Saduran Buku Karangan Edward Luttwak Teo
03/01/2018
Saduran Buku Berjudul ”Kudeta: Teori dan Praktek Penggulingan Kekuasaan”
Penulis
: Edward Luttwak
Penerbit
: Relief
Buku ini secara khusus ditujukan untuk menyajikan perumusan teknik-teknik yang bisa dipakai untuk
merebut kekuasaan dengan cara ilegal melalui pengupayaan infiltrasi ke dalam suatu segmen aparatus
negara yang kecil tapi menentukan dengan tujuan akhir mengambil alih pemerintahan yang ada atau
lazimnya disebut dengan kudeta. Dalam pelaksanaannya tersebut, kudeta memiliki aturan-aturan
yang perlu diperhatikan. Pertama, ialah mempersiapkan prakondisi-prakondisi kudeta. Kedua, pasca
kudeta di mana selalu ada dua kemungkinan: gagal dan berhasil, apabila gagal maka pemrakarsa
kudeta akan terjerumus pada bahaya besar bagi hidupnya namun apabila berhasil imbalan untuk itu
amatlah menggiurkan.
Semakin banyak bermunculannya negara modern terutama akibat dekolonialisasi, semakin tinggi pula
probabilitas terjadinya kudeta kekuasaan. Itulah yang tergambar sejak munculnya revolusi Perancis
dimana kerap terjadi penggulingan di berbagai pemerintahan. Dan untuk memahami kudeta,
beberapa hal yang tidak dapat dikesampingkan ialah mencari tahu bagaimana pola relasional antara
pemimpin politik, birokrasi dan angkatan bersenjata berproses dalam suatu pemerintahan. Agar
terhindar dari kudeta, pemimpin yang baik karenanya perlu memperhatikan dan mengelola elemenelemen di atas secara cerdik, karena, siapa sangka sebelumnya apabila roda birokratik yang tak
bersenjata saja dapat begitu mengerikan saat mereka dapat menyandera pilihan kebijakan sang
pemimpin politik hingga berani membunuhnya. Salah satu resep yang ditawarkan Luttwak karenanya
pemimpin harus dapat mengikat mereka yang berada dalam pemerintahan dalam rangkaian rumit
yang mmembuat mereka mengikat kesetian politik-etiknya.
China, Afrika dan Arab Saudi dalam penjelasan Luttwak memiliki cara agar masing-masing rezim dapat
bertahan. Di China, zaman Dinasti Manchi, keturunan Han dipekerjakan pada jabatan pegawai negeri
semua tingkatan, namun posisi penting kehakiman dan militer diisi oleh anak cucu dinasti Manchu,
begitu pula di Afrika biasanya menunjuk anggota sukunya untuk menjabat di pos-pos strategis dalam
dinas keamanan. Di Arab Saudi, urusan ketentaraan terbagi ke dalam mereka yang merupakan tentara
modern yang suatu saat dapat mengkudeta, dan karena itu, dibuat juga tentara kesukuan yang
berafiliasi pada keluarga kerajaan yang dinamakan tentara putih penganut aliran Wahabi. Di dalam
sistem kepartaian, sebagian pemimpin juga menaruh kendali jabatan-jabatan strategis yang mereka
titipkan pada orang-orang partai agar dapat menjamin keamanan rezim dan memonitor kebijakankebijakan rezim agar dilaksanakan dengan baik. Dalam contoh di atas, Luttwak berusaha
menggambarkan bagaimana beberapa negara melalui pemimpin politiknya secara realistis berfikiran
defensif dan memahami pentingnya kontrol atas roda birokratik, angkatan bersenjata dan dinas
keamanan.
Akan tetapi seiring perkembangan zaman, terutama di abad ke duapuluh hingga sekarang, pola
penataan pemerintahan yang muncul semakin menunjukan kerumitan di mana rezim-rezim menemui
kerapuhan dengan bermunculannya prosedur-prosedur luwes (demokrasi elektoral?) untuk
perubahan pemerintahan. Apabila tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan tidak dapat
dijawab, maka metode kekerasan biasanya menjadi pilihan manakala pilihan lain yang lebih damai
cenderung dianggap kurang efektif. Hal ini tergambar jelas pada kasus Suriah. Pasca Perang Dunia,
Suriah mengalami lebih dari dua belas kudeta yang tidak dapat terlepas dari adanya kondisi
ketidakpuasan masyarakat akan pemerintah dan disisi lain Undang-undang pemilu dalam konstitusi
Hourani yang ditujukan sebagai prosedur perubahan pemerintahan tidak dapat berfungsi dengan baik.
Luttwak kemudian menjelaskan pola-pola kudeta ke dalam beberapa hal di bawah ini:
Rangga Amalul |
03/01/2018
Revolusi
Perang Saudara
Pronounamiento
Putsch
Pembebasan
Perang
Kemerdekaan,
insurgensi, dll.
Dilaksanakan oleh masa yang tidak terkoordinasi, tujuannya ialah perubahan
struktur sosial politik serta pemengang kepemimpinan, revolusi ini biasa pula
identik dengan perjuangan kiri
Peperangan yang terjadi antara unsur-unsur angkatan bersenjata nasional
Pronounamiento adalah gerakan kudeta atau proses perebutan kekuasaan
yang dipimpin oleh pimpinan angkatan darat tetapi dilasanakan atas nama
keseluruhan korps perwira setelah sebelumnya digelar penjajakan dan
kompromi
Merupakan pemberontakan yang hanya melibatkan satu faksi di dalam
angkatan darat
Perlawanan terhadap militer asing
Tujuannya adalah mendirikan negara baru dan ingin memisahkan diri dari
pemerintah sebelumnya berdasarkan etnik ataupun hal politis lainnya
Kapan Kudeta Berhasil?
Kudeta sebenarnya akan sulit apabila sebagian besar populasi memiliki minat dan berpartisipasi pada
pagelaran-pagelaran politis yang legal karena hal itu berarti populasi mengakui pemerintahannya
diperoleh dari sumber yang sah dan legitimate. Belum lagi proses kudeta akan sulit apabila disediakan
ruang dialog berkelanjutan yang disediakan oleh pemerintah bagi kelompok-kelompok penekan
terutama pasca adanya keputusan atau kebijakan yang kontroversial. Perancis menjadi salah satu
contoh bagaimana peralihan kekuasaan dari Coty kepada de Gaulle tahun 1958 meski terdapat faktorfaktor yang dapat mendorong kudeta, seperti; krisis ekonomi berkepanjangan, pengangguran, inflasi
besar; kekalahan perang dan diplomatik; sertainstabilitas kronis di bawah sistem multipartai, tetapi
peralihannya relatif aman. Hal ini diakibatkan oleh tangguhnya struktur-struktur politik. Tetapi, tidak
semua negara memiliki struktur politik seperti Perancis dan begitu terbuka untuk adanya kudeta. Di
bawah ini tersaji pandangan Luttwak mengenai beberapa prakondisi kudeta yang perlu diperhatikan:
1. Pra kondisi pertama ialah keterbelakangan ekonomi. Kemudian ditambah dengan penataan
kondisi sosial masyarakat agar membatasi partisipasinya dalam menangkal kemenangan
kudeta
Belajar dari pengalaman Mesir tahun 1952, Kudeta dapat di awali dengan adanya kaum miskin kota
yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh agitator Ihwatul muslimin untuk melakukan kekerasan dan
pembakaran. Kaum miskin kota di Mesir mungkin saja tidak memiliki alasan-alasan dan tujuan politis
jelas, akan tetapi mereka melihat peluang untuk dapat menghancurkan fasilitas orang kaya, hotel dan
tempat-tempat lainnya sebagai puncak kemarahan mereka akbat ketidakadilan dan kesenjangan yang
kerap dipertontonkan sementara di pihak lain ada yang menikmati keuntungan politik dari
demonstrasi besar ini. Keresahan yang tak terkendali tentu mau tidak mau harus direspon oleh
pemerintahan dan terutama birokrat senior, tentara hingga polisi yang ketiganya bisa saja berwujud
kawan ataupun berubah menjadi lawan sesuai dengan pertimbangan mereka sendiri. Bagi mereka
yang tidak terlalu terlibat di dalam pemerintahan, tentu mereka dapat menerima kudeta dan ikut
bergabung dengan mengharap imbalan yang lebih besar ketimbang yang mereka dapat dari rezim
lama, atau malah mereka dapat memperkeruh situasi menjadi poros ketiga dalam perebutan
kekuasaan untuk keuntungan mereka sendiri seperti halnya terjadi di Nigeria.
2. Negara sasaran kudeta harus terbebas atau memiliki kemandirian dan pengaruh kekuatankekuatan asing terhadap kehidupan politik internal harus relatif terbatas.
Rangga Amalul |
03/01/2018
Sasaran kudeta harus dilakukan pada pusat utama kekuasaan politik. Apabila hal ini tidak dapat
diraih upaya kudeta akan sia-sia. Contohnya pada saat terjadi Revolusi Hongaria tahun 1956,
pemimpin revolusi telah menguasai instrumen-instrumen penting seperti militer, polisi dan fasilitasfasilitas komunikasi, akan tetapi satu hal yang tidak dapat dikuasai ialah jalan-jalan kota Budapest yang
merupakan pusat utama kekuatan rezim yang disokong oleh Uni Soviet terlebih kekuatan Tentara
Merah Soviet jauh lebih unggul dibanding mereka. Berhasilnya kudeta berarti harus mengalahkan
kendali pusat kekuasaan Uni Soviet di Moskow. Atau, prasyarat lainnya adalah diam-diam meminta
restu negara besar itu melakukan kudeta. Hal ini seperti terjadi di Vietnam pada tahun 1963. Pada
saat itu, militer Vietnam menjajaki konsultasi dengan kedutaan Amerika Serikat di Saigon dan
meminta restu AS jika mereka akan melakukan penyerangan. Setelah serangkaian pembahasan antara
CIA, kedubes dan pentagon, mereka akhirnya menyetujui penyerangan tersebut disertai dengan
penghentian semua bantuan ekonomi Amerika Serikat untuk rezim Diem di Vietnam.
Dalam kasus lain, kudeta akan ditentukan juga oleh negara penjajah. Contohnya terjadi di Gabon
pada tahun 1964. Perancis menggagalkan semuanya, meski upaya kudeta telah berhasil.
Kemudian, Luttwak juga menjelaskan bagaimana kudeta dapat ditentukan oleh ketergantungan suatu
negara terhadap teknologi yang datang dari negara-negara besar dengan merujuk pada pengalaman
hubungan Uni Soviet-Mesir tahun 1957-1967. Mesir menjadi begitu tergantung pada Uni Soviet
semenjak negara itu melakukan kontrak senjata di tahun 1955 dengan Uni Soviet. Bagi Mesir
tujuannya adalah untuk menghentikan monopoli senjata dari Barat dan juga mengisi kebutuhan
pertahanan Mesir sementara bagi Uni Soviet ini merupakan pasokan pertamanya pada negara Arab.
Namun, kekalahannya pada Perang Suez Sinai tahun 1956 dan perang enam hari tahun 1967, dan
keterlibatannya di dalam Perang Saudara di Yaman 1962, telah mengakibatkan kekurangannya
perlengkapan militer Mesir. Sebagai akibatnya, Uni Soviet semakin memiliki pengaruh dari
ketergantungan Mesir yang tidak hanya secara perlengkapan militer, namun juga bantuan lainnya
seperti gandum. Efek lainnya Uni Soviet menerapkan pengawasan ketat atas pelatihan militer,
pemilihan personil militer dan pengorganisasian dinas intelijen.
Uni Soviet dapat dengan mudah menentukan arah Mesir saat itu. Bagi mereka yang berniat melakukan
kudeta, apabila pilihannya adalah meminta bantuan pada Amerika Serikat, maka para inisiator ini akan
juga menghadapi unsur-unsur masyarakat anti amerika yang berarti akan mempersulit kemenangan
mereka. Dan logikanya, apabila tujuan kudeta adalah untuk menghadapi negara asing dengan
kekuatan yang lebih besar maka kudeta kemungkinan besar akan gagal seperti halnya di Hungaria.
Untuk itu, Luttwak membuat preposisi: (1) Kudeta tidak layak dilaksanakan jika negara adikuasa
memiliki kekuatan militer cukup besar di negara bersangkutan. Akan tetapi, bila kekuatannya
ditempatkan jauh dari pusat politik dan jika rezim pra-kudeta menarik diri dari persahabatannya
dengan adikuasa, maka aturannya tidak berlaku lagi. (2) kudeta harus mencari dukungan dari
adikuasa dan menempatkan warga negara adikuasa di dalam negeri sebagai penasihat militer
maupun sipil.
3. Prakondisi ketiga adalah negara sasaran harus memiliki suatu pusat politis yang jelas bentuk
dan strukturnya, tidak boleh etnis.
Ide ini berasal dari adanya pengalaman berbeda dari sejumlah negara yang mana letak atau
konsentrasi kekuasaan terdiri dari bentuk yang terpusat dan lainnya ialah menyebar. Kekuasaan
terpusat barangkali lebih mudah untuk dikudeta ketimbang kekuasaan yang disebar yang artinya
Rangga Amalul |
03/01/2018
sumber kekuasaan berada pada tangan-tangan kekuatan seksional. Siapa sajakah kekuatan
seksional ini?
Pertama, penjelasan Luttwak mengarah pada adanya perusahaan-perusahaan raksasa. Bagi
negara miskin, sumber kekuatan perusahaan raksasa lebih lengkap dibanding alat negara karena
mereka dapat menyediakan pesawat-pesawat terbang, truk, fasilitas komunikasi dan infrastruktur
penting bagi suatu negara. dalam kasus tertentu, malah, perusahaan menjadi pemegang
kekuasaan besar dalam negara, mereka juga dapat mendongkrak politisi di suatu negara hingga
penyuap pers. Hal ini nampak dari pengalaman suatu provinsi di Kongo, pada tahun 1960,
Tshombe mengumumkan kemerdekaan dari Kongo dengan mengeklarasikan Republik Katanga.
Sebelum merdeka, sebagai gubernur dia hanya memiliki sumber daya kecil, namun setelah
pemisahan Tshombe memperoleh berbagai perlengkapan angkatan bersenjata dengan jet,
kendaraan lapis baja, serdadu bayaran serta biro propaganda yang terorganisasi di London dan
New York hal tersebut ia dapatkan dari hasil kekayaan tambang yang dikelola oleh perusahaan
Union Miniere. Pada kasus lain, di Arab Saudi terdapat perusahaan minyak bernama ARAMCO
yang merupakan satu-satunya organisasi industri besar di negara tersebut. Hasil pajak dari
perusahaan ini menyumbang hampir 90% dan mereka mampu membangun fasilitas publik
semacam pendidikan, transportasi dan sebagainya. Di bawah Abdul Aziz kekuatan mereka dapat
dikelola. Tak jarang kekuatan ini akibat bebereapa kondisi ikut campur dalam politik praktis meski
tujuan semula bukanlah bersifat politik, misalnya yang menyangkut kasus United Fruit Company
yang dituduh menjalankan kekuasaan melalui klik-klik lokal, atau perusahaan minyak asal Irak
yang berada di Suriah tahun 1949 dicurigai memainkan peran sabotase dan spionase dan banyak
lagi. Dalam hal ini, tindakan yang harus diambil oleh perencana kudeta ialah dapat meminta
persetujuan dan bahwa proses kudeta tidak akan mengganggu kepentingan bisnis mereka. Di sisi
lain, netralitas akan menjadi pilihan bagi perusahaan-perusahaan macam ini.
Kedua, entitas regional. Ada beberapa kasus di mana kebijakan pemerintah pusat diabaikan oleh
kekuatan-kekuatan bersifat etnik yang biasanya terdapat di wilayah-wilayah perbatasan Afro Asia.
Sekalipun mereka tidak terlalu penting bagi pengkudeta dengan cara diberikannya mereka
otonomi oleh rezim baru, tapi situasi di Kongo tahun 1960-1964 memberi pelajaran lain bahwa
mereka secara cepat kehilangan kendali setelah sebagian besar provinsinya bergerak sesuai
dengan kehendak sendiri bagai entitas mendeka sepenuhnya, dan masing-masing dari faksi lokal
berkelahi hingga membuat sulit pemerintah pusat.
Strategi Kudeta
Inisiator kudeta perlu memahami bahwa untuk memenuhi tujuan meraih kekuasaan, mereka perlu
membuat serangkaian strategi dalam menghadapi elemen-elemen kenegaraan seperti intelijen,
kepolisian dan militer yang dibuat untuk melindungi pemerintahan dalam kasus negara yang
demokratik kekuatan lainnya dimasukan, antara lain: partai politik, kelompok keagamaan, etnik,
regional dan kepentingan seksional. Artinya kesuksesan strategi kudeta akan bergantung pada
bagaimana inisiator mampu menetralisir kekuatan angkatan bersenjata dan juga kekuatan politik
untuk merebutnya dari tatanan status quo ke status quo baru. Namun, pun kudeta berakhir dengan
kesuksesan, ada tahapan yang juga rumit dimana periode ini dinamakan periode transisi. Periode
transisi berjalan setelah pemrakarsa kudeta muncul di muka umum dan sebelum memperoleh
wewenang kenegaraan. Periode ini mengharuskan mereka untuk melakukan tugas ganda:
memaksakan kekuasaan pada mesin pemerintahan dan memakai mesin ini untuk membuat kendali
Rangga Amalul |
03/01/2018
ke seluruh wilayah. Setiap perlawanan terhadap kudeta akan merangsang perlawanan berikutnya
dalam kelompok lain dan jika reaksi berantai ini berkembang maka kudeta bisa dikalahkan.
Maka, masa transisi ini harus dilalui sesingkat mungkin dan strategi lain yang harus diperhatikan ialah
memastikan bahwa telah terjadi netralisasi angkatan bersenjata yang berpeluang menentang sebelum
dan sesudah kudeta. Luttwak juga menambahkan, agar strateginya ini selain dibuat cepat, pemrakarsa
kudeta tidak segera menampakan warna politik yang jelas agar tidak menimbulkan resistensi besar
dari kalangan elite politik. Justru dengan strategi seperti ini, elite politik akan berpikiran ulang untuk
menakar apakah pemrakarsa kudeta adalah calon sekutu bagi mereka.
Operasi kudeta juga mensyaratkan pergerakan serentak dan memerlukan jumlah orang yang besar
beserta kemampuan yang terlatih dan perlengkapan yang memadai, dan mungkin saja sasarannya
adalah merekrut angkatan bersenjata negara. Pilihan lainnya adalah milisi partai, namun melihat
sejarahnya pasukan ini cukup mudah untuk dikalahkan. Karena itulah, Luttwak memandu para
inisiator kudeta untuk:
Perencana kudeta harus bisa menyusup, infiltrasi atau subversi ke dalam sistem pertahanan
negara, tugasnya adalah membujuk angkatan bersenjata untuk ikut berpartisipasi dalam
kudeta dan menetralisir unit-unit selebihnya.
Meski kekuatan angkatan bersenjata umumnya terdiri dari angkatan darat, laut dan udara,
pemrakarsa kudeta hanya perlu fokus pada angkatan darat karena dalam kasus ini merekalah
yang terpenting dalam membantu lancarnya kudeta
Setiap angkatan memiliki formasi-formasi tradisional, misalnya, divisi, brigade, resimen,
batalion, kompi dan peleton. Namun, perencana kudeta cukup fokus pada mereka yang
memiliki rantai komando riil atau eselon operasional sejati. Kemudian identifikasi manakah
yang memiliki kemampuan untuk melakukan intervensi dengan mempertimbangkan sifat dan
lokasi unit.
Rekrutan pertama haruslah anggota lama dalam formasi bersangkutan, atau lebih baik lagi
perwira senior atau komandannya untuk mencegah bocornya perencanaan dan informasi
rahasia. Setelah keadaan menjadi memungkinkan untuk diadakan dialog secara terbuka, maka
beritahu mengenai hal kudeta (1) tujuan politis (2) capaian rekrutan, (3) jenis tugas yang harus
dilaksanakan
Yakinkan mereka yang direkrut bahwa kudeta ini dilakukan dengan berat hati dengan tutur
kata yang sopan
Setelah rekrutan pertama berhasil, maka biasanya efeknya akan lebih mudah, atau dikatakan
sebagai efek bola salju.
Selain militer, pemerintah pasti akan dilindungi oleh kepolisian, maka netralisasi kepolisian
juga harus dilakukan termasuk juga unsur-unsur paramiliter.
Selanjutnya perlunya melakukan netralisasi dinas-dinas keamanan (intelijen). Dinas
keamanan ini akan mencoba mendeteksi dan mengalahkan ancaman-ancaman pengkudeta.
Sulitnya lagi mereka sulit diketahui dari luar, mereka juga memiliki kemampuan kontra
intelijen dan kontra spionasi dan memang ada yang dipersiapkan untuk mencegah adanya
penggulingan pemerintah dengan fungsi utama mengintai kelompok-kelompok ekstrimis. Nah
intelijen jenis terakhir lah yang harus diantisipasi.
Mengingat elemen struktur politik tidak hanya sebatas urusan pemerintah dan angkatan bersenjata
beserta dinas keamanannya, pemrakarsa kudeta juga memungkinkan untuk diserangoleh kekuatan
politis lainnya, seperti mereka yang berada di kelompok kepartaian. Menurut Luttwak para kekuatan
Rangga Amalul |
03/01/2018
politis ini dapat mengintervensi kudeta dengan dua cara: (1) mereka dapat mengerahkan dan
mengirim massa melawan pemerintahan baru dan (2) memanipulasi fasilitas teknik dalam kekuasaan
untuk menghambat konsolidasi kekuasaan. Maka, netralisasi kekuatan politik juga harus menjadi
perhatian para pengkudeta. Berikut pokok-pokok perencanaan kudeta dalam konteks menangkal
kekuatan politis:
Mobilisasi opini publik dan penguasaan akan fasilitas teknis harus menjadi perhatian, kerap,
pemerintah memiliki ruang untuk melakukan kounter opini dan memobilisasi elemen-elemen
bawah pemerintahan untuk mengatasi kerusuhan.
Selama dan setelah pelaksanaan kudeta, tokoh-tokoh penting perlu ditahan karena dapat
berpontensi membahayakan pelaksana kudeta. Setelah tokoh-tokoh ini telah diamankan,
menteri perencanaan ekonomi mungkin merupakan teknokrat penting yang tidak bisa
diganggu hal ini sebab pelaksana kudeta akan bertemu tiga kategori tokoh yang perlu
diperhatikan:
o Tokoh seremonial: Tokoh ini tidak akan ditangkap, mereka hanya akan dipakai sebagai
simbol kesinambungan untuk membantu menegakan legitimasi para pelaksana
kudeta
o Dewan inti dan pengendali sarana pemasa (menhan, mendagri dll) : kelompok ni perlu
dipisahkan dan diisolasi hingga kekuasaan berada pada tingkat yang aman.
o Menteri-menteri dan pegawai lainnya: mereka perlu segera dikategorisasikan dan
dimasukan pada dua kategori di atas
Tokoh-tokoh di luar pemerintahan yang penting, contohnya misalkan Kossut di Hongaria
1848-1849, Gandhi di India yang bekerja di luar kongres perlu diperlakukan sebagai tokoh
seremonial.
Kendali media massa, kudeta tak ada artinya apabila perebutan sarana utama komunikasi
tidak dimenangkan, hal ini tergambar dalam pengalaman kontra kudeta Raja Yunani pada
akhir tahun 1967 ketika mereka tidak mampu berkomunikasi dengan rakyatnya secara baik
tapi pers hanya akan memainkan peran minim apabila sebagian besar masyarakatnya buta
baca tulis. Yang terpenting dari ini, pelaksana kudeta harus merebut satu saja fasilitas inti yang
kerap disebut suara pemerintah, sementara media lainnya cukup dinetralisasi.
Sebelum kudeta, pelaksana perlu juga menetralisir kelompok-kelompok khusus, seperti
organisasi relijius, parpol, pemberontak, serikat buruh.
Melaksanakan kudeta
Setelah sebelumnya menganalisis struktur angkatan dan sarana pemaksa lainnya, serta berhasil
dilaksanakannya infiltrasi ke sebagian kecil aparatus yang memiliki kemampuan intervensi unit-unit
yang telah tergabung menjadi kekuatan kudeta. Dalam hal ini, mungkin tantangannya adalah terletak
pada loyalis garis keras, pelaksana kudeta tidak boleh mengabaikan aspek penting ini. untuk lawan
seperti ini, tujuan pelaksana bukanlah untuk menghancurkan namun melumpuhkan mereka dengan
taktik defensif.
Pemilihan waktu untuk kudeta harus fleksibel sehingga bisa memanfaatkan setiap situasi yang
mengutungkan. Fase berikutnya adalah mulai bertindak, fase ini akan dibuat dengan beberapa
sasaran, sasaran A misalnya adalah fasilitas-fasilitas yang dipertahankan dengan kuat dengan kontrol
ketat atas siapa pun yang ingin lewat contohnya adalah istana presiden, markas pusat kepolisian atau
markas besar angkatan darat. Sasaran B ialah fasilitas teknis seperti kantor telepon, dan stasiun radio.
Sasaran C merupakan bagaimana cara-cara pelaksana kudeta menahan dan mengisolasi tokoh-tokoh
penting saat terjadi kudeta.
Rangga Amalul |
03/01/2018
Begitu sasaran-sasaran telah direbut, kekuatan loyalis terisolasi dan birokrasi serta angkatan
bersenjata dinetralisasi, fase kudeta aktif berakhir. Setelah itu tugas dari pelaksana kudeta adalah:
perkuat stabilitas mereka, kemudian dorong stabilitasi birokrasi, dan terakhir stabilisasi massa.
-o0o-
Rangga Amalul |
Saduran Buku Berjudul ”Kudeta: Teori dan Praktek Penggulingan Kekuasaan”
Penulis
: Edward Luttwak
Penerbit
: Relief
Buku ini secara khusus ditujukan untuk menyajikan perumusan teknik-teknik yang bisa dipakai untuk
merebut kekuasaan dengan cara ilegal melalui pengupayaan infiltrasi ke dalam suatu segmen aparatus
negara yang kecil tapi menentukan dengan tujuan akhir mengambil alih pemerintahan yang ada atau
lazimnya disebut dengan kudeta. Dalam pelaksanaannya tersebut, kudeta memiliki aturan-aturan
yang perlu diperhatikan. Pertama, ialah mempersiapkan prakondisi-prakondisi kudeta. Kedua, pasca
kudeta di mana selalu ada dua kemungkinan: gagal dan berhasil, apabila gagal maka pemrakarsa
kudeta akan terjerumus pada bahaya besar bagi hidupnya namun apabila berhasil imbalan untuk itu
amatlah menggiurkan.
Semakin banyak bermunculannya negara modern terutama akibat dekolonialisasi, semakin tinggi pula
probabilitas terjadinya kudeta kekuasaan. Itulah yang tergambar sejak munculnya revolusi Perancis
dimana kerap terjadi penggulingan di berbagai pemerintahan. Dan untuk memahami kudeta,
beberapa hal yang tidak dapat dikesampingkan ialah mencari tahu bagaimana pola relasional antara
pemimpin politik, birokrasi dan angkatan bersenjata berproses dalam suatu pemerintahan. Agar
terhindar dari kudeta, pemimpin yang baik karenanya perlu memperhatikan dan mengelola elemenelemen di atas secara cerdik, karena, siapa sangka sebelumnya apabila roda birokratik yang tak
bersenjata saja dapat begitu mengerikan saat mereka dapat menyandera pilihan kebijakan sang
pemimpin politik hingga berani membunuhnya. Salah satu resep yang ditawarkan Luttwak karenanya
pemimpin harus dapat mengikat mereka yang berada dalam pemerintahan dalam rangkaian rumit
yang mmembuat mereka mengikat kesetian politik-etiknya.
China, Afrika dan Arab Saudi dalam penjelasan Luttwak memiliki cara agar masing-masing rezim dapat
bertahan. Di China, zaman Dinasti Manchi, keturunan Han dipekerjakan pada jabatan pegawai negeri
semua tingkatan, namun posisi penting kehakiman dan militer diisi oleh anak cucu dinasti Manchu,
begitu pula di Afrika biasanya menunjuk anggota sukunya untuk menjabat di pos-pos strategis dalam
dinas keamanan. Di Arab Saudi, urusan ketentaraan terbagi ke dalam mereka yang merupakan tentara
modern yang suatu saat dapat mengkudeta, dan karena itu, dibuat juga tentara kesukuan yang
berafiliasi pada keluarga kerajaan yang dinamakan tentara putih penganut aliran Wahabi. Di dalam
sistem kepartaian, sebagian pemimpin juga menaruh kendali jabatan-jabatan strategis yang mereka
titipkan pada orang-orang partai agar dapat menjamin keamanan rezim dan memonitor kebijakankebijakan rezim agar dilaksanakan dengan baik. Dalam contoh di atas, Luttwak berusaha
menggambarkan bagaimana beberapa negara melalui pemimpin politiknya secara realistis berfikiran
defensif dan memahami pentingnya kontrol atas roda birokratik, angkatan bersenjata dan dinas
keamanan.
Akan tetapi seiring perkembangan zaman, terutama di abad ke duapuluh hingga sekarang, pola
penataan pemerintahan yang muncul semakin menunjukan kerumitan di mana rezim-rezim menemui
kerapuhan dengan bermunculannya prosedur-prosedur luwes (demokrasi elektoral?) untuk
perubahan pemerintahan. Apabila tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan tidak dapat
dijawab, maka metode kekerasan biasanya menjadi pilihan manakala pilihan lain yang lebih damai
cenderung dianggap kurang efektif. Hal ini tergambar jelas pada kasus Suriah. Pasca Perang Dunia,
Suriah mengalami lebih dari dua belas kudeta yang tidak dapat terlepas dari adanya kondisi
ketidakpuasan masyarakat akan pemerintah dan disisi lain Undang-undang pemilu dalam konstitusi
Hourani yang ditujukan sebagai prosedur perubahan pemerintahan tidak dapat berfungsi dengan baik.
Luttwak kemudian menjelaskan pola-pola kudeta ke dalam beberapa hal di bawah ini:
Rangga Amalul |
03/01/2018
Revolusi
Perang Saudara
Pronounamiento
Putsch
Pembebasan
Perang
Kemerdekaan,
insurgensi, dll.
Dilaksanakan oleh masa yang tidak terkoordinasi, tujuannya ialah perubahan
struktur sosial politik serta pemengang kepemimpinan, revolusi ini biasa pula
identik dengan perjuangan kiri
Peperangan yang terjadi antara unsur-unsur angkatan bersenjata nasional
Pronounamiento adalah gerakan kudeta atau proses perebutan kekuasaan
yang dipimpin oleh pimpinan angkatan darat tetapi dilasanakan atas nama
keseluruhan korps perwira setelah sebelumnya digelar penjajakan dan
kompromi
Merupakan pemberontakan yang hanya melibatkan satu faksi di dalam
angkatan darat
Perlawanan terhadap militer asing
Tujuannya adalah mendirikan negara baru dan ingin memisahkan diri dari
pemerintah sebelumnya berdasarkan etnik ataupun hal politis lainnya
Kapan Kudeta Berhasil?
Kudeta sebenarnya akan sulit apabila sebagian besar populasi memiliki minat dan berpartisipasi pada
pagelaran-pagelaran politis yang legal karena hal itu berarti populasi mengakui pemerintahannya
diperoleh dari sumber yang sah dan legitimate. Belum lagi proses kudeta akan sulit apabila disediakan
ruang dialog berkelanjutan yang disediakan oleh pemerintah bagi kelompok-kelompok penekan
terutama pasca adanya keputusan atau kebijakan yang kontroversial. Perancis menjadi salah satu
contoh bagaimana peralihan kekuasaan dari Coty kepada de Gaulle tahun 1958 meski terdapat faktorfaktor yang dapat mendorong kudeta, seperti; krisis ekonomi berkepanjangan, pengangguran, inflasi
besar; kekalahan perang dan diplomatik; sertainstabilitas kronis di bawah sistem multipartai, tetapi
peralihannya relatif aman. Hal ini diakibatkan oleh tangguhnya struktur-struktur politik. Tetapi, tidak
semua negara memiliki struktur politik seperti Perancis dan begitu terbuka untuk adanya kudeta. Di
bawah ini tersaji pandangan Luttwak mengenai beberapa prakondisi kudeta yang perlu diperhatikan:
1. Pra kondisi pertama ialah keterbelakangan ekonomi. Kemudian ditambah dengan penataan
kondisi sosial masyarakat agar membatasi partisipasinya dalam menangkal kemenangan
kudeta
Belajar dari pengalaman Mesir tahun 1952, Kudeta dapat di awali dengan adanya kaum miskin kota
yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh agitator Ihwatul muslimin untuk melakukan kekerasan dan
pembakaran. Kaum miskin kota di Mesir mungkin saja tidak memiliki alasan-alasan dan tujuan politis
jelas, akan tetapi mereka melihat peluang untuk dapat menghancurkan fasilitas orang kaya, hotel dan
tempat-tempat lainnya sebagai puncak kemarahan mereka akbat ketidakadilan dan kesenjangan yang
kerap dipertontonkan sementara di pihak lain ada yang menikmati keuntungan politik dari
demonstrasi besar ini. Keresahan yang tak terkendali tentu mau tidak mau harus direspon oleh
pemerintahan dan terutama birokrat senior, tentara hingga polisi yang ketiganya bisa saja berwujud
kawan ataupun berubah menjadi lawan sesuai dengan pertimbangan mereka sendiri. Bagi mereka
yang tidak terlalu terlibat di dalam pemerintahan, tentu mereka dapat menerima kudeta dan ikut
bergabung dengan mengharap imbalan yang lebih besar ketimbang yang mereka dapat dari rezim
lama, atau malah mereka dapat memperkeruh situasi menjadi poros ketiga dalam perebutan
kekuasaan untuk keuntungan mereka sendiri seperti halnya terjadi di Nigeria.
2. Negara sasaran kudeta harus terbebas atau memiliki kemandirian dan pengaruh kekuatankekuatan asing terhadap kehidupan politik internal harus relatif terbatas.
Rangga Amalul |
03/01/2018
Sasaran kudeta harus dilakukan pada pusat utama kekuasaan politik. Apabila hal ini tidak dapat
diraih upaya kudeta akan sia-sia. Contohnya pada saat terjadi Revolusi Hongaria tahun 1956,
pemimpin revolusi telah menguasai instrumen-instrumen penting seperti militer, polisi dan fasilitasfasilitas komunikasi, akan tetapi satu hal yang tidak dapat dikuasai ialah jalan-jalan kota Budapest yang
merupakan pusat utama kekuatan rezim yang disokong oleh Uni Soviet terlebih kekuatan Tentara
Merah Soviet jauh lebih unggul dibanding mereka. Berhasilnya kudeta berarti harus mengalahkan
kendali pusat kekuasaan Uni Soviet di Moskow. Atau, prasyarat lainnya adalah diam-diam meminta
restu negara besar itu melakukan kudeta. Hal ini seperti terjadi di Vietnam pada tahun 1963. Pada
saat itu, militer Vietnam menjajaki konsultasi dengan kedutaan Amerika Serikat di Saigon dan
meminta restu AS jika mereka akan melakukan penyerangan. Setelah serangkaian pembahasan antara
CIA, kedubes dan pentagon, mereka akhirnya menyetujui penyerangan tersebut disertai dengan
penghentian semua bantuan ekonomi Amerika Serikat untuk rezim Diem di Vietnam.
Dalam kasus lain, kudeta akan ditentukan juga oleh negara penjajah. Contohnya terjadi di Gabon
pada tahun 1964. Perancis menggagalkan semuanya, meski upaya kudeta telah berhasil.
Kemudian, Luttwak juga menjelaskan bagaimana kudeta dapat ditentukan oleh ketergantungan suatu
negara terhadap teknologi yang datang dari negara-negara besar dengan merujuk pada pengalaman
hubungan Uni Soviet-Mesir tahun 1957-1967. Mesir menjadi begitu tergantung pada Uni Soviet
semenjak negara itu melakukan kontrak senjata di tahun 1955 dengan Uni Soviet. Bagi Mesir
tujuannya adalah untuk menghentikan monopoli senjata dari Barat dan juga mengisi kebutuhan
pertahanan Mesir sementara bagi Uni Soviet ini merupakan pasokan pertamanya pada negara Arab.
Namun, kekalahannya pada Perang Suez Sinai tahun 1956 dan perang enam hari tahun 1967, dan
keterlibatannya di dalam Perang Saudara di Yaman 1962, telah mengakibatkan kekurangannya
perlengkapan militer Mesir. Sebagai akibatnya, Uni Soviet semakin memiliki pengaruh dari
ketergantungan Mesir yang tidak hanya secara perlengkapan militer, namun juga bantuan lainnya
seperti gandum. Efek lainnya Uni Soviet menerapkan pengawasan ketat atas pelatihan militer,
pemilihan personil militer dan pengorganisasian dinas intelijen.
Uni Soviet dapat dengan mudah menentukan arah Mesir saat itu. Bagi mereka yang berniat melakukan
kudeta, apabila pilihannya adalah meminta bantuan pada Amerika Serikat, maka para inisiator ini akan
juga menghadapi unsur-unsur masyarakat anti amerika yang berarti akan mempersulit kemenangan
mereka. Dan logikanya, apabila tujuan kudeta adalah untuk menghadapi negara asing dengan
kekuatan yang lebih besar maka kudeta kemungkinan besar akan gagal seperti halnya di Hungaria.
Untuk itu, Luttwak membuat preposisi: (1) Kudeta tidak layak dilaksanakan jika negara adikuasa
memiliki kekuatan militer cukup besar di negara bersangkutan. Akan tetapi, bila kekuatannya
ditempatkan jauh dari pusat politik dan jika rezim pra-kudeta menarik diri dari persahabatannya
dengan adikuasa, maka aturannya tidak berlaku lagi. (2) kudeta harus mencari dukungan dari
adikuasa dan menempatkan warga negara adikuasa di dalam negeri sebagai penasihat militer
maupun sipil.
3. Prakondisi ketiga adalah negara sasaran harus memiliki suatu pusat politis yang jelas bentuk
dan strukturnya, tidak boleh etnis.
Ide ini berasal dari adanya pengalaman berbeda dari sejumlah negara yang mana letak atau
konsentrasi kekuasaan terdiri dari bentuk yang terpusat dan lainnya ialah menyebar. Kekuasaan
terpusat barangkali lebih mudah untuk dikudeta ketimbang kekuasaan yang disebar yang artinya
Rangga Amalul |
03/01/2018
sumber kekuasaan berada pada tangan-tangan kekuatan seksional. Siapa sajakah kekuatan
seksional ini?
Pertama, penjelasan Luttwak mengarah pada adanya perusahaan-perusahaan raksasa. Bagi
negara miskin, sumber kekuatan perusahaan raksasa lebih lengkap dibanding alat negara karena
mereka dapat menyediakan pesawat-pesawat terbang, truk, fasilitas komunikasi dan infrastruktur
penting bagi suatu negara. dalam kasus tertentu, malah, perusahaan menjadi pemegang
kekuasaan besar dalam negara, mereka juga dapat mendongkrak politisi di suatu negara hingga
penyuap pers. Hal ini nampak dari pengalaman suatu provinsi di Kongo, pada tahun 1960,
Tshombe mengumumkan kemerdekaan dari Kongo dengan mengeklarasikan Republik Katanga.
Sebelum merdeka, sebagai gubernur dia hanya memiliki sumber daya kecil, namun setelah
pemisahan Tshombe memperoleh berbagai perlengkapan angkatan bersenjata dengan jet,
kendaraan lapis baja, serdadu bayaran serta biro propaganda yang terorganisasi di London dan
New York hal tersebut ia dapatkan dari hasil kekayaan tambang yang dikelola oleh perusahaan
Union Miniere. Pada kasus lain, di Arab Saudi terdapat perusahaan minyak bernama ARAMCO
yang merupakan satu-satunya organisasi industri besar di negara tersebut. Hasil pajak dari
perusahaan ini menyumbang hampir 90% dan mereka mampu membangun fasilitas publik
semacam pendidikan, transportasi dan sebagainya. Di bawah Abdul Aziz kekuatan mereka dapat
dikelola. Tak jarang kekuatan ini akibat bebereapa kondisi ikut campur dalam politik praktis meski
tujuan semula bukanlah bersifat politik, misalnya yang menyangkut kasus United Fruit Company
yang dituduh menjalankan kekuasaan melalui klik-klik lokal, atau perusahaan minyak asal Irak
yang berada di Suriah tahun 1949 dicurigai memainkan peran sabotase dan spionase dan banyak
lagi. Dalam hal ini, tindakan yang harus diambil oleh perencana kudeta ialah dapat meminta
persetujuan dan bahwa proses kudeta tidak akan mengganggu kepentingan bisnis mereka. Di sisi
lain, netralitas akan menjadi pilihan bagi perusahaan-perusahaan macam ini.
Kedua, entitas regional. Ada beberapa kasus di mana kebijakan pemerintah pusat diabaikan oleh
kekuatan-kekuatan bersifat etnik yang biasanya terdapat di wilayah-wilayah perbatasan Afro Asia.
Sekalipun mereka tidak terlalu penting bagi pengkudeta dengan cara diberikannya mereka
otonomi oleh rezim baru, tapi situasi di Kongo tahun 1960-1964 memberi pelajaran lain bahwa
mereka secara cepat kehilangan kendali setelah sebagian besar provinsinya bergerak sesuai
dengan kehendak sendiri bagai entitas mendeka sepenuhnya, dan masing-masing dari faksi lokal
berkelahi hingga membuat sulit pemerintah pusat.
Strategi Kudeta
Inisiator kudeta perlu memahami bahwa untuk memenuhi tujuan meraih kekuasaan, mereka perlu
membuat serangkaian strategi dalam menghadapi elemen-elemen kenegaraan seperti intelijen,
kepolisian dan militer yang dibuat untuk melindungi pemerintahan dalam kasus negara yang
demokratik kekuatan lainnya dimasukan, antara lain: partai politik, kelompok keagamaan, etnik,
regional dan kepentingan seksional. Artinya kesuksesan strategi kudeta akan bergantung pada
bagaimana inisiator mampu menetralisir kekuatan angkatan bersenjata dan juga kekuatan politik
untuk merebutnya dari tatanan status quo ke status quo baru. Namun, pun kudeta berakhir dengan
kesuksesan, ada tahapan yang juga rumit dimana periode ini dinamakan periode transisi. Periode
transisi berjalan setelah pemrakarsa kudeta muncul di muka umum dan sebelum memperoleh
wewenang kenegaraan. Periode ini mengharuskan mereka untuk melakukan tugas ganda:
memaksakan kekuasaan pada mesin pemerintahan dan memakai mesin ini untuk membuat kendali
Rangga Amalul |
03/01/2018
ke seluruh wilayah. Setiap perlawanan terhadap kudeta akan merangsang perlawanan berikutnya
dalam kelompok lain dan jika reaksi berantai ini berkembang maka kudeta bisa dikalahkan.
Maka, masa transisi ini harus dilalui sesingkat mungkin dan strategi lain yang harus diperhatikan ialah
memastikan bahwa telah terjadi netralisasi angkatan bersenjata yang berpeluang menentang sebelum
dan sesudah kudeta. Luttwak juga menambahkan, agar strateginya ini selain dibuat cepat, pemrakarsa
kudeta tidak segera menampakan warna politik yang jelas agar tidak menimbulkan resistensi besar
dari kalangan elite politik. Justru dengan strategi seperti ini, elite politik akan berpikiran ulang untuk
menakar apakah pemrakarsa kudeta adalah calon sekutu bagi mereka.
Operasi kudeta juga mensyaratkan pergerakan serentak dan memerlukan jumlah orang yang besar
beserta kemampuan yang terlatih dan perlengkapan yang memadai, dan mungkin saja sasarannya
adalah merekrut angkatan bersenjata negara. Pilihan lainnya adalah milisi partai, namun melihat
sejarahnya pasukan ini cukup mudah untuk dikalahkan. Karena itulah, Luttwak memandu para
inisiator kudeta untuk:
Perencana kudeta harus bisa menyusup, infiltrasi atau subversi ke dalam sistem pertahanan
negara, tugasnya adalah membujuk angkatan bersenjata untuk ikut berpartisipasi dalam
kudeta dan menetralisir unit-unit selebihnya.
Meski kekuatan angkatan bersenjata umumnya terdiri dari angkatan darat, laut dan udara,
pemrakarsa kudeta hanya perlu fokus pada angkatan darat karena dalam kasus ini merekalah
yang terpenting dalam membantu lancarnya kudeta
Setiap angkatan memiliki formasi-formasi tradisional, misalnya, divisi, brigade, resimen,
batalion, kompi dan peleton. Namun, perencana kudeta cukup fokus pada mereka yang
memiliki rantai komando riil atau eselon operasional sejati. Kemudian identifikasi manakah
yang memiliki kemampuan untuk melakukan intervensi dengan mempertimbangkan sifat dan
lokasi unit.
Rekrutan pertama haruslah anggota lama dalam formasi bersangkutan, atau lebih baik lagi
perwira senior atau komandannya untuk mencegah bocornya perencanaan dan informasi
rahasia. Setelah keadaan menjadi memungkinkan untuk diadakan dialog secara terbuka, maka
beritahu mengenai hal kudeta (1) tujuan politis (2) capaian rekrutan, (3) jenis tugas yang harus
dilaksanakan
Yakinkan mereka yang direkrut bahwa kudeta ini dilakukan dengan berat hati dengan tutur
kata yang sopan
Setelah rekrutan pertama berhasil, maka biasanya efeknya akan lebih mudah, atau dikatakan
sebagai efek bola salju.
Selain militer, pemerintah pasti akan dilindungi oleh kepolisian, maka netralisasi kepolisian
juga harus dilakukan termasuk juga unsur-unsur paramiliter.
Selanjutnya perlunya melakukan netralisasi dinas-dinas keamanan (intelijen). Dinas
keamanan ini akan mencoba mendeteksi dan mengalahkan ancaman-ancaman pengkudeta.
Sulitnya lagi mereka sulit diketahui dari luar, mereka juga memiliki kemampuan kontra
intelijen dan kontra spionasi dan memang ada yang dipersiapkan untuk mencegah adanya
penggulingan pemerintah dengan fungsi utama mengintai kelompok-kelompok ekstrimis. Nah
intelijen jenis terakhir lah yang harus diantisipasi.
Mengingat elemen struktur politik tidak hanya sebatas urusan pemerintah dan angkatan bersenjata
beserta dinas keamanannya, pemrakarsa kudeta juga memungkinkan untuk diserangoleh kekuatan
politis lainnya, seperti mereka yang berada di kelompok kepartaian. Menurut Luttwak para kekuatan
Rangga Amalul |
03/01/2018
politis ini dapat mengintervensi kudeta dengan dua cara: (1) mereka dapat mengerahkan dan
mengirim massa melawan pemerintahan baru dan (2) memanipulasi fasilitas teknik dalam kekuasaan
untuk menghambat konsolidasi kekuasaan. Maka, netralisasi kekuatan politik juga harus menjadi
perhatian para pengkudeta. Berikut pokok-pokok perencanaan kudeta dalam konteks menangkal
kekuatan politis:
Mobilisasi opini publik dan penguasaan akan fasilitas teknis harus menjadi perhatian, kerap,
pemerintah memiliki ruang untuk melakukan kounter opini dan memobilisasi elemen-elemen
bawah pemerintahan untuk mengatasi kerusuhan.
Selama dan setelah pelaksanaan kudeta, tokoh-tokoh penting perlu ditahan karena dapat
berpontensi membahayakan pelaksana kudeta. Setelah tokoh-tokoh ini telah diamankan,
menteri perencanaan ekonomi mungkin merupakan teknokrat penting yang tidak bisa
diganggu hal ini sebab pelaksana kudeta akan bertemu tiga kategori tokoh yang perlu
diperhatikan:
o Tokoh seremonial: Tokoh ini tidak akan ditangkap, mereka hanya akan dipakai sebagai
simbol kesinambungan untuk membantu menegakan legitimasi para pelaksana
kudeta
o Dewan inti dan pengendali sarana pemasa (menhan, mendagri dll) : kelompok ni perlu
dipisahkan dan diisolasi hingga kekuasaan berada pada tingkat yang aman.
o Menteri-menteri dan pegawai lainnya: mereka perlu segera dikategorisasikan dan
dimasukan pada dua kategori di atas
Tokoh-tokoh di luar pemerintahan yang penting, contohnya misalkan Kossut di Hongaria
1848-1849, Gandhi di India yang bekerja di luar kongres perlu diperlakukan sebagai tokoh
seremonial.
Kendali media massa, kudeta tak ada artinya apabila perebutan sarana utama komunikasi
tidak dimenangkan, hal ini tergambar dalam pengalaman kontra kudeta Raja Yunani pada
akhir tahun 1967 ketika mereka tidak mampu berkomunikasi dengan rakyatnya secara baik
tapi pers hanya akan memainkan peran minim apabila sebagian besar masyarakatnya buta
baca tulis. Yang terpenting dari ini, pelaksana kudeta harus merebut satu saja fasilitas inti yang
kerap disebut suara pemerintah, sementara media lainnya cukup dinetralisasi.
Sebelum kudeta, pelaksana perlu juga menetralisir kelompok-kelompok khusus, seperti
organisasi relijius, parpol, pemberontak, serikat buruh.
Melaksanakan kudeta
Setelah sebelumnya menganalisis struktur angkatan dan sarana pemaksa lainnya, serta berhasil
dilaksanakannya infiltrasi ke sebagian kecil aparatus yang memiliki kemampuan intervensi unit-unit
yang telah tergabung menjadi kekuatan kudeta. Dalam hal ini, mungkin tantangannya adalah terletak
pada loyalis garis keras, pelaksana kudeta tidak boleh mengabaikan aspek penting ini. untuk lawan
seperti ini, tujuan pelaksana bukanlah untuk menghancurkan namun melumpuhkan mereka dengan
taktik defensif.
Pemilihan waktu untuk kudeta harus fleksibel sehingga bisa memanfaatkan setiap situasi yang
mengutungkan. Fase berikutnya adalah mulai bertindak, fase ini akan dibuat dengan beberapa
sasaran, sasaran A misalnya adalah fasilitas-fasilitas yang dipertahankan dengan kuat dengan kontrol
ketat atas siapa pun yang ingin lewat contohnya adalah istana presiden, markas pusat kepolisian atau
markas besar angkatan darat. Sasaran B ialah fasilitas teknis seperti kantor telepon, dan stasiun radio.
Sasaran C merupakan bagaimana cara-cara pelaksana kudeta menahan dan mengisolasi tokoh-tokoh
penting saat terjadi kudeta.
Rangga Amalul |
03/01/2018
Begitu sasaran-sasaran telah direbut, kekuatan loyalis terisolasi dan birokrasi serta angkatan
bersenjata dinetralisasi, fase kudeta aktif berakhir. Setelah itu tugas dari pelaksana kudeta adalah:
perkuat stabilitas mereka, kemudian dorong stabilitasi birokrasi, dan terakhir stabilisasi massa.
-o0o-
Rangga Amalul |