LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I FARMAK

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I
FARMAKOTERAPI ASCITES, SIROSIS, DAN HEPATITIS B

Disusun Oleh :
1. Adnan Al Thoriq

(G1F012021)

2. Siti Rochmah Wargiyanti

(G1F012023)

3. Nadial Uzmah

(G1F012025)

4. Muhammad Khosyie Abror

(G1F012027)

5. Okky Dian Pratiwi


(G1F012029)

6. Fajar Mulia Budiman

(G1F012031)

7. Winres Gita Aditya

(G1F012033)

8. Firda Sani Wijayanti

(G1F012035)

9. Vina Hilary Khaterina

(G1F012039)

10. Abdul Khalim


(G1F012041)

Dosen Pembimbing Praktikum

= Laksmi Maharani

Asisten

= Garnisha Utamas N

LABORATORIUM FARMASI KLINIK
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2014
FARMAKOTERAPI ASCITES, SIROSIS, DAN HEPATITIS B

A. KASUS
1. Identitas Pasien

Nama Pasien
No.

Tn. BS

Rekam 291XXX

Umur/TTL

42 tahun

BB

-

Medik
Alamat

Rejasari, Pwt Barat


TB

-

Status Jaminan

Umum

Jenis Kelamin

L

2. Riwayat MRS
Tanggal MRS

06/09/13

Tanggal KRS

Riwayat MRS


Datang ke RS dengan keluhan perut membesar
± 1 minggu, Demam naik-turun, BAK seperti

teh, Mual (+), Badan lemas
Riwayat

Satu tahun yang lalu pernah dirawat karena

Penyakit

hepatitis B

Riwayat

-

Obat/Suppleme
n
Riwayat


-

Lifestyle
Alergi

-

Diagnosa

Obs. Ascites Susp. Cirrhosis, Hepatitis B

3. Parameter Penyakit

TTV

Tanggal
06/9

07/9


08/9

09/9

10/9

TD

110/70

100/70

90/60

90/60

90/60

N


92

78

80

80

80

RR

24

16

20

20


20

Suhu

36

36,5

35,5

35,5

35,9

4. Data Laboratorium
Tanggal

Pemeriksaan


Satuan

Hb

g/dl

10,2

Leu

u/L

12100

Ht

%

29


Erit

106/ul

2,9

Tromb

/ul

214000

Ureum

mg/dl

27,2

Cr

mg/dl

0,79

Tot. Protein

mg/dl

6,71

Bil. Total

mg/dl

7,87

Bil. Direct

mg/dl

4,97

Bil. Indirect

mg/dl

2,90

SGOT

u/L

312

SGPT

u/L

49

Albumin

mg/dl

2,3

06/9/13

5. Pemeriksaan Penunjang
Nama Pemeriksaan :

Hasil

Ultrasonografi
Tanggal :
06/9/13

Hepar = Ukuran tampak
mengecil, permukaan rata,

tepi tajam.
Echostructure tampak turun
Ductus Bilier tidak melebar
B. DASAR TEORI
1. Patofisiologi
a. Ascites
Ascites merupakan suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan tubuh
pada

peritoneal,

sehingga

menyebabkan

pembengkakan

pada

peritoneal. Penyebab terjadinya ascites dapat dikarenakan adanya
hipertensi portal yang terjadi pada hati, hipoalbuminemia karena
sirosis dan peningkatan kadar aldosteron. Hipertensi portal ini
kemudian menyebabkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga perut
(Moore and Aithal, 2006).
Pada pasien ascites, penumpukan cairan ini akan memudahkan bakteri
untuk tumbuh pada medium cairan yang disebut SBP (spontaneous
bacterial peritonitis), sehingga diperlukan pencegahan terhadap infeksi
bakter tersebut. Sirosis membuat peningkatan kadar aldosteron dalam
cairan tubuh, peningkatan kadar aldoseteron ini sebagai respon dari
saraf simpatik untuk mengatasi vasodilatasi sistemik. Peningkatan
kadar aldosteron yang terakumuasi pada hepar mengakibatkan
hipertensi portal pada hepar dan vasodilatasi sistemik. Hal ini yang
menyebabkan pasien dengan sirosis asites merasa lemah dan tekanan
darah sistemik menurun. (Moore and Aithal, 2006)
b. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit inflamasi pada hati karena infeksi
virus hepatitis B. Virus Hepatitis B dapat menular lewat transfuse
darah, ibu melahirkan yang terjangkit hepatitis, dan hubungan seksual.
Infeksi hepatitis B mengakibatkan sel-sel hepatosit mengalami lisis.
Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, mual muntah, kadangkadang timbul gejala flu, mata dan kulit kuning yang didahului dengan
urin berwarna gelap (Depkes RI, 2007). Hal ini dikarenakan respon
sistem imun tubuh setelah infeksi HBV pada hati kemudian sel CD8+
sitotoksik dengan sel CD4+ mengeluarkan sitokin-sitokin pro
inflamasi yang megngakibatkan inflamasi pada daerah infeksi. BIla

infeksi ini dibiarkan sejak lama tanpa adanya penanganan lebih lanjut,
hepatitis dapat mengakibatkan sirosis hati atau hati mengeras
(Anonim, 2014).
c. Sirosis
Setelah

terjadinya

peradangan

dan

bengkak,

hati

mencoba

memperbaiki dengan membentuk bekas luka atau parut kecil. Parut ini
disebut fibrosis yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya.
Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak parut terbentuk

dan

mulai menyatu dalam tahap berikutnya disebut sirosis. Pada sirosis,
area hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi sikatriks.
Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak
dan hati mulai menciut serta menjadi keras (Depkes RI, 2007).
Sirosis hati dapat terjadi karena virus hepatitis B dan C yang
berkelanjutan, alkohol, perlemakan hati atau penyakit lain yang
menyebabkan

sumbatan saluran

empedu.

Sirosis

tidak dapat

disembuhkan, pengobatan dilakuakn untuk mengobati komplikasi yang
terjadi seperti muntah dan keluar darah pada feses, mata kuning serta
koma hepatikum Pemeriksaan yang dilakuakan untuk mendeteksi
adanya sirosis hati adalah pemeriksaan enzim SGOT-SGPT, waktu
protrombin

dan

protein(albumin-globulin)

elektroforesis

albumin-globulin terbalik (Depkes RI, 2007)
2. Guideline Terapi
Algoritma Hepatitis B
(Dipiro et al, 2008)

(rasio

Pada algoritma diatas dijelaskan bahwa pada pengecekan ALT yang dialami
pasien mengalami peningkatan. Pada peningkatan ALT dijelaskan bahwa
pengobatan yang disarankan adalah Adefovir, entecavir atau PEG IFN.
Tetapi pengobatan yang kita berikan adalah entecavir.

Algoritma Sirosi dan Ascites

(Starr & Daniel, 2011)

Gambar diatas merupakan guideline untuk terapi sirosis hati. Pasien
mengalami komplikasi dari sirosis, yaitu ascites yang ditandai dengan
keluhan perut yang membesar ± 1 minggu dan rendahnya kadar albumin
(Nicoll, et al., 2001). Berdasarkan guideline tersebut, adanya ascites
ditangani dengan pengurangan konsumsi garam, pemberian diuretik atau
bila perlu dilakukan parasintesis. Antibiotik juga diperlukan untuk
mencegah adanya Spontaneus Becterial Peritonitis (SBP) (Starr & Daniel,
2011).
C. PENATALAKSANAAN KASUS DAN PEMBAHASAN
1. Subjective
Nama
: Tn.BS
Usia
: 42 tahun
Jenis kelamin
:Laki-laki
Alamat
:Rejasari.Purwokerto Barat
Riwayat MRS
: Perut membesar + 1 minggu, demam naik
turun, BAK seperti teh, mual (+), badan
lemas
Riwayat Penyakit: 1 tahun lalu MRS karena Hepatitis B
Riwayat Obat
:Riwayat Lifestyle: Alergi
:Diagnosa : Obs. Ascites Susp, Sirosis, dan Hepatitis B
Tanggal MRS
: 06 September 2013
2. Objective
DATA KLINIK

TTV

06/09

07/09

08/09

09/09

10/09

Normal

Ket

TD

110/70

100/70

90/60

90/60

90/60

120/70

Rendah

Nadi

92

78

80

80

80

70-80

Normal

RR

24

16

20

20

20

18-20

Normal

Suhu

36

36,5

35,5

35,5

35,5

36-37

Rendah

(Kemenkes RI, 2011)
DATA LABORATORIUM
Pemeri

Satu

ksaan

an

06-09-2013

Normal

Keterang

Interpretasi

an

Hb

g/dL

10,2

13-18

Rendah

Anemia

Leu

/µL

12100

3200-

Meningkat

Indikator

10000

anemia,

sirosis

Ht

%

29

40-50

Rendah

Anemia

Eritrosit

106/

2,9

4,4-5,6

Rendah

-

214000

-

Normal

-

27,2

10-50

Normal

-

0,79

0,6-1,2

Normal

-

6,71

6,8

Normal

-

7,87

-

Meningkat

Hepatitis

µL
Thromb

mg/d
L

Ureum

mg/d
l

Cr

mg/d
l

Tot-

mg/d

protein

L

Bil.Tota

mg/d

l

L

kronis,sirosis

Bil.Direct mg/dL 4,97

-

Meningkat

Hepatitis kronis,sirosis

Bil.Indire
ct
SGOT

mg/dL 2,9

-

Meningkat

Hepatitis kronis,sirosis

µL

5-35

Meningkat

Penyakit hati
akut,anemia

312

SGPT

µL

49

5-35

Meningkat

Sirosis aktif,hepatitis

Albumin

g/dL

2,3

3,4-4,7

Rendah

Gangguan fungsi
hati,ascites,sirosis

3. Assessment
Subjective
Keluhan perut

Objective
Kadar Albumin

membesar ± 1

rendah

minggu
Perut buncit, riwayat

Direct Bil. Meningkat

penyakit B 1 tahun

Indirect Bil.

lalu, badan lemas,

Meningkat

mual (+)

Albumin rendah

Perut Buncit

ALT dan AST tinggi
ALT meningkat

Assesment
Ascites

Hepatitis B

Sirosis

Kadar ALT > AST
Ukuran hati mengecil
Tepi-tepi hati tajam
Albumin rendah
(Nicole et al, 2001)

Hubungan Data Klinik& Data LaboratoriumdenganDiagnosa
1. Ascites
Salah satu fungsi hati adalah memproduksi protein - protein darah salah
satunya adalah albumin, jika Albumin menurun dapat disebabkan oleh
kurangnya fungsi hati karena diakibatkan oleh kerusakan hati seperti
sirosis. Kekurangan albumin juga dapat menyebabkan asites, karena
fungsi albumin itu sendiri adalah mengikat cairan di dalam darah, jadi
jika kekurang albumin dan di tambah dengan hirpertensi portal akibat
sirosis hati, air dapat keluar ke rongga peritoneal dan mengakibatkan
asites. Ascites merupakan penumpukkan cairan di antara organ perut
dan perut (Medlineplus, 2013).
2. Hepatitis B
Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, mual muntah, kadangkadang timbul gejala flu, mata dan kulit kuning yang didahului dengan
urin berwarna gelap (Depkes RI, 2007). Serta dapat ditandai dengan,

direct bilirubin meningkat, indirect bilirubin meningkat, albumin
rendah, ALT dan AST tinggi (Nicoll et al, 2001).
3. Sirosis
Pada keadaan AST dan ALT meningkat dapat terjadi pada keadaan
sirosis dengan kadar AST > ALT (Nicoll et al, 2001). Perut buncit
terjadi karena sirosis tersebut mengakibatkan asites.
4. Plan
a. Tujuan Terapi
 Mobilisasi cairan asites
 Mencegah komplikasi ( peritonitisbakteri, hernia, efusi pleura,
sindrom hepato renal dan distress pernafasan)
Memperbaiki hati dan mencegah keparahan
Menghilangkan penyebab sirosis hati
(Moore, et al, 2003)
b. Terapi Non Farmakologi
 Pembatasan sodium untuk meningkatkan mobilisasi asites
“Retensi natrium merupakan inti dari pembentukan ascites,



maka diet rendah natrium sangat dianjurkan bagi semua


penderita ascites” (Yeung et al, 2002).
Menghindari minuman beralkohol.
“Alkohol dapat menyebabkan 40% kematian pada kasus sirosis
di Amerika Serikat (1997) dan pengurangan alkohol membantu
meningkatkan efektivitas pengobatan ascites karena dapat



menurunkan hipertensi portal” (Yeung et al, 2002).
Diet kalori
“Kalori yang berlebih dapat menyebabkan penimbunan lemak
di hati sehingga menambah kerja hati dan akhirnya



menyebabkan disfungsi hati” (Depkes RI,2007).
Bedrest untuk meningkatkan stamina karena pasien merasa
lemas
”Selain itu, bedrest dapat meningkatkan pengeluaran natrium
dalam tubuh sebab posisi tegak dapat meningkatkan kadar
aldosteron yang berhubungan dengan proses retensi natrium”

(Yeung et al, 2002).
c. Terapi Farmakologi
1) Diuretik
Spironolakton merupakan antagonis aldosteron yang bekerja
pada tubulus distal untuk meningkatkan pengeluaran natrium
melalui urin dan mencegah sekresi kalium. Spironolakton

adalah obat pilihan dalam pengobatan awal asites karena sirosis
(Santos, et al., 2003). Selain itu spironolakton memiliki efek
natriuresis yang lebih baik daripada obat diuretik golongan
loop diuretik seperti furosemide (Moore and Aithal, 2006).
Selain

itu,

penderita

sirosis

sering

resisten

terhadap

penggunaan loop diuretik (katzung, 2010).
Namun pada penggunaan diuretik perlu dilakukan monitoring
terhadap kadar natrium pada 3 hari pertama penggunaan.
Ketika kadar natrium 121-125 mmol/l

maka penggunaan

diuretik sebaiknya dihentikan (Moore and Aithal, 2006).
Karena

pada

terapi

diuretik

yang

berlebihan

dapat

menyebabkan sindrom hepatorenal dan ensefalopati hepatik
(katzung, 2010). Untuk menurunkan ascites, dosis awal
100mg/hari dan bisa ditingkatkan hingga 400 mg/hari untuk
menacapai efek nartiuresis yang memadai (Moore and Aithal,
2006).
2) Antiviral/ Anti HBV
Entecavir baik untuk perbaikan histologi, Entecavir lebih poten
dibanding lamivudine dalam menekan serum HBV dan efektif
dalam resisten HBV(Dipiro, et. al, 2008). Entecavir baik untuk
orang pernah memakai obat HBV sebelumnya(Bristol-Myers
Squibb Comp., 2014).

(Bristol-Myers Squibb Comp., 2014)
3) Antibiotik
Sefotaksim atau amoxicillin / asam klavulanat sangat efektif
pada pasien yang mengalami SBP (chairman et. al, 2010).
Sefotaksim biasanya digunakan sebagai pilihan pertama pada
pengonatan SBP, pilihan lain yang sering digunakan adalah
amoksisilin/asam klavulanat dan golongan kuinolon seperti
siprofloksasin atau ofloksasin. Antibiotik yang digunakan
adalah siprofloksasin. Siprofloksasin memiliki efektifitas yang
sama dengan cefotaxim dalam pencegahan terjadinya infeksi
spontan pada peritoneal oleh bakteri, tetapi siprofloksasin lebih
terjangkau daripada cefotaxim. Siprofloksasin baik digunakan
pada pasien dengan jumlah ALT (SGPT), AST (SGOT)
meningkat dan albumin menurun (Oktaviani, 2011).

(Chairman, et. al, 2010)
Penggunaan siprofloksasin dilakukan selama 7 hari, 2 hari
pertama

diberikan

secara

injeksi

intravena

kemudian

dilanjutkan dengan pemberian oral selama 5 hari (chairman et.
al, 2010). Dosis yang diberikan pada pemberian iv 200 mg 2x
sehari dan 500 mg 2x sehari pada pemberian oral. Alasan
sebuah

studi

mengevaluasi

penggunaan

antibiotic

siprofloksasin dengan pemberian jalur IV (200 mg 2x sehari)
dan dilanjutkan dengan pemberian oral (500 mg 2x sehari)
dibandingkan dengan pemberian ceftazidime (2 g 2x sehari)
pada 116 pasien. Hasilnya 80% pasien terinfeksi bakteri dapat
diobati dengan menggunakan siprofloksasin dan meningkat
menjadi 82 % setelah 5 hari. Sedangkan pada pemberian
ceftadizime 84% pasien terobati (Alaniz, 2009). Dari hasil ini
dapat disimpulkan bahwa efektifitas siprofloksasin sama
dengan ceftadizime namun dengan dosis yang relative kecil.
Dosis
: IV 200 mg dan Oral 500 mg
Cara pemakaian
:
IV
: Pagi dan malam
Oral
: Pagi dan malam 1 tablet 1 jam sebelum makan.
(Siprofloksasin sediaan tablet bila diberikan bersama makanan,
akan mengalami terjadi keterlambatan absorpsi, sehingga
konsentrasi puncak baru akan dicapai 2 jam setelah pemberian
(FDA, 2007).)
4) Albumin
Albumin dapat meningkatkan respons terhadap diuretik pada
pasien sirosis dengan komplikasi asites. Untuk seminggu
awal diberi infuse albumin 25% dengan kecepatan infus 4
ml/menit sampai 50 ml tiap hari. Untuk perawatan rawat jalan
pada minggu ke-2 diberi albumin 25 mg perminggu selama 1
tahun dengan sediaan kapsul. Untuk tahun ke-2 diberi albumin
25 mg/2 minggu selama 2 tahun (Hasan, 2008).
5) Hepatoproktektor
Pemakaian kurkumin dapat mencegah transkripsi dari virus
Hepatitis B dengan mekanisme PGC 1-alfa. Sehingga dapat

mengurangi jumlah dari HBV dan mengurangi tingkat
keparahan dari infeksi HBV (Retchman, 2010). Dosis
pemberian sehari 3 x 1 tablet 20 mg.

(Retchman, 2010)
6) Antianemia
Penyakit hati sering dikaitkan dengan kelainan hematologi.
Anemia beragam etiologi terjadi pada banyak pasien.
Pendarahan adalah salah satu yang paling parah menyebabkan
anemia, dengan angka kematian yang tinggi, dan cacat
pembekuan darah memberikan kontribusi untuk anemia.
Mekanisme anemia lainnya meliputi anemia aplastik sekunder
hepatitis sebelumnya, atau efek samping pengobatan hepatitis
dengan interferon dan ribavirin. Pada pasien dengan penyakit
hati

alkoholik,

efek

yang

berbeda

alcohol

mungkin

berkontribusi terhadap anemia, seperti malabsorpsi, malnutrisi
atau efek toksik langsung. Patogenesis anemia dalam setiap

kasus berbeda dan penting untuk diterapi dengan tepat(Gisbert,
2009). Berdasarkan data laboratorium pasien kemungkinan
mengalami malnutrisi dan sindrom absorbsi (kemenkes, 2011)
dan berdasarkan Gisbert (2009) defisiensi asam folat dan
vitamin B12 digunakan pada pasien sirosis, oleh karena itu
terapi yang digunakan adalah suplemen Vitamin B-122,4 mcg
dan asam folat 400 mcg perhari.
Beberapa keluhan pasien yang

tidak

diberikan

terapi

farmakologis :
 Terapi diet tinggi karbohidrat
Terapi diet tinggi karbohidrat tidak perlu dilakukan karena
kalori berlebih dalam bentuk karbohidrat dapat menambah
disfungsi hati dan menyebabkan penimbunan lemak pada hati
(Depkes RI, 2007).
 Terapi antiemetic
Obat yang digunakan adalah ondansentron. Hal ini perlu
dilakukan jika keadaan sangat parah, gejala seperti muntah atau
diare yang hadir, orang yang terkena mungkin memerlukan
pengobatan untuk mengembalikan cairan dan elektrolit
(Nettleman and Bhupinder, 2014).
d. KIE
 Untuk tenaga kesehatan lain:
 Pengecekan albumin untuk memastikan keberhasilan bahwa


pemberian albumin itu berhasil
Pengecekan ALT untuk memastikan bahwa fungsi hati



mengalami pemulihan
Menginformasikan untuk menjaga kalori pasien agar kalori
yang





Nama Obat

dikonsumsi

tidak

berlebih

karena

akan

dapat

menyebabkan penimbunan lemak pada hati
KIE untuk pasien :
Menjaga kebugaran pasien agar tidak lemas
Cara minum obat dan frekuensinya
Motivasi untuk melakukan diet kalori
Jadwal

Jumlah

Manfaat

Hal yang
perlu
diperhatikan

Spironolakton

Pagi dan sore 1 tablet 100
setelah makan mg

Entecavir

Mobilisasi cairan di
rongga perut

monitoring
natrium pada
3 hari pertama
penggunaan

Pagi sebelum
sarapan
Ciprofloksasin Pagi dan
malam (tiap
12 jam)
(2 ml/menit)
Albumin
Infus Siang
hari
(4ml/menit)

1 tablet 0,5
mg
200 mg/100
ml infus

Menekan virus HBV

Infus
albumin25
%

Monitoring
kadar albumin

Curcumin

1 tablet 20
mg
122,4 mg
vitamin B,
400 mcg
asam folat

Mengatasi
hipoalbuminemia
dan membantu
mobilisasi cairan
oleh diuretik
hepatoprotektor
Mengatasi anemia

Kadar
eritrosit dan
Hb

Vitamin B12
& Asam Folat

Sehari 3 x 1
tablet
Sehari sekali

Pencegahan SBP

e. Monitoring
 Monitoring Umum
 Monitoring ukuran perut pasien, mengecil atau tidak.
 Monitoring kadar albumin, bilirubin total, bilirubin direct,


bilirubin indirect, SGOT dan SGPT
Monitoring kadar Na, terkait dengan

penggunaan

spironolakton
(Medscape, 2014)
 Monitoring obat
1. Spironolakton
Keberhasilan : meningkatnya ekskresi natrium melalui urin
ESO
: terkait dengan aktivitas antiandrogenik, seperti
ginekomastia pada pria dan ketidakteraturan menstruasi pada
wanita dan hiperkalemia (Moore and Aithal, 2006).
Target
: cairan yan terakumilasi pada bagian abdominal
terekskresi.
2. Entecavir
Keberhasilan : penurunan resiko karsinoma hepatoseluler dan
sirosis
ESO
2010).

: sakit kepala, kelelahan, pusing dan mual (Katzung,

Target

: menurunnya resiko karsinoma hepatoseluler dan

sirosis
3. Infus albumin
Keberhasilan : meningkatnya kadar albumin
ESO
: Anafilaksis, edema, hipertensi

/

hipotensi,

hipervolemia, Takikardia, Penurunan kontraktilitas miokard,
Bronkospasme, edema paru, Garam dan retensi air, menggigil,
demam, Sakit kepala, Mual / muntah, Pruritus, ruam, urticaria
(Medscape, 2014).
Target
: kadar albumin normal.
D. KESIMPULAN
1. Pasien menderita hepatitis B kronis (radang hati karena HBV) yang
telah menyebabkan terjadinya sirosis hati (pengerasan organ hati) dan
ascites (penumpukan cairan di abdomen) yang mengindikasi telah
terjadi komplikasi.
2. Terapi farmakologi yang diberikan adalah pemberian diuretik,
antivirus, hepatoprotektor, albumin, antibiotik, dan antianemia.
3. Monitoring perlu terus dilakukan mengenai perkembangan keadaan
pasien mengingat terapi farmakologis yang diberikan cukup beragam
dan keadaan pasien yang telah mengalami komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Alaniz, C., Regal R.E., 2004, Spontaneous Bacterial Peritonitis, A Review
of Treatment Option, vol. 34:(4).
Anonim,
2014,
Pathophysiology,

diakses

dari

http://bestpractice.bmj.com/bestPractice/monograph/127/basics/pat
hophysiology.html, diakses tanggal 8 oktober 2014.
Bristol-Myers Squibb Company, 2014, Highlights Of Prescribing
Information, U.S. Food and Drug Administration, USA.
Chariman, 2010. EASL Clinical Practice Guidelenes on the Management
of Ascites, Spontaneus Bacterial Peritonitis, and Hepatorenal
Syndrome in Cirrhosis. Journal of Hepatology. Vol. 53 397-417.
Depkes RI, 2007, Asuhan Kefarmasian untuk Penyakit Hati, depkes RI,
jakarta
Dipiro, J. T.,et all.2008. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approch
7th Edition. Mc. Graw Hil.
FDA, 2007, The Human Health Impact of Fluoroquinolone-Resistant
Campylobacter.FDA ution. EICME 34:4.

Gisbert, Javier P, 2009, Spectrum of anemia associated with chronic liver
disease, World Journal of Gastroenterology, October 7; 15(37):
4653-4658
Hasan, Irsan, Tities Anggraeni Indra, 2008.

Peran Albumin dalam

Penatalaksanaan Sirosis Hati. Scientific Journal Of Pharmaceutical
And Medical Application, Vol. 21, No.2
Katzung, B.G., 2010, Farmakologi Dasar dan Klinik, EGC, Jakarta
Kemenkes RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
Medlineplus,
2013,

Ascites,

diunduh

dari

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000286.htm,
diakses tanggal 09 Oktober 2014.
Medscape,
2014,

Albumin

IV,

http://reference.medscape.com/drug/albuminar-alba-albumin-iv342425#4, diakses pada tanggal 12 Oktober 2014.
Moore K. P et al, 2003, The management of ascites in cirrhosis: report on
the consensus conference of the International Ascites Club,
Hepatology; 38:258.
Moore K. P. and Aithal, G. P., 2006, Guidelines on the management of
ascites

in

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1860002/

cirrhosis,
diakses

pada tanggal 9 oktober 2014.
Nettleman, Mary and Bhupinder Anand, 2014, Hepatitis B, diakses dari
http://www.emedicinehealth.com/hepatitis_b/page6_em.htm#hepati
tis_b_treatment, diakses pada tanggal 12 Oktober 2014.
Nicoll et al, 2001, Packet Guide to Diagnostic Tests, The McGraw-Hill
Companies, New York
Oktaviani, I.R., 2011, Aspek Farmakokinetik Klinik Obat-Obat yang
Digunakan pada Pasien Sirosis Hati di Bangsal Interne RSUP DR.
M. Djamil Padang Periode Oktober 2011-Januari 2012.
Retcman,M.M Et al.2010. Curcumin inhibits hepatitis B virus via downregulation of the metabolic coactivator PGC-1α, FEBS Letter. Vol
584:11
Santos, J., Planas R., Pardo, A., Dura´ndez, R., Cabre´ E., Morillas, R. M.,
Granada, M. L., Jime´nez4, J. A., Quintero, E., and Gassull M. A.,
2003, Spironolactone alone or in combination with furosemide in

the treatment of moderate ascites in nonazotemic cirrhosis. A
randomized comparative study of efficacy and safety, Journal of
Hepatology 39 : 187-192
Starr, S. P and Daniel R, 2011, American Family Physician, Cirrhosis:
Diagnosis,

Management,

and

Prevention,

Louisiana

State

University Health Sciences Center School of Medicine at New
Orleans, New Orleans, Louisiana, 84(12):1353-1359.
Yeung E et al, 2002, The management of cirrhotic ascites, Medscape
General Med; 4:8.