Efek Globalisasi dan Budaya Internet

Efek Globalisasi dan Budaya Internet
Oleh : Paulina Damayanti

The world is flat! dunia semakin datar. Jarak bukanlah menjadi kendala untuk
berkomunikasi dan mengakses informasi. Kelahiran internet telah membuka mata dunia,
berbagai informasi mulai dari politik, ekonomi, sosial hingga fashion dari belahan benua lain
sekalipun dapat diakses hanya dengan hitungan detik saja. Bayangkan saja, model fashion
terbaru musim ini dari Domenico Dolce dan Stefano Gabbana, Marc jacob, ataupun Christian
Dior dari pusat mode dunia di Paris, Italia, ataupun Milan, dapat kita ketahui hanya dengan
hitungan detik saja melalui internet, tanpa kita harus bersusah payah pergi ke Paris, Italia
ataupun Milan untuk melihatnya.
Model-model baju terbaru, model sepatu, trent rambut dunia yang sedang populer saat
ini, makanan tradisional dari belahan dunia manapun, kendaraan terbaru, perangkat teknologi
tercanggih, budaya-budaya populer seperti K-Pop, dalam hitungan hari semua itu dapat menjadi
tren dunia, dapat diterima dan diadopsi secara global. Tren dunia tersebut akhirnya masuk dan
diterima secara global menjadi tren karena peran media massa dan internet, film, ataupun buku
yang menyebarkannya. Hal tersebut disebut sebagai globalisasi. Globalisasi yaitu perubahan
budaya terkait dengan teknologi, informasi, komunikasi dan gaya hidup, yang memiliki sifat
menyeluruh, diterima di seluruh belahan dunia manapun.
Dalam sejarahnya, globalisasi, pertama kali diungkapkan oleh Theodore Levitte pada
tahun 1985, dalam hal ini globalisasi menunjuk pada sistem politik-ekonomi, khususnya politik

perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Sekitar tahun 1985 globalisasi mulai muncul dengan
adanya revolusi elektronik dan disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi elektronik pada
waktu itu dapat melipatgandakan akselerasi komunikasi, transportasi, produksi, dan informasi.
Sedangkan disintegrasi negara-negara komunis, menjadi motor globalisasi karena disintegrasi
negara komunias memungkinkan kapitalisme Barat menjadi satu-satunya kekuatan yang
memangku hegemoni global pada waktu itu.
Globalisasi semakin meluas hingga ke seluruh dunia ditandai dengan perkembangan
teknologi komunikasi, informasi, dan transportasi. Sehingga, globalisasi telah membawa

perubahan perilaku terhadap kehidupan masyarakat, baik di bidang politik, ekonomi, sosial
maupun budaya. Salah satu contoh globalisasi adalah dalam bidang komunikasi. Friedman
(2005) menyebutkan globalisasi komunikasi adalah kemampuan untuk menyediakan dan
mengakses informasi dalam berbagai latar belakang budaya dengan cara berbicara,
mendengarkan, atau membaca dan menulis. Di era globalisasi ini, kemampuan bahasa global
(bahasa Inggris, Mandarin) sangat diperluakan untuk pergaulan Internasional, terutama untuk
urusan bisnis, kerjasama kenegaraan, ataupun pendidikan dan penelitian.
Bentuk globalisasi selanjutnya adalah globalisasi media. Globalisasi media massa yaitu
persebaran atau serbuan media massa baik surat kabar, majalah, televisi ataupun radio ke seluruh
dunia. Apabila globalisasi media tidak diantisipasi dengan baik, akan terjadi benturan antar
budaya dari luar negeri yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Contoh globalisasi media yang

mulai masuk ke Indonesia yaitu munculnya majalah-majalah Amerika dan Eropa versi Indonesia
seperti : majalah Playboy, Cosmopolitan, Spice, FHM (For Him Magazine), Good
Housekeeping, Trax dan sebagainya. Demikian halnya dengan acara televisi dan radio, di
Indonesia telah banyak program-program acara produksi Amerika, Eropa dan beberapa negara
Asia versi Indonesia, seperti tayangan Indonesian Idol, X-Factor, Mater Chef, drama korea,
telenovela, dan lain sebagainya.
Selain globalisasi komunikasi dan globalisasi media, globalisasi teknologi juga
memberikan efek besar terhadap perubahan budaya dan kemajuan bidang ekonomi suatu Negara.
Globalisasi teknologi yaitu lahir dan berkembangnya berbagai macam teknologi yang
memudahkan pekerjaan manusia, teknologi baik dalam bidang komunikasi, pertanian, ataupun
industri. Masuk, berkembang dan diadopsinya berbagai macam perangkat teknologi ke Indonesia
menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Negara. Sebut saja berbagai macam perangkat
teknologi komunikasi buatan Amerika seperti iPhone, iPad, iPod, dan Negara Korea dengan
produk Samsung android yang merajai pasar dunia. Adanya perkembangan teknologi komunikasi
tersebut menjadikan jarak tak berarti. Setiap orang bisa berkomunikasi dan mengakses informasi
dimanapun dan kapanpun juga secara cepat dan mudah.
Globalisasi lahir sebagai perwujudan upaya atau

respon manusia untuk dapat


menaklukkan dan mengolah alam dan segala tantangan dunia (challenge) demi kelangsungan

hidupnya. Globalisasi semakin berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi.
Sehingga dapat mempermudah kerja manusia, secara efesien dan produktif.
Sering kita mengidentikkan globalisasi dengan perkembangan dalam bidang ekonomi,
Namun walaupun demikian, secara tidak langsung globalisasi juga mempengaruhi transformasi
masyarakat menuju cyberculture. Globalisasi merupakan salah satu pendorong berkembangnya
cyberculture (budaya cyber/internet). Cyberculture menurut Manovich dalam buku The New
Media

Reader

komunikasi,

adalah budaya yang
hiburan

dan

muncul


bisnis.

dari

penggunaan

Cyberculture

jaringan komputer untuk

menyangkut

hubungan

antar

manusia, komputer dan kepribadian yang dilakukan di dunia maya.
Beberapa ciri cyberculture yang berkembang di Indonesia dapat diketahui sebagai berikut
: komunikasi global berkembang sangat cepat, meretas batasan jarak dan waktu, dapat dilihat

dari perkembangn barang-barang seperti munculnya media digital, telpon seluler, televisi satelit,
dan internet; Perdagangan internasional, perusahaan multinasional dan dominasi organisasi
semakin berkembang dan menjadikan pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang
berbeda menjadi saling bergantung satu dengan yang lain; Media massa menjadi pendorong
tumbuhnya interaksi cultural antar bangsa. Berbagai macam budaya asing saat ini mulai masuk
dan berkembang di Indonesia, misalnya dalam bidang fashion, makanan, lagu dan film.
Globalisasi dan cyberculture mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. Seperti yang
disampaikan oleh Friedman di buku The World Is Flat bahwa globalisasi berkembang dalam tiga
era, yaitu globalisasi 1.0, globalisasi 2.0 dan globalisasi 3.0.
Pertama kali muncul adalah globalisasi 1.0, yaitu merupakan globalisasi negara.
Globalisasi web 1.0 dimanfaatkan untuk kepentingan Negara. Pemerintah dan lembaga terkait
beperan penting sebagai pengguna dan pengembang teknologi komunikasi. Segala bentuk media
teknologi komunikasi yang ketika itu masih web 1.0 yang masih bersifat satu arah,
dimaksimalkan oleh Negara untuk mengirim informasi dalam bentuk elektronik mail antar
negara ataupun antar pejabat kenegaraan.
Selanjutnya berkembang globalisasi 2.0, yang disebut sebagai era globalisasi perusahaan.
Web 2.0 yang bersifat dua arah, telah menjadi bagian terpenting bagi perkembangan bisnis
perusahaan. Aktivitas ekonomi komunikasi seperti perjanjian jual-beli, tawar menawar harga,
promosi, pemasaran tidak hanya terjadi secara fisik, namun dapat dilakukan secara online dengan


media internet. Sehingga kegiatan bisnis menjadi semakin luas tak terpancang jarak dan waktu.
Sehingga mulai muncullah e-marketing, e-advertising, e-public relations, e-banking, sebagai
bagian dari globalisasi 2.0.
Globalisasi 2.0 belum merata dirasakan hingga ke daerah-daerah terpencil di Indonesia,
namun kini sudah mulai muncul dan berkembang era globalisasi 3.0, Friedman menyebutnya
sebagai globalisasi individu. Globalisasi 3.0 merupakan pemberdayaan individu, dimana individu
sangat dimudahkan oleh kecanggihan web 3.0 (web semantik). Dalam hal ini web 3.0 dengan
pintar dapat memprediksi, memberikan rekomendasi dan menyediakan berbagai aplikasi sesuai
kebutuhan masing-masing individu, sehingga masing-masing individu tersebut dapat memiliki
media untuk menyalurkan bakat minatnya dan semakin kreatif mengembangkan potensi
pribadinya.
Globalisasi tidak hanya memberikan pengaruh kepada kehidupan masyarakat Indonesia,
namun juga merata bagi masyarakat dunia. Tidak ada lagi batas-batas penghalang aktivitas
komunikasi antarindividu ataupun kelompok. Globalisasi telah menjadi jendela dunia yang
menyediakan berbagai informasi dari berbagai Negara di seluruh penjuru dunia. Berbagai macam
informasi diproduksi dan dikonsumsi dari satu tempat ke tempat lain. Bagai pisau bermata dua,
banyak hal positif dari pengaruh globalisasi, namun juga tidak sedikit hal negatif yang
terkandung di dalamnya. Sehingga membutuhkan kedewasaan dan kebijaksanaan kita untuk
dapat menyaring informasi yang pantas dan tidak pantas untuk kita konsumsi.


Buku Acuan
Dominick, J. R. (2008). The Dynamics of Mass Communication: Media in the Digital Age, Tenth
Edition, McGraw-Hill, International Edition
Friedman, Thomas. (2005). The World Is Flat: A Brief History of the Twenty-first Century, Farrar
Straus and Giroux (USA)
Grant, A. E. & Meadows, J. H. (2010). Communication Technology Update and Fundamentals.
12th Edition. Focal Press
Littlejohn, S.W. (2010). Theories of Human Communication, Belmont, CA: Wadsworth

Manovich, Lev. "New Media From Borges to HTML." The New Media Reader. Ed. Noah
Wardrip-Fruin & Nick Montfort. Cambridge, Massachusetts, 2003. 13-25.
Toffler, Alvin. (1980). The Third Wave. Bantan Books (USA)