Jurnal Ilmiah English Taufik Edit

Pengaruh ligasi duktus bilaris terhadap

kadar kolesterol total, LDL (Low Density

Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein) pada tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan
Muchammad Taufik Kurniawan
Post graduate sain veteriner program study, Faculty of Veterinary Medicine, Gadjah Mada
University, Yogyakarta, Indonesia
Abstrak
Hati sebagai organ tubuh utama mempunyai fungsi penting dalam metabolisme dan
detoksifikasi. Kelainan lipid dan lipoprotein serum adalah indikator penyakit hati yang
sensitif tapi tidak spesifik. Sirosis hepatis akibat penyumbatan duktus biliaris dapat
menganggu sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus yang sangat lanjut menyebabkan
kegagalan fungsi hati secara bertingkat. Dengan tekhnik ligasi duktus biliaris (LDB)
diharapkan akan terjadi obstruksi anatomis atau mekanis pada saluran empedu sehingga
mengakibatkan obstruksi yang berlanjut dari sistem biliaris intrahepatik atau ekstrahepatik.
Teknik LDB pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan mengakibatkan peningkatan jumlah
sintesis kolesterol hati. Pada penyakit hati akibat penyumbatan saluran empedu terdapat
peningkatan yang nyata kolesterol total dan LDL serum, sebaliknya HDL serum diturunkan.
Kandungan kolestrol bebas dan triasilgliserol yang tinggi, pada awalnya dianggap sebagai

indikator obstruksi saluran empedu yang spesifik. Namun sulit untuk mewujudkan temuan
eksperimen ini pada pasien dengan keadaan sirosis hepatis kecuali terjadinya obstruksi duktus
biliaris yang dapat mengganggu keseimbangan sintesis.

Keywords : hati, duktus biliaris, sirosis hepatis, kolesterol, lipoprotein

Pendahuluan

Penyakit hati termasuk dalam sepuluh besar penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Penyakit hati dapat disebabkan oleh: bakteri, virus, jamur, parasit atau akibat obstruksi serta
infeksi pada saluran empedu yang bersifat kronis [6]. Penyakit hati parenkim akut biasanya
berhubungan dengan peningkatan triasilgliserol plasma, penurunan ester kolesterol, dan
lipoprotein yang abnormal. Sedangkan penyakit hati parenkim kronik menunjukkan defisiensi
Lesitin Cholesterol Acyl Transferase (LCAT) dan lipase hati [6].
Hati berperan penting dalam homeostasis metabolik. Sel hati merupakan kolam reaktan
kimia besar dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari
satu sistem metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang
diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain.
Sirosis hepatis akibat penyumbatan duktus biliaris dapat menganggu sirkulasi darah
intrahepatik dan pada kasus yang sangat lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati secara

bertingkat. Sirosis hepatis dapat ditimbulkan oleh bermacam-macam penyebab, salah satunya
adalah sirosis bilier (biliary cirrhosis atau obtructive biliary cirrhosis) yang disebabkan oleh
retensi menahun empedu yang terjadi karena penyumbatan saluran empedu. Penyumbatan
saluran empedu bisa disebabkan oleh batu, tumor atau obstruksi serta infeksi pada saluran
empedu [16].

Materi dan Metode
Hewan Penelitian
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 35 ekor tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan yang berumur ± dua sampai tiga bulan dengan berat badan + 150 sampai
250 gram. Dengan satu macam perlakuan yaitu melakukan teknik ligasi duktus biliaris (LDB).
Pengambilan darah dilakukan tiap minggu dengan pembagian waktu sebagai berikut : P 0:
Kelompok kontrol yang terdiri dari 7 ekor tikus putih jantan, Pengambilan darah dilakukan

setelah laparotomi tanpa LDB. P 1 : Kelompok perlakuan yang terdiri dari 7 ekor tikus putih
jantan, Pengambilan darah dilakukan pada minggu pertama setelah LDB. P 2 : Kelompok
perlakuan yang terdiri dari 7 ekor tikus putih jantan. Pengambilan darah dilakukan pada
minggu ke dua setelah LDB. P 3 : Kelompok perlakuan yang terdiri dari 7 ekor tikus putih
jantan. Pengambilan darah dilakukan pada minggu ke tiga setelah LDB. P 4 : Kelompok
perlakuan yang terdiri dari 7 ekor tikus putih jantan. Pengambilan darah diakukan pada

minggu ke empat setelah LDB.
Teknik Ligasi
Tikus putih diberi antibiotika vicciline (0,15 mg/100 gram BB) secara intramuscular (i.m)
kemudian dianestesi dengan campuran ketamine HCl (30mg/kg BB) dan xylazine (4mg/kg
BB) secara i.m (UTHSCSA Lab. Animal Program). Setelah desinfeksi pada daerah garis
tengah abdominal tikus putih dengan betadine, lakukan insisi pada garis tengah abdominal.
Setelah organ dalam terlihat lakukan isolasi untuk mencapai duktus biliaris di lobus lateral
dexter rongga abdomen [10].
Setelah duktus biliaris dapat diisolasi, dilakukan dua ligasi menggunakan benang prolene
3/0 pada daerah sepanjang duktus biliaris dengan diameter 2-3 mm dan daerah diantara ke dua
ligasi dipotong untuk mendapatkan obstruksi duktus biliaris secara total. Setelah itu linea
alba ditutup dengan menjahit sederhana terputus dengan benang prolene 3/0. Proses LDB
diakhiri dengan menjahit matras silang daerah insisi pada garis tengah dengan benang silk
2/0. Kemudian luka bekas jahitan di desinfeksi kembali dengan betadine dan ditutup dengan
hypafix [10]

Pengambilan Sampel

Sampel darah diambil secara intrakardial pada setiap ekor tikus putih jantan dengan spuit
disposibel steril sebanyak 5 mililiter, kemudian darah di tampung dalam tabung cuvet dengan

penutup.
Pemeriksaan Sampel
Kadar Kolesterol Total
Serum darah sebanyak 10 μ kemudian sentrifuge 5-10 menit dengan kecepatan 1500-2000
rpm, ambil supernatannya sebanyak 100 μ tambahkan pereaksi kolesterol 1000 μ = 1 ml
kemudian inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar (27-30°C). Baca pada fotometer 4020
Hitachi-Boehringer Mannheim dengan program No: 9.
Kadar Low density lipoprotein (LDL)
Serum darah sebanyak 50 μ ditambah pereaksi LDL kolesterol sebanyak 500 μ = 0,5 ml,
dikocok (merah muda terang) kemudian sentrifuge 5-10 menit dengan kecepatan 1500-2000
rpm, ambil supernatannya sebanyak 100 μ tambahkan pereaksi kolesterol 1000 μ = 1 ml
kemudian inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar (27-30°C). Baca pada fotometer 4020
Hitachi-Boehringer Mannheim dengan program No: 12.
Kadar High density lipoprotein (HDL)
Serum darah sebanyak 200 μ ditambah pereaksi HDL kolesterol sebanyak 500 μ = 0,5 ml,
dikocok (merah muda terang) kemudian sentrifuge 5-10 menit dengan kecepatan 1500-2000
rpm, ambil supernatannya sebanyak 100 μ tambahkan pereaksi kolesterol 1000 μ = 1 ml
kemudian inkubasi selama 10 menit pada suhu kamar (27-30°C). Baca pada fotometer 4020
Hitachi-Boehringer Mannheim dengan program No: 11.


Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan satu
perlakuan yang dibedakan pada waktu pengamatan dan tujuh ulangan. Data yang diperoleh
dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji F (α = 5%), bila didapatkan perbedaan
yang nyata dari perlakuan yang diberikan, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) [8].

Hasil
Kadar Kolesterol Total
Perhitungan statistik dengan uji F kadar Kolesterol total menunjukkan bahwa F hitung 6,76
lebih besar dari F tabel 2, 69 pada taraf signifikan 0,05. Berarti ada perbedaan yang nyata dari
kelima kelompok perlakuan

Perlakuan

Kadar Kolesterol Total
(mg/dl)

( x ± SD )
P0

75,14 c ± 13,26
P1
106,86 a ± 17,56
P2
91,57 b ± 10,03
P3
77,28 c ± 10,81
P4
74,71 c ± 17,25
Tabel 1. Kadar Kolesterol Total

Kadar LDL (Low Density Lipoprotein)

Perhitungan statistik dengan uji F kadar LDL menunjukkan bahwa F hitung 46,149 lebih
besar dari F tabel 2, 69 pada taraf signifikan 0,05. Berarti ada perbedaan yang sangat nyata
dari kelima kelompok perlakuan
Kadar LDL (mg/dl)
Perlakuan
( x ± SD )
17,57 c ± 2,07

49,57 a ± 6,13
38,57 b ± 4,47
23,14 c ± 7,10
20,14 c ± 5,55

P0
P1
P2
P3
P4
Tabel 2. Kadar LDL

Kadar HDL (High Density Lipoprotein)
Perhitungan statistik dengan uji F kadar HDL menunjukkan bahwa F hitung 7,752 lebih
besar dari F tabel 2, 69 pada taraf signifikan 0,05. Berarti ada perbedaan yang nyata dari
kelima kelompok perlakuan.
Kadar HDL (mg/dl)
Perlakuan
P0
P1

P2
P3
P4
Tabel 3. Kadar HDL

( x ± SD )
50,86 a ± 8,07
25,57 b ± 6,35
30,57 b ± 4,58
42,57 ab ± 11,79
35,43 b ± 13,54

Diskusi
Dari hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol total secara
drastis pada minggu pertama (P1) dimungkinkan karena setelah dilakukan LDB diharapkan
terjadi obstruksi pada saluran empedu yang akan menyumbat saluran empedu [20], karena
konversi kolesterol menjadi asam-asam empedu mampu melarutkan kolesterol mengalami
gangguan, dimana asam empedu yang hilang melalui feses tidak diimbangi dengan
penigkatan proses konversi, sehingga jumlah asam empedu dalam sirkulasi enterohepatik


menurun, sehingga produksi kolesterol yang berlebihan terjadi dalam tubuh. Tetapi P2, P3 dan
P4 terjadi penurunan kembali sama dengan P0, karena telah terjadi kelainan akibat pengaruh
yang berkaitan dengan gangguan eksresi empedu, destruksi parenkim hati, dan fibrosis
progresif atau pembentukan jaringan ikat. Bisa juga disebabkan kompensasi sel-sel hepatosit
yang masih sehat untuk bekerja lebih keras dalam memperbaiki kerusakan sel-sel hepatosit
yang rusak [17].
Meningkatnya kadar kolesterol bebas intra sel menurunkan pembentukan reseptor LDL
yang bekerja pada tingkat ekspresi gen. Sewaktu konsentrasi reseptor-reseptor tersebut
dimembran sel berkurang, LDL yang diserap darah berkurang, dan kadar kolesterol sel
berkurang. Mekanisme ini dikenal dengan sebagai down regulation (pengaturan turun) untuk
pembentukan reseptor sehingga LDL meningkat [14].
Hati merupakan tempat terakhir penguraian ester kolesterol HDL, sehingga apabila
sebagian sel-sel heptosit mengalami pembentukan jaringan ikat maka sel-sel yang lain akan
bekerja lebih giat untuk meregenerasi sel yang rusak, Kenaikan kadar kolesterol total dan
LDL mengakibatkan penurunan HDL karena menurut proses sintesis ini memiliki hubungan
secara terbalik, keadaan ini mungkin terjadi karena konsentrasi HDL mencerminkan
efektifitas pembersihan kolesterol dari jaringan [12].

Referensi :
1. Birchard, S. 2000. Saunders Manual of Small Animal Practice. 2nd . Edition. Saunders

Company. 829 ; 855.
2. Charles, D and Knecht, B . S. Fundamental Techniques in Veterinary Surgery. 3th.
Saunders Company. 56.

3. Ganong, W. F. 1983. Review of Medical Physiology. 10th. Ed. Diterjemahkan Adji
Darma. Fisiologi Kedokteran. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. 441-444 ;
448-452.
4. Gordon, D. J. and B. M Rifkind. 1989. High Density Lipoprotein : The Clinical
Implication of Recent Studies. N. Engl. J. Med 321 (19) : 1311-1315
5. Guyton, A. C. 1986. Text Book of Medical Physiology. 5th. Ed. W.B. Saunders
Company. Philadelphia. London and Toronto. 70-95.
6. Isselbacher, K. J and Padolsky, D. K. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam
(Harrison’s Principles of Internal Medicine). Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku
Kedokteran. ECG. Jakarta. 1668-1669
7. Ismawati,, A. 1998. Pengaruh Minyak Jagung (Zea mays) Terhadap Kadar Kolesterol
HDL Pada Marmut Jantan (Cavia porcellus). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga.
8. Kusriningrum, R. 1984. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak
Lengkap. Universitas airlangga.
9. Leib, M. S, Monroe, W. E. 1997. Practical Small Animal Internal Medicine. Saunders

Company. 790 ; 811-812
10. Lechner, Valasquez and Knudsen. 1998. Billiary Cholestasis and Endotoxemia.
American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. Vol: 157
11. Mancini M. 1977. Feedback Regulation of Metabolisme by Dietry Lipid. Journal
Nutrition and Metabolism. 21: 13-25
12. Mayes P. A. 1997. lipid in : R. K Murray, D. K. Gardner, P. A. Mayes and V. W
Rodwell ed Biokimia harper. 24 edition. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
222-277

13. Miller, G.J. and N.E Miller. 1975. Plasma HDL Concentration and Development of
Ischemic Heart Disease. The lancent I 16-19
14. Montgomery, R., R. L. Dryner, T.W. Conway and A. A. Spector. 1993. Biokimia Suetu
Pendekatan Berorientasi Kasus. 4th ed Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 687762; 890-934; 1201-1212.
15. Murray R. K, Gardner, D. K., Mayes, P. A and Rodwell, V. W. 1987. Harpers
Biochemistry. 23 rd edition. Prentice Hall International-New Jersey USA
16. Price, S. A. and Wilson L. M. C. 1984. Pathopysiology. 2 nd. Ed. Diterjemahkan Adji
Dharma. Patofisiologi. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. 197-200 ; 342-344.
17. Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. NV Percetakan Bali. Jakarta. 49-50 ;
67-71
18. Roheim, P. S. 1986. Atherosclerosis and Lipoprotein Metabolism, Role of Reverse
Cholesterol Transport. A. J. Cardeol 7 : 3c-10c
19. Ronald, P. J. dkk. 1998. Class III P. Glicoproteins Mediate the Formation of
Lipoprotein x in the Mouse. Department of Gastrointestinal and Liver Disease.
Neteherland Cancer. www.jci.org/cgi/content/full/102/9/1749
20. Siregar, H. L dkk. 1986. Biokimia V. Keluarga Besar Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Hal 1-42
21. Smith, J. B.

dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan

Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. 37-39.
22. Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kedua. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
617-622.
23. Sumual, A. R. 1990. Patogenesis dan Klasifikasi Hiperlidemia. Dalam : Sumual, A.
R., J. H. Awaloei, E. H. Tambajong dan B.J. Waleleng (ed). Simposium

Hiperlipidemia. Laboratorium Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unsrat. Manado
2-14
24. Tjokroprawiro, A. 1990. Aspek Klinis dan Terapi Dislipidemia Diabetik. Dalam :
Sumual, A. R., J. H. Awaloei, E. H. Tambajong dan B.J. Waleleng (ed). Simposium
Hiperlipidemia. Laboratorium Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unsrat. Manado
76-97
25. UTHSCSA. Lab. Animal Program. http://www.uthscsa.edu/iphcula/analgesic.htm