Perlindungan Hukum Terhadap Debitur/Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Bank

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku:

Abdulkadir Muhammad. Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung, 1986.

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2003.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, 2008.

Harry Waluya, Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.

H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Mulia Sari, Jakarta, 2004.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta , 2008. Indra Darmawan, Pengantar Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 2009. Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. Kebendaan Pada Umumnya. Kencana,

Jakarta, 2003.

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan. Rajawali Pres. Jakarta, 2002. Komaruddin, Kamus Perbankan, CV. Rajawali, Jakarta, 2004.

Mariam Darus Badrulzaman. Aneka Hukum Bisnis. Alumni, Bandung, 2005. ____________, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 2001.

Muhammad Djumhanna, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya, Bandung, 2006.

O.P. Simorangkir, Seluk-Beluk Bank Komersil, Aksara Press, Jakarta, 2004.

Purwahid Patrik. Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian dan Dari Undang-Undang). Mandar Maju, Bandung, 1994. Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk

tabungan dan Deposito. PT. citra Aditya Bakti, Bandung : 1995.

Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti. Manajemen Perkreditan Bank Umum.


(2)

R. Subekti. Hukum Perjanjian. Intermasa, Jakarta, 2005.

____________, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Alumni, Bandung, 1984.

Saladin Djaslim, Dasar-Dasar Manajemen Pemasaran Bank, CV Rajawali. Jakarta, 1994.

S. Mantayborbir, et.all, Pengurusan Piutang Macet Pada PUPN/BUPLN (Kajian Teori dan Praktik), Pustaka Bangsa, Jakarta, 2001.

Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007.

Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bandung, 2006.

Wirjono Prodjodikoro. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Mandar Maju, Bandung, 2011.

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

B. Peraturan Perundang-Undangan: KUH Perdata

Undang Undang Nomor 7 tahun 1992 Jo. Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

C. Internet:

Andy Febriand, Sejarah dan Pengertian Bank", Diakses Melalui http://manperupi. blogspot.co.id/2013/01/pengertian-dan-sejarah-bank.html.

Chandra Syamsurizal, "Pengertian Nasabah", Diakses Melalui http://pengertiannassabah.blogspot.co.id/.

Notaris Nurul Muslimah Kurniati. “Kontrak Dan Perikatan”. Melalui

http://notarisnurulmuslimahkurniati.blogspot.com/2009/04/kontrak-dan-perikatan.html.


(3)

Uki Hary's Blog, “Peran dan Fungsi Bank Secara Umum”,


(4)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Pengertian Perjanjian

Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyatakan “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Menurut Subekti, “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.19

Ada beberapa penulis yang memakai perkataan persetujuan yang tentu saja tidak salah, karena peristiwa termaksud juga berupa suatu kesepakatan atau pertemuan kehendak antara dua orang atau lebih untuk melaksanakan sesuatu dan perkataan persetujuan memang lebih sesuai dengan perkataan Belanda

overeenkomst yang dipakai oleh BW, tetapi karena perjanjian oleh masyarakat sudah dirasakan sebagai suatu istilah yang mantap untuk menggambarkan rangkaian janji-janji yang pemenuhannya dijamin oleh hukum.20

Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha, dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan, pembentukan organisasi usaha

19

R. Subekti. Hukum Perjanjian. Intermasa, Jakarta, 2005. hal. 1.

20


(5)

dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga kerja.21

Mengenai batasan pengertian perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata, Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas banyak mengandung kelemahan-kelemahan.22 Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal janji kawin, yaitu perbuatan di dalam hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga. Namun istimewa sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri. Sehingga hukum ke III KUH Perdata secara langsung tidak berlaku juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.23

Kalau demikian, perjanjian/verbintennis adalah hubungan hukum/

rechtbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum.

Berdasarkan pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum (rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi”.

Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam harta benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya

21

Abdulkadir Muhammad. Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung, 1986. hal. 93.

22

Purwahid Patrik. Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian dan Dari Undang-Undang). Mandar Maju, Bandung, 1994. hal. 45.

23


(6)

timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian. Suatu perjanjian yang mengikat (perikatan) minimal harus ada salah satu pihak yang mempunyai kewajiban karena bila tidak ada pihak yang mempunyai kewajiban, maka dikatakan tidak ada perjanjian yang mengikat.

Hubungan hukum yang terjadi, baik karena perjanjian maupun karena hukum, dinamakan perikatan karena hubungan hukum tersebut mengikat, yaitu kewajiban-kewajiban yang timbul dari adanya perikatan itu dapat dipaksakan, secara hukum. Jadi, suatu perjanjian yang tidak mengikat atau tidak dapat dipaksakan (unenforceable) adalah bukan perikatan.24

Berdasarkan hal tersebut maka satu pihak memperoleh hak/recht dan pihak sebelah lagi memikul kewajiban/plicht menyerahkan/menunaikan prestasi. Prestasi ini adalah objek atau voorwerp dari verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasar tindakan hukum, sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai schuldeiser atau kreditur. Pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai schuldenaar atau debitur.

Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi.

24

Notaris Nurul Muslimah Kurniati. “Kontrak Dan Perikatan”. Melalui

http://notarisnurulmuslimahkurniati.blogspot.com/2009/04/kontrak-dan-perikatan.html, Diakses tanggal 16 Oktober 2015.


(7)

Hukum kebendaan dikatakan bersifat tertutup, dan karenanya tidak boleh ditambah, diubah, dikurangi atau dimodifikasi oleh orang perorangan atas kehendak mereka sendiri, hukum kebendaan, seringkali juga disebut sebagai hukum yang memaksa .25

Akan tetapi seperti yang telah pernah disinggung di atas, karakter hukum kekayaan dalam harta benda keluarga adalah lahir dengan sendirinya, semata-mata karena ketentuan undang-undang. Vermogenrecht/hukum kekayaan yang bersifat pribadi dalam perjanjian/verbintenis baru bisa tercipta apabila ada tindakan hukum/rechthandeling.

Sekalipun yang menjadi objek atau vorwerp itu merupakan benda, namun hukum perjanjian hanya mengatur dan mempermasalahkan hubungan benda/kekayaan yang menjadi objek perjanjian antara pribadi tertentu (bepaalde persoon).

Selanjutnya dapat dilihat perbedaan antara hukum benda/zakenrecht

dengan hukum perjanjian.

a. Hak kebendaan melekat pada benda dimana saja benda itu berada, jadi mempunyai droit de suite.

b. Semua orang secara umum terikat oleh suatu kewajiban untuk menghormati hak seseorang atas benda tadi, in violable et sacre.

c. Si empunya hak atas benda, dapat melakukan segala tindakan sesukanya atas benda tersebut.

25

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. Kebendaan Pada Umumnya. Kencana, Jakarta, 2003. hal. 21.


(8)

Kalau hukum kebendaan bersifat hak yang absolut, hukum kebendaan dalam perjanjian adalah bersifat “ hak relatif “/relatief recht. Dia hanya mengatur hubungan antara pribadi tertentu. Bepaalde persoon, bukan terhadap semua orang pemenuhan prestasi dapat dimintanya. Hanya kepada orang yang telah melibatkan diri padanya berdasar suatu tindakan hukum. Jadi hubungan hukum / recht berrekking dalam perjanjian hanya berkekuatan hukum antara orang-orang tertentu saja.26

Hanya saja dalam hal ini perlu diingatkan, bahwa gambaran tentang pengertian hukum benda yang diatur dalam BW dalam Buku II, yang menganggap hak kebendaan itu “inviolable et sacre” dan memiliki droit de suite, tidak mempunyai daya hukum lagi. Sebab dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 sesuai dengan asas unifikasi hukum pertanahan, Buku II Burgelijk Wetboek (BW) tidak dinyatakan berlaku lagi.

Terutama mengenai hubungan tanah dengan seseorang, tidak lagi ditekankan pada faktor hak. Tetapi dititik beratkan pada segi penggunaan dan fungsi sosial tanah, agar selaras dengan maksud dan jiwa pada Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.

Seperti telah dikemukakan di atas, pada umumnya hak yang lahir dari perjanjian itu bersifat hak relatif, artinya hak atas prestasi baru ada pada

persoon tertentu, jika hal itu didasarkan pada hubungan hukum yang lahir atas perbuatan hukum.

Akan tetapi ada beberapa pengecualian:

a. Sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara dua orang tertentu (bepaalde persoon), verbintenis bisa terjadi oleh suatu keadaan/kenyataan tertentu. Misalnya karena pelanggaran kendaraan.

26


(9)

a. Atau oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata, dapat dikonkritisasi sebagai verbintenis. Sekalipun sebelumnya tidak ada hubungan hukum antara dua orang tertentu, seperti yang dapat dilihat pada Waterkraan Arrest (H.R. 10 Juni 1910).27

Verbintenis/perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak mendapatkan prestasi tadi dilindungi oleh hukum berupa sanksi. Ini berarti kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa debitur menyelesaikan pelaksanaan kewajiban/prestasi yang mereka perjanjikan. Apabila debitur enggan secara sukarela memenuhi prestasi, kreditur dapat meminta kepada Pengadilan untuk melaksanakan sanksi, baik berupa eksekusi, ganti rugi atau uang paksa. Akan tetapi tidak seluruhnya verbintenis mempunyai sifat yang dapat dipaksakan.

Pengecualian terdapat misalnya pada natuurlijke verbintenis. Dalam hal ini perjanjian tersebut bersifat tanpa hak memaksa. Jadi natuurlijk verbintenis adalah perjanjian tanpa mempunyai kekuatan memaksa. Dengan demikian, perjanjian dapat dibedakan antara:

a. Perjanjian tanpa kekuatan hukum (zonder rechtwerking).

Perjanjian tanpa kekuatan hukum ialah perjanjian yang ditinjau dari segi hukum perdata tidak mempunyai akibat hukum yang mengikat. Misalnya perjanjian keagamaan, moral, sopan santun dan sebagainya.

27


(10)

b. Perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum tak sempurna seperti natuurlijke verbintenis.

Ketidak sempurnaan daya hukumnya terletak pada sanksi memaksanya, yaitu atas keengganan debitur memenuhi kewajiban prestasi, kreditur tidak diberi kemampuan oleh hukum untuk melaksanakan pemenuhan prestasi. Jadi tidak dapat dipaksakan.

c. Verbintenis yang sempurna daya kekuatan hukumnya, Disini pemenuhan dapat dipaksakan kepada debitur jika ia ingkar secara sukarela melaksanakan kewajiban prestasi. Untuk itu kreditur diberi hak oleh hukum menjatuhkan sanksi melalui tuntutan eksekusi pelaksanaan dan eksekusi riel, ganti rugi serta uang paksa.

Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan mengadakan tata tertib diantara anggota-anggota masyarakat. Ini berarti bahwa unsur hukum baru dapat dianggap ada, apabila suatu tingkah laku seseorang sedikit banyak menyinggung atau mempengaruhi tingkah laku dengan kepentingan orang lain.

Wirjono Prodjodikoro, berpendapat: “Bahwa dalam hal gangguan oleh pihak ketiga, pemilik hak benda dapat melaksanakan haknya terhadap siapapun juga, adalah sifat lain dari hak benda yaitu sifat absolut. Sedangkan dalam hukum perjanjian seseorang yang berhak, dapat dibilang mempunyai hak tak mutlak yaitu hanya dapat melaksanakan haknya terhadap seorang tertentu yakni orang pihak


(11)

lain yang turut membikin perjanjian itu ”.28

Suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda, hukum perdata membedakan hak terhadap benda dan hak terhadap orang. Meskipun suatu perjanjian adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan perhubungan hukum antara orang dengan orang, lebih tegasnya antara orang tertentu dengan orang lain tertentu. Artinya, hukum perdata tetap memandang suatu perjanjian sebagai hubungan hukum, di mana seorang tertentu, berdasarkan atas suatu janji berkewajiban untuk melakukan suatu hal, dan orang lain tertentu berhak menuntut pelaksanaan kewajiban itu. Misalnya, A dan B membuat perjanjian jual beli, yaitu A adalah penjual dan B adalah pembeli, dan barang yang dibeli adalah sebuah lemari tertentu yang berada di dalam rumah A. Harga pembelian sudah dibayar, tetapi sebelum lemari diserahkan kepada B, ada pencuri yang mengambil lemari tersebut, sehingga lemari tersebut jatuh ke tangan seorang ketiga (C). Dalam hal ini B hanya berhak menegur A supaya lemari diserahkan kepadanya, dan B tidak dapat langsung menegur C supaya lemari tersebut diserahkan kepadanya.

Sifat hukum perjanjian ini berbeda dengan sifat hukum kebendaan. Pada hukum benda, hubungan hukum itu terjadi antara orang dengan benda. Sedangkan pada hukum perjanjian, hubungan hukum itu terjadi antara orang dengan orang berdasarkan perjanjian yang dibuat orang-orang tersebut.

Dengan sifat hukum perjanjian, yakni sifat perorangan, maka para pihak dapat dengan bebas menentukan isi dari perjanjian yang mereka buat, asal saja

28

Wirjono Prodjodikoro. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Mandar Maju, Bandung, 2011. hal. 9.


(12)

tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan, yang artinya hukum perjanjian itu menganut sistem terbuka.

Pasal-pasal dari hukum perjanjian ini merupakan hukum pelengkap, yaitu pasal-pasal itu dapat dikesampingkan apabila dikehendaki, oleh para pihak yang membuat perjanjian, mereka diperbolehkan mengatur sendiri sesuatu soal, namun tidak boleh melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

KUH Perdata, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) yang mengatakan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Uraian di atas juga dikenal asas kebebasan berkontrak. Hukum tidak pernah berhubungan dan tidak perlu mengetahui apa yang melatar belakangi dibuatnya suatu perjanjian, melainkan cukup bahwa prestasi yang dijanjikan untuk dilaksanakan yang diatur dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. 29

Hukum perjanjian itu adalah merupakan peristiwa hukum yang selalu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga apabila ditinjau dari segi yuridisnya, hukum perjanjian itu tentunya mempunyai perbedaan satu sama lain dalam arti kata bahwa perjanjian yang berlaku dalam masyarakat itu mempunyai coraknya yang tersendiri pula. Corak yang berbeda dalam bentuk perjanjian itu, merupakan bentuk atau jenis dari perjanjian.

Bentuk atau jenis perjanjian tersebut, tidak ada diatur secara terperinci dalam undang-undang, akan tetapi dalam pemakaian hukum perjanjian oleh

29


(13)

masyarakat terdapat bentuk atau jenis yang berbeda tentunya.

B. Syarat Sah Perjanjian

Untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian c. Mengenai suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjian sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan, bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.

Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik, pembeli mengingini sesuatu barang penjual .30

Persetujuan atau kesepakatan dari masing-masing pihak itu harus dinyatakan dengan tegas, bukan diam-diam. Persetujuan itu juga harus diberikan bebas dari pengaruh atau tekanan yaitu paksaaan.

Suatu kesepakatan dikatakan mengandung cacat, apabila kehendak-kehendak itu mendapat pengaruh dari luar sedemikian rupa, sehingga dapat

30


(14)

mempengaruhi pihak-pihak bersangkutan dalam memberikan kata sepakatnya. Contoh dari paksaan yang dapat mengakibatkan pembatalakan persetujuan ialah ancaman dengan penganiayaan, dengan pembunuhan atau dengan membongkar suatu rahasia. Dalam mempertimbangkan sifat ancaman ini harus diperhatikan kelamin serta kedudukan orang-orang yang bersangkutan.31

Perjanjian yang diadakan dengan kata sepakat yang cacat itu dianggap tidak mempunyai nilai. Lain halnya dalam suatu paksaaan yang bersifat relatif, dimana orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan apakah ia akan mengikuti kemauan orang yang memaksa atau menolaknya, sehingga kalau tidak ada persetujuan dari orang yang dipaksa itu maka jelas bahwa persetujuan yang telah diberikan itu adalah persetujuan yang tidak sempurna, yaitu tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Paksaan seperti inilah yang dimaksudkan undang-undang dapat dipergunakan sebagai alasan untuk menuntut batalnya perjanjian, yaitu suatu paksaaan yang membuat persetujuan atau perizinan diberikan, tetapi secara tidak benar.

Mengenai kekeliruan atau kekhilapan undang-undang tidak memberikan penjelasan ataupun pengertian lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan kekeliruan. Menurut pendapat doktrin yang mana telah memberikan pengertian terhadap kekeliruan, terhadap sifat-sifat pokok yang terpenting dari obyek perjanjian. Dengan perkataan lain bahwa kekeliruan terhadap unsur pokok dari barang–barang yang diperjanjikan yang apabila diketahui, seandainya orang tidak khilap mengenai hal-hal tersebut perjanjian itu tidak akan diadakan. Jadi

31


(15)

sifat pokok dari barang yang diperjanjikan itu adalah merupakan motif yang mendorong pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan perjanjian.

Sesuatu kekeliruan atau kekhilapan untuk dapat dijadikan alasan guna menuntut pembatalan perjanjian maka haruslah dipenuhi persyaratan bahwa barang-barang yang menjadi pokok perjanjian itu dibuat, sedangkan sebagai pembatasan yang kedua dikemukakan oleh doktrin adalah adanya alasan yang cukup menduga adanya kekeliruan atau dengan kata lain bahwa kekhilapan itu harus diketahui oleh lawan, atau paling sedikit pihak lawan itu sepatutnya harus mengetahui bahwa ia sedang berhadapan dengan seseorang yang khilap.

Misalnya sesorang membeli sebuah lukisan yang dikiranya lukisan Basuki Abdullah, tetapi kemudian ternyata hanya turunan saja. Kekhilafan mengenai orang terjadi misalnya jika seorang Direktur Opera mengadakan suatu kontrak dengan orang yang dikiranya seorang penyanui yang tersohor, padahal itu bukan orang yang dimaksudkan, hanyalah namanya saja yang kebetulan sama.32

Kekeliruan atau kekhilapan sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah kekeliruan terhadap orang yang dimaksudkan dalam perjanjian. Jadi orang itu mengadakan perjanjian justru karena ia mengira bahwa penyanyi tersebut adalah orang yang dimaksudkannya.

Dalam halnya ada unsur penipuan pada perjanjian yang dibuat, maka pada salah satu pihak terdapat gambaran yang sebenarnya mengenai sifat-sifat pokok barang-barang yang diperjanjikan, gambaran dengan sengaja diberikan oleh pihak lawannya.

32


(16)

Perihal adanya penipuan itu harus dibuktikan, demikian hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1328 ayat 1 KUH Perdata. Yuriprudensi dalam hal penipuan ini menerangkan bahwa untuk dapat dikatakan adanya suatu penipuan atau tipu muslihat tidak cukup jika seseorang itu hanya melakukan kebohongan mengenai suatu hal saja, paling sedikit harus ada sesuatu rangkaian kebohongan. Karena muslihat itu, pihak yang tertipu terjerumus pada gambaran yang keliru dan membawa kerugian kepadanya.Syarat kedua untuk sahnya suatu perjanjian adalah, kecakapan para pihak. Untuk hal ini dikemukakan Pasal 1329 KUH Perdata, dimana kecakapan itu dapat dibedakan:

a. Secara umum dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian secara sah.

b. Secara khusus dinyatakan bahwa seseorang dinayatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian tertentu, misalnya Pasal 1601 KUH Perdata yang menyatakan batalnya suatu perjanjian perburuhan apabila diadakan antara suami isteri.

Perihal ketidak cakapan pada umumnya adalah sebagaimana yang diuraikan oleh Pasal 1330 KUH Perdata ada tiga, yaitu :

a. Anak-anak atau orang yang belum dewasa

b. Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampunan c. Wanita yang bersuami

Ketidak cakapan ini juga ditentukan oleh undang-undang demi kepentingan curatele atau orang yang ditaruh di bawah pengampuan itu sendiri. Menurut Pasal 1330 KUH Perdata diatas wanita bersuami pada umumnya adalah


(17)

tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, kecuali kalau ditentukan lain oleh undang-undang. Ia bertindak dalam lalu lintas hukum harus dibantu atau mendapat izin dari suaminya. Hal ini mengingat bahwa kekuasaan sebagai kepala rumah tangga adalah besar sekali, seperti yang kita kenal dengan istilah maritale macht.

Melihat kemajuan zaman, dimana kaum wanita telah berjuang membela haknya yang kita kenal dengan emansipasi, kiranya sudah tepatlah kebijaksanaan Mahkamah Agung yang dengan surat edarannya No. 3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963 telah menganggap Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata tentang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya sudah tidak berlaku lagi.

Dalam hal perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh mereka yang tergolong tidak cakap ini, pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan oleh mereka yang dianggap tidak cakap itu sendiri, sebab undang-undang beranggapan bahwa perjanjian ini dibatalkan secara sepihak, yaitu oleh pihak yang tidak cakap itu sendiri, akan tetapi apabila pihak yang tidak cakap itu mengatakan bahwa perjanjian itu berlaku penuh baginya, akan konskuensinya adalah segala akibat dari perjanjian yang dilakukan oleh mereka yang tidak cakap dalam arti tidak berhak atau tidak berkuasa adalah bahwa pembatalannya hanya dapat dimintakan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Pembatalan terhadap orang-orang tertentu dalam hal kecakapan membuat suatu perjanjian sebagaimana dikemukakan Pasal 1330 KUH Perdata tersebut,


(18)

kiranya dapat kita mengingat bahwa sifat dari peraturan hukum sendiri pada hakekatnya selalu mengejar dua tujuan yaitu rasa keadilan di satu pihak dan ketertiban hukum dalam masyarakat di pihak lain. Bilamana dari sudut tujuan hukum yang pertama ialah mengejar rasa keadilan memang wajarlah apabila orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya terikat oleh perjanjian itu harus pula mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi akan tanggung-jawab yang harus dipikulkan dan tujuan yang satu inilah akan sulit diharapkan apabila orang-orang yang merupakan pihak dalam suatu perjanjian itu adalah orang-orang di bawah umur atau orang sakit ingatan atau pikiran yang pada umumnya dapat dikatakan sebagai belum atau tidak dapat menginsyafi apa sesungguhnya tanggung-jawab itu.

Selanjutnya syarat yang ketiga untuk sahnya satu perikatan adalah adanya hal tertentu yang diperjanjikan maka ini berarti bahwa apa yang diperjanjikan harus cukup jelas dalam arti barang atau benda yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya (Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata) dengan pengertian bahwa jumlahnya barang tidak menjadi syarat, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

Syarat yang ketiga ini menjadi penting, terutama dalam hal terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, guna dapat menetapkan apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dari pada pihak-pihak dalam perjanjian yang mereka buat itu.

“Jika prestasi itu kabur, sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada obyek perjanjian. Akibat tidak dipenuhi syarat ini,


(19)

perjanjian itu batal demi hukum (voidneiting)”.

Akhirnya selalu syarat untuk sahnya suatu perjanjian itu, Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan sebagai syarat ke-empat ialah adanya suatu sebab yang halal. Dengan sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian itu sendiri. Atau seperti dikemukakan R. Wirjono Prodjodikoro, yaitu “Azas-azas hukum perjanjian, bahwa dengan pengertian causa adalah bukan hal yang mengakibatkan hal sesuatu keadaan belaka. Dalam pandangan saya, causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu persetujuan, yang menyebabkan adanya persetujuan itu”.33

Selaku suatu causa dalam perjanjian, haruslah berupa causa yang halal, dalam arti bahwa isi perjanjian itu harus bukan sesuatu hal yang terlarang. Sebagai contoh dari suatu perjanjian yang mengandung causa yang terlarang, adalah si penjual hanya bersedia menjual pisaunya kalau si pembeli membunuh orang.

C. Pengertian Kredit

Kredit menurut etimologi berarti “percaya, karena pihak yang memperoleh kredit pada dasarnya, adalah pihak yang memperoleh kepercayaan”.34

Dalam perkembangannya kata kredit berubah makna menjadi pinjaman. Memang diakui bahwa pinjaman yang diberikan oleh pihak kreditur kepada debitur dilandasi kepercayaan, bahwa pada suatu waktu tertentu pinjaman tersebut dikembalikan ditambah imbalan jasa tertentu.

33

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 37.

34


(20)

Dalam pengertian kredit ada terdapat pengertian transfer antara waktu sekarang dengan waktu yang akan datang. Dengan demikian didefinisikan sebagai suatu hak untuk menggunakan uang dalam batas waktu tertentu berdasarkan pertimbangan tertentu.35

Istilah kredit berasal dari kata bahasa Romawi “credere” dan berarti kepercayaan. Dasar dari kredit adalah kepercayaan bahwa pihak lain ada pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang dijanjikan untuk dipenuhi itu dapat berupa: barang, uang atau jasa .36

Pinjaman yang diberikan (kredit) ialah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal, pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan .37

Kredit berarti suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi.

Pada hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, yang berarti bahwa pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan oleh Bank sebagai pemberi kredit, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah

35

Harry Waluya, Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal.115

36

Indra Darmawan, Pengantar Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 2009,hal.44.

37

Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007, hal.44.


(21)

diyakini akan dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama.

Berdasarkan pengertian kredit seperti tersebut di atas, maka ditarik suatu kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam pemberian kredit adalah :

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa prestasi (uang) yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dari si penerima kredit pada suatu masa yang akan datang.

b. Waktu, yaitu jangka waktu antara saat pemberian prestasi dengan saat pengembaliannya.

Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian tentang nilai agio uang yaitu nilai uang sekarang lebih berharga daripada uang di masa yang datang.

c. Resiko, yaitu risiko sebagai akibat yang akan dapat timbul pada pemberian kredit. Guna menghindari risiko, maka sebelum kredit diberikan harus dilakukan penilaian secara cermat dan dilindungi dengan agunan/jaminan kredit sebagai benteng terakhir dalam pengamanan kredit.

d. Prestasi, dalam hubungannya dengan pemberian kredit. Yang dimaksud dengan prestasi adalah uang.38

Inventarisasi dari perjanjian kredit yang ada hingga saat ini adalah sebagai berikut :

a. Perjanjian pinjam-meminjam uang (KUH Perdata Bab XIII).

b. Perjanjian pinjam-meminjam di dalam Undang-undang melepas uang (Geldschietersardonantie S. 1938 No. 552).

c. Perjanjian pinjam uang di dalam Undang-undang Riba (Woeker Ordonantie S. 1938 No. 524).

d. Perjanjian Kredit (Undang-undang Perbankan). e. Perjanjian Kartu Kredit (Undang-undang Perbankan). f. Perjanjian Sewa Guna Usaha (Undang-undang Perbankan)

38


(22)

g. Perjanjian sewa beli (Keputusan Menteri Perdagangan No. 34/KP/II/80). h. Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali (KUH Perdata).

Dari inventarisasi di atas dapat dibedakan dua kelompok perjanjian kredit yaitu :

1. Perjanjian kredit uang, terlihat pada perjanjian kredit perbankan dan perjanjian kartu kredit,

2. Perjanjian kredit barang, terlihat pada perjanjian sewa beli dan perjanjian sewa guna usaha. 39

Jadi perjanjian kredit bank tergolong ke dalam perjanjian kredit uang. Menurut undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebut dalam Pasal 1 butir 11 bahwa :

“ Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga “.

D. Pengertian Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam pakai habis yang tunduk kepada Pasal 1754 KUH Perdata40

39

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 2001,hal. 39-140.

yang merupakan kelompok perjanjian khusus (bernama), sehingga perjanjian kredit tergolong dalam kategori KUH Perdata.

40

S. Mantayborbir, et.all, Pengurusan Piutang Macet Pada PUPN/BUPLN (Kajian Teori dan Praktik), Pustaka Bangsa, Jakarta, 2001, hal. 18.


(23)

Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa Undang-undang Perbankan menunjuk “ Perjanjian Pinjam Meminjam “ sebagai acuan dari perjanjian kredit, yang diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata, disebutkan bahwa, perjanjian pinjam meminjam ialah “Perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang bisa habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula “.

Dalam ketentuan perbankan yang berlaku hingga saat ini, belum ditemukan secara tegas tentang bagaimana seharusnya bentuk perjanjian kredit itu dibuat.

Dari definisi kredit yang dikemukakan dalam Undang-undang Perbankan, maka elemen-elemen dari perjanjian kredit itu adalah :

a. Para pihak.

1) Undang-undang Perbankan mengemukakan bahwa pihak yang diperbolehkan untuk menyalurkan atau menyediakan kredit adalah badan tertentu saja yaitu Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat dan bentuk usaha lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (Pasal 21 ayat (1) dan (2)).

2) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya, wajib mendapat izin usaha sebagai bank umum atau perkreditan rakyat dari Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia, kecuali kegiatan menghimpun dana dari masyarakat tersebut diatur dalam Undang-undang tersendiri (Pasal 16).


(24)

b. Bunga.

Undang-undang Perbankan menentukan bahwa untuk perjanjian kredit ini dapat disyaratkan bunga, namun tidak ada ketentuan tingkat bunga.

c. Batas maksimum pemberian kredit.

Di dalam Undang-undang Perbankan ditentukan bahwa Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan (Pasal 11 ayat (1)).

d. Jaminan.

Jaminan merupakan pengamanan bagi pemberi kredit. Undang-undang Perbankan menentukan bahwa yang dapat menjadi jaminan adalah kelayakan proyek dan barang jaminan, serta hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

e. Jangka waktu.

Di dalam perjanjian kredit perlu ditentukan jangka waktu, karena kredit adalah pinjaman dan akhirnya pada suatu waktu harus dikembalikan kepada penyedia kredit.

f. Bentuk perjanjian kredit.

Di lingkungan perbankan perjanjian baku sudah lazim dipergunakan. Perjanjian baku adalah perjanjian yang materinya ditentukan terlebih dahulu


(25)

secara sepihak oleh kreditur dan ditawarkan kepada masyarakat untuk digunakan secara massal atau individual.


(26)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR/NASABAH DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK MANDIRI REGIONAL

I/SUMATERA I TBK., MEDAN

A. Proses Terjadinya Perjanjian Kredit Bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan

Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti proses perjanjian kredit bank adalah: “Tahapan-tahapan yang dirancang oleh pihak Bank dengan maksud mempermudah calon Debitur untuk melaksanakan kredit, dimana tahapan-tahapan tersebut harus dilakukan oleh kedua belah pihak baik oleh pihak Bank maupun calon Debitur dengan ketentuan yang berlaku”.41

Dari penjelasan diatas penulis menarik kesimpulan bahwa proses terjadinya perjanjian kredit dilakukan dengan beberapa tahap dimana tujuannya adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit, baik itu diterima ataupun ditolak.

Sedangkan Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti proses perjanjian kredit bank adalah :

1. Persiapan kredit

2. Analisis atau penilaian kredit.. 3. Keputusan kredit.

4. Pelaksanaan dan Administrasi Kredit.

41

Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti. Manajemen Perkreditan Bank Umum. Alfabeta, Bandung, 2004, hal. 55.


(27)

5. Supervisi kredit dan pembinaan debitur.42

Berdasarkan kutipan di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa proses terjadinya perjanjian kredit dilakukan demi lancarnya proses pemberian kredit. Prosedur yang dilaksanakan dirancang dengan maksud memudahkan para calon Debitur untuk melaksanakan transaksi kredit. Adapun penyajianya dalam bentuk langkah-langkah yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak, baik oleh pihak Bank atau bukan Bank maupun calon Debitur dengan ketentuan yang berlaku.

Proses perjanjian kredit yang dalam bagian ini adalah kredit modal kerja pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan dilakukan dengan adanya permohonan kredit secara tertulis dan langsung diajukan oleh pemohon ke kantor cabang dengan melampirkan persyaratan tertentu yang dipersyaratkan oleh PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan. Adapun persyaratan tersebut meliputi:

1. Calon debitur menyampaikan surat/form yang didalamnya memuat tujuan penggunaan kredit.

2. Legalitas Calon debitur

a. Akta pendirian (berikut perubahannya).

b. Copy KTP suami/istri yang masih berlaku + buku nikah (disesuaikan dengan aslinya).

c. Susunan pengurus dan pemegang saham berikut keterangan mengenai hubungan dan atau masing-masing anggota pengurus dengan perusahaan lain (jika ada).

42


(28)

d. Curriculum vitae dari para pengurus/pemilik. e. Copy NPWP.

3. Legalitas Usaha a. Perijinan.

b. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

c. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dari Instansi yang berwenang.

d. Izin Usaha Industri (IUI) dan Tanda Daftar Industri (TDI) dari Instansi yang berwenang.

e. Izin gangguan sesuai ketentuan yang berlaku di daerah setempat.

f. AMDAL untuk rencana usaha/kegiatan yang diwajibkan atau adanya upaya pengelolaan lingkungan (UKL)

g. Upaya pemantauan lingkungan (UPL) atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan (SKPPL) sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Data Keuangan

a. Neraca perhitungan laba/rugi minimal 2 (dua) tahun terakhir termasuk tahun berjalan, atau neraca pembukuan bagi usaha/perusahaan yang baru berdiri atau informasi/data keuangan yang dianggap perlu.

b. Realisasi aktiva minimal 6 (enam) bulan terakhir.

c. Rencana biaya dan pendapatan minimal dalam jangka 1 tahun.43

Setelah menerima berkas permohonan tersebut di atas, kantor PT. Bank

43

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.


(29)

Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan harus melakukan identifikasi pendahuluan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Bank memastikan kelengkapan persyaratan kredit. 2. Bank menganalisis laporan keuangan calon debitur. 3. Bank melakukan ceking terhadap ID BI.44

Apabila persyaratan sudah lengkap dan berdasarkan analisa kredit usaha calon debitur layak untuk dibiayai maka bank menyanggupi permohonan kredit debitur, selanjutnya bank akan menerbitkan Surat Penawaran Pemberian Kredit (SPPK). Setelah SPPK disetujui dan telah disepakati oleh calon debitur maka berdasarkan SPPK tersebut dibuatkan Perjanjian Kredit (dalam limit tertentu dibuatkan PK dalam bentuk akta notaril) dan pengikatan jaminan kredit.45

SPPK berisi:

1. Ketentuan dan persyaratan fasilitas kredit. 2. Batas waktu dan masa berlaku SPPK

3. Informasi suku bunga dasar, jangka waktu kredit

4. Konfirmasi persetujuan maupun perubahan dengan cara menandatangani SPPK tersebut, yang nantinya akan menjadi dasar pembuatan Perjanjian Kredit46

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat proses terjadinya kredit modal kerja di PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan yang dapat digambarkan

44

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.

45

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.

46

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.


(30)

sebagai berikut:

Gambar 1

Proses Terjadinya Kredit Modal Kerja di PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan47

Tindakan yang harus dilakukan sejak diajukannya permohonan kredit dari nasabah sampai dengan lunasnya suatu kredit yang diberikan oleh bank harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan petunjuk sebagai berikut :

1. Permohonan kredit.

a. Permohonan fasilitas kredit mencakup :

b. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas, c. Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan,

d. Permohonan perpanjangan / pembaharuan masa berlaku kredit yang telah berakhir jangka waktunya,

e. Permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas kredit yang

47

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.

Pengajuan/ permohonan

kredit oleh debitur

1. Bank memastikan kelengkapan persyaratan kredit 2. Bank menganalisis laporan keuangan calon debitur 3. Bank melakukan

cekng terhadap ID BI

Apabila persyaratan sudah lengkap dan berdasarkan analisa kredit usaha calon debitur layak untuk dibiayai maka bank menyanggupi permohonan kredit debitur, selanjutnya bank akan menerbitkan Surat Penawaran Pemberian Kredit (SPPK) Setelah SPPK disetujui dan telah disepakati oleh calon

debitur maka berdasarkan SPPK tersebut dibuatkan Perjanjian Kredit (dalam limit tertentu dibuatkan PK dalam bentuk akta notaril) dan pengikatan jaminan kredit


(31)

sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan, perubahan / pengunduran jadwal angsuran dan lain sebagainya.

2. Berkas.

Setiap berkas permohonan kredit dari nasabah terdiri dari :

a. Surat permohonan nasabah yang ditandatangani secara lengkap dan sah, b. Daftar isian yang disediakan oleh bank yang secara sebenarnya dan

lengkap diisi oleh nasabah,

c. Daftar lampiran lainnya yang diperlukan menurut jenis fasilitas kredit. 3. Pencatatan.

Setiap surat permohonan kredit yang diterima harus dicatat dalam register khusus yang disediakan.

4. Kelengkapan dan berkas permohonan.

Permohonan dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama permohonan kredit sedang diproses, maka berkas permohonan harus dipelihara dalam berkas permohonan.

5. Formulir daftar isian permohonan kredit.

Untuk memudahkan bank memperoleh data yang diperlukan, bank mempergunakan daftar isian permohonan kredit yang harus diisi oleh nasabah, formulir neraca, daftar rugi/laba.

6. Penyidikan dan analisis kredit.

Penyidikan (Investigasi) kredit adalah pekerjaan yang meliputi : a. Wawancara dengan pemohon kredit atau debitur,


(32)

b. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diajukan, baik data ekstren/intern. Termasuk informasi antar bank dan pemeriksaan pada daftar hitam dan daftar kredit macet.

c. Pemeriksaan/penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang diperoleh.

d. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah dilaksanakan.

7. Pekerjaan yang dilakukan analisis kredit meliputi :

a. Mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari segala aspek, baik keuangan maupun non keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat/tidaknya dipertimbangkan bagi sautu permohonan kredit.

b. Menyusun laporan analisis yang diperlukan, berisi penguraian dan kesimpulan serta penyajian alternatif sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan untuk pengambilan keputusan atas permohonan kredit.

c. Apabila di dalam struktur organisasi bank tidak terdapat pemisahan bagian penyidikan dan analisis, maka pekerjaan tersebut dilakukan oleh pimpinan tertinggi yang ada di bank.

d. Berkas permohonan dan dokumen laporan untuk menyidikan dan analisis harus diperlakukan sesuai dengan sifat rahasia dari informasi yang diperoleh.

e. Petugas penyidikan dan analisis memelihara catatan seperlunya mengenai pekerjaannya, sehingga dapat dijadikan alat untuk mengetahui dan mentransit pekerjaan yang sudah dan sedang dilakukan.


(33)

Data pokok minimal harus memuat mengenai aktivitas usaha disertai analisis seperlunya mengenai :

a. Realisasi pembelian, produksi dan penjualan, b. Rencana pembelian, produksi dan penjualan, c. Jaminan,

d. Laporan keuangan,

e. Aktivitas rekening koran (giro),

f. Data kualitatif dari nasabah/calon debitur.

Pihak bank perlu mengadakan penelitian yang semestinya atas kewajaran dan konsistensi dari data dan informasi yang diterima dari calon debitur, hal ini untuk mencegah kesimpulan yang kurang tepat serta memperlambat pengambilan keputusan.

Penelitian atas realisasi usaha mengenai data-data realisasi pembelian, produksi dan penjualan dalam 3 bulan terakhir, hendaknya dibandingkan dengan realisasi bulan-bulan sebelumnya, baik dalam kuantum maupun nilai rupiahnya. Perbandingan dengan aktivitas rekening untuk pinjaman-pinjaman yang sedang berjalan akan sangat bermanfaat. Khusus mengenai realisasi produksi, perlu dibandingkan dengan kapasitas alat/mesin produksi yang bersangkutan. Kenaikan dan penurunan produk hendaknya dijelaskan secara kuantitatif dan kualitatif.

Penelitian atas rencana usaha minimal 6 bulan mendatang perlu ditelaah dengan seksama dan membandingkannya dengan perkembangan pada bulan-bulan sebelumnya. Dalam kaitannya dengan rencana produksi, harus diteliti


(34)

hubungan rencana dengan kapasitas produksi, analisis break even, penjelasan mengenai sumber serta kontuinitas bahan baku dan lainnya.

Dalam meneliti rencana penjualan hendaknya sejauh mungkin dilakukan analisa pasar guna mengetahui market share yang ada, sehingga dapat diketahui tingkat perkembangan usaha tersebut.

Penelitian dan penilaian barang jaminan tambahan, harus mensortir jenis barang yang dapat diikat sebagai jaminan secara jurisid perfect saja.

Selain jenis dan nama barang yang dapat diikat sebagai jaminan tambahan, jumlah dan harga taksasi serta status kepemilikannya perlu mendapat penjelasan yang cukup.

Penelitian pendahuluan atas laporan keuangan yang diterima dari calon debitur neraca, daftar laba/rugi (minimal 2 tahun terakhir) harus mendapat perhatian atas kebenaran dan kewajarannya.

Petugas analis membuat penjelasan yang diperlukan mengenai besarnya kebutuhan modal kerja yang diperlukan (menurut perhitungan petugas analis), proyeksi arus kas, jangka waktu pemakaian kredit dan pelunasannya.

8. Keputusan atas permohonan kredit.

Setiap keputusan permohonan kredit harus memperhatikan penilaian syarat-syarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit dan analis kredit, bahan pertimbangan atau informasi lainnya yang diperoleh pejabat pengambil keputusan, harus dibubuhkan secara tertulis (disposisi). 9. Penolakan permohonan kredit.


(35)

oleh bank secara teknis tidak memenuhi persyaratan. Langkah yang harus diperhatikan adalah :

a. Semua keputusan penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada nasabah dengan disertai alasan penolakannya,

b. Surat penolakan permohonan minimal dibuat dalam rangkap tiga : 1) Asli dikirim kepada pemohon,

2) Lembar ke dua beserta salinan surat permohonan nasabah dikirim kepada direksi,

3) Lembar ke tiga untuk arsip.

c. Dalam hal penolakan permohonan baru, jika diminta semua berkas permohonan dapat dikembalikan kepada pemohon, kecuali surat permohannya.

d. Dalam hal penolakan permohonan perpanjangan, berarti jangka waktu kredit tidak diperpanjang. Bank harus menegaskan kepada nasabah agar segera menyelesaikan semua kewajibannya kepada bank atau mengajukan rencana pelunasannya.

e. Dalam hal penolakan tambahan kredit, maka harus ditegakan bahwa nasabah hanya tetap menikmati limit kredit yang telah disetujui semula. Berkas permohonan tambahan tidak dikembalikan kepada pemohon.

f. Dalam hal penolakan perubahan persyaratan lainnya dari kredit yang sedang berjalan, maka nasabah tetap mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan syarat yang telah disetujui semula.


(36)

dengan gejala-gejala yang tidak sehat, maka harus diambil tindakan pengamanan berupa inventarisasi jaminan dan memberikan bimbingan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap nasabah.

10. Persetujuan permohonan kredit

Adalah keputusan bank untuk mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit dari calon debitur.

Untuk melindungi kepentingan bank dalam pelaksanaan persetujuan tersebut, biasanya ditegaskan syarat-syarat fasilitas kredit dan prosedur yang harus ditempuh oleh nasabah.

Setelah pengusaha ekonomi kecil mendapatkan kredit yang dimaksudkan, maka dalam proses berikutnya pihak bank tidak akan berlepas diri mengawasi pelaksanaan penggunaan dana yang dikucurkannya kepada pengusaha ekonomi kecil tersebut. Maka dalam tindakan ini selanjutnya akan diberikan pengawasan dan pembinaan kredit oleh pihak bank kepada pengusaha ekonomi lemah.

Dengan adanya persetujuan kredit dan setelah masa pencairan maka tindakan selanjutnya dari pihak PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan adalah melakukan pengawasan atas kredit yang diberikannya tersebut. Didalam setiap perjanjian kredit Bank dengan debitur, telah diperjanjikan bahwa Bank melakukan pengawasan terhadap usaha debitur dan penggunaan kredit termasuk juga melakukan pengawasan terhadap agunan kredit dan sehubungan dengan hal ini Bank juga berwenang melakukan tindakan-tindakan pengawasan, termasuk pemeriksaan atas segala pembukuan, buku-buku korespondensi dan surat-surat


(37)

lain baik oleh Bank sendiri maupun oleh pihak yang ditunjuk Bank.48

Suatu hal yang perlu diketahui dari tindakan pengawasan yang dimaksudkan adalah agar kredit yang diberikan oleh pihak bank tersebut dapat tepat guna dan tepat sasaran.

Hal lainnya yang perlu diketahui dari proses perjanjian kredit di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Medan adalah semua perjanjian kredit yang dibuat oleh Bank Mandiri dengan debiturnya merupakan perjanjian yang tertulis, jadi tidak ada satupun pencairan kredit yang dilakukan sebelum ditandatanganinya perjanjian kredit secara tertulis dan tidak ada perjanjian kredit yang dibuat secara lisan.49 Selain itu perjanjian kredit yang diterapkan juga tidak dalam bentuk baku, mengingat sebelum adanya perjanjian kredit terlebih dahulutelah diterbitkan surat penawaran pemberian kredit (SPPK) dimana, didalamnya berisi kesepakatan antara Bank dan Calon debitur, persetujuan atas penawaran tersebut berupa pembubuhan tanda tangan oleh debitur didalam SPPK. Syarat dan ketentuan dalam Perjanjian Kredit bisa dibicarakan oleh Calon debitur dan Bank.50

48

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.

49

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.

50

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.


(38)

B. Perlindungan Hukum Terhadap Debitur/Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan

Lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat, hal ini dikarenakan bank sangat membutuhkan masyarakat dalam melakukan kegiatan usahanya. Guna tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap bank maka pemerintah harus melindungi masyarakat dari tindakan lembaga ataupun oknum pegawai bank yang tidak bertanggung jawab. Perlindungan terhadap nasabah dalam bidang pelayanan perbankan merupakan suatu ketentuan yang tidak boleh diabaikan begitu saja, dikarenakan nasabah merupakan unsur yang sangat berperan sekali dalam dunia perbankan, dalam ari kata mati hidupnya perbankan bersandarkan pada kepercayaan dari pihak masyarakat/nasabah. Dalam rangka pemberdayaan nasabah jasa perbankan, maka Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang bertanggung jawab sebagai pelaksana otoritas moneter sangat diharapkan sekali mempunyai kepeduliannya. Dengan berlakunya PBI No.7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah memberikan konsekuensi logis terhadap pelayanan jasa perbankan yang ada. Oleh karena itu, pelaku usaha jasa perbankan dituntut untuk:

1. Memberikan pelayanan terbaik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikannya.


(39)

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

4. Menjamin kegiatan usaha perbankan berdasarkan ketentuan standar perbankan yang sudan berlaku.51

Mekanisme yang digunakan dalam rangka perlindungan nasabah oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Memperketat perizinan bank.

Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank baru adalah salah satu cara agar bank tersebut kuat dan berkualitas sehingga dapat memberikan keamanan bagi nasabahnya. Undang-Undang Perbankan menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi apabila suatu bank akan didirikan berupa persyaratan sebagai berikut :

a. Susunan Organisasi b. Permodalan

c. Kepemilikan

d. Keahlian di bidang perbankan e. Kelayakan rencana kerja

2. Memperketat pengaturan di bidang perbankann

Pengaturan ini meliputi ketentuan mengenai permodalan, manajemen, kualitas aktiva produktif, likuiditas, rentabilitas dan lain-lainnya. Ketentuan pengaturan tersebut baik secara langsung maupun tak langsung bertujuan melindungi pihak nasabah.

51


(40)

3. Memperketat pengawasan bank

Dalam rangka meminimalkan resiko yang ada dalam bisnis bank, maka pihak otoritas, khususnya Bank Indonesia harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan tehadap bank-bank yang ada baik terhadap bank-bank pemerintah maupun terhadap bank swasta.

Bank Indonesia sebagai pengawas tidak dapat mencampuri secara langsung urusan intern dari bank yang yang diawasinya itu, sebab pengendalian bank tersebut tetap menjadi kewenangan pengurus bank tersebut. Oleh karena itu, harus jelas batas-batas dari ikut campur tangan Bank Indonesia sehingga tidak mengambil porsi kewenangan dari pengurusan bank tersebut. Namun demikian Bank Indonesia tetap sebagai pengawas bank-bank agar memberikan pelayanan yang terbaik untuk nasabah dan melindungi kepentingan nasabahnya.

Hubungan hukum yang terjadi antara nasabah dengan bank dapat terwujud dari suatu perjanjian (dalam hal perjanjian kredit). Pada pelaksanaanya PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Medan dalam melepaskan kreditnya lebih sering menggunakan perjanjian kredit notariil, yaitu yang hanya boleh dibuat atau dihadapan notaris. Oleh sebab itu perlindungan hukum terhadap debitur/nasabah dalam perjanjian kredit pada Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk Medan dilakukan sesuai syarat dan ketentuan dalam perjanjian kredit.52

Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap debitur/nasabah dalam perjanjian kredit pada Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk Medan,

52

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.


(41)

maka kedua belah pihak baik bank maupun nasabah masing-masing memiliki hak dan kewajiban yaitu:

1. Nasabah

a. Hak Nasabah Debitur :

1) Menikmati/menggunakan fasilitas kredit sesuai perjanjian kredit

2) Memperoleh informasi/dokumen dan penjelasan terkait dengan fasilitas kredit yang diterimanya dan agunan kredit

3) Memohon restrukturisasi kredit dengan memenuhi ketentuan yang berlaku di Bank dan fasilitas kredit akan direstrukturisasi apabila menurut kebijakan bank restrukturisasi tersebut memang bisa dikabulkan

b. Kewajiban Nasabah Debitur :

1) Membayar pokok kredit, bunga, denda dan biaya lainnya sesuai perjanjian kredit.

2) Menyerahkan agunan kepada bank untuk diikat sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

3) Mengasuransikan agunan kredit yang insurable.

4) Melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian kredit, addendum-adendum, dan kesepakatan lainnya.

2. Bank.

a. Kewajiban Bank :


(42)

2) Memberikan informasi/dokumen terkait dengan fasilitas kredit kepada debitur.

3) Melakukan restrukturisasi yang dimohonkan oleh debitur apabila menurut kebijakan bank restrukturisasi tersebut memang bisa dikabulkan.

b. Hak Bank :

1) Menerima pembayaran pokok kredit, bunga, denda dan biaya lainnya sesuai perjanjian kredit.

2) Menerima agunan dari debitur untuk diikat sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan apabila debitur cedera janji (wanprestasi), maka bank melakukan eksekusi/lelang atas agunan yang diserahkan oleh debitur. 3) Menerima manfaat atas klaim asuransi agunan kredit yang telah

diasuransikan oleh debitur dengan Banker’s Clause.53

C. Penyelesaian Sengketa dalam Hubungan Antara Debitur/Nasabah Dengan Bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan

Suatu hal yang meskipun dihindari oleh para pihak dalam hubungan antara debitur/nasabah dengan pihak bank adalah timbulnya sengketa atas perjanjian kredit yang sebelumnya sudah disepakati oleh para pihak. Timbulnya sengketa tersebut dapat disebabkan oleh kelalaian atau macetnya pembayaran angsuran

53

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.


(43)

kredit oleh nasabah.

PT. Bandk Mandiri (Persero) Tbk Medan pada dasarnya melakukan berbagai upaya untuk menghindari sengketa yang timbul akibat kelalaian atau macetnya pembayaran angsuran kredit oleh nasabah. Adapun upaya tersebut meliputi:

1. Sebelum melakukan pencairan kredit:

a. Menganalisis legalitas calon debitur dan legalitas usaha calon debitur b. Menganalisis keuangan calon debitur dalam jangka waktu 2 tahun terakhir

termasuk tahun berjalan

c. Bank juga melakukan solisitasi dengan cara interview/pembicaraan secara langsung kepada calon debitur untuk mengecek kebenaran data yang disampaikan

d. Bank melakukan kunjungan ke lokasi usaha (on the spot)

e. Bank melakukan credit checking untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan fasilitas kredit melalui Sistem Informasi Debitur (SID) Bank Indonesia yang diterima calon debitur sebelumnya dan Performance kredit sebelumnya (bila ada)

2. Setelah Pencairan: Bank melakukan Periodic call

Periodic call merupakan salah satu bentuk pemantauan terhadap perkembangan usaha debitur yang dilakukan melalui kunjungan ke tempat usaha debitur (on the spot) maupun melalui telepon secara periodic maupun sewaktu-waktu diperlukkan (surprised call) bilamana terdapat unfavourable information.


(44)

Periodic call dilakukan sebagai berikut:

a. Debitur Non Koperasi, dilakukan On The Spot (OTS) minimal 2 kali setahun.

b. Debitur Koperasi, dilakukan OTS minimal 3 kali setahun.

Periodic call, selain dengan cara OTS dapat juga dilakukan secara on desk. Pada saat OTS sekaligus melakukan pengecekan persediaan dan piutang (merchandise Inspection) dan penagihan bilamana terdapat kewajiban yang tertunggak.

a. Tujuan Periodic Call

1) Mengecek kebenaran seluruh keterangan atau data serta laporan yang disampaikan debitur, dengan membandingkan kondisi secara fisik. 2) Secara langsung melihat dan meneliti kedaan usaha debitur meliputi

kapasitas produksi/omset penjualan, termasuk kondisi persediaan dn daftar piutang.

3) Mengetahui permasalahan yang dihadapi debitur.

4) Secara tidak langsung mengingatkan debitur bahwa Bank menaruh perhatian besar atas kelancaran kegiatan usaha debitur, dan menjadi mitra yang tangguh untuk membantu memecahkan problem-problemyang dihadapi.

5) Membina debitur agar selalu menyampaikan laporan kepada Bank mengenai seluruh kegiatan usaha sesuai kondisi yang sebenarnya. b. Tindak lanjut


(45)

1) Dari hasil kunjungan langsung ke lokasi debitur maupun melalui telepon dituangkan dalam Laporan Kunjungan Nasabah/ Call Report.

2) Apabila dari hasil kunjungan ke lokasi debitur terlihat gejala-gejala yang signifikan akan berpengaruh terhadap kualitas kredit, maka harus segera menempuh langkah-langkah pengamanan terhadap kredit yang telah diberikan.

3) Langkah-langkah pengamanan / tidaklanjut antara lain :

a) Melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen-dokumen kredit.

b) Melakukan penilaian kembali seluruh agunan.

c) Menyempurnakan dan meningkatkan nilai pengikatan atas seluruh agunan.

d) Memastikan suransi agunan masih berlaku.

e) Menginventarisasi kembali kekayaan debitur yang telah diagunkan atau yang belum diagunkan.

f) Mengevaluasi kemampuan usaha dan manajemen debitur secara menyeluruh, sekaligus menentukan langkah-langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan.54

Apabila ternyata kredit yang diberikan olej pihak PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk macet maka dalam kapasitas ini pihak bank melakukan:

54

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.


(46)

1. Melakukan penagihan dengan cara persuasive dengan menggunakan sarana telepon dan mempertanyakan janji kesanggupan bayar debitur

2. Apabila cara pertama tidak berhasil, maka Bank melakukan kunjungan dalam rangka penagihan atau disurati untuk datang ke Bank.

3. Restrukturisasi kredit apabila menurut pertimbangan bank, restrukturisasi tersebut memang layak untuk diberikan.

Restrukturisasi yang dilakukan antara lain melalui: a. Perpanjangan jangka waktu kredit

b. Penurunan limit kredit c. Penurunan suku bunga kredit

d. Penangguhan pembayaran pokok, bunga, dan denda kredit

4. Novasi ialah, penghapusan suatu perjanjian dan timbulnya peralihan utang debitur lama kepada debitur yang baru

5. Subrogasi ialah,

6. Cessie ialah, menjual hutang debitur kepada perusahaan lain

pengalihan kreditur kepada pihak lain yang telah melakukan pembayaran atas utang debitur sehingga pihak lain tersebut menggantikan kedudukan sebagai kreditur; dengan demikian, segala hak dan kewajiban debitur beralih kepadanya.

7. Apabila cara-cara tersebut tidak berhasil juga, maka bank menerbitkan surat peringatan 1, 2, dan 3 dengan jangka waktu panggilan 2 minggu (10 hari kerja) atau sesuai kondisi debitur

8. Menerbitkan surat default atau jatuh waktu. 9. Likuidasi agunan melalui:


(47)

a. Penebusan agunan

b. Penjualan agunan dibawahtangan yang dilakukan oleh debitur/pemilik agunan

c. Lelang/eksekusi agunan.55

Suatu hal yang perlu diketahui penyelesaian kredit macet tersebut tidak semuanya harus dilakukan melalui lelang, namun apabila semua cara yang dilakukan oleh pihak Bank tidak mendapati respon oleh debitur atau debitur dan Bank tidak menemui kesepakatan, maka lelang merupakan pilihan terakhir yang akan diambil oleh pihak Bank.56

55

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.

56

Hasil Wawancara Dengan Bapak Basril selaku Team Leader Refional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) TBk Medan, tanggal 9 November 2015.


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Proses terjadinya perjanjian kredit bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan adalah dimulai dari pengajuan/ permohonan kredit oleh debitur. Selanjutnya pihak bank memastikan kelengkapan persyarata kredit, bank menganalisis laporan keuangan calon debitur dan Bank melakukan cekng terhadap ID BI. Apabila persyaratan sudah lengkap dan berdasarkan analisa kredit usaha calon debitur layak untuk dibiayai maka bank menyanggupi permohonan kredit debitur, selanjutnya bank akan menerbitkan Surat Penawaran Pemberian Kredit (SPPK). Setelah SPPK disetujui dan telah disepakati oleh calon debitur maka berdasarkan SPPK tersebut dibuatkan Perjanjian Kredit (dalam limit tertentu dibuatkan PK dalam bentuk akta notaril) dan pengikatan jaminan kredit

2. Perlindungan hukum terhadap debitur/nasabah dalam perjanjian kredit bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan adalah disesuaikan dengan syarat dan ketentuan dalam perjanjian kredit. Oleh sebab itu pemahaman debitur terhadap isi perjanjian kredit amat sangat dibutuhkan sehingga pihak bank secara maksimal cara menjelaskan kepada nasabah isi dari perjanjian kredit sebelum ditandatangani oleh kedua belah pihak, nasabah diberi kesempatan untuk membaca dan bertanya apabila ada klausula yang tidak dimengerti.


(49)

3. Penyelesaian sengketa dalam hubungan antara debitur/nasabah dengan bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan dilakukan dengan cara melakukan penagihan dengan cara persuasive dengan menggunakan sarana telepon dan mempertanyakan janji kesanggupan bayar debitur. Apabila cara tersebut tidak berhasil, maka Bank melakukan kunjungan dalam rangka penagihan atau disurati untuk datang ke Bank. Kemudian tingkatan selanjutnya adalah restrukturisasi kredit. Apabila cara-cara tersebut tidak berhasil juga, maka bank menerbitkan surat peringatan 1, 2, dan 3 dengan jangka waktu panggilan 2 minggu (10 hari kerja) atau sesuai kondisi debitur. Kemudian tindakan tersebut diikuti dengan menerbitkan surat default atau jatuh waktu. Likuidasi agunan melalui: Penebusan agunan, Penjualan agunan dibawahtangan yang dilakukan oleh debitur/pemilik agunan dan Lelang/eksekusi agunan

B. Saran

1. Bagi PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan agar lebih

meningkatkan pelayanannya kepada nasabah khususnya dalam hal nasabah kredit terhadap klausula pada perjanjian kredit untuk memberikan perlindungan hukum nasabah.

2. Bagi para nasabah khususnya nasabah kredit, untuk lebih cermat dan teliti dalam memahami dan mengerti isi perjanjian kredit dari pihak bank untuk menghindari adanya klausula yang memberatkan atau merugikan pihak nasabah sendiri.


(50)

3. Apabila timbul perselisihan hendaknya para pihak dapat menyelesaikannya secara mediasi, sehingga akibat hukum yang ditimbulkan dapat lebih bersifat kekeluargaan daripada menyelesaikannya melalui Putusan Pengadilan.


(51)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN NASABAH BANK

A. Pengertian dan Sejarah Bank

Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang.5

Banyak Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Industri ini menjadi lebih kompetitif karena deregulasi peraturan. Saat ini, bank memiliki fleksibilitas pada layanan yang mereka tawarkan, lokasi tempat mereka beroperasi, dan tarif yang mereka bayar untuk simpanan deposan.

Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

Menurut Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana,menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupaka kegiatan pokok

5

Andy Febriand, Sejarah dan Pengertian Bank", Diakses Melalui http://manperupi. blogspot.co.id/2013/01/pengertian-dan-sejarah-bank.html, Tanggal 16 Oktober 2015.


(52)

bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat.Kegiatan menghimpun dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut.

Bank merupakan sarana yang memudahkan aktivitas masyarakat untuk menyimpan uang, dalam hal perniagaan, maupun untuk investasi masa depan. Dunia perbankan merupakan salah satu institusi yang sangat berperan dalam bidang perekonomian suatu negara (khususnya dibidang pembiayaan perekonomian). Inilah beberapa manfaat perbankan dalam kehidupan:

1. Sebagai model investasi, yang berarti, transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka pendek (yield enhancement).

2. Sebagai cara lindung nilai, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut juga sebagai risk management.

3. Informasi harga, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari (price discovery).

4. Fungsi spekulatif, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan spekulasi (untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari


(53)

transaksi derivatif itu sendiri.

5. Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen dalam menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar di masa mendatang. 6

Terlepas dari funsi-fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu diperhatikan untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjelaskan, ”Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian.

Bank pertama kali didirikan dalam bentuk seperti sebuah firma pada umumnya pada tahun 1690, pada saat kerajaan Inggris berkemauan merencanakan membangun kembali kekuatan armada lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut Perancis akan tetapi pemerintahan Inggris saat itu tidak mempunyai kemampuan pendanaan kemudian berdasarkan gagasan William Paterson yang kemudian oleh Charles Montagu direalisasikan dengan membentuk sebuah lembaga intermediasi keuangan yang akhirnya dapat memenuhi dana pembiayaan

6


(54)

tersebut hanya dalam waktu duabelas hari.

Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang.

Dalam perjalanan sejarah kerajaan di masa dahulu penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dnegan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan.

Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya. Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.

B. Fungsi dan Tujuan Bank

Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan


(55)

(perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan.

Fungsi dan peranan bank secara umum adalah:

1. Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:

a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian.

b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.

c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam) dan memenuhi persyaratan. Mungkin Anda pernah mendengar beberapa bank dilikuidasi


(56)

atau dibekukan usahanya, salah satu penyebabnya adalah karena banyak kredit yang bermasalah atau macet.

2. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta tetap.

3. Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.7

Adapun secara spesifik bank bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of develovment dan agen of services.

1. Agent Of Trust

Yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankkan adalah kepercayaan (trust), baik dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di bank apabila dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di bangun kepercayaan baik dari pihak penyimpan dana maupun dari pihak bank dan kepercayaan ini akan terus berlanjut kepada pihak debitor. Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam keadaan ini semua pihak ingin merasa diuntungkan untuk baik dari segi penyimpangan dana, penampung dana maupun penerima penyaluran dana tersebut.

7

Uki Hary's Blog, “Peran dan Fungsi Bank Secara Umum”,

Diakses tangga;


(57)

2. Agent Of Development

Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi , distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

3. Agent Of Services

Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakan. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.8

Dalam menjalankan kegiatannya bank mempunyai peran penting dalam sistem keuangan, yaitu :

1. Pengalihan Aset (asset transmutation)

Yaitu pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke unit devisit. Dimana sumber dana yang diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid

8


(58)

dari unit surplus (lender) kepada unit defisit (borrower). 2. Transaksi (transaction)

Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam ekonomi modern, trnsaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi keuangan. Untuk itu produk-produk yang dikeluarkan oleh bank (giro, tabungan, depsito, saham dan sebagainya) merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran. 3. Likuiditas (liquidity)

Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas.

4. Efisiensi (efficiency)

Peranan bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya. Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif. Peran bank menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu jelas peran bank dalam hal


(59)

ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling berkepentingan untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi efisiensi biaya ekonomi.

C. Pengertian Nasabah

Arti nasabah pada lembaga perbankan sangat penting. Nasabah itu adalah nafas yang sangat berpengaruh terhadap kelanjutan suatu bank. Oleh karena itu bank harus dapat menarik nasabah sebanyak-banyaknya agar dana yang terkumpul dari nasabah tersebut dapat diputar oleh bank yang nantinya disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan bank.

Tidak dijumpai rumusan/pengertian nasabah dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, padahal di dalamnya dijumpai rumusan bank. Bagaimana mungkin sebuah undang-undang yang mengatur tentang perbankan tetapi tidak memberikan pengertian tentang nasabah.

Pengertian nasabah baru dapat direalisasikan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur perihal nasabah yang terdiri dari dua pengertian yaitu nasabah penyimpan dan nasabah debitur.

Menurut Djaslim Saladin menyatakan bahwa ˝Nasabah adalah orang atau badan yang mempunyai rekening simpanan atau pinjaman pada bank˝.9

9

Saladin Djaslim, Dasar-Dasar Manajemen Pemasaran Bank, CV Rajawali. Jakarta, 1994, hal. 67.


(60)

seseorang atau suatu perusahaan yang mempunyai rekening koran atau deposito atau tabungan serupa lainnya pada sebuah bank˝.10

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank syariah dan atau Unit Usaha Syariah. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah dalam bentuk simpanan berdasarkan akad antara bank syariah atau Unit Usaha Syariah dan nasabah yang bersangkutan. Nasabah investor adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah dalam bentuk investasi berdasarkan akad antara Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah dan nasabah yang bersangkutan. Nasabah penerima fasilitas adalah nasabah yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan prinsip syariah.

Kamus besar Bahasa Indonesia menjelaskan nasabah adalah “orang yang biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank (Dalam hal keuangan), dapat juga diartikan sebagai orang yang menjadi tanggungan asuransi, perbandingam pertalian.11

Sedangkan Muhammad Djumhana menyebutkan nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan.12

10

Komaruddin, Kamus Perbankan, CV. Rajawali, Jakarta, 2004, hal. 142.

11

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, 2008, hal. 775.

12


(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini

adalah Perlindungan Hukum Terhadap Debitur/Nasabah Dalam

Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I (Persero) Tbk., Medan).

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan

skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala kritik dan saran akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan

dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang sangat berjasa dan membantu baik hal-hal kecil maupun besar serta terus memberikan jalan yang baik bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyusun skripsi.

8. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajari dan memberikan ilmunya kepada penulis selama duduk di bangku kuliah hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan perkuliahannya.

9. Ayahanda Achmad Priadi, yang telah merawat, mengurus, membimbing dan melakukan segala yang terbaik untuk penulis hingga kelak dapat mempertanggungjawabkan dirinya sendiri.


(3)

10. Ibunda Ratna Kumalasari, yang telah melahirkan saya, yang telah merawat dengan sabar serta tulus hingga akhir masa. Memberikan petunjuk-petunjuk dan nasehat-nasehat demi kebaikan penulis. Dengan kasih sayangnya selalu mendengar segala permasalahan penulis dan mencoba mencari solusinya. Terima kasih telah menjadi Ibu yang terbaik di dalam kehidupan penulis dengan segala kelemahan dan kekurangannya.

11. Abangda Eko Prayitno, yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan Skripsi ini baik langsung atau tidak langsung.

12. Ayu Syabana, yang telah menyemangati dan banyak sekali

memberikan waktunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Semua teman-teman dari Fakultas Hukum USU, Syaid Mustafa

Siregar, S.H., Evan Timotius Simon Hutagalung, S.H., Rendy Maulana, S.H., Muhammad Mirza Hutajulu S.H., Tengku Mud Alrasjid, S.H., M. Hafizh Siregar, S.H., Fadlan Fahmi Simatupang, S.H., Dandy Rizkian Tarigan, S.H., Ozui Telaumbanua, S.H., Rendi Utama Sembiring, S.H., Fadli Kurnia Silalahi, S.H., Adi Satrio, S.H., Yogi Agussalam, S.H., Khairina Nurdina Nasution, S.H., Kinanti Aldilla, S.H., Intan Siregar, S.H., dan semua teman yang belum disebutkan namanya yang telah mendukung dan menginspirasi penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.


(4)

14. Bapak Basril selaku Team Leader – Regional Legal PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk., Regional I Medan yang juga telah menjadi narasumber dalam penulisan Skripsi ini demi melengkapi data-data yang dibutuhkan penulis.

15.Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan Skripsi ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang membacanya dan semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan Balasan Dari Allah SWT. Penulis memohon maaf kepada Bapak dan Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, 14 Mei 2015 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKS ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Metode Penelitian ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN NASABAH BANK ... 12

A. Pengertian dan Sejarah Bank ... 12

B. Fungsi dan Tujuan Bank ... 15

C. Pengertian Nasabah ... 20

D. Jenis-jenis Nasabah ... 22

E. Hubungan Antara Debitur/Nasabah dengan Bank ... 25

F. Hak dan Kewajiban Debitur/Nasabah dan Bank ... 29

BAB III. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK ... 32


(6)

B. Syarat Sah Perjanjian ... 41

C. Pengertian Kredit ... 47

D. Pengertian Perjanjian Kredit Bank ... 50

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR/NASABAH DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK MANDIRI REGIONAL I/SUMATERA I TBK., MEDAN ... 54

A. Proses Terjadinya Perjanjian Kredit Bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan ... 54

B. Perlindungan Hukum Terhadap Debitur/Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan. ... 66

C. Penyelesaian Sengketa dalam Hubungan Antara Debitur/Nasabah Dengan Bank pada PT. Bank Mandiri Regional I/Sumatera I Persero Tbk., Medan ... 70

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA