Pendapatan Pendapatan Pendapatan Pendapatan Pendapatan

Pendapatan
Posted by: Maafkan Aku Bila Mencintamu.. on: 20 Maret 2009


In: Akuntansi



1 Comment

Pengertian Pendapatan
Untuk memahami arti dari pendapatan, maka akan diuraikan pengertian dari pendapatan
itu sendiri. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (1999:233) dalam buku Standart Akuntansi
Keuangan menyebutkan bahwa pendapatan adalah: “Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi
yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode, bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”.
Sedangkan menurut Accounting Principle Board dikutip oleh Theodorus Tuanakotta
(1984:153) dalam buku Teori Akuntansi pengertian pendapatan adalah” Pendapatan sebagai
inflow of asset kedalam perusahaan sebagai akibat penjualan barang dan jasa”.
Selain itu menurut Commite On Accounting Concept and Standart dari AAA dikutip oleh
Theodorus Tuonakotta (1984:144) dalam buku teori Akuntansi memberikan definisi pendapatan

adalah” Pernyataan moneter mengenai barang dan jasa yang ditransfer perusahaan kepada
langganan-langganannya dalam jangka waktu tertentu”.
Paton dan Littleton mengemukakan bahwa pengertian pendapatan dapat ditinjau dari
aspek fisik dan moneter. Hal ini juga dikemukakan Suwardjono (1984:167) dalam buku teori
Akuntansi Perekayasaan Akuntansi Keuangan bahwa dari aspek fisik pendapatan dapat dikatakan
sebagai hasil akhir suatu aliran fisik dalam proses menghasilkan laba. Aspek moneter
memberikan pengertian bahwa pendapatan dihubungkan dengan aliran masuk aktiva yang
berasal dari kegiatan operasi perusahaan dalam arti luas.
Pengukuran Pendapatan
Pendapatan diukur dengan nilai wajar yang dapat diterima, jumlah pendapatan biasanya
ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli yang diukur dengan nilai wajar
imbalan yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan dikurangi jumlah discount dagang
dan rabat volume yang diperbolehkan perusahaan, umumnya berbentuk kas atau setara kas.
Bila arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan nilai wajar dari imbalan tersebut
mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau yang dapat diterima.

Bila barang atau jasa dipertukarkan untuk barang atau jasa dengan sifat nilai yang sama
maka pertukaran tidak dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan. Dan bila
barang dijual atau jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa yang tidak serupa
pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan.

Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan
dengan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer.
Pengakuan Pendapatan
Pengakuan suatu jumlah rupiah dalam akuntansi pada umumnya didasarkan pada konsep
objektivitas yaitu bahwa jumlah rupiah tersebut dapat diukur secara cukup pasti dan ada
keterlibatan pihak independen dalam pengukurannya. Dengan kata lain harus ada bukti yang
cukup objektif untuk dapat mengakui. Bila kondisi atau kejadian tertentu menjadikan kriteria
tersebut dipenuhi maka kondisi atau kejadian tersebut akan memicu pengakuan pendapatan.
Secara umum ada dua kriteria pengakuan pendapatan yaitu:
1. Pendapatan baru dapat diakui bilamana jumlah rupiah pendapatan telah terealisasi atau cukup
pasti akan segera terealisasi (Realized atau Realizable). Pendapatan dapat dikatakan telah
terealisasi bilamana telah terjadi transaksi pertukaran produk atau jasa hasil kegiatan
perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas. Pendapatan dapat dikatakan cukup
pasti akan segera terealisasi bilamana barang penukar yang diterima dapat dengan mudah
dikonversi menjadi sejumlah kas atau setara kas yang cukup pasti.
2. Pendapatan baru dapat diakui bilamana pendapatan tersebut sudah terhimpun atau terbentuk
(earned). Pendapatan dapat dikatakan telah terhimpun bilamana kegiatan menghasilkan
pendapatan tersebut telah berjalan dan secara substansial telah selesai sehingga suatu unit
usaha berhak untuk menguasai manfaat yang terkandung dalam pendapatan.
Kedua kriteria diatas harus dipenuhi untuk mengakui pendapatan walaupun bobot

pentingnya untuk suatu keadaan tertentu dapat berbeda. Kriteria pengakuan pendapatan yang
lebih teknis dikemukakan oleh kami bahwa pendapatan dapat diakui kalau memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Keterukuran nilai aktiva
2. Terjadinya transaksi
3. Proses penghimpunan secara substansial telah selesai.

Kebanyakan perusahaan dasar penjualan sebagai saat pengakuan dan pengukuran pendapatan
adalah yang paling jelas dan obyektif daripada dasar lain yang dapat dipakai.
Menurut Paton dan Littleton dan dikutip oleh Suwardjono (1984:154) dalam buku Teori
Akuntansi Perekayasaan Akuntansi Keuangan alasan yang mendukung bahwa pendapatan
pada saat penjualan merupakan suatu standart yang utama sehingga mendasari pada
pengertian dan konsep tentang pendapatan sebagai berikut:
1. Pendapatan adalah merupakan jumlah rupiah yang menyatakan produk akhir operasi
perusahaan dan oleh karena itu harus diakui dan diukur pada tingkat atau titik kegiatan
yang menentukan dalam aliran kegiatan operasi kegiatan.
2. Pendapatan harus benar-benar terjadi dan didukung dengan timbulnya aktiva baru yang
dapat dipercaya (sah), sebaiknya berupa kas atau piutang.
Maka dapat disimpulkan dari pengertian pendapatan diatas bahwa saat penjualan
merupakan titik yang menentukan untuk dapat menimbulkan pendapatan yang memenuhi

pengertian atau persyaratan diatas. Saat penjualan dapat dijadikan saat pengakuan karena
proses realisasi pendapatan telah terjadi.
Penjualan baru dapat dikatakan terjadi bilamana telah terjadi peralihan hak milik atas
barang, akan tetapi peralihan hak milik merupakan masalah yang sangat teknis dan untuk
dasar penentuan saat pengakuan dalam prosedur pembukuan pendapatan disarankan untuk
tidak terlalu menekankan pada aspek yuridis formal karena kegiatan penjualan sendiri terdiri
atas rangkaian kegiatan yaitu berupa penjualan yang kontinyu.
Ada beberapa keberatan yang sering diajukan terhadap pengakuan pendapatan atas dasar
penjualan yaitu:
1. Keberatan utama terhadap pemakaian dasar penjualan adalah bahwa sebelum penjualan
itu dilunasi dan dianggap selesai, hasil akhir penjualan itu sendiri menjadi tidak pasti.
Ada kemungkinan barang dikembalikan dan tidak seluruh piutang dapat tertagih.
Disamping itu terdapat juga biaya-biaya yang timbul setelah penjualan, misalnya biaya
administrasi, biaya pengganti suku cadang yang rusak akibat pengiriman dan lain-lain.
2. Bahwa piutang pada umumnya yaitu aktiva baru yang mendukung timbulnya pendapatan
yang diakui atas dasar penjualan kredit, tidaklah merupakan aktiva yang mempunyai daya
beli yang nyata dan oleh karenanya bukan merupakan pendukung yang memadai
terhadap pendapatan yang terealisasi.
Pengertian Penjualan Angsuran


Menurut Allan R. Drebin (1996: 121) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan
penjualan angsuran barang dagangan adalah:
“Penjualan barang dagangan yang pembayarannya dilakukan secara bertahap dalam jumlah dan
waktu yang telah ditentukan. Dan didalam penjualan angsuran barang-barang dagangan
mempunyai ketentuan sebagai berikut:
1. Pembayaran Uang Muka
Yaitu pembayaran uang muka yang dilaksanakan secara tunai yang jumlahnya sebesar
persentase tertentu dari harga jual barang atau sebesar jumlah rupiah yang telah ditentukan
2. Pembayaran Angsuran
Yaitu pembayaran uang tunai periodik sebagai pembayaran angsuran yang besarnya telah
ditentukan sebelumnya atau ditentukan besar kecilnya yang tergantung pada lamanya jangka
waktu angsuran.
Menurut Hadori Yunus Harnanto (1987:6) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan
penjualan angsuran adalah penjualan yang dilakukan dengan perjanjian dimana pembayaran
dilakukan secara bertahap yaitu pada saat barang-barang diserahkan kepada pembeli, penjual
menerima pembayaran pertama sebagai bagian dari harga penjualan (down payment) dan sisanya
dibayar dalam beberapa kali angsuran.
Dan untuk melindungi kepentingan penjual dari kemungkinan tidak ditepatinya
kewajiban-kewajiban oleh pihak pembeli, maka terdapat bentuk perjanjian (kontrak penjualan)
penjualan angsuran sebagai berikut:

1. Perjanjian penjualan bersyarat (conditional sales contract). Dimana barang-barang telah
diserahkan, tetapi hak atas barang-barang masih berada di tangan penjual sampai seluruh
pembayarannya pertama.
2. Pada saat perjanjian ditandatangani dan pembayarannya pertama telah dilakukan hak milik
dapat diserahkan kepada pembeli, tetapi dengan menggadaikan atau menghipotik untuk
bagian harga penjualan yang belum dibayar kepada si penjual.
3. Hak milik atas barang untuk sementara diserahkan kepada suatu badan “trust” (trustee) sampai
pembayaran harga penjualan dilunasi. Setelah pembayaran lunas oleh pembeli baru trustee
menyerahkan hak atas barang-barang itu kepada pembeli. Perjanjian semacam ini dilakukan
dengan membuat akte kepercayaan.

4. Beli-sewa (lease-purchase), dimana barang yang telah diserahkan kepada pembeli.
Pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam kontrak telah dibayar lunas, baru
sesudah itu hak milik berpindah kepada pembeli.
Untuk mengurangi atau menghindarkan kemungkinan kerugian yang terjadi dalam
pemilikan kembali, faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh penjual adalah sebagai berikut:
1. Besarnya pembayaran pertama (down payment) harus cukup untuk menutup semua
kemungkinan terjadinya penurunan harga barang tersebut dari semula barang baru menjadi
barang bekas.
2. Jangka waktu pembayaran diantara angsuran yang satu dengan yang lain hendaknya tidak

terlalu lama, kalau dapat tidak lebih dari satu bulan.
3. Besarnya pembayaran angsuran periodik harus diperhitungkan cukup untuk menutup
kemungkinan penurunan nilai barang-barang yang ada selama jangka pembayaran yang satu
dengan pembayaran angsuran berikutnya.
Penjualan Angsuran untuk Barang-Barang Bergerak
Dalam pencatatan transaksi-transaksi penjualan perlu untuk membedakan antara
penjualan reguler (reguler sales) dan penjualan angsuran (installment sales). Hal ini sangat
penting bagi data untuk perhitungan laba kotor yang diakui sebagai hasil penerimaan
pembayaran piutang dari penjualan angsuran.
Metode yang digunakan dalam pencatatan penjualan barang-barang bergerak adalah:
1. Metode Periodik
Harga pokok penjualan dicatat pada akhir periode sedangkan pembelian tidak langsung
dicatat ke rekening persediaan. Begitu juga dalam penjualan barang rekening persediaan
tidak dicatat dalam kredit.
2. Metode Perpetual
Harga pokok penjualan baik penjualan reguler maupun angsuran harus disusun secara up to
date. Rekening harga pokok penjualan reguler atau angsuran didebet dan rekening persediaan
barang dagangan dikredit.
Penjualan Angsuran dengan Tukar Tambah (Trade in)


Dalam penjualan angsuran perusahaan kadang menerima barang tukar tambah sebagai
pembayaran sebagian atas kontrak penjualan angsuran barang yang baru.
Menurut Hadori Yunus (1987:128) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan yang
dimaksud pertukaran yaitu:
Apabila penjualan menyerahkan barang baru dengan perjanjian angsuran sedang pembayaran
pertama (down payment) dari pembeli berupa penyerahan barang bekas. Barang-barang bekas
tersebut dinilai atas dasar perjanjian yang telah diadakan antara penjual dan pembeli.
Bagi si penjual meskipun ia sudah terikat dengan perjanjian penjualan angsuran yang telah
dibuat tetapi untuk lebih aman maka barang yang terutama dari penukaran tadi harus dinilai
kembali dengan memperhatikan kemungkinan adanya perbaikan, serta tingkat laba yang
diharapkan dari penjualan barang bekas tersebut.
Dalam hal ini terhadap barang-barang yang diterima harus dicatat sebesar harga penilaian yang
dianggap sebagai cost. Sedangkan jumlah harga barang yang diterima menurut tawar-menawar
dalam perjanjian trade in, bukan merupakan cost tetapi merupakan harga pertukaran.
Contoh:
Sebuah dealer menjual sebuah motor dengan harga pokok Rp 9.600.000,00, dijual kepada
pembeli dengan perjanjian penjualan angsuran seharga Rp 9.900.000,00. Sebagai pembayaran
pertama (down payment) si pembeli menyerahkan sebuah sepeda motor bekas dan disetujui
dengan harga Rp 5.600.000,00. Diperkirakan biaya-biaya yang dipertukarkan untuk perbaikan
sepeda motor bekas tersebut berjumlah Rp 360.000,00, sedangkan harga penjualan normal

setelah diperbaiki adalah Rp 5.240.000,00. Dealer tersebut mengharapkan laba normal sebesar
25% dari harga penjualan sepeda motor bekas. Berdasarkan perhitungan tersebut maka jumlah
yang diperlukan untuk mencatat transaksi pertukaran itu oleh dealer disusun sebagai berikut:
Perhitungan:
Harga pertukaran kendaraan bekas

Rp 5.600.000,00

Harga penilaian terhadap mobil bekas:
* Harga jual sesudah diperbaiki
* Ongkos perbaikan
(dikurangi):

Rp 5.240.000,00

Rp 360.000,00

* Laba normal yang diharapkan
Penjualan kembali kendaraan
(25% x Rp 5.240.000,00) Rp 1.310.000,00

Rp 1.670.000,00
Rp 3.570.000,00
Rp 2.030.000,00
Pembatalan Kontrak dan Pemilikan Kembali
Apabila si pembeli gagal memenuhi kewajiban seperti yang tercantum di dalam surat
perjanjian penjualan angsuran maka barang-barang yang bersangkutan ditarik penjual. Dalam hal
ini pencatatan yang harus dilakukan dalam buku–buku si penjual, akan menyangkut:
1. Pencatatan pemilikan kembali barang dagangan
2. Menghapuskan saldo piutang penjualan atas barang-barang tersebut
3. Menghapuskan saldo laba kotor yang belum direalisasi atas penjualan angsuran yang
bersangkutan
4. Pencatatan keuntungan atau kerugian karena pemilikan kembali barang-barang tersebut.
Sebagaimana halnya dengan persoalan pertukaran seperti diterangkan di muka dalam
pemilikan barang kembali barang dagangan jug diperlukan, maka dalam pemilikan barang
dagangan juga diperlukan penilaian kembali harga barang yang bersangkutan. Menurut pendapat
Allan R. Drebin (1996:134) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan bahwa: penilaian
kembali harga barang tersebut, harus mempertimbangkan juga sejumlah keuntungan normal yang
dapat diharapkan apabila barang itu dijual kembali.
Contoh:
Seorang konsumen sepeda motor telah gagal dan tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap

barang yang telah dibeli dengan harga Rp 4.000.000,00. dari jumlah harga tersebut telah dibayar
oleh konsumen yang bersangkutan sebesar Rp 2.000.000,00. sepeda motor yang ditarik dan
dimiliki dealer tersebut nilainya ditaksir Rp 1.800.000,00 dengan sudah memperhitungkan
cadangan untuk perbaikan-perbaikan dan keuntungan normal yang diharapkan bila dijual
kembali.

Maka dealer tersebut mencatat perhitungan sebagai berikut:
Perhitungan:
Jumlah kas yang diterima

Rp 2.000.000,00

Dikurangi:
* Harga pokok barang dagangan
(65% x Rp 4.000.000,00)

Rp 2.600.000,00

* Nilai pada saat pemilikan kembali
Rp

Rp 1.800.000,00

800.000,00

Laba atas barang yang ditarik kembali

Rp 1.200.000,00

Laba yang telah diakui sebelumnya
(35% x Rp 2.000.000,00)
Rp

Rp

700.000,00

500.000,00

Bunga Pada Penjualan Angsuran
Kontrak penjualan angsuran sering menetapkan beban untuk bunga atas saldo yang
terhutang, bunga ini biasanya dibayar bersama-sama dengan pembayaran angsuran atas harga
kontrak.
Persetujuan untuk pembayaran bunga berkala pada umumnya mengambil salah satu dari
bentuk sebagai berikut:
1. Bunga diperhitungkan dari sisa harga kontrak selama jangka waktu angsuran. Cara semacam
ini sering disebut sebagai “Long and Interest”.
2. Bunga diperhitungkan atas masing-masing angsuran yang harus dibayar, dari tanggal kontrak
penjualan angsuran ditandatangani sampai tanggal pembayaran angsuran. Bunga yang
dihitung dengan cara ini disebut bunga jangka pendek “Short and Interest”.
3. Pembayaran berkala dalam jumlah yang sama dan menyatakan bunga atas saldo pokok yang
terhutang antara periode angsuran, sisanya merupakan pengurangan dalam saldo pokok.

4. Bunga sepanjang periode pembayaran dihitung atas harga pokok semula.
Perhitungan bunga bisa dilakukan dengan dua metode yaitu:
1. Bunga periodik diperhitungkan dari sisa harga kontrak pada setiap awal angsuran.
2. Bunga diperhitungkan dari setiap angsuran yang harus dibayar atas dasar jangka waktu
angsuran yang bersangkutan
Metode Penetapan Laba Kotor Pada Penjualan Angsuran.
Pada metode penetapan laba kotor pada penjualan angsuran terdapat dua pendekatan
yaitu:
1. Laba kotor dapat dikaitkan dengan periode penjualan yang terjadi.
Penjualan angsuran dapat dipandang sebagai transaksi dengan penanganan seperti penjualan
biasa. Laba kotor ditetapkan pada saat penjualan saat dimana barang-barang ditukarkan
dengan klaim yang secara hukum dapat dipaksakan terhadap pembeli. Prosedur ini
membutuhkan penetapan semua beban yang menyangkut penyelenggaraan penjualan piutang
tak tertagih, pada saat penjualan. Hal ini dengan mendebet perkiraan beban dan mengkredit
penyisihan untuk beban yang diantisipasi.
2. Laba kotor dapat dikaitkan dengan periode penagihan per kas atau kontrak

angsuran .

Penjualan angsuran dapat dipandang sebagai transaksi khusus dengan penanganan laba kotor
yang dilakukan dalam periode dimana piutang itu timbul.
Prosedur penetapan laba kotor dalam periode penagihan per kas adalah:
1. Penagihan dipandang sebagai perolehan kembali harga pokok.
Penagihan per kas atas kontrak penjualan angsuran menentukan perolehan kembali harga
pokok. Setelah harga pokok perolehan kembali maka semua penagihan berikutnya dianggap
sebagai laba.
2. Penagihan dipandang sebagai realisasi laba.
Penagihan dapat dipandang sebagai realisasi laba kotor atas penjualan angsuran. Setelah
seluruh laba atas transaksi ditetapkan maka semua penagihan per kas berikutnya dianggap
sebagai perolehan kembali harga pokok.

3. Penagihan dipandang sebagai perolehan kembali harga pokok dan realisasi laba.
Setiap penagihan atas kontrak penjualan angsuran dianggap baik sebagai perolehan kembali
harga pokok maupun sebagai realisasi laba dalam rasio dimana kedua faktor ini terdapat
dalam harga jual awal.
Penyusunan laporan Keuangan Pada Penggunaan Metode Penjualan Angsuran
Neraca dari perusahaan yang melakukan penjualan angsuran mencakup piutang penjualan
angsuran dan saldo laba kotor yang belum direalisasi atas piutang penjualan angsuran. Apabila
aktiva lancar yang dipegang mencakup sumber daya yang layak untuk direalisasi menjadi
penerimaan kas, maka piutang penjualan angsuran memenuhi syarat untuk dicantumkan sebagai
piutang lancar. Dalam melaporkan piutang penjualan angsuran sebagai piutang lancar
pengungkapan tanggal jatuh tempo kontrak penjualan angsuran akan memberikan penilaian atau
gambaran terhadap neraca mengenai posisi laporan keuangan perusahaan.
Berkaitan dengan pengelompokan yang tepat atas saldo laba kotor yang belum direalisasi
dalam neraca, saldo harus dilaporkan sebagai:
1. Sebuah pos kewajiban atau hutang yang harus dimasukkan dibawah judul pendapatan yang
ditangguhkan.
2. Sebuah perkiraan penilaian aktiva yang harus dikurangkan dari piutang penjualan angsuran.
3. Sebuah pos modal yang harus dimasukkan sebagai bagian dari laba yang ditahan.
Laba kotor yang belum direalisasi atas penjualan angsuran biasanya dilaporkan dalam
neraca pada pos kewajiban atau hutang lancar.
Laba kotor yang belum direalisasi atas penjualan angsuran terdiri dari laba kotor yang belum
direalisasi untuk tahun sebelumnya dan laba kotor yang belum direalisasi untuk tahun sekarang
atau tahun dimana penjualan angsuran berakhir.
Penagihan atas kontrak penjualan angsuran ditetapkan bahwa penjualan angsuran telah
menghasilkan laba kotor sebagaimana halnya dengan penjualan biasa. Penyisihan untuk beban
yang kontinyu, yang masih diantisipasi dalam penagihan piutang penjualan angsuran yang
meliputi beban-beban yang timbul dari ketidakmampuan membayar dan pemilikan kembali.
Penyisihan ini dikurangkan dari saldo piutang penjualan angsuran, saldo yang menyatakan laba
bersih yang ditetapkan pada kontrak penjualan angsuran jumlah ini dapat dilaporkan sebagai laba
yang ditahan, yang tidak harus digunakan sampai piutang penjualan angsuran dapat tertagih.

Dengan mengelompokkan kembali saldo laba kotor yang belum direalisasi maka laba
atas penjualan angsuran akan ditetapkan sebagai pos akrual untuk tujuan laporan keuangan.
Perhitungan rugi-laba untuk perusahaan yang melakukan penjualan biasa dan penjualan
angsuran, menunjukkan laba kotor untuk masing-masing jenis penjualan total laba kotor untuk
masing-masing jenis penjualan total laba kotor. Neraca dan perhitungan rugi-laba yang akan
memberikan analisa-analisa laba kotor atas penjualan angsuran.
https://dwiermayanti.wordpress.com/2009/03/20/pendapatan-3/