45 0.25 0.15 75 0.5 0.075 105 0.45 0.0225

3 30 30 0.275 0.175 80 0.875 0.15 65 0.7 0.15

4 40 37.5 0.375 0.2 75 0.8 0.2 55 0.625 0.225

5 50 80 1.1 0.45 40 0.5 0.2 60 1.075 0.8

6 60 47.5 0.75 0.375 35 0.65 0.25 95 1.75 0.7

7 70 110 1.75 0.7 75 1.5 0.3 300 6.6 2.475

8 80 62 1.3 0.9 30 0.6 0.275 105 2.25 1.05

9 90 70 1.4 0.95 25 0.5 0.4 75 1.5 0.75

10 100 45 0.95 0.725 25 0.725 0.5 60 1.35 0.075

11 110 62.5 1.35 1.1 35 1.175 0.8 45 1.275 0.975

Dari tabel diatas dapat di gambarkan hubungan antara simpangan dan frekuensi seperti gambar 4.3 :

Gambar 4.3. Grafik Frequensi vs Displacement 0

50 100 150 200 250 300 350

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz)

Di

sp

la

c

e

m

e

n

t (µ

m

)

axial vertical horizontal


(62)

Gambar 4.4. Grafik Frequensi vs Velocity

Gambar 4.5. Grafik Frekuensi vs Acceleration

Jika kita melihat dari hasil pengukuran sinyal getaran pada beban 5 kg, simpangan terbesar terjadi pada arah horizontal dengan nilai 300 µm dengan frekwensi 70 Hz, sedangkan untuk kecepatan terbesar terjadi pada arah yang sama

(horizontal) denga nilai 6.6 cm/sec untuk percepatan dan 2.475 cm/sec2.

Dari hasil perhitungan tabel diatas dapat dihitung kecepatan sudut dan amplitudo untuk masing-masing arah:

0 1 2 3 4 5 6 7

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz)

V

elo

ci

ty

(

cm

/s

ec)

axial vertical horizontal

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz)

A

c

cel

er

at

io

n

(

c

m

/se

)

axial vertical horizontal


(63)

Arah Aksial

Kecepatan sudut :

y y    = 5 3 10 5.59 10 5.3    

= 94.812

= 9.47 rad/sec

y y arc t  

  tan =

3 5 10 73 . 8 74 . 9 10 59 . 5 tan arc    

= arc tan 0.062

= 6.22x10-2 rad

Sehingga di peroleh Perioda : 6.39 10 sec

74 . 9 10 22 . 6 3 2         t t

Amplitudo : 4

2 5 10 98 . 8 10 22 . 6 sin 10 59 . 5 sin           t y

Dengan cara yang sama untuk perhitungan kecepatan sudut, periode, dan amplitudo untuk arah vertical dan horizontal dapat dicari dan ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 4.2. Amplitudo P-01,pada beban 5 Kg

Arah Axial Vertical Horizontal

w (rad/sec) 9.74 7.81 8.32

wt (rad) 6.22E-02 5.14E-02 4.95E-02

t (sec) 6.39E-03 6.58E-03 5.95E-03


(64)

4.1.2. Hasil Pengukuran Pada Beban 10 Kg

Beban 10 kg ini merupakan beban menengah yang digunakan untuk pengambilan data, hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.3. Dari hasil pengolahan data, simpangan terbesar yang dihasilkan terjadi pada arah horizontal dengan nilai 330 µm pada ferkwensi 70 Hz. Untuk kecepatan dan percepatan juga terjadi pada arah horizontal, yakni dengan nilai 2.4 cm/sec untuk kecepatan dan

0.95 cm/sec2 untuk percepatan, dengan frekwensi yang sama yaitu 70 Hz.

Tabel 4.3. Hasil pengolahan data pada beban 10 Kg

No. Frequency Axial Vertical Horizontal

(Hz) Dis Vel Acc Dis Vel Acc Dis Vel Acc

1 10 20 0.1 0.075 40 0.175 0.05 40 0.15 0.05

2 20 70 0.35 0.1 95 0.625 0.1 130 0.6 0.1

3 30 140 0.4 0.15 75 0.85 0.2 65 0.6 0.15

4 40 50 0.45 0.2 85 1.05 0.2 75 0.75 0.25

5 50 55 0.65 0.325 35 0.5 0.175 57.5 0.95 0.35 6 60 42.5 0.625 0.35 30 0.475 0.225 90 1.525 0.6 7 70 105 1.7 0.6 32.5 0.725 0.325 330 2.4 0.95 8 80 52.5 1 0.575 27.5 0.55 0.35 45 0.95 0.375 9 90 62.5 1.25 0.875 27.5 0.75 0.45 25 0.5 0.25 10 100 90 0.95 0.675 25 0.7 0.55 20 0.425 0.25 11 110 60 1.3 1.05 32.5 1.25 0.95 17.5 0.425 0.3

Hasil dari perhitungan pada table dapat dilihat dalam bentuk grafik pada masing-masing frekuensi dan arah yang telah ditentukan.


(65)

Gambar 4.6. Grafik Frekuensi vs Displacement  

Gambar 4.7. Grafik Frekuensi vs Velocity

Gambar 4.8. Grafik Frekuensi vs Acceleration

0 50 100 150 200 250 300 350

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) D is p la c e m e n t ( µ m ) axial vertical horizontal 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) A c c e la rat ion (c m /s e c ) axal vertical horizontal 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) V e lo c it y ( c m /s e c ) axial vertical horizontal


(66)

Dan perhitungan dari amplitudo sebuah getaran dapat dihitung:

Kecepatan sudut :

y y 

 = -5

-3 10 6.8 10 4.52 

= 66.470

= 8.16 rad/sec

y y arc t  

  tan = 3

5 10 89 . 7 16 . 8 10 8 . 6 tan arc    

= arc tan 0.070

= 6.94x10-2 rad

Sehingga di peroleh Perioda : 8.5 10 sec

16 . 8 10 94 .

6 2 3

      t t

Amplitudo : 2 4

5 10 8 . 9 10 94 . 6 sin 10 8 . 6 sin           t y

Dengan cara yang sama untuk perhitungan kecepatan sudut, periode, dan amplitudo untuk arah vertical dan horizontal dapat dicari dan ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 4.4. Amplitudo P-01,pada beban 10 Kg

Arah Axial Vertical Horizontal

w (rad/sec)

8.16 8.41 6.36

wt (rad)

6.94E-02 5.55E-02 6.13E-02

t (sec)

8.50E-03 6.59E-03 9.64E-03

A (m)


(67)

4.1.3. Hasil Pengukuran Pada Beban 15 Kg

Beban 15 Kg merupakan beban tertinggi yang digunakan untuk pengambilan data, diharapkan pada beban ini daya brake akan menghasilkan nilai maksimal sehingga hasil pengukuran akan menunjukan hasil yang akan mengdekati keadaan maksimal operasi mesin. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil pengolahan data pada beban 15 Kg

No. Frequency Axial Vertical Horizontal

(Hz) Dis Vel Acc Dis Vel Acc Dis Vel Acc

1 10 22.5 0.125 0.075 30 0.15 0.05 30 0.15 0.05 2 20 45 0.35 0.125 57.5 0.375 0.1 85 0.375 0.1 3 30 50 0.3 0.15 75 0.825 0.15 60 0.6 0.125

4 40 50 0.45 0.2 75 0.8 0.2 67.5 0.6 0.2

5 50 70 0.8 0.375 37.5 0.475 0.15 45 0.9 0.3

6 60 55 0.85 0.425 35 0.7 0.25 70 1.3 0.45

7 70 140 2.25 0.95 75 1.5 0.6 220 5.1 1.5

8 80 55 1 0.55 30 0.65 0.35 85 1.4 0.55

9 90 62.5 1.15 0.7 25 0.6 0.35 65 0.975 0.475 10 100 50 1 0.65 27.5 0.675 0.475 50 0.9 0.45 11 110 67.5 1.35 1 35 1.3 0.85 42.5 1 0.7


(68)

0 50 100 150 200 250

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) D is p la c e m e n t ( µ m ) axial vertical horizontal

Gambar 4.9. Grafik Frekuensi vs Displacement

velocity 0 1 2 3 4 5 6

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) V e lo c it y ( c m /s e c ) axial vertical horizontal   Gambar 4.10. Grafik Frekuensi vs Velocity

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) A cc e le ra ti o n ( c m /s e c ²) axial vertical horizontal   Gambar 4.11. Grafik Frekuensi vs Acceleration


(69)

Dari hasil pengolahan data diatas , simpangan yang terbesar terjadi pada arah horizontal dengan nilai 220 µm pada frekwensi 70 Hz, dan kecepatan terbesar juga terjadi pada arah horizontal dengan nilai 5.1 cm/sec, untuk

percepatan ternyata arah horizontal juga memiliki nilai yang besar 1.5 cm/sec2.

Dan perhitungan dari amplitudo sebuah getaran dapat dihitung:

Kecepatan sudut :

y y    = 5 3 10 6.07 10 4.73    

= 77.92

= 8.83 rad/sec

y y arc t  

  tan =

3 5 10 75 . 8 83 . 8 10 07 . 6 tan arc    

= arc tan 0.061

= 6.11x10-2 rad

Sehingga di peroleh Perioda : 6.93 10 sec

83 . 8 10 11 . 6 3 2         t t

Amplitudo : 4

2 5 10 93 . 9 10 11 . 6 sin 10 07 . 6 sin           t y

Dengan cara yang sama untuk perhitungan kecepatan sudut, periode, dan amplitudo untuk arah vertical dan horizontal dapat dicari dan ditabelkan sebagai berikut :


(70)

Tabel 4.6. Amplitudo P-01,pada beban 15 Kg

Arah Axial Vertical Horizontal

w (rad/sec)

8.83 8.38 7.73

wt (rad)

6.11E-02 5.22E-02 4.76E-02

t (sec)

6.93E-03 6.24E-03 6.16E-03

A (m)

9.93E-04 8.75E-04 1.57E-03

4.2. Pengukuran Pada Point-02

Pengambilan data pada point-02 ini juga didasarkan atas penentuan awal yaitu titik yang ada pada penyangga mesin diesel bagian depan dengan ketinggian yang berbeda dengan titik P-01 .

Gambar 4.12. Titik pengukuran point-02

Dilihat dari kontruksi penyangga mesin pada titik P-02 ini lebih tinggi dari penyangga mesin pada titik pengukuran P-01.


(71)

4.2.1. Hasil Pengukuran Pada Beban 5 Kg

Pengukuran pada putaran ini memiliki alasan yang sama dengan pengukuran pada titik P-01, hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Hasil pengolahan data pada beban 5 kg

No. Frequency Axial Vertical Horizontal

(Hz) Dis Vel Acc Dis Vel Acc Dis Vel Acc

1 10 20 0.1 0.1 30 0.15 0.075 40 0.1 0.05

2 20 25 0.225 0.125 65 0.4 0.1 70 0.325 0.1 3 30 22.5 0.25 0.175 50 0.45 0.15 50 0.45 0.2 4 40 30 0.45 0.25 45 0.55 0.25 62.5 0.55 0.225 5 50 45 0.7 0.35 35 0.675 0.275 50 0.75 0.3

6 60 95 1.5 0.75 62.5 1.25 0.5 100 1.6 0.6

7 70 300 6.15 2.265 175 4.05 1.7 315 2.7 6.3

8 80 95 1.6 0.85 70 1.5 0.6 100 1.55 0.55

9 90 55 1 0.6 45 1 0.5 62.5 1 0.475

10 100 57.5 0.9 0.725 40 0.95 0.6 45 0.95 0.55

11 110 50 1.15 1 37.5 1.1 0.8 40 0.875 0.6


(72)

0 50 100 150 200 250 300 350

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) D is p la c e m e n t ( μ m ) axial vertical horizontal   Gambar 4.13. Grafik Frekuensi vs Displacement

0 1 2 3 4 5 6 7

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) V e lo c it y ( c m /s e c ) axial vertical horizontal

Gambar 4.14. Grafik Frekuensi vs Velocity

0 1 2 3 4 5 6 7

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) A c c e le ra ti o n ( c m /s e c ²) axial vertical horizontal


(73)

Dari hasil pengolahan data di atas , simpangan terbesar terjadi pada arah horizontal dengan nilai 315 µm pada frekwensi 70 Hz, sedangkan untuk kecepatan arah terbesar terjadi pada arah axial dengan nilai 6.15 cm/sec, untuk percepatan

arah horizontal juga menjadi arah yang memiliki nilai yang tinggi 6.3 cm/sec2.

Dan perhitungan dari amplitudo sebuah getaran dapat dihitung:

Kecepatan sudut :

y y    = 5 3 10 7.23 10 6.54   

= 90.45

= 9.51 rad/sec

y y arc t  

  tan =

2 5 10 28 . 1 51 . 9 10 23 . 7 tan arc    

= arc tan 0.054

= 5.39x10-2 rad

Sehingga di peroleh Perioda : 5.66 10 sec

51 . 9 10 39 . 5 3 2         t t

Amplitudo : 3

2 5 10 34 . 1 10 39 . 5 sin 10 23 . 7 sin           t y

Dengan cara yang sama untuk perhitungan kecepatan sudut, periode, dan amplitudo untuk arah vertical dan horizontal dapat dicari dan ditabelkan sebagai berikut :


(74)

Tabel 4.8. Amplitudo P-02,pada beban 5 Kg

Arah Axial Vertical Horizontal

w (rad/sec)

9.51 9.21 10.32

wt (rad)

5.39E-02 4.99E-02 8.87E-02

t (sec)

5.66E-03 5.42E-03 8.59E-03

A (m)

1.34E-03 1.19E-03 9.60E-04

4.2.2. Hasil Pengukuran Pada Beban 10 Kg

Beban 10 Kg ini merupakan beban menengah yang dilakukan dalam pengujian kali ini, dimana hasil dari pengolahan datanya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.9 Hasil pengolahan data pada beban 10 Kg

No. Frequency Axial Vertical Horizontal

(Hz) Dis Vel Acc Dis Vel Acc Dis Vel Acc

1 10 20 0.1 0.075 40 0.2 0.05 35 0.15 0.05

2 20 45 0.2 0.1 70 0.375 0.1 65 0.25 0.1

3 30 22.5 0.3 0.175 50 0.5 0.175 45 0.375 0.15

4 40 35 0.5 0.25 42.5 0.5 0.25 45 0.45 0.175

5 50 50 0.8 0.25 25 0.6 0.225 50 0.75 0.25

6 60 115 1.825 0.9 55 1.15 0.5 95 1.55 0.5

7 70 300 6.15 2.7 150 3.3 1.35 235 5.25 1.15

8 80 105 2.1 0.975 45 1.05 0.45 90 1.35 0.55

9 90 60 1.275 0.675 75 1.05 0.525 50 0.9 0.45 10 100 45 1.35 0.9 37.5 0.75 0.45 42.5 0.825 0.55 11 110 52.5 1.875 1.35 30 0.975 0.75 37.5 0.85 0.625


(75)

Bentuk grafik dari hasil perhitung pada tabel diatas: 0 50 100 150 200 250 300 350

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) D is p la c e m e n t ( µ m ) axial vertical horizontal

Gambar 4.16. Grafik Frekuensi vs Displacement

0 1 2 3 4 5 6 7

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) V e lo c it y ( c m /s e c ) axial vertical horizontal

Gambar 4.17. Grafik Frekuensi vs Velocity

Acceleration 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Frequensy (Hz) A c ce le ra ti o n ( c m /se c² ) axial vertical horizontal


(76)

Pada beban 10 kg ini, simpangan terbesar terjadi pada arah axial dengan nilai 300 µm pada frekwensi 70 Hz, begitu juga untuk kecepatan, arah aksial memiliki nilai yang lebih tinggi dengan nilai 6.15 cm/sec. Untuk percepatan

terbesar terjadi pada arah axial dengan nilai 2.7 cm/sec2.

Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :

Kecepatan sudut :

y y    = 5 3 10 7.73 10 7.59   

= 98.18

= 9.91 rad/sec

y y arc t  

  tan =

2 5 10 5 . 1 91 . 9 10 73 . 7 tan arc    

= arc tan 0.051

= 5.11x10-2 rad

Sehingga di peroleh Perioda : 5.15 10 sec

91 . 9 10 11 . 5 3 2         t t

Amplitudo : 3

2 5 10 51 . 1 10 11 . 5 sin 10 73 . 7 sin           t y

Dengan cara yang sama untuk perhitungan kecepatan sudut, periode, dan amplitudo untuk arah vertical dan horizontal dapat dicari dan ditabelkan sebagai berikut :


(77)

Tabel 4.10. Amplitudo P-02,pada beban 10 Kg

Arah Axial Vertical Horizontal

w (rad/sec)

9.91 8.82 7.59

wt (rad)

5.11E-02 5.23E-02 4.72E-02

t (sec)

5.15E-03 5.93E-03 6.22E-03

A (m)

1.51E-03 1.08E-03 1.52E-03

4.2.3. Hasil Pengukuran Pada Beban 15 Kg

Pengukuran pada beban 15 kg ini dilakukan untuk memdapatkan nilai maksimum yang bervariasi.

Tabel 4.11. Tabel hasil pengolahan data pada beban 15 kg.

No. Frequency Axial Vertical Horizontal

(Hz) Dis Vel Acc Dis Vel Acc Dis Vel Acc

1 10 17.5 0.125 0.075 45 0.15 0.05 35 0.15 0.05

2 20 50 0.325 0.125 60 0.3 0.075 100 0.4 0.1

3 30 25 0.35 0.2 40 0.45 0.125 50 0.4 0.15

4 40 35 0.5 0.275 40 0.5 0.15 55 0.525 0.175

5 50 60 0.9 0.45 30 0.575 0.225 57.5 0.85 0.3

6 60 115 1.9 0.95 55 1.15 0.45 100 1.6 0.5

7 70 360 7.5 3.225 155 3.75 1.45 300 6 2.25

8 80 42.5 0.85 0.425 50 1.175 0.45 97.5 1.95 0.9 9 90 22.5 0.5 0.275 30 0.75 0.35 60 1.125 0.675

10 100 15 0.55 0.2 22.5 0.6 0.3 45 0.975 0.6


(1)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1 Beberapa ukuran pembanding antara motor bakar

bensin dan diesel ...10

2. Tabel 2.2 Karakteristik mutu solar ...19

3 Tabel 3.1 Format tabel untuk data hasil pengukuran vibrasi pada motor diesel ...51

4. Tabel 4.1 Hasil pengolahan data pada putaran 1500 rpm ...56

5. Tabel 4.2 Amplitudo P-01,pada putaran 1500 rpm ...58

6. Tabel 4.3 Hasil pengolahan data pada putaran 2000 rpm ...59

7. Tabel 4.4 Amplitudo P-01,pada putaran 2000 rpm ...61

8. Tabel 4.5 Hasil pengolahan data pada putaran 2500 rpm ...62

9. Tabel 4.6 Amplitudo P-01,pada putaran 2500 rpm ...64

10. Tabel 4.7 Hasil pengolahan data pada putaran 1500 rpm P-02...65

11. Tabel 4.8 Amplitudo P-02,pada putaran 1500 rpm ...68

12. Tabel 4.9 Hasil pengolahan data pada putaran 2000 rpm ...68

13. Tabel 4.10 Amplitudo P-02,pada putaran 2000 rpm ...71

14. Tabel 4.11 Hasil pengolahan data pada putaran 2500 rpm ...71

15. Tabel 4.12 Amplitudo P-02,pada putaran 2500 rpm ...74

16. Tabel 4.13 Hasil pengolahan data pada putaran 1500 rpm P-03...75

17. Tabel 4.14 Amplitudo P-03,pada putaran 1500 rpm ...77

18. Tabel 4.15 Hasil pengolahan data pada putaran 2000 rpm ...77

19. Tabel 4.16 Amplitudo P-03,pada putaran 2000 rpm ...80

20. Tabel 4.17 Hasil pengolahan data pada putaran 2500 rpm ...81

21. Tabel 4.18 Amplitudo P-03,pada putaran 2500 rpm ...83


(2)

23. Tabel 4.20 Amplitudo P-04,pada putaran 1500 rpm ...86

24. Tabel 4.21 Hasil pengolahan data pada putaran 2000 rpm ...87

25. Tabel 4.22 Amplitudo P-04,pada putaran 2000 rpm ...89

26. Tabel 4.23 Hasil pengolahan data pada putaran 2500 rpm ...90

27. Tabel 4.24 Amplitudo P-04,pada putaran 2500 rpm ...92

28. Tabel 4.25 Hubungan simpangan dengan frekuensi dtitik P-01 putaran 1500 rpm...95

29. Tabel 4.26 Hubungan simpangan dengan frekuensi dtitik P-01 putaran 2000 rpm...95

30. Tabel 4.27 Hubungan simpangan dengan frekuensi dtitik P-01 putaran 2500 rpm...96

28. Tabel 4.28 Hubungan kecepatan dengan frekuensi dtitik P-01 putaran 1500 rpm...98

29. Tabel 4.29 Hubungan kecepatan dengan frekuensi dtitik P-01 putaran 2000 rpm...99

30. Tabel 4.30 Hubungan kecepatan dengan frekuensi dtitik P-01 putaran 2500 rpm...99

28. Tabel 4.31 Hubungan percepatan dengan frekuensi dtitik P-01 putaran 1500 rpm...102

29. Tabel 4.32 Hubungan percepatan dengan frekuensi dtitik P-01 putaran 2000 rpm...102

30. Tabel 4.33 Hubungan percepatan dengan frekuensi dtitik P-01 putaran 2500 rpm...103


(3)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal : LAMPIRAN 1

Tabel hasil pengukuran instrumentasi motor bakar diesel...115 LAMPIRAN 2

Tabel hasil pengukuran vibrasi pada motor bakar diesel ...117 LAMPIRAN 3

Tabel hasil pengukuran Amplitudo pada motor bakar diesel...118 LAMPIRAN 4

Tabel hasil pengukuran Hubungan antara frekuensi terhadap simpangan, percepatan,kecepatan pada motor bakar diesel ...119 LAMPIRAN 5

Grafik hasil rekapitulasi ...120 LAMPIRAN 3


(4)

DAFTAR NOTASI

Simbol Besaran Satuan

PB Daya keluaran Watt

n Putaran mesin rpm

T Torsi N.m

Sfc Konsumsi bahan bakar spesifik g/kW.h

.

f

m Laju aliran bahan bakar kg/jam

f

sg Spesific gravity

Vf Volume bahan bakar yang diuji ml

tf Waktu untuk menghabiskan bahan bakar detik

.

a

m Laju aliran massa udara kg/jam

a

 Kerapatan udara kg/m3

Vs Volume langkah torak m3

Cf Faktor koreksi

AFR Air fuel ratio

v

 Efisiensi volumetrik

b

 Efisiensi thermal brake

HHV Nilai kalor atas bahan bakar kJ/kg

LHV nilai kalor bawah bahan bakar kJ/kg

A Penampang m2


(5)

d Diameter M

F Frekuensi Hz

Jo Momen inersia m4

Kt Kekakuan Torsional Nm

L Panjang m

n Putaran rpm

P Daya Kw

T Torsi Mekanik Nm

ve Volume m3

v Kinematik Viscositas m2/dt

W Berat N

x Simpangan arah Aksial m

x Kecepatan arah Aksial m/dt

x

 Percepatan arah Aksial m/dt2

y Simpangan arah Vertikal m

y Kecepatan arah Vertikal m/dt

y

 Percepatan arah Vertikal m/dt2

z Simpangan arah Horizontal m

z Kecepatan arah Horizontal m/dt

z

 Percepatan arah Horizontal m/dt2

θ Simpangan sudut rad

T Periode Getaran det


(6)