Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ISPA
2.1.1 Pengertian ISPA
ISPA adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran
pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran
pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis, dan
pneumonia yang dapat berlangsung selama 14 hari.Batas waktu 14 hari diambil

untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut.Saluran pernafasan adalah
organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta oragan seperti sinus, ruang telinga
tengah dan pleura (Depkes, 2008).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan.Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh
dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam
kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksaan yang lebih rumit, meskipun
demikian mortalitas masih tinggi, maka diperlukan usah agar yang ringan tidak
menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar
tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan.Perbedaan ISPA dengan pneumonia yaitu
ditandai apabila balita penderita ISPA menderita batuk-pilek yang tidak

menunjukkan gejala frekuensi sesak nafas dan tidak menunjukkan adanya
penarikan dinding bagian bawah ke dalam (Depkes, 2008).
ISPA juga diartikan radang akut atas maupun bawah yang disebabkan oleh
jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang

9
Universitas Sumatera Utara

10

parenkim paru. ISPA yang mengenai saluran nafas bawah misalnya bronchitis,
bila menyerang anak-anak,khususnya balita akan memberikan gambaran klinik
yang berat dan sering sekali berakhir dengan kematian (Alsagaff, 2006).
2.1.2 Klasifikasi ISPA
Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Desi (2015):
1. ISPA ringan adalah seorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan
gejala batuk,pilek dan sesak.
2. ISPA sedang apabila timbul gejala-gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39
ºC dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu

makan menurun.
Klasifikasi ISPA dalam WHO (2003) yaitu :
a. Berdasarkan Lokasi Anatomik
Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu: ISPA atas
dan ISPA bawah. Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (Common cold),
Pharingitis, Otitis, Flusalesma, Sinusitis dan lain-lain.ISPA bawah diantaranya
Bronchiolitis dan Pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan

kematian (WHO, 2003).
b. Berdasarkan Golongan Umur
Berdasarkan golongan umur, ISPA dapat diklasifikasikan atas 2 bagian yaitu
sebagai berikut:
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas: Pneumonia berat dan bukan
Pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu

pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan dinding

Universitas Sumatera Utara

11


dada yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam ( severe chest
indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding

dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (WHO, 2003).
2. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dibagi atas pneumonia berat,
pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, bila disertai nafas sesak

yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak
menarik nafas.Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur yaitu 40 kali permenit atau
lebih.Bukan pneumoni bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah
dan tidak ada nafas cepat (WHO, 2003).
2.1.3 Etiologi
Menurut Widoyono (2008) etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis
penyakit bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Beberapa diantaranya
1. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, Haemophilus, dan influenza .

2. Virus


: influenza, adenovirus, sitomegalovirus.

3. Jamur

: Aspergiius sp., Candida albicans, dan Histoplasma .

4.Aspirasi : makanan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak biasanya
minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian dan
mainan plastik).
2.1.4 Diagnosa ISPA
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri.Pemeriksaan yang dilakukan adalah
biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis

Universitas Sumatera Utara

12

ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan

darah, biakan cairan pleura (Halim, 2000).
Diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu
frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan
yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.Rujukan penderita
pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang

disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum.Pada klasifikasi bukan
pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa ( common cold),
pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non pnemonia lainnya (Halim, 2000).

2.1.5 Penyebaran Infeksi
Menurut Alsagaff (2006), pada ISPA dikenal tiga cara penyebaran infeksi yaitu:
1. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk
2. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk dan bersin-bersin
3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah di cemari jasad
renik (hand to hand transmission)
Pada infeksi virus, transmisi diawali dengan penyebaran virus ke daerah
sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Dari beberapa penelitian klinik,
laboratorium dan penelitian lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya
kontak hand to hand merupakan modus yang terbesar bila dibandingkan dengan cara

penularan aerogen yang semula banyak diduga sebagai penyebab utama (Alsagaff,
2006)

Universitas Sumatera Utara

13

2.1.6 Gejala ISPA
Secara umum yang sering di dapat adalah rhinitis, nyeri tenggorokan,
batuk-batuk

dengan

dahak

kuning/putih

kental,

nyeri


retrosternal

dan

konjungtivitis.Suhu badan meningkat antara 4-7 hari, disertai malaise, mialgia ,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah-muntah dan insomnia.Kadang-kadang
dapat juga terjadi diare. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya
menunjukkan adanya penyulit (Alsagaff, 2006 ).
Gejala ISPA pada balita secara umum sebagai berikut: batuk dengan dahak
kental, pilek, kesukaran bernapas (sesak napas), suara serak, nyeri tenggorokan,
suhu tubuh yang cenderung meningkat, sakit kepala, lesu, gelisah, nafsu makan
menurun (Hartono, 2012).
2.1.7 Faktor Risiko
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam Adelina (2014) secara umum
terdapat 3 faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu
anak, dan faktor perilaku.
1.Faktor lingkungan
a. Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak

dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan
ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar
tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan
karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya
sehingga dosis pencemaran tentu akan lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara

14

b.Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari
ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.
c. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, kepadatan
hunian ruang tidur minimal luasnya 8m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari
2 orang kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut
diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.

2. Faktor Individu Anak
a. Umur anak
Sejumlah studi yang bedar menunjukkan bahwa insiden penyakit
pernafasan oleh virus melonjak pada bayi,balita dan usia dini anak-anak tetapi
akan menurun ketika remaja.
b. Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental pada masa balita.Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan
lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan
zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi.
c. Status Imunisasi
Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang
dari penyakit yang dapat dicegah dalam imunisasi seperti difteri, pertusis,

Universitas Sumatera Utara

15


campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya
pemberantasan ISPA. Untuk menghindari faktor yang meningkatkan mortalitas
ISPA, diupayakan imunisasi lengkap bayi dan balita yang mempunyai status
imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakit
tidak menjadi lebih berat.
3. Faktor Perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi
dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang
dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya.Keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat yang terkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga,
satu dengan yang lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau
beberapa anggota keluarga saling mempunyai masalah kesehatan, maka akan
berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat
penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam
masyarakat atau keluarga.Hal ini perlu banyak menyerang balita, sehingga ibu dan
anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan
terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.
Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran
keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah

penting,sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang atau
buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari ringan menjadi bertambah
berat.

Universitas Sumatera Utara

16

2.1.8 Pencegahan ISPA
Menurut Misnadiarly (2008) pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan :
1.Menyediakan makanan bergizi sesuai preferensi anak dan kemampuan untuk
mengkonsumsi makanan untuk mendukung kekebalan tubuh alami
2. Pemberian imunisasi lengkap kepada anak
3. Keadaan fisik rumah yang baik, seperti : ventilasi rumah dan kelembaban
yang memenuhi syarat.
4. Menjaga kebersihan rumah, tubuh, makanan dan lingkungan agar bebas
kuman penyakit.
5. Menghindari pajanan asap rokok, asap dapur
6. Mencegah kontak dengan penderita ISPA dan isolasi penderita ISPA untuk
mencegah penyebaran penyakit.
2.2 Karakteristik Balita
2.2.1 Berat Badan Lahir (BBL)
Menurut Depkes RI didalam Maryani (2012), berat badan lahir
menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita.
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian lebih
besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal,terutama pada bulan-bulan
pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit infesi terutama ISPA.
Penelitian menunjukkan bahwa berat badan lahir normal diatas 2500 gram
sedangkan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan
meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini
menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan,pendapatan, dan

Universitas Sumatera Utara

17

pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak dengan riwayat berat badan lahir
rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernafasan
tetapi mengalami lebih berat infeksinya (Maryani,2012).
2.2.2

Status Imunisasi
Imunisasi adalah menyuntikkan virus atau bakteri yang sudah dilemahkan

atau dimatikan dengan dosis tertentu (kecuali untuk vaksin polio, yang biasanya
diberikan lewat mulut). Vaksin dirancang untuk memicu tubuh agar membuat
antibodi,tapi tidak cukup kuat untuk bisa menimbulkan infeksi atau penularan dari
penyakit itu sendiri.Imunisasi dapat mencegah atau meminimalkan risiko terkena
beberapa penyakit menular yang sering menyerang bayi,balita dan anak-anak
seperti ISPA (Grifford,2008).
Menurut Adelina (2014), sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis
ISPA yang berkembangdari penyakit yang dapat di cegah dalam imunisasi seperti
difteri, pertusis,campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan
besar dalamupaya pemberantasan ISPA. Untuk menghindari faktor yang
meningkatkan

mortalitas

ISPA,

diupayakan

imunisasi

lengkap.

Balita

yangmempunyai status imunisasi lengkap bila menderita kejadian ISPA dapat
diharapkan perkembangan penyakit tidak akan menjadi lebih berat dan parah.
Ketidakpatuhan imunisasi dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak
bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa
imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam
mencegah kejadian ISPA (Hidayat, 2009). Manfaat imunisasi ialah imunisasi
dapat mencegah atau meminimalkan risiko terkena beberapa penyakit menular
dan memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan

Universitas Sumatera Utara

18

kematian bayi serta balita yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit
(Adelina,2014).
Menurut Adelina (2014), jenis-jenis imunisasi dan jadwal pemberian
imunisasi yang diharuskan di Indonesia yaitu sebagai berikut :
1. Imunisasi BCG(bacillus calmette-guerrin )
Vaksinasi

BCG

memberikan

kekebalan

aktif

terhadap

penyakit

tuberculosis (TBC).Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi
yang pada saat berumur 2 bulan atau 3 bulan.Imunisasi ini cukup diberikan satu
kali saja. Bila pemberian imunisasi ini berhasil maka setelah beberapa minggu di
tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Dengan cara pemberian imunisasi
BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan
atas.
2.Imunisasi DPT
Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit
difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian imunisasi DPT sebanyak 3 kali yaitu pada
usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan. Cara pemberian imunisasi melalui suntikanintar
muskuler. Efek samping dari imunisasi ini hanya gejala-gejala ringan seperti
sedikit demam dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan agak nyeri dan pegal-pegal
di daerah penyuntikan dan akan hilang sendiri dalam beberapa hari.
3.Imunisasi Polio
Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit
polio yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan
lumpuh kaki.Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes dan diberikan 4 kali dengan

Universitas Sumatera Utara

19

interval

4

minggu.Polio-0

diberikan

saat

kunjungan

pertama

setelah

lahir.Selanjutnya, vaksin ini diberikan tiga kali, yakni saat bayi berumur 2, 4, dan
6 bulan.
4. Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegahan penyakit liver
(hati).Virus ini dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dalam kandungan. Pemberian
imunisasi dilakukan dalam waktu kurang dari 12 jam sejak lahir (0 hari)
dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 6 bulan.
5.Imunisasi Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak.
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali yaitu pada usia 9 bulan.
Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan.
2.2.3 Status ASI Ekslusif
Menurut Grifford (2008), ASI adalah makanan pertama yang paling cocok
bagi bayi karena mengandung semua asupan gizi yang diperlukan agar bayi
tumbuh sehat dengan proporsi yang tepat dan bisa tersedia langsung tanpa harus
repot mensterilkan peralatan untuk memberikan susu pada bayi. Susu formula
yang dibuat mendekati karakteristik dari ASI, tetapi susu formula tetap tidak bisa
memberikan manfaat kesehatan seperti ASI, yang akan memberikan banyak
keuntungan banyak bagi bayi.
ASI ekslusif merupakan pemberian ASI pada 6 bulan pertama kelahiran
tanpa disertai pemberian makanan atau minuman apapun (WHO dalam Harahap,
2010).Bayi yang diberi ASI ekslusif cenderung tidak pernah mengalami ISPA

Universitas Sumatera Utara

20

sedangkan bayi yang mendapatkan ASI non-ekslusif cenderung sering mengalami
ISPA (Rusca et al, 2011).
Pemberian ASI secara ekslusif dianjurkan minimal 4 bulan lamanya tetapi
lebih baik jika diberikan selama 6 bulan. Para ahli mengemukakan bahwa manfaat
ASI akan semakin meningkat jika bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan
pertama kehidupannya. Setelah bayi berusia 6 bulan,barulah bayi mulai
diperkenalkan dengan makanan pendamping secara benar dan tepat, sedangkan
ASI tetap diberikan kepada bayi sampai berusia 2 tahun atau bahkan lebih 2
tahun. Bayi sehat umumnya tidak memerlukan makanan tambahan apapun sampai
berusia 6 bulan kecuali terdapat keadaan-keadaan khusus yang membuat bayi
perlu diberi makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan.Misalnya terjadi
peningkatan tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI ekslusif
tidak berjalan dengan baik. Namun,sebelum diberikan makanan tambahan, ibu
sebaiknya memperbaiki terlebih dahulu cara pemberian ASI kepada bayi (Roesli,
2001).
ASI diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan
kelebihan. Menurut Grifford (2008) ada tiga manfaat ASI yaitu:
1. ASI meningkatkan daya tubuh
ASI tidak hanya mengandung antibodi tetapi juga bahan-bahan lain yang
lain seperti anti infeksi dan anti virus, maka bayi yang mendapatkan ASI akan
lebih kuat dan jarang mengalami sakit. ASI juga akan menurunkan kemungkinan
bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, penyakit alergi, dan ISPA.
Selain itu juga telah dibuktikan bahwa bayi-bayi yang mendapatkan ASI saja

Universitas Sumatera Utara

21

tanpa bantuan makanan akan menghasilkan lebih banyak antibodi sebagai
responsnya terhadap vaknisasi.
2. ASI meningkatkan kecerdasan
ASI mengandung asam lemak non jenuh yang memiliki rantai panjang,
yaitu DHA (docosahexaenoic acid) dan AA (aracbidonic acid), yang sangat
diperlukan bagi perkembangan otak, jaringan syaraf dan retina mata bayi.
Penelitian telah menunjukkan bahwa bayi yang menerima DHA dan AA memiliki
kecerdasan kognitif yang lebih tinggi pada usia 10 bulan jika dibandingkan
dengan kelompok kendali dari bayi yang tidak menerima zat-zat itu. Sebuah
laporan yang dimuat dalam Lancet menyebutkan bahwa IQ dari bayi-bayi yang
mendapatkan ASI pada umumnya lebih tinggi delapan poin daripada bayi-bayi
yang tidak diberikan ASI.
3. Menghemat pengeluaran biaya
Menyusui secara ekslusif dapat menghemat biaya pengeluaran rumah
tangga karena tidak mengeluarkan biaya untuk membeli susu formula dan
makanan bayi selama 6 bulan.
Menurut Suraatmaja dalam Harahap (2010), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pemberian ASI antara lain:
1.Terjadinya perubahan sosial budaya
a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya.
b.Meniru teman, tetangga, atau orang terkemuka yang memberikan susu botol.
c. Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.
2. Faktor psikologis

Universitas Sumatera Utara

22

a. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.
b.Tekanan batin.
3. Faktor fisik ibu
a. Ibu sakit, misalnya mastitis.
4.Faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat
penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI.
5.Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.
a. Keterangan mengenai ASI yang salah terkadang berasal dari petugas
kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng.
Pada penelitian Rahayu (2011), terdapat hubungan antara bayi yang tidak
mendapatkan ASI ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita.Hasil studi yang
menunjukkan bahwa ASI merupakan faktor protektif terhadap kejadian ISPA
yaitu pada penelitian Sinaga (2012), bahwa ASI memiliki daya protektif terhadap
kejadian ISPA pada bayi umur 0-4 bulan.
2.3 Rumah
2.3.1 Pengertian Rumah
Rumah

adalah

salah

satu

persyaratan

pokok

bagi

kehidupan

manusia.Rumah dari zaman ke zaman mengalami perkembangan.Pada zaman
purba manusia bertempat tinggal di gua-gua kemudian berkembang dengan
mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan dibawah pohon.Sampai pada
abad modrn ini manusia sudah membangun rumah untuk tempat tinggal
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Mubarak (2009), rumah sehat adalah rumah dapat memenuhi
kebutuhan rohani dan jasmani secara layak sebagai suatu tempat tinggal atau

Universitas Sumatera Utara

23

perlindungan dari pengaruh alam luar. Rumah sehat merupakan salah satu sarana
untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum.Untuk memperoleh rumah yang
sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan.Sanitasi rumah
adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan
terhadap sktruktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal
berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.Rumah juga
merupakan salah satu bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria
kenyamanan, keamanan, dan kesehatan guna mendukung penghuni agar dapat
bekerja dengan produktif (Prasetya, 2005).
2.3.2 Kriteria Rumah Sehat
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), rumah sehat adalah rumah
yang memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1.Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan
ruang gerak yang cukup bagi penghuni dan terhindar dari kebisingan.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis yakni aman dan nyaman bagi penghuni.
3. Memenuhi pesyaratan pencegahan penularan penyakit seperti penyediaan
sanitasi dasar,kepadatan hunian yang tidak berlebihan.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan seperti tejatuh dan
terbakar.
Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public
Health Asociation (APHA) yang dikutip oleh Mubarak (2009) yaitu :

1. Persyaratan letak rumah

Universitas Sumatera Utara

24

Letak rumah yang baik dapat menghindarkan penghuni dari bahaya
timbulnya penyakit menular, dan kecelakaan.Persyaratan letak rumah merupakan
persyaratan pertama dari sebuah rumah sehat.Berikut ini adalah pertimbangan
memilih letak rumah.
a. Permukaan tanah dan lapisan bawah tanah,tanah rendah yang sering
digenangi banjir sudah jelas tidak baik menjadi tempat perumahan yang
permanen.Tanah berbatu karang biasanya lembab dan dingin,karena air
pada waktu hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah. Akan tetapi, dengan
konstruksi yang baik dan

lantai yang kedap air rumah dengan kondisi

tersebut bisa digunakan tanpa ada gangguan. Apalagi bila dilengkapi
dengan drainase yang baik.
b. Hadap rumah (dalam hubungannnya dengan matahari,arah angin, dan
lapangan terbuka). Di belahan bumi sebelah utara misalnya, kamar-kamar
yang terletak di sebelah utara akan menerima sinar matahari lebih sedikit.
Oleh karena itu,sebaiknya dapur dan ruang tempat menyimpan makanan
terletak dibagian utara rumah.
2. Persyaratan Fisik
a. Kontruksi rumah harus baik dan kuat,sehingga dapat mencegah terjadinya
kelembapan dan mudah diperbaiki bila ada kerusakan.
b. Luas bangungan harus disesuaikan dengan jumlah penghuni rumah,luas
lantai bangunan disesuaikan dengan penghuninya. Luas bangungan yang
tak sebanding dengan jumlah penghuni akan mengakibatkan sesak,kurang
bebas, dan akan menderita penyakit infeksi penularan penyakit dan saluran

Universitas Sumatera Utara

25

pernafasan. Luas optimum adalah 2,5 x 3 m² untuk tiap orang ( tiap anggota
keluarga ).
3. Persyaratan Fisiologi Rumah sehat harus dipenuhi kriteria yang baik,
pencahayaan yang cukup terhindar dari kebisingan dan adanya lapangan
rekreasi, terutama untuk anak- anak bermain.
a. Rumah yang sehat apabila sebagai tempat udara masuk ke dalam rumah
secara bebas, sehingga asap dan udara kotor dapat hilang secara cepat.
Sehingga udara dapat masuk ke dalam kamar dan ruangan-ruangan.
b. Rumah

yang

sehat

apabila

memiliki

pencahayaan

yang

cukup.

Idealnya, cahaya masuk luasnya sekurang-kurangnya 15-20 % dari luas
lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah.
c. Rumah yang sehat apabila bisa melindungi penghuni rumah dari kebisingan
yang dapat mengganggu konsentrasi dan kenyamanan seseorang bila
kebisingan yang terjadi dalam jangka waktu relatif lama akan menggunggu
kesehatan. Gangguan kesehatan yang dapat di timbulkan ialah gangguan
fisik seperti gangguan pendengaran dan gangguan mental seperti cepat
marah.
4. Persyaratan psikologis
Rumah sehat harus memiliki pembagian ruangan yang baik, penataan perabot
yang baik tetapi tidak over crowding.Rumah tempat tinggal dinyatakan over
crowding bila jumlah orang yang di rumah tersebut menunjukkan hal-hal

sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

26

a. Dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan berumur di atas 10 tahun
dan bukan berstatus sebagai suami istri, tidur di dalam satu kamar.
b. Jumlah orang di dalam rumah dibandingkan dengan luas lantai telah
melebihi ketentuan yang telah diterapkan.
2.3.3 Kondisi Fisik Rumah
Kondisi fisik rumah adalah keadaan rumah secara fisik dimana orang
menggunakan untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia.Penyakit atau gangguan saluran pernafasan dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan yang buruk.Lingkungan yang buruk tersebut dapat berupa kondisi
fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat seperti ventilasi, kepadatan
penghuni, suhu, kelembaban.Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit saluran pernapasan (Slamet, 2009).
2.3.3.1 Luas Ventilasi
Menurut Chandra (2007), ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi
atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia. Ventilasi digunakan
untuk pergantian udara.Ventilasi merupakan sebagai pertukaran udara baik secara
alamiah maupun buatan sebagai jalan masuk udara segar dan sinar matahari serta
sirkulasi. Menurut Notoatmodjo (2007), Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan
sebagai berikut :
a. Menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan OЇ yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya OЇ di dalam rumah yang
berarti kadar COЇ yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di

Universitas Sumatera Utara

27

samping itu tidak cukup ruangan naik karena terjadinya proses penguapan
cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang
baik untuk bakteri-bakteri,pathogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit).
b. Membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen.
c. Menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban yang
optimum.
Ada dua macam ventilasi yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi
buatan.Ventilasi alamiah yaitu dapat mengalirkan udara ke dalam kamar dan
ruangan yang terjadi secara alamiah misalnya jendela, pintu, dan lubang
angin.Ventilasi buatan adalah ventilasi yang dibuat secara sengaja untuk
mengalirkan udara di dalam rumah misalnya kipas angin dan mesin pengisap
udara.Menurut Kepmenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan, luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas
lantai.
2.3.3.2 Pencahayaan Alami
Menurut Notoatmodjo (2007), rumah yang sehat memerlukan cahaya yang
cukup,tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke
dalam ruangan rumah, terutama cahaya mata hari di samping kurang
nyaman,jugadapat menjadi media atau tempat yang baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya di dalam
rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata. Cahaya dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

28

a. Cahaya alamiah, yaitu cahaya matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen yang ada di dalam rumah, misalnya seperti
ISPA, TBC, influenza,penyakit mata dan lain-lain.Oleh karena itu, rumah
yang sehat harus mempunyai celah sebagai jalan masuk cahaya matahari ke
dalam rumah.Sebaiknya luas jalan masuknya cahaya seperti jendela minimal
15% sampai 20% dari luas lantai rumah. Usahakan agar cahaya matahari yang
masuk harus maksimal dan tidak terhalang oleh bangunan lain dan usahakan
agar cahaya matahari lama menyinari lantai rumah agar bakteri yang ada di
lantai mati.
b. Cahaya buatan, yaitu dengan menggunakan sumber cahaya lain selain matahari
seperti lampu minyak tanah,listrik, dan api.
Pencahayaan alami menurut Kemenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999
dianggap baik jika besarnya antara 60-120 Lux dan buruk jika kurang dari 60 Lux
atau lebih dari 120 Lux. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam membuat jendela,
perlu diusahakan agar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, dan
tidak terhalang oleh bangunan lain.
2.3.3.3 Kelembaban
Menurut Achmadi (2008), rumah yang tidak memiliki kelembaban yang
memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah
yang lembab merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme
antara lain bakteri, spiroket, ricketsia, dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat
masuk kedalam tubuh melalui udara.

Universitas Sumatera Utara

29

Menurut Kepmenkes No. 829 Taun 1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan, kelembaban ruangan yang baik untuk kesehatan adalah 40% - 70%.
2.3.3.4 Kepadatan Hunian
Menurut Mubarak (2009), rumah tinggal dikatakan over crowding bila
orang-orang yang tinggal di rumah tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
a. Dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan berumur di atas 10 tahun
dan bukan berstatus sebagai suami istri, tidur di dalam satu kamar.
b. Jumlah orang di dalam rumah dibandingkan dengan luas lantai telah melebihi
ketentuan yang telah diterapkan.kepadatan hunian ruang tidur minimal
luasnya 8 m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang kecuali anak
di bawah umur 5 tahun.Jumlah penghuni rumah juga harus disesuaikan
dengan luas rumah agar rumah atau kamar tidak menjadi padat.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999
tentang persyaratan kesehatan rumah,kepadatan hunian dalam rumah untuk satu
orang minimal menempati luas rumah 4 m². Dengan kriteria tersebut diharapkan
dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.Keadaan tempat
tinggal yang padat dapat meningkatkan pencemaran udara dalam rumah yang
telah ada.
2.3.3.5 Jenis Lantai
Lantai yang baik harus selalu kering, tinggi lantai harus disesuaikan
dengan kondisi setempat, lantai harus lebih tinggi dari muka tanah.Ubin atau
semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim

Universitas Sumatera Utara

30

kemarau dan tidak basah pada musim hujan, sehingga dapat mencegah terjadinya
penularan penyakit terhadap penghuninya (Achmadi,2008).
Lantai rumah dapat memengaruhi terjadinya penyakit ISPA karena lantai
yang

tidak

memenuhi

standar

merupakan

media

yang

baik

untuk

perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab ISPA.Menurut Kepmenkes RI No.
829 Tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, lantai yang baik harus
bersifat kedap air dan mudah dibersihkan yaitu terbuat dari keramik, ubin, atau
semen. Jenis lantai yang terbuat dari tanah saat musim hujan akan lembab
sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap penghuninya dan merupakan
tempat yang baik untuk berkembangbiaknya kuman penyakit, termasuk bakteri
penyebab ISPA. Lantai juga harus sering dibersihkan karena lantai yang basah
dan berdebu menimbulkan sarang penyakit.
2.4 Perilaku
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, minuman, serta lingkungan. Dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok
(Notoatmodjo, 2007):
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) atau usaha seseorang
untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari
3 aspek :
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan jika telah sembuh dari penyakit.

Universitas Sumatera Utara

31

b.Perilaku peningkatan kesehatan yang ditandai dengan kemauan masyarakat.
c. Perilaku gizi, makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan
kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya menjadi penyebab menurunnya
kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit.
2) Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan atau disebut
perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior ).
3) Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang berespons terhadap
lingkungannya sebagai determinan kesehatan manusia sehingga lingkungan
tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Perilaku ini antara lain mencakup :
a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen,
manfaat,

dan

penggunaan

air

bersih

untuk

kepentingan

kesehatan.

b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segisegi higiene, pemeliharaan, teknik, dan penggunaannya.
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair,
termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang
sehat,

serta

dampak

pembuangan

limbah

yang

tidak

baik.

d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi,
pencahayaan, jenis lantai lantai, kelembaban, suhu dan sebagainya.
e. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor),
dan sebagainya.
2.4.1 Perilaku Penghuni
Menurut Mishra (2005), perilaku ibu dalam pencegahan ISPA dapat
dilakukan seperti menjaga anak tetap dalam keadaan bersih, ibu melakukan

Universitas Sumatera Utara

32

kebersihan rumah seperti menyapu lantai, membersihkan debu-debu di dalam
rumah, rutin mengganti sprei kasur dan sarung bantal secara teratur, membuka
jendela dan ventilasi udara agar sirkulasi udara tetap lancar serta melarang
anggota keluarga yang merokok untuk tidak merokok. Tindakan responden dalam
mencegah terjadinya ISPA secara baik berdampak kesehatan balita. Ada beberapa
perilaku penghuni yaitu sebagai berikut :
2.4.1.1 Membersihkan Rumah
Menurut hasil penelitian Indriani (2012), perilaku dalam pencegahan ISPA
pada balita menunjukkan 45,7% responden mempunyai perilaku yang kurang.
Kata kurang dapat diterjemahkan bahwa responden masih kurang mengerti bahwa
dengan perilaku hidup sehat seperti ibu tidak melakukan kebersihan lantai seperti
menyapu, mengepel lantai atau membersihkan meja dari debudengan kain lap,
padahal dengan perilaku hidup sehat merupakan suatu tindakan yang baik dalam
rangka mencegah terjadinya ISPA pada balita. Menurut Sartika (2012),
menyatakan bahwa lantai yang berdebu merupakan salah satu bentuk polusi udara
dalam rumah. Debu dalam udara bila terhirup akan menempel pada saluran
pernafasan. Sehingga menyebabkan balita sulit bernafas. Seseorang yang tidak
memiliki kebiasaan membersihkan rumah seperti menyapudan mengepel lantai
kurang dari 2 kali sehari mempunyai resiko 23,327 kali lebih besar dibandingkan
dengan yang memiliki kebiasaan membersihkan rumah lebih dari 2 kali sehari.
2.4.1.2 Membuka Jendela Rumah
Menurut Sastra (2006), ruang tidur merupakan ruang tempat beristirahat
setalah seharian beraktivitas. Ruang ini harus di rencanakan dengan perlengkapan

Universitas Sumatera Utara

33

istirahat dan suasana santai serta tenang, agar penghuni dapat beristirahat dengan
nyaman.Ruang ini harus di hindarkan dari kebisingan, polusi cukup sinar
mataharai dan memiliki sirkulasi udara yang lancar. Sirkulasi yang lancar bisa
didapatkan dari prilaku hidup sehat dengan membuka jendela udara akan berganti,
sehingga kamar tidur tidak lembab dan pengap sehingga mikroorganisme
penyebab ISPA dapat dicegah.
Ruang keluargaberfungsi sebagai tempat untuk menerima keluarga, ruang
keluarga merupakan tempat untuk berkumpulnya keluarga sehingga pencemaran
udara sering terjadi di ruang keluarga, itu disebabkan oleh kebiasaan merokok
yang berada didalam rumah sehingga udara yang ada didalam rumah akan
tercemar. Bukan hanya itu tetapi prilaku ibu dalam membersihkan rumah juga
menjadi risiko pencemaran udara.Sehingga diharapkan untuk membuka jendela
setiap pagi hari untuk mengeluarkan atau menggantikan udara yang ada di dalam
rumah (Sastra, 2006).
Menurut Sartika (2012), fungsi jendela selain sebagai sirkulasi udara juga
sebagai jalan masuknya cahaya matahari kedalam rumah,ibu yang tidak memiliki
kebiasaan membuka jendela dari pagi hingga sore hari mempunyai resiko 3,618
kali lebih besar daripada yang memiliki kebiasaan membuka jendela dari pagi
hingga sore hari.
2.3.1.3 Kebiasaan Merokok
Kebiasaan kepala keluarga yang merokok didalam rumah dapat
berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya balita. Menurut WHO di
dalam Hidayat (2005), Indonesia merupakan Negara dengan jumlah perokok aktif

Universitas Sumatera Utara

34

sekitar 27,6 % dengan jumlah 65 juta perokok atau 225 miliar batang per tahun.
Rokok merupakan benda beracun yang memberikan efek yang sangat
membahayakan pada perokok ataupun perokok pasif,terutama pada balita yang
tidak sengaja terkontak asap rokok.Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap
rokok lainnya masuk ke saluran pernafasan bayi yang dapat menyebabka infeksi
pada saluran pernafasan.
Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk ke
saluran pernafasan bayi. Nikotin yang terhidup melalui saluran pernafasan dan
masuk ke dalam tubuh melalui ASI ibunya akan berakumulasi di dalam tubuh
bayi dan membahayakan kesehatan si kecil. Paparan asap rokok berpengaruh
terhadap kejadian ISPA pada balita,dimana balita yang terpapar asap rokok
berisiko lebih besar untuk terkena ISPA dibandigakan balita yang tidak terpapar
asap rokok (Hidayat,2005)
Menurut Encyclopedia of Global Health di dalam Raja (2014),
Secondhand smoke merupakan akumulasi asap yang dihasilkan oleh pembakaran
rokok secara langsung dan asap yang dikeluarkan oleh perokok. Pada bayi, balita,
dan anak–anak, paparan secondhand smoke akan meningkatkanpotensi terkena
gangguan pendengaran, asma, gangguan pada perkembangan paru- paru, serta
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Bayi,balita dan anak-anak mendapatkan
paparansecondhand smoke terbesar berada didalam rumah.
2.4.1.4 Penggunaan Anti Nyamuk bakar
Obat anti nyamuk adalah pestisida rumah tangga yang paling popular
digunakan semua lapisan masyarakat.Salah salah jenis obat anti nyamuk adalah

Universitas Sumatera Utara

35

obat nyamuk anti nyamuk bakar. Jenis ini mengandung zat kimia sintetik aktif
(alletrin,transfultri,pralethrin,biolethrin, dan esbiothrin) yang sudah dibentuk
sedemikian rupa sehingga mampu dihantarkan asap untuk membunuh nyamuk
dan serangga lainnya. Oleh karena dipanaskan, maka bahan aktif itu terurai
menjadi senyawa-senyawa lain yang jauh lebih reaktif dari sebelumnya.Lebih
berbahaya apabila obat anti nyamuk bakar digunakan di ruang tertutup. Bahan
kimia sintetik anti nyamuk yang dilepas dalam bentuk gas (aerosol) ini bisa
mendesak oksigen sehingga distribusi oksigen dalam ruangan tidak merata,
sehingga napas terasa agak berat (Yuliarti,2008).
Asap yang dihasilkan dari hasil pembakaran anti nyamuk bakar dapat
menyebabkan polusi udara yang berasal dari dalam rumah (indoor). Pencemaran
udara tersebut dapat berupa partikel debu yang dapat meningkatkan terjadinya
penyakit ISPA. Pada saat menghirup napas, asap dari anti nyamuk tersebut
mengandung partikel masuk ke saluran pernafasan yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya ISPA (Kemenkes,2011).

Universitas Sumatera Utara

36

2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan (Gambar 2.1)
Variabel Bebas
Karakteristik Balita
1. Berat Badan Lahir (BBL)
2. Status Imunisasi
3. Status ASI Ekslusif

Kondisi Fisik Rumah
1. Luas Ventilasi
2. Pencahayaan Alami
3. Kelembaban
4. Kepadatan Hunian
5. Jenis Lantai

Variabel Terikat
ISPA Pada Balita

Perilaku Penghuni
1. Membersihkan Rumah
2. Membuka Jendela Rumah
3. Kebiasaan Merokok
4.Penggunaan Anti Nyamuk
Bakar

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK BALITA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI DESA GANDON KECAMATAN KALORAN KABUPATEN TEMANGGUNG.

0 3 11

Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

2 18 165

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 4 111

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 16

Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keluarga Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Pintu Batu Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 15

Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 8

Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

2 3 6

Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 67