Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Bank Chapter III V

41

BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan
“suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Menurut Subekti, “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada seseorang lain atau dimana itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal”. 19
Ada beberapa penulis yang memakai perkataan persetujuan yang tentu saja
tidak salah, karena peristiwa termaksud juga berupa suatu kesepakatan atau
pertemuan kehendak antara dua orang atau lebih untuk melaksanakan sesuatu dan
perkataan persetujuan memang lebih sesuai dengan perkataan Belanda
overeenkomst yang dipakai oleh BW, tetapi karena perjanjian oleh masyarakat
sudah dirasakan sebagai suatu istilah yang mantap untuk menggambarkan
rangkaian janji-janji yang pemenuhannya dijamin oleh hukum. 20
Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh

hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha,
dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang,
tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan, pembentukan organisasi usaha
19
20

R. Subekti. Hukum Perjanjian. Intermasa, Jakarta, 2005. hal. 1.
R. Subekti. Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Alumni, Bandung, 1984. hal. 11.
32

Universitas Sumatera Utara

42

dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga kerja. 21
Mengenai batasan pengertian perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal
1313 KUH Perdata, Para sarjana hukum perdata pada umumnya
berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan
Pasal 1313 KUH Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu
luas banyak mengandung kelemahan-kelemahan. 22 Tidak lengkap karena

yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Terlalu luas
karena dapat mencakup hal-hal janji kawin, yaitu perbuatan di dalam
hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga. Namun istimewa
sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri. Sehingga
hukum ke III KUH Perdata secara langsung tidak berlaku juga mencakup
perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan
hukum ini tidak ada unsur persetujuan. 23
Berdasarkan pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa
unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum
(rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang (persoon)
atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain
tentang suatu prestasi”.
Kalau demikian, perjanjian/verbintennis adalah hubungan hukum/
rechtbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara
perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum
antara perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam
lingkungan hukum.
Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan
yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam harta benda
kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya


21

Abdulkadir Muhammad. Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung, 1986. hal. 93.
Purwahid Patrik. Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari
Perjanjian dan Dari Undang-Undang). Mandar Maju, Bandung, 1994. hal. 45.
23
Mariam Darus Badrulzaman. Aneka Hukum Bisnis. Alumni, Bandung, 2005. hal. 18.
22

Universitas Sumatera Utara

43

timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya seperti yang
diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian. Suatu perjanjian yang
mengikat (perikatan) minimal harus ada salah satu pihak yang mempunyai
kewajiban karena bila tidak ada pihak yang mempunyai kewajiban, maka
dikatakan tidak ada perjanjian yang mengikat.
Hubungan hukum yang terjadi, baik karena perjanjian maupun karena

hukum, dinamakan perikatan karena hubungan hukum tersebut mengikat, yaitu
kewajiban-kewajiban yang timbul dari adanya perikatan itu dapat dipaksakan,
secara hukum. Jadi, suatu perjanjian yang tidak mengikat atau tidak dapat
dipaksakan (unenforceable) adalah bukan perikatan. 24 Tindakan/perbuatan hukum
yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum
perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk
memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri
dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi.
Berdasarkan hal tersebut maka satu pihak memperoleh hak/recht dan pihak
sebelah lagi memikul kewajiban/plicht menyerahkan/menunaikan prestasi.
Prestasi ini adalah objek atau voorwerp dari verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan
hukum yang dilakukan berdasar tindakan hukum, sama sekali tidak mempunyai
arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang

berhak

atas

prestasi


mempunyai kedudukan sebagai schuldeiser atau kreditur. Pihak yang wajib
menunaikan prestasi berkedudukan sebagai schuldenaar atau debitur.

24

Notaris Nurul Muslimah Kurniati. “Kontrak Dan Perikatan”.
http://notarisnurulmuslimahkurniati.blogspot.com/2009/04/kontrak-dan-perikatan.html,
tanggal 16 Oktober 2015.

Melalui
Diakses

Universitas Sumatera Utara

44

Hukum kebendaan dikatakan bersifat tertutup, dan karenanya tidak boleh
ditambah, diubah, dikurangi atau dimodifikasi oleh orang perorangan atas
kehendak mereka sendiri, hukum kebendaan, seringkali juga disebut sebagai
hukum yang memaksa . 25

Akan tetapi seperti yang telah pernah disinggung di atas, karakter hukum
kekayaan dalam harta benda keluarga adalah lahir dengan sendirinya, sematamata karena ketentuan undang-undang. Vermogenrecht/hukum kekayaan yang
bersifat pribadi dalam perjanjian/verbintenis baru bisa tercipta apabila ada
tindakan hukum/rechthandeling.
Sekalipun yang menjadi objek atau vorwerp itu merupakan benda, namun
hukum

perjanjian

hanya

mengatur

dan

mempermasalahkan

hubungan

benda/kekayaan yang menjadi objek perjanjian antara pribadi tertentu (bepaalde

persoon).
Selanjutnya dapat dilihat perbedaan antara hukum benda/zakenrecht
dengan hukum perjanjian.
a. Hak kebendaan melekat pada benda dimana saja benda itu berada, jadi
mempunyai droit de suite.
b. Semua orang secara umum terikat oleh suatu kewajiban untuk menghormati
hak seseorang atas benda tadi, in violable et sacre.
c. Si empunya hak atas benda, dapat melakukan segala tindakan sesukanya atas
benda tersebut.

25

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. Kebendaan Pada Umumnya. Kencana, Jakarta,
2003. hal. 21.

Universitas Sumatera Utara

45

Kalau hukum kebendaan bersifat hak yang absolut, hukum kebendaan

dalam perjanjian adalah bersifat “ hak relatif “/relatief recht. Dia hanya
mengatur hubungan antara pribadi tertentu. Bepaalde persoon, bukan
terhadap semua orang pemenuhan prestasi dapat dimintanya. Hanya
kepada orang yang telah melibatkan diri padanya berdasar suatu tindakan
hukum. Jadi hubungan hukum / recht berrekking dalam perjanjian hanya
berkekuatan hukum antara orang-orang tertentu saja. 26
Hanya saja dalam hal ini perlu diingatkan, bahwa gambaran tentang
pengertian hukum benda yang diatur dalam BW dalam Buku II, yang menganggap
hak kebendaan itu “inviolable et sacre” dan memiliki droit de suite, tidak
mempunyai daya hukum lagi. Sebab dengan berlakunya Undang-Undang Pokok
Agraria No. 5 Tahun 1960 sesuai dengan asas unifikasi hukum pertanahan, Buku
II Burgelijk Wetboek (BW) tidak dinyatakan berlaku lagi.
Terutama mengenai hubungan tanah dengan seseorang, tidak lagi
ditekankan pada faktor hak. Tetapi dititik beratkan pada segi penggunaan dan
fungsi sosial tanah, agar selaras dengan maksud dan jiwa pada Pasal 33 ayat 3
Undang-Undang Dasar 1945.
Seperti telah dikemukakan di atas, pada umumnya hak yang lahir dari
perjanjian

itu


bersifat

hak

relatif,

artinya hak atas prestasi baru ada pada

persoon tertentu, jika hal itu didasarkan pada hubungan hukum yang lahir atas
perbuatan hukum.
Akan tetapi ada beberapa pengecualian:
a. Sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara dua orang tertentu
(bepaalde persoon), verbintenis bisa terjadi oleh suatu keadaan/kenyataan
tertentu. Misalnya karena pelanggaran kendaraan.

26

Ibid.


Universitas Sumatera Utara

46

a. Atau oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata, dapat
dikonkritisasi sebagai verbintenis. Sekalipun sebelumnya tidak ada hubungan
hukum antara dua orang tertentu, seperti yang dapat dilihat pada Waterkraan
Arrest (H.R. 10 Juni 1910). 27
Verbintenis/perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam
perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak
mendapatkan prestasi tadi dilindungi oleh hukum berupa sanksi. Ini berarti
kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa debitur menyelesaikan
pelaksanaan kewajiban/prestasi yang mereka perjanjikan. Apabila debitur enggan
secara sukarela memenuhi prestasi, kreditur dapat meminta kepada Pengadilan
untuk melaksanakan sanksi, baik berupa eksekusi, ganti rugi atau uang paksa.
Akan tetapi tidak seluruhnya verbintenis mempunyai sifat yang dapat dipaksakan.
Pengecualian terdapat misalnya pada natuurlijke verbintenis. Dalam hal ini
perjanjian tersebut bersifat tanpa hak memaksa. Jadi natuurlijk verbintenis adalah
perjanjian tanpa mempunyai kekuatan memaksa. Dengan demikian, perjanjian
dapat dibedakan antara:

a. Perjanjian tanpa kekuatan hukum (zonder rechtwerking).
Perjanjian tanpa kekuatan hukum ialah perjanjian yang ditinjau dari segi
hukum perdata tidak mempunyai akibat hukum yang mengikat. Misalnya
perjanjian keagamaan, moral, sopan santun dan sebagainya.

27

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

47

b. Perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum tak sempurna seperti natuurlijke
verbintenis.
Ketidak sempurnaan daya hukumnya terletak pada sanksi memaksanya, yaitu
atas keengganan debitur memenuhi kewajiban prestasi, kreditur tidak diberi
kemampuan oleh hukum untuk melaksanakan pemenuhan prestasi. Jadi tidak
dapat dipaksakan.
c. Verbintenis yang sempurna daya kekuatan hukumnya, Disini pemenuhan
dapat dipaksakan kepada debitur jika ia ingkar secara sukarela melaksanakan
kewajiban prestasi. Untuk itu kreditur diberi hak oleh hukum menjatuhkan
sanksi melalui tuntutan eksekusi pelaksanaan dan eksekusi riel, ganti rugi serta
uang paksa.
Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku
orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan mengadakan tata
tertib diantara anggota-anggota masyarakat. Ini berarti bahwa unsur hukum baru
dapat dianggap ada, apabila suatu tingkah laku seseorang sedikit banyak
menyinggung atau mempengaruhi tingkah laku dengan kepentingan orang lain.
Wirjono Prodjodikoro, berpendapat: “Bahwa dalam hal gangguan oleh
pihak ketiga, pemilik hak benda dapat melaksanakan haknya terhadap siapapun
juga, adalah sifat lain dari hak benda yaitu sifat absolut. Sedangkan dalam hukum
perjanjian seseorang yang berhak, dapat dibilang mempunyai hak tak mutlak yaitu
hanya dapat melaksanakan haknya terhadap seorang tertentu yakni orang pihak

Universitas Sumatera Utara

48

lain yang turut membikin perjanjian itu ”. 28
Suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda, hukum perdata
membedakan hak terhadap benda dan hak terhadap orang. Meskipun suatu
perjanjian adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan
perhubungan hukum antara orang dengan orang, lebih tegasnya antara orang
tertentu dengan orang lain tertentu. Artinya, hukum perdata tetap memandang
suatu perjanjian sebagai hubungan hukum, di mana seorang tertentu, berdasarkan
atas suatu janji berkewajiban untuk melakukan suatu hal, dan orang lain tertentu
berhak menuntut pelaksanaan kewajiban itu. Misalnya, A dan B membuat
perjanjian jual beli, yaitu A adalah penjual dan B adalah pembeli, dan barang yang
dibeli adalah sebuah lemari tertentu yang berada di dalam rumah A. Harga
pembelian sudah dibayar, tetapi sebelum lemari diserahkan kepada B, ada pencuri
yang mengambil lemari tersebut, sehingga lemari tersebut jatuh ke tangan seorang
ketiga (C). Dalam hal ini B hanya berhak menegur A supaya lemari diserahkan
kepadanya, dan B tidak dapat langsung menegur C supaya lemari tersebut
diserahkan kepadanya.
Sifat hukum perjanjian ini berbeda dengan sifat hukum kebendaan. Pada
hukum benda, hubungan hukum itu terjadi antara orang dengan benda. Sedangkan
pada hukum perjanjian, hubungan hukum itu terjadi antara orang dengan orang
berdasarkan perjanjian yang dibuat orang-orang tersebut.
Dengan sifat hukum perjanjian, yakni sifat perorangan, maka para pihak
dapat dengan bebas menentukan isi dari perjanjian yang mereka buat, asal saja
28

Wirjono Prodjodikoro. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Mandar Maju, Bandung, 2011.

hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

49

tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, yang artinya hukum perjanjian
itu menganut sistem terbuka.
Pasal-pasal dari hukum perjanjian ini merupakan hukum pelengkap, yaitu
pasal-pasal itu dapat dikesampingkan apabila dikehendaki, oleh para pihak yang
membuat perjanjian, mereka diperbolehkan mengatur sendiri sesuatu soal, namun
tidak boleh melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
KUH Perdata, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) yang
mengatakan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Uraian di atas juga dikenal asas kebebasan berkontrak. Hukum tidak
pernah berhubungan dan tidak perlu mengetahui apa yang melatar belakangi
dibuatnya suatu perjanjian, melainkan cukup bahwa prestasi yang dijanjikan untuk
dilaksanakan yang diatur dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak
mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan
dan ketertiban umum. 29
Hukum perjanjian itu adalah merupakan peristiwa hukum yang selalu
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga apabila ditinjau dari segi
yuridisnya, hukum perjanjian itu tentunya mempunyai

perbedaan satu sama

lain dalam arti kata bahwa perjanjian yang berlaku dalam masyarakat itu
mempunyai coraknya yang tersendiri pula. Corak yang berbeda dalam bentuk
perjanjian itu, merupakan bentuk atau jenis dari perjanjian.
Bentuk atau jenis perjanjian tersebut, tidak ada diatur secara terperinci
dalam undang-undang, akan tetapi dalam pemakaian hukum perjanjian oleh

29

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 47.

Universitas Sumatera Utara

50

masyarakat terdapat bentuk atau jenis yang berbeda tentunya.

B. Syarat Sah Perjanjian
Untuk sahnya

suatu

perjanjian

harus dipenuhi ketentuan-ketentuan

yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
c. Mengenai suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena
mengenai orang-orangnya atau subyeknya

yang mengadakan

perjanjian,

sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai
perjanjian sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan, bahwa
kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju
atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang
diadakan itu.
Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak
yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik,
pembeli mengingini sesuatu barang penjual . 30
Persetujuan atau kesepakatan dari masing-masing pihak itu harus
dinyatakan dengan tegas, bukan diam-diam. Persetujuan itu juga harus diberikan
bebas dari pengaruh atau tekanan yaitu paksaaan.
Suatu kesepakatan dikatakan mengandung cacat, apabila kehendakkehendak itu mendapat pengaruh dari luar sedemikian rupa, sehingga dapat

30

R. Subekti, I, Op.Cit., hal. 17.

Universitas Sumatera Utara

51

mempengaruhi pihak-pihak bersangkutan dalam memberikan kata sepakatnya.
Contoh dari paksaan yang dapat mengakibatkan pembatalakan persetujuan
ialah ancaman dengan penganiayaan, dengan pembunuhan atau dengan
membongkar suatu rahasia. Dalam mempertimbangkan sifat ancaman ini
harus diperhatikan kelamin serta kedudukan orang-orang yang
bersangkutan. 31
Perjanjian yang diadakan dengan kata sepakat yang cacat itu dianggap
tidak mempunyai nilai. Lain halnya dalam suatu paksaaan yang bersifat relatif,
dimana orang

yang

dipaksa

itu

masih

ada

kesempatan apakah ia akan

mengikuti kemauan orang yang memaksa atau menolaknya, sehingga kalau tidak
ada persetujuan dari orang yang dipaksa itu maka jelas bahwa persetujuan yang
telah diberikan itu adalah persetujuan yang tidak sempurna, yaitu tidak memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Paksaan

seperti

inilah

yang

dimaksudkan

undang-undang

dapat

dipergunakan sebagai alasan untuk menuntut batalnya perjanjian, yaitu suatu
paksaaan yang membuat persetujuan atau perizinan diberikan, tetapi secara tidak
benar.
Mengenai kekeliruan atau kekhilapan undang-undang tidak memberikan
penjelasan ataupun pengertian lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan
kekeliruan. Menurut pendapat doktrin

yang mana

telah

memberikan

pengertian terhadap kekeliruan, terhadap sifat-sifat pokok yang terpenting dari
obyek perjanjian. Dengan perkataan lain bahwa kekeliruan terhadap unsur pokok
dari barang–barang yang diperjanjikan yang apabila diketahui, seandainya orang
tidak khilap mengenai hal-hal tersebut perjanjian itu tidak akan diadakan. Jadi

31

R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 33.

Universitas Sumatera Utara

52

sifat pokok dari barang yang diperjanjikan itu adalah merupakan motif yang
mendorong pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan perjanjian.
Sesuatu kekeliruan atau kekhilapan untuk dapat dijadikan alasan guna
menuntut pembatalan perjanjian maka haruslah dipenuhi persyaratan bahwa
barang-barang yang menjadi pokok perjanjian itu dibuat, sedangkan sebagai
pembatasan yang kedua dikemukakan oleh doktrin adalah adanya alasan yang
cukup menduga adanya kekeliruan atau dengan kata lain bahwa kekhilapan itu
harus diketahui oleh lawan, atau paling sedikit pihak lawan itu sepatutnya harus
mengetahui bahwa ia sedang berhadapan dengan seseorang yang khilap.
Misalnya sesorang membeli sebuah lukisan yang dikiranya lukisan Basuki
Abdullah, tetapi kemudian ternyata hanya turunan saja. Kekhilafan
mengenai orang terjadi misalnya jika seorang Direktur Opera mengadakan
suatu kontrak dengan orang yang dikiranya seorang penyanui yang
tersohor, padahal itu bukan orang yang dimaksudkan, hanyalah namanya
saja yang kebetulan sama. 32
Kekeliruan atau kekhilapan sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah
kekeliruan terhadap orang yang dimaksudkan dalam perjanjian. Jadi orang itu
mengadakan perjanjian justru karena ia mengira bahwa penyanyi tersebut adalah
orang yang dimaksudkannya.
Dalam halnya ada unsur penipuan pada perjanjian yang dibuat, maka pada
salah satu pihak terdapat gambaran yang sebenarnya mengenai sifat-sifat pokok
barang-barang yang diperjanjikan, gambaran dengan sengaja diberikan oleh pihak
lawannya.

32

R. Subekti, I, Op.Cit., hal. 24.

Universitas Sumatera Utara

53

Perihal adanya penipuan itu harus dibuktikan, demikian hal tersebut
ditegaskan dalam

Pasal

1328

ayat 1 KUH Perdata. Yuriprudensi dalam hal

penipuan ini menerangkan bahwa untuk dapat dikatakan adanya suatu penipuan
atau tipu muslihat tidak cukup jika seseorang itu hanya melakukan kebohongan
mengenai suatu hal saja, paling sedikit harus ada sesuatu rangkaian kebohongan.
Karena muslihat itu, pihak yang tertipu terjerumus pada gambaran yang keliru
dan membawa kerugian kepadanya.Syarat kedua untuk sahnya suatu perjanjian
adalah, kecakapan para pihak. Untuk hal ini dikemukakan Pasal 1329 KUH
Perdata, dimana kecakapan itu dapat dibedakan:
a. Secara umum dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian secara
sah.
b. Secara khusus dinyatakan bahwa seseorang dinayatakan tidak cakap untuk
mengadakan perjanjian tertentu, misalnya Pasal 1601 KUH Perdata yang
menyatakan batalnya suatu perjanjian perburuhan apabila diadakan antara
suami isteri.
Perihal ketidak cakapan pada umumnya adalah sebagaimana yang
diuraikan oleh Pasal 1330 KUH Perdata ada tiga, yaitu :
a. Anak-anak atau orang yang belum dewasa
b. Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampunan
c. Wanita yang bersuami
Ketidak cakapan ini juga ditentukan oleh undang-undang demi
kepentingan curatele atau orang yang ditaruh di bawah pengampuan itu sendiri.
Menurut Pasal 1330 KUH Perdata diatas wanita bersuami pada umumnya adalah

Universitas Sumatera Utara

54

tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, kecuali kalau ditentukan lain oleh
undang-undang. Ia bertindak dalam lalu lintas hukum harus dibantu atau
mendapat izin dari suaminya. Hal ini mengingat bahwa kekuasaan sebagai kepala
rumah tangga adalah besar sekali, seperti yang kita kenal dengan istilah maritale
macht.
Melihat kemajuan zaman, dimana kaum wanita telah berjuang membela
haknya yang kita kenal dengan emansipasi, kiranya sudah tepatlah kebijaksanaan
Mahkamah Agung yang dengan surat edarannya No. 3 Tahun 1963 tanggal 4
Agustus 1963 telah menganggap Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata tentang
wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk
menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya sudah
tidak berlaku lagi.
Dalam hal perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh mereka yang tergolong
tidak cakap ini, pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan oleh mereka yang
dianggap tidak cakap itu sendiri, sebab undang-undang beranggapan bahwa
perjanjian ini dibatalkan secara sepihak, yaitu oleh pihak yang tidak cakap itu
sendiri, akan tetapi apabila pihak yang tidak cakap itu mengatakan bahwa
perjanjian itu berlaku penuh baginya, akan konskuensinya adalah segala akibat
dari perjanjian yang dilakukan oleh mereka yang tidak cakap dalam arti tidak
berhak atau tidak berkuasa adalah bahwa pembatalannya hanya dapat dimintakan
oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Pembatalan terhadap orang-orang tertentu dalam hal kecakapan membuat
suatu perjanjian sebagaimana dikemukakan Pasal 1330 KUH Perdata tersebut,

Universitas Sumatera Utara

55

kiranya dapat kita mengingat bahwa sifat dari peraturan hukum sendiri pada
hakekatnya selalu mengejar dua tujuan yaitu rasa keadilan di satu pihak dan
ketertiban hukum dalam masyarakat di pihak lain. Bilamana dari sudut tujuan
hukum yang pertama ialah mengejar rasa keadilan memang wajarlah apabila
orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya terikat oleh perjanjian itu
harus pula mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi akan tanggungjawab yang harus dipikulkan dan tujuan yang satu inilah akan sulit diharapkan
apabila orang-orang yang merupakan pihak dalam suatu perjanjian itu adalah
orang-orang di bawah umur atau orang sakit ingatan atau pikiran yang pada
umumnya dapat dikatakan sebagai belum atau tidak dapat menginsyafi apa
sesungguhnya tanggung-jawab itu.
Selanjutnya syarat yang ketiga untuk sahnya satu perikatan adalah adanya
hal tertentu yang diperjanjikan maka ini berarti bahwa apa yang diperjanjikan
harus cukup jelas dalam arti barang atau benda yang dimaksudkan dalam
perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya (Pasal 1333 ayat (1) KUH
Perdata) dengan pengertian bahwa jumlahnya barang tidak menjadi syarat, asal
saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.
Syarat yang ketiga ini menjadi penting, terutama dalam hal terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, guna dapat menetapkan apa-apa saja
yang menjadi hak dan kewajiban dari pada pihak-pihak dalam perjanjian yang
mereka buat itu.
“Jika prestasi itu kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan,
maka dianggap

tidak ada obyek perjanjian. Akibat tidak dipenuhi syarat ini,

Universitas Sumatera Utara

56

perjanjian itu batal demi hukum (voidneiting)”.
Akhirnya selalu syarat untuk sahnya suatu perjanjian itu, Pasal 1320 KUH
Perdata menyebutkan sebagai syarat ke-empat ialah adanya suatu sebab yang
halal. Dengan sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian itu sendiri.
Atau seperti dikemukakan R. Wirjono Prodjodikoro, yaitu “Azas-azas hukum
perjanjian, bahwa dengan pengertian causa adalah bukan hal yang mengakibatkan
hal sesuatu keadaan belaka. Dalam pandangan saya, causa dalam hukum
perjanjian adalah isi dan tujuan suatu persetujuan, yang menyebabkan adanya
persetujuan itu”. 33
Selaku suatu causa dalam perjanjian, haruslah berupa causa yang halal,
dalam arti bahwa isi perjanjian itu harus bukan sesuatu hal yang terlarang. Sebagai
contoh dari suatu perjanjian yang mengandung causa yang terlarang, adalah si
penjual hanya bersedia menjual pisaunya kalau si pembeli membunuh orang.

C. Pengertian Kredit
Kredit menurut etimologi berarti “percaya, karena pihak yang memperoleh
kredit pada dasarnya, adalah pihak yang memperoleh kepercayaan”. 34
Dalam perkembangannya kata kredit berubah makna menjadi pinjaman.
Memang diakui bahwa pinjaman yang diberikan oleh pihak kreditur kepada
debitur dilandasi kepercayaan, bahwa pada suatu waktu tertentu pinjaman tersebut
dikembalikan ditambah imbalan jasa tertentu.

33
34

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 37.
H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Mulia Sari, Jakarta, 2004, hal. 99.

Universitas Sumatera Utara

57

Dalam pengertian kredit ada terdapat pengertian transfer antara waktu
sekarang dengan

waktu

yang

akan datang. Dengan demikian didefinisikan

sebagai suatu hak untuk menggunakan uang dalam batas waktu tertentu
berdasarkan pertimbangan tertentu. 35
Istilah kredit berasal dari kata bahasa Romawi “credere” dan berarti
kepercayaan. Dasar dari kredit adalah kepercayaan bahwa pihak lain ada
pada masa

yang

akan datang akan memenuhi

segala sesuatu yang telah

dijanjikan. Apa yang dijanjikan untuk dipenuhi itu dapat berupa: barang, uang
atau jasa . 36
Pinjaman yang diberikan (kredit) ialah penyediaan uang atau tagihantagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjammeminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal, pihak peminjam
berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah
bunga yang telah ditetapkan . 37
Kredit berarti suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain
dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang
disertai dengan suatu kontra prestasi.
Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, yang
berarti bahwa

pemberian

kredit adalah pemberian kepercayaan oleh Bank

sebagai pemberi kredit, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah

35

Harry Waluya, Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003,

hal.115
36

Indra Darmawan, Pengantar Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hal.44.
Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2007, hal.44.
37

Universitas Sumatera Utara

58

diyakini akan dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan syaratsyarat yang telah disetujui bersama.
Berdasarkan pengertian kredit seperti tersebut di atas, maka ditarik suatu
kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam pemberian kredit adalah :
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa prestasi
(uang) yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dari si
penerima kredit pada suatu masa yang akan datang.
b. Waktu, yaitu jangka waktu antara saat pemberian prestasi dengan saat
pengembaliannya.
Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian tentang nilai agio uang
yaitu nilai uang sekarang lebih berharga daripada uang di masa yang
datang.
c. Resiko, yaitu risiko sebagai akibat yang akan dapat timbul pada
pemberian kredit. Guna menghindari risiko, maka sebelum kredit
diberikan harus dilakukan penilaian secara cermat dan dilindungi
dengan agunan/jaminan kredit sebagai benteng terakhir dalam
pengamanan kredit.
d. Prestasi, dalam hubungannya dengan pemberian kredit. Yang
dimaksud dengan prestasi adalah uang. 38
Inventarisasi dari perjanjian kredit yang ada hingga saat ini adalah sebagai
berikut :
a. Perjanjian pinjam-meminjam uang (KUH Perdata Bab XIII).
b. Perjanjian pinjam-meminjam di dalam Undang-undang melepas uang
(Geldschietersardonantie S. 1938 No. 552).
c. Perjanjian pinjam uang di dalam Undang-undang Riba (Woeker Ordonantie S.
1938 No. 524).
d. Perjanjian Kredit (Undang-undang Perbankan).
e. Perjanjian Kartu Kredit (Undang-undang Perbankan).
f. Perjanjian Sewa Guna Usaha (Undang-undang Perbankan)

38

Mohammad Djohan, Op.Cit, hal.5

Universitas Sumatera Utara

59

g. Perjanjian sewa beli (Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/80).
h. Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali (KUH Perdata).
Dari inventarisasi di atas dapat dibedakan dua kelompok perjanjian kredit
yaitu :
1. Perjanjian kredit uang, terlihat pada perjanjian kredit perbankan dan perjanjian
kartu kredit,
2. Perjanjian kredit barang, terlihat pada perjanjian sewa beli dan perjanjian sewa
guna usaha. 39
Jadi perjanjian kredit bank tergolong ke dalam perjanjian kredit uang.
Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undangundang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebut dalam Pasal 1 butir 11
bahwa :
“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga “.

D. Pengertian Perjanjian Kredit Bank
Perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam pakai habis yang tunduk kepada
Pasal 1754 KUH Perdata 40 yang merupakan kelompok perjanjian khusus
(bernama), sehingga perjanjian kredit tergolong dalam kategori KUH Perdata.

39

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 2001, hal. 39-

140.
40

S. Mantayborbir, et.all, Pengurusan Piutang Macet Pada PUPN/BUPLN (Kajian Teori
dan Praktik), Pustaka Bangsa, Jakarta, 2001, hal. 18.

Universitas Sumatera Utara

60

Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa Undang-undang Perbankan
menunjuk “ Perjanjian Pinjam Meminjam “ sebagai acuan dari perjanjian kredit,
yang diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata, disebutkan bahwa, perjanjian pinjam
meminjam ialah “Perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak

yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang bisa habis karena

pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan
sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula “.
Dalam ketentuan perbankan yang berlaku hingga saat ini, belum ditemukan
secara tegas tentang bagaimana seharusnya bentuk perjanjian kredit itu dibuat.
Dari definisi kredit yang dikemukakan dalam Undang-undang Perbankan,
maka elemen-elemen dari perjanjian kredit itu adalah :
a. Para pihak.
1) Undang-undang

Perbankan

mengemukakan

bahwa

pihak

yang

diperbolehkan untuk menyalurkan atau menyediakan kredit adalah badan
tertentu saja yaitu Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat dan bentuk
usaha lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (Pasal 21 ayat (1)
dan (2)).
2) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya, wajib mendapat izin usaha sebagai bank umum atau
perkreditan rakyat dari Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank
Indonesia, kecuali kegiatan menghimpun dana dari masyarakat tersebut
diatur dalam Undang-undang tersendiri (Pasal 16).

Universitas Sumatera Utara

61

b. Bunga.
Undang-undang Perbankan menentukan bahwa untuk perjanjian kredit ini
dapat disyaratkan bunga, namun tidak ada ketentuan tingkat bunga.
c. Batas maksimum pemberian kredit.
Di dalam Undang-undang Perbankan ditentukan bahwa Bank Indonesia
menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang
serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok
peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang
sama dengan bank yang bersangkutan (Pasal 11 ayat (1)).
d. Jaminan.
Jaminan merupakan pengamanan bagi pemberi kredit. Undang-undang
Perbankan menentukan bahwa yang dapat menjadi jaminan adalah kelayakan
proyek dan barang jaminan, serta hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan.
e. Jangka waktu.
Di dalam perjanjian kredit perlu ditentukan jangka waktu, karena kredit adalah
pinjaman dan akhirnya pada suatu waktu harus dikembalikan kepada penyedia
kredit.
f. Bentuk perjanjian kredit.
Di lingkungan perbankan perjanjian baku sudah lazim dipergunakan.
Perjanjian baku adalah perjanjian yang materinya ditentukan terlebih dahulu

Universitas Sumatera Utara

62

secara sepihak oleh kreditur dan ditawarkan kepada masyarakat untuk
digunakan secara massal atau individual.

Universitas Sumatera Utara

63

BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR/NASABAH DALAM
PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK MANDIRI REGIONAL
I/SUMATERA I TBK., MEDAN

A. Proses Terjadinya Perjanjian Kredit Bank pada PT. Bank Mandiri
Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan
Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti proses perjanjian kredit
bank adalah: “Tahapan-tahapan yang dirancang oleh pihak Bank dengan maksud
mempermudah calon Debitur untuk melaksanakan kredit, dimana tahapan-tahapan
tersebut harus dilakukan oleh kedua belah pihak baik oleh pihak Bank maupun
calon Debitur dengan ketentuan yang berlaku”. 41
Dari penjelasan diatas penulis menarik kesimpulan bahwa proses
terjadinya perjanjian kredit dilakukan dengan beberapa tahap dimana tujuannya
adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit, baik itu diterima ataupun
ditolak.
Sedangkan Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti proses perjanjian
kredit bank adalah :
1. Persiapan kredit
2. Analisis atau penilaian kredit..
3. Keputusan kredit.
4. Pelaksanaan dan Administrasi Kredit.

41

Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti. Manajemen Perkreditan Bank Umum. Alfabeta,
Bandung, 2004, hal. 55.

54

Universitas Sumatera Utara

64

5. Supervisi kredit dan pembinaan debitur. 42
Berdasarkan kutipan di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa proses
terjadinya perjanjian kredit dilakukan demi lancarnya proses pemberian kredit.
Prosedur yang dilaksanakan dirancang dengan maksud memudahkan para calon
Debitur untuk melaksanakan transaksi kredit. Adapun penyajianya dalam bentuk
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak, baik oleh pihak
Bank atau bukan Bank maupun calon Debitur dengan ketentuan yang berlaku.
Proses perjanjian kredit yang dalam bagian ini adalah kredit modal kerja
pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan dilakukan
dengan adanya permohonan kredit secara tertulis dan langsung diajukan oleh
pemohon ke kantor cabang dengan melampirkan persyaratan tertentu yang
dipersyaratkan oleh PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk.,
Medan. Adapun persyaratan tersebut meliputi:
1. Calon debitur menyampaikan surat/form yang didalamnya memuat tujuan
penggunaan kredit.
2. Legalitas Calon debitur
a. Akta pendirian (berikut perubahannya).
b. Copy KTP suami/istri yang masih berlaku + buku nikah (disesuaikan
dengan aslinya).
c. Susunan pengurus dan pemegang saham berikut keterangan mengenai
hubungan dan atau masing-masing anggota pengurus dengan perusahaan
lain (jika ada).

42

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

65

d. Curriculum vitae dari para pengurus/pemilik.
e. Copy NPWP.
3. Legalitas Usaha
a. Perijinan.
b. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
c. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dari Instansi yang berwenang.
d. Izin Usaha Industri (IUI) dan Tanda Daftar Industri (TDI) dari Instansi
yang berwenang.
e. Izin gangguan sesuai ketentuan yang berlaku di daerah setempat.
f. AMDAL untuk rencana usaha/kegiatan yang diwajibkan atau adanya
upaya pengelolaan lingkungan (UKL)
g. Upaya pemantauan lingkungan (UPL) atau surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan (SKPPL) sesuai ketentuan yang
berlaku.
4. Data Keuangan
a. Neraca perhitungan laba/rugi minimal 2 (dua) tahun terakhir termasuk
tahun berjalan, atau neraca pembukuan bagi usaha/perusahaan yang baru
berdiri atau informasi/data keuangan yang dianggap perlu.
b. Realisasi aktiva minimal 6 (enam) bulan terakhir.
c. Rencana biaya dan pendapatan minimal dalam jangka 1 tahun. 43
Setelah menerima berkas permohonan tersebut di atas, kantor PT. Bank

43

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank
Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.

Universitas Sumatera Utara

66

Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan harus melakukan identifikasi
pendahuluan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Bank memastikan kelengkapan persyaratan kredit.
2. Bank menganalisis laporan keuangan calon debitur.
3. Bank melakukan ceking terhadap ID BI. 44
Apabila persyaratan sudah lengkap dan berdasarkan analisa kredit usaha
calon debitur layak untuk dibiayai maka bank menyanggupi permohonan kredit
debitur, selanjutnya bank akan menerbitkan Surat Penawaran Pemberian Kredit
(SPPK). Setelah SPPK disetujui dan telah disepakati oleh calon debitur maka
berdasarkan SPPK tersebut dibuatkan Perjanjian Kredit (dalam limit tertentu
dibuatkan PK dalam bentuk akta notaril) dan pengikatan jaminan kredit. 45
SPPK berisi:
1. Ketentuan dan persyaratan fasilitas kredit.
2. Batas waktu dan masa berlaku SPPK
3. Informasi suku bunga dasar, jangka waktu kredit
4. Konfirmasi persetujuan maupun perubahan dengan cara menandatangani
SPPK tersebut, yang nantinya akan menjadi dasar pembuatan Perjanjian
Kredit 46
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat proses terjadinya kredit
modal kerja di PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan yang dapat digambarkan

44

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank
Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.
45
Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank
Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.
46
Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank
Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.

Universitas Sumatera Utara

67

sebagai berikut:
Gambar 1
Proses Terjadinya Kredit Modal Kerja di PT. Bank Mandiri (Persero) TBk
Medan 47

1.
Pengajuan/
permohonan
kredit oleh
debitur

2.

3.

Bank memastikan
kelengkapan
persyaratan kredit
Bank
menganalisis
laporan keuangan
calon debitur
Bank melakukan
cekng terhadap
ID BI

Apabila persyaratan
sudah lengkap dan
berdasarkan analisa
kredit usaha calon
debitur layak untuk
dibiayai maka bank
menyanggupi
permohonan
kredit
debitur, selanjutnya
bank
akan
menerbitkan
Surat
Penawaran Pemberian
Kredit (SPPK)

Setelah
SPPK
disetujui dan telah
disepakati oleh calon
debitur
maka
berdasarkan
SPPK
tersebut
dibuatkan
Perjanjian
Kredit
(dalam limit tertentu
dibuatkan PK dalam
bentuk akta notaril)
dan
pengikatan
jaminan kredit

Tindakan yang harus dilakukan sejak diajukannya permohonan kredit dari
nasabah sampai dengan lunasnya suatu kredit yang diberikan oleh bank harus
memenuhi ketentuan-ketentuan dan petunjuk sebagai berikut :
1. Permohonan kredit.
a. Permohonan fasilitas kredit mencakup :
b. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas,
c. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan,
d. Permohonan perpanjangan / pembaharuan masa berlaku kredit yang telah
berakhir jangka waktunya,
e. Permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas kredit yang

47

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank
Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.

Universitas Sumatera Utara

68

sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan, perubahan / pengunduran
jadwal angsuran dan lain sebagainya.
2. Berkas.
Setiap berkas permohonan kredit dari nasabah terdiri dari :
a. Surat permohonan nasabah yang ditandatangani secara lengkap dan sah,
b. Daftar isian yang disediakan oleh bank yang secara sebenarnya dan
lengkap diisi oleh nasabah,
c. Daftar lampiran lainnya yang diperlukan menurut jenis fasilitas kredit.
3. Pencatatan.
Setiap surat permohonan kredit yang diterima harus dicatat dalam register
khusus yang disediakan.
4. Kelengkapan dan berkas permohonan.
Permohonan dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang
ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama
permohonan kredit sedang diproses, maka berkas permohonan harus
dipelihara dalam berkas permohonan.
5. Formulir daftar isian permohonan kredit.
Untuk memudahkan bank memperoleh data yang diperlukan, bank
mempergunakan daftar isian permohonan kredit yang harus diisi oleh nasabah,
formulir neraca, daftar rugi/laba.
6. Penyidikan dan analisis kredit.
Penyidikan (Investigasi) kredit adalah pekerjaan yang meliputi :
a. Wawancara dengan pemohon kredit atau debitur,

Universitas Sumatera Utara

69

b. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang
diajukan, baik data ekstren/intern. Termasuk informasi antar bank dan
pemeriksaan pada daftar hitam dan daftar kredit macet.
c. Pemeriksaan/penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal
yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang diperoleh.
d. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah
dilaksanakan.
7. Pekerjaan yang dilakukan analisis kredit meliputi :
a. Mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari segala aspek, baik
keuangan maupun non keuangan untuk mengetahui kemungkinan
dapat/tidaknya dipertimbangkan bagi sautu permohonan kredit.
b. Menyusun laporan analisis yang diperlukan, berisi penguraian dan
kesimpulan serta penyajian alternatif sebagai bahan pertimbangan bagi
pimpinan untuk pengambilan keputusan atas permohonan kredit.
c. Apabila di dalam struktur organisasi bank tidak terdapat pemisahan bagian
penyidikan dan analisis, maka pekerjaan tersebut dilakukan oleh pimpinan
tertinggi yang ada di bank.
d. Berkas permohonan dan dokumen laporan untuk menyidikan dan analisis
harus diperlakukan sesuai dengan sifat rahasia dari informasi yang
diperoleh.
e. Petugas penyidikan dan analisis memelihara catatan seperlunya mengenai
pekerjaannya, sehingga dapat dijadikan alat untuk mengetahui dan
mentransit pekerjaan yang sudah dan sedang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

70

Data pokok minimal harus memuat mengenai aktivitas usaha disertai analisis
seperlunya mengenai :
a. Realisasi pembelian, produksi dan penjualan,
b. Rencana pembelian, produksi dan penjualan,
c. Jaminan,
d. Laporan keuangan,
e. Aktivitas rekening koran (giro),
f. Data kualitatif dari nasabah/calon debitur.
Pihak bank perlu mengadakan penelitian yang semestinya atas
kewajaran dan konsistensi dari data dan informasi yang diterima dari calon
debitur, hal ini untuk mencegah kesimpulan yang kurang tepat serta
memperlambat pengambilan keputusan.
Penelitian atas realisasi usaha mengenai data-data realisasi pembelian,
produksi dan penjualan dalam 3 bulan terakhir, hendaknya dibandingkan
dengan realisasi bulan-bulan sebelumnya, baik dalam kuantum maupun nilai
rupiahnya. Perbandingan dengan aktivitas rekening untuk pinjaman-pinjaman
yang sedang berjalan akan sangat bermanfaat. Khusus mengenai realisasi
produksi,

perlu dibandingkan dengan kapasitas alat/mesin produksi yang

bersangkutan. Kenaikan dan penurunan produk hendaknya dijelaskan secara
kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian atas rencana usaha minimal 6 bulan mendatang perlu ditelaah
dengan seksama dan membandingkannya dengan perkembangan pada bulanbulan sebelumnya. Dalam kaitannya dengan rencana produksi, harus diteliti

Universitas Sumatera Utara

71

hubungan rencana dengan kapasitas produksi, analisis break even, penjelasan
mengenai sumber serta kontuinitas bahan baku dan lainnya.
Dalam meneliti rencana penjualan hendaknya sejauh mungkin dilakukan
analisa pasar guna mengetahui market share yang ada, sehingga dapat
diketahui tingkat perkembangan usaha tersebut.
Penelitian dan penilaian barang jaminan tambahan, harus mensortir jenis
barang yang dapat diikat sebagai jaminan secara jurisid perfect saja.
Selain jenis dan nama barang yang dapat diikat sebagai jaminan tambahan,
jumlah dan harga taksasi serta status kepemilikannya perlu mendapat
penjelasan yang cukup.
Penelitian pendahuluan atas laporan keuangan yang diterima dari calon debitur
neraca, daftar laba/rugi (minimal 2 tahun terakhir) harus mendapat perhatian
atas kebenaran dan kewajarannya.
Petugas analis membuat penjelasan yang diperlukan mengenai besarnya
kebutuhan modal kerja yang diperlukan (menurut perhitungan petugas analis),
proyeksi arus kas, jangka waktu pemakaian kredit dan pelunasannya.
8. Keputusan atas permohonan kredit.
Setiap keputusan permohonan kredit harus memperhatikan penilaian syaratsyarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit
dan analis kredit, bahan pertimbangan atau informasi lainnya yang diperoleh
pejabat pengambil keputusan, harus dibubuhkan secara tertulis (disposisi).
9. Penolakan permohonan kredit.
Penolakan ini adalah untuk permohonan kredit yang nyata-nyata dianggap

Universitas Sumatera Utara

72

oleh bank secara teknis tidak memenuhi persyaratan.
Langkah yang harus diperhatikan adalah :
a. Semua keputusan penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada
nasabah dengan disertai alasan penolakannya,
b. Surat penolakan permohonan minimal dibuat dalam rangkap tiga :
1) Asli dikirim kepada pemohon,
2) Lembar ke dua beserta salinan surat permohonan nasabah dikirim
kepada direksi,
3) Lembar ke tiga untuk arsip.
c. Dalam hal penolakan permohonan baru, jika diminta semua berkas
permohonan dapat dikembalikan kepada pemohon, kecuali surat
permohannya.
d. Dalam hal penolakan permohonan perpanjangan, berarti jangka waktu
kredit tidak diperpanjang. Bank harus menegaskan kepada nasabah agar
segera menyelesaikan semua kewajibannya kepada bank atau mengajukan
rencana pelunasannya.
e. Dalam hal penolakan tambahan kredit, maka harus ditegakan bahwa
nasabah hanya tetap menikmati limit kredit yang telah disetujui semula.
Berkas permohonan tambahan tidak dikembalikan kepada pemohon.
f. Dalam hal penolakan perubahan persyaratan lainnya dari kredit yang
sedang berjalan, maka nasabah tetap mempunyai hak dan kewajiban sesuai
dengan syarat yang telah disetujui semula.
Apabila permohonan perubahan syarat-syarat ini menunjukkan hubungan

Universitas Sumatera Utara

73

dengan gejala-gejala yang tidak sehat, maka harus diambil tindakan
pengamanan berupa inventarisasi jaminan dan memberikan bimbingan dan
pengawasan yang lebih ketat terhadap nasabah.
10. Persetujuan permohonan kredit
Adalah keputusan bank untuk mengabulkan sebagian atau seluruh
permohonan kredit dari calon debitur.
Untuk melindungi kepentingan bank dalam pelaksanaan persetujuan tersebut,
biasanya ditegaskan syarat-syarat fasilitas kredit dan prosedur yang harus
ditempuh oleh nasabah.
Setelah pengusaha ekonomi kecil mendapatkan kredit yang dimaksudkan,
maka dalam proses berikutnya pihak bank tidak akan berlepas diri mengawasi
pelaksanaan penggunaan dana yang dikucurkannya kepada pengusaha ekonomi
kecil tersebut. Maka dalam tindakan ini selanjutnya akan diberikan pengawasan
dan pembinaan kredit oleh pihak bank kepada pengusaha ekonomi lemah.
Dengan adanya persetujuan kredit dan setelah masa pencairan maka
tindakan selanjutnya dari pihak PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan adalah
melakukan pengawasan atas kredit yang diberikannya tersebut. Didalam setiap
perjanjian kredit Bank dengan debitur, telah diperjanjikan bahwa Bank melakukan
pengawasan terhadap usaha debitur dan penggunaan kredit termasuk juga
melakukan pengawasan terhadap agunan kredit dan sehubungan dengan hal ini
Bank juga berwenang melakukan tindakan-tindakan pengawasan, termasuk
pemeriksaan atas segala pembukuan, buku-buku korespondensi dan surat-surat

Universitas Sumatera Utara

74

lain baik oleh Bank sendiri maupun oleh pihak yang ditunjuk Bank. 48
Suatu hal yang perlu diketahui dari tindakan pengawasan yang
dimaksudkan adalah agar kredit yang diberikan oleh pihak bank tersebut dapat
tepat guna dan tepat sasaran.
Hal lainnya yang perlu diketahui dari proses perjanjian kredit di PT. Bank
Mandiri (Persero) Tbk Medan adalah semua perjanjian kredit yang dibuat oleh
Bank Mandiri dengan debiturnya merupakan perjanjian yang tertulis, jadi tidak
ada satupun pencairan kredit yang dilakukan sebelum ditandatanganinya
perjanjian kredit secara tertulis dan tidak ada perjanjian kredit yang dibuat secara
lisan. 49 Selain itu perjanjian kredit yang diterapkan juga tidak dalam bentuk baku,
mengingat sebelum adanya perjanjian kredit terlebih dahulutelah diterbitkan surat
penawaran pemberian kredit (SPPK) dimana, didalamnya berisi kesepakatan
antara Bank dan Calon debitur, persetujuan atas penawaran tersebut berupa
pembubuhan tanda tangan oleh debitur didalam SPPK. Syarat dan ketentuan
dalam Perjanjian Kredit bisa dibicarakan oleh Calon debitur dan Bank. 50

48

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank
Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.
49
Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank
Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.
50
Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank
Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.

Universitas Sumatera Utara

75

B. Perlindungan Hukum Terhadap Debitur/Nasabah Dalam Perjanjian
Kredit Bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero
Tbk., Medan
Lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan
masyarakat, hal ini dikarenakan bank sangat membutuhkan masyarakat dalam
melakukan kegiatan usahanya. Guna tetap mempertahankan kepercayaan
masyarakat terhadap bank maka pemerintah harus melindungi masyarakat dari
tindakan lembaga ataupun oknum pegawai bank yang tidak bertanggung jawab.
Perlindungan terhadap nasabah dalam bidang pelayanan perbankan merupakan
suatu ketentuan yang tidak boleh diabaikan begitu saja, dikarenakan nasabah
merupakan unsur yang sangat berperan sekali dalam dunia perbankan, dalam ari
kata mati hidupnya perbankan bersandarkan pada kepercayaan dari pihak
masyarakat/nasabah. Dalam rangka pem