Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (SIMPATDA) Pada Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Bandung Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung

(1)

PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BANDUNG

Penelitian ini dilakukan karena dilatar belakangi oleh adanya penggunaan pelayanan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah diperuntukan bagi pemerintahan khususnya Dinas Pendapatan Daerah selaku badan yang diberikan kewenangan untuk mengelolah pendapatan daerah, guna menunjang kinerja yang berhubungan dengan pendapatan dan retribusi daerah sehingga dapat tertata dengan rapih dan terealisasinya peningkatan PAD Kota Bandung. Penelitian ini difokuskan sampai sejauhmana terlaksananya Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah dalam meningkatkan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemungutan PAD.

Teori yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan dari Edward III tentang faktor pendukung keberhasilan implementasi, yang terdiri dari empat indikator yang merupakan faktor penentu keberhasilan dari suatu implementasi, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan stuktur birokrasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan yang digunakan pendekatan kualitatif, adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka, studi lapangan dan observasi serta dengan melakukan wawancara, dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini adalah aparatur Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dengan menggunakan teknik sampling Purposive.

Berdasarkan hasil penelitian pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung tentang pengelolaan pendapatan daerah melalui pelaksanaan

kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan (Simpatda) dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik, dimana Simpatda merupakan sistem informasi yang dapat membantu mengolah informasi dasar PAD menjadi bentuk-bentuk peralatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendaalian pemungutan PAD, terutama dalam hal komunikasi Simpatda merupakan alat yang dapat mempermudah komunikasi antara sub-sub bagian dalam mengelola pendapatan daerah, dimana bila dibandingkan dengan proses komunikasi sebelum pelaksanaan kebijakan Simpatda, yang lebih dikenal dengan nama Manual Pendapatan Daerah (Mapatda).


(2)

DAERAH (PAD)” BANDUNG

This research done because there are system management information of regional income was used and intended for government especially Dispenda as a department that have authority to manage regional income to support performance-related with income and regional retribution. So, PAD can work properly. This research focuses to extent of implementation of Simpatda in increasing the planning, discharging, and voting control of PAD.

The theory of the research comes from Edward III theory of implementation policy. This theory consist of four indicator, they are communication, resources, disposition, and biro crate structure. The research use descriptive method with qualitative approaches and collecting data use literature study, observation non participant with interview, documentation and sampling purposive. The source is employer of Dispenda Bandung.

Based on the research results can be known that management of regional income through Simpatda Bandung has been running well. Simpatda is information system which can help to manage basic information PAD intoother form of planning tools, implemantations and control voting of PAD, especially in terms of communication. Simpatda is tools to facilitate communication between the parts to manage local income .compare with manual local income (Mapatda) the process before policy implementation Simpatda

Official of regional income (Dispenda)  Local income (PAD)


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fenomena reformasi yang bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupan kenegaraan. Berkenaan dengan restruksi ruang publik, suatu kesadaran baru muncul untuk lebih menegakan kedaulatan rakyat, demokratisasi pemerintahan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat lokal menjadi wacana publik yang menuntut pengalokasian dan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah, mulai dari kebijakan, perencanaan, sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka demokrasi.

Pemberian otonomi kepada derah, yaitu untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Otonomi daerah tidak lain adalah perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dan mempunyai hubungan yang erat dengan desentralisasi, dimana desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah, mulai dari kebijakan, perencanaan, sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka demokrasi. Sedangkan


(4)

otonomi adalah wewenang yang dimiliki oleh daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi.

Ciri utama yang menunjukan daerah otonom mampu berotonom terletak pada kemampuan keuangan daerahnya, dalam arti daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelengaraan pemerintahan di daerah. Pemerintahan di daerah dapat terselenggara karena adanya dukungan dari berbagai faktor sumber daya yang mampu menggerakan jalannya roda organisasi pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. Faktor keuangan merupakan faktor utama yang merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan roda pemerintahan di daerah.

Kemampuan pembiayaan merupakan salah satu segi atau kriteria penting untuk menilai secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri, karena tanpa adanya pembiayaan yang cukup suatu daerah tidak mungkin secara optimal mampu menyelenggarakan tugas dan kewajiban serta segala kewenangan yang melekat dengannya untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Kemampuan pembiayaan merupakan variabel penting dalam menilai kemampuan otonomi, dimana kondisi kemampuan pembiayaan yang sangat lemah itu menyebabkan ketidakberdayaan daerah dan ketergantungan yang sangat kuat pada pemerintah pusat.

Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah daerah adalah memaksimalkan pendapatan yang berasal dari pajak daerah. Komponen pajak


(5)

daerah ini merupakan komponen yang sangat menjanjikan dan selama ini pendapatan yang berasal dari perolehan hasil pajak daerah merupakan komponen yang memberikan sumbangan yang besar dalam struktur pendapatan yang berasal dari pendatan asli daerah. Ada dua cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memaksimalkan pendapatan yang berasal dari pajak daerah, yaitu menyempurnakan dan mengoptimalkan penerimaan pajak daerah yang telah ada serta menerapkan pajak daerah dan retribusi daerah yang baru.

Secara teoritik Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan suatu sumbangan nyata yang diberikan oleh masyarakat setempat guna mendukung status otonom yang diberikan kepada daerahnya. Tanda dukungan dalam bentuk besarnya perolehan PAD penting artinya bagi suatu pemerintah daerah agar memiliki keleluasaan yang lebih dalam melaksanakan pemerintahan sehari-hari maupun pembangunan yang ada di wilayahnya. Seorang pakar dari World Bank Glynn Cochrane berpendapat bahwa “batas 20 % perolehan PAD merupakan batas minimum untuk menjalankan otonomi daerah. Sekiranya PAD kurang dari angka 20 % tersebut, maka daerah tersebut akan kehilangan kredibilitasnya sebagai kesatuan yang mandiri”. (Cochrane, 1983:64).

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sangat membantu pengembangan kapasitas daerah untuk transparan dan akuntabel. Setiap kebijakan publik akan mudah dikomunikasikan dan interaksi antar tingkatan pemerintahan dan antara pemerintah dengan masyarakat sangat mudah dilakukan. Perkembangan teknologi dan komunikasi Information and Communication Technology (ICT) terjadi begitu pesatnya sehingga proses penyampaian data dan


(6)

informasi di berbagai belahan dunia dapat dilakukan dengan cepat. Selain itu, era globalisasi yang terus bergulir saat ini menuntut pemerintah untuk dapat meningkatkan kemampuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi sehingga mampu bersaing dengan negara lain. Respon terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini harus segera diberikan mengingat kualitas kehidupan manusia yang semakin meningkat.

Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (Simpatda) adalah Software yang diperuntukan bagi pemerintahan, guna menunjang kinerja yang berhubungan dengan pendapatan pajak & retribusi daerah sehingga dapat tertata dengan rapih sampai sejauh mana PAD dapat dicapai. Simpatda merupakan sistem informasi yang dapat membantu mengolah informasi dasar PAD menjadi bentuk-bentuk peralatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemungutan PAD.

Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung selaku perumus dan pelaksanaan kebijakan Anggaran Pendapatan Asli Daerah berkewajiban untuk terbuka dan bertanggungjawab terhadap seluruh hasil pelaksanaan pembangunan. Salah satu bentuk tanggungjawab tersebut diwujudkan dengan menyediakan informasi pendapatan yang komprehensif melalui informasi pendapatan daerah. Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, hal tersebut membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk mengakses, mengelola dan mendayagunakan informasi secara cepat dan akurat untuk lebih mendorong terwujudnya pemerintahan yang bersih, transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif.


(7)

Salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saat ini menjadi perhatian publik adalah masalah keterbukaan & pengungkapan (transparency & disclosure).

Dalam rangka peningkatan mutu birokrasi, khususnya di Dispenda Kota Bandung dalam pelayanan publiknya diperlukan perubahan birokrasi dalam pelaksanaan otonomi daerah. Birokrasi harus terus-menerus memperbaiki kinerjanya agar tercipta birokrasi yang handal, produktif, kompetitif, represisif dan akuntabel. Oleh karena itu birokrasi harus mengoreksi dan mereduksi kelemahan masalalu dan masa mendatang secara terus-menerus. Untuk mencapai efektifitas organisasi dalam membangun keberhasilan di era otonomi daerah, ini tergantung pada efektifitas dinas-dinas daerah sebagai instansi pemerintah daerah yang hadir untuk melayani masyarakat dan menempati masyarakat sebagai pemegang saham, sehingga perlu perhatian serius dalam memberikan pelayanan. Dalam masalah pendapatan Daerah ini diperlukan aparat pelaksana yang mempunyai hubungan kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan berdasarkan visi, misi serta rencana strategi khususnya organisasi Dispenda Kota Bandung selaku perumus dan pelaksanaan kebijakan anggaran pendapatan asli daerah .

Peranan administrator Dispenda Kota Bandung dalam mewujudkan realisasi penerimaan yang optimal harus memperhatikan penghindaran yang dimungkinkan oleh wajib pajak daerah dan retribusi daerah, serta tindak penipuan dan kolusi yang mungkin timbul guna meningkatkan PAD dengan meningkatan


(8)

teknologi dan komunikasi Information and Communication Technology (ICT), dengan menerapkan Simpatda dalam meningkatkan PAD.

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti mengambil judul skripsi ini “Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (Simpatda) Pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung”.

1.2Identifikasi Masalah

Berpedoman pada latar belakang masalah yang dijabarkan di atas maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses komunikasi yang berlangsung dalam implementasi kebijakan Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung?

2. Bagaimana sumberdaya yang dapat menentukan keberhasilan implementasi Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung? 3. Bagaimana sikap pelaksana (disposisi) terhadap implementasi

Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung?

4. Bagaimana struktur birokrasi sebagai pendorong implementasi Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (Simpatda) Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung, dan tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:


(9)

1. Untuk mengetahui proses komunikasi yang berlangsung dalam implementasi Simpatda guna meningkatkan PAD Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui sumberdaya yang menentukan keberhasilan

implementasi Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui sikap pelaksana (disposisi) terhadap implementasi

Simpatda dalam menciptakan dalam meningkatkan PAD Kota Bandung.

4. Untuk mengetahui struktur birokrasi sebagai pendorong implementasi Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung.

1.4Kegunaan Penelitian

Terkait dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis, sebagai berikut:

1. Kegunaan bagi diri sendiri adalah dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang makna dari pelaksanaan Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung. 2. Kegunaan ilmiah, dalam rangka mengembangkan teori yang telah

diperoleh di bangku kuliah dengan praktek di lapangan mengenai pelaksanaan Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan peneliti serta dapat menjadi bahan tambahan pengembangan wawasan di bidang Ilmu Pemerintahan secara umum dan secara khusus dalam bidang pelaksanaan Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung. Penelitian ini, diharapkan akan memberikan sumbangan ilmu serta


(10)

dapat dijadikan bahan tinjauan awal untuk melakukan penelitian serupa dimasa yang akan datang, yaitu dengan mengetahaui gejala-gejala baik hambatan, tantangan, dan ganguan dalam proses pelaksanaan penelitian.

3. Bagi kegunaan praktis, yaitu melalui pelaksanaan Simpatda diharapkan

dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Instansi Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung, sumbangan pemikiran ini

khususnya dalam menggunakan, mengatur dan mengendalikan Simpatda dalam meningkatkan Pendapatan Daerah Kota Bandung.

1.5Kerangka Pemikiran

Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk menjalankan roda Pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan terlaksananya pemerintahan yang demokratis. Pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat salah satunya dengan penggunaan tehnologi. Penggunaan teknologi dalam pemerintahan dikenal dengan sebutan e-Government, yaitu penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan pemerintahan.

Penggunaan teknologi secara elektronik dalam kenyataan dan prakteknya adalah pengolahan data dengan menggunakan jaringan komputer dan semua sarana pendukungnya dengan tujuan untuk mempermudah pelayanan. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dengan adanya jaringan komputerisasi menjadi


(11)

lebih cepat dan tentunya dapat menghemat pengeluaran biaya. Pelayanan tersebut terjadi sudah tidak membutuhkan banyak tenaga manusia lagi melainkan yang dibutuhkan adalah manusia yang mempunyai ahli untuk mengoprasionalkan jaringan komputerisasi tersebut.

Pelaksanaan dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat) melengkapi dan menyelesaikan. Pelaksanaan juga dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa : “implimentation as to carry out, accomplish, fullfil, produce, complete” maksudnya : membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi (Pressman dan Wildavsky,1973:21).

Jadi pelaksanaan dapat dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil. Apabila dikaitkan dengan Pelaksanaan sistem informasi manajemen pendapatan daerah (Simpatda) dalam hal peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimaksudkan agar dalam pelaksanaan Simpatda diharapkan dapat membawa ke suatu hasil (akibat) melengakapi dan menyelesaikan tujuan yang akan di capai yaitu peningkatkan PAD. Pelaksanaan Sistem informasi manajemen pendapatan daerah juga dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu yang memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu dimana tjuan yang akan dicapai adalah peningkatan PAD.


(12)

Pengertian implementasi menurut Abdul Wahab adalah:

“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Wahab, 2004:65).

Jadi pelaksanaan itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak.

Sedangkan menurut Wahyono dalam bukunya Sistem Informasi: Konsep Dasar, Analisis Desain dan Implementasi, mendefinisikan implementasi sistem sebagai “suatu implementasi yang terdiri dari rencana implementasi sistem dan pelaksanaan sistem yang menggambarkan tugas-tugas yanng diperlukan dalam pengimplementasian suatu sistem (Wahyono, 2004: 25)”.

Jadi berdasarkan pengertian diatas, pelaksanaan biasanya menunjukan seluruh upaya perubahan melalui sistem baru. Sistem didesain untuk memperbaiki atau meningkatkan pemrosesan informasi. Setelah dirancang, sistem diperkenalkan dan diterapkan kedalam organisasi pengguna. Jika sistem yang diterapkan itu digunakan oleh anggotanya maka pelaksanaan sistem dapat dikatakan berhasil. Sedangkan jika para penggunanya menolak sistem yang diterapkan, maka pelaksanaan sistem tersebut dapat digolongkan gagal.


(13)

Berdasarkan pengertian implementasi kebijakan di atas, George C. Edward III mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi

keberhasilan suatu implementasi dalam bukunya yang berjudul Implementing Public Policy, yaitu:

“aside from directly affecting implementation, however, they also indirectly affect it trough their impact on each in other words communications affect resources dispositions and bureaucratic structures which in turn influence implementation.” (Edward,1980:147)

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan George C. Edward III di atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu implemntasi, adalah sebagai berikut

1. Komunikasi 2. Sumber daya 3. Disposisi

4. Struktur Birokrasi

Berdasarkan pengertian Implementasi menurut Edward III diatas, bahwa suatu implementasi dipengaruhi oleh komunikasi, sumberdaya, sikap para pelaksana (disposisi) dan struktur birokrasi yang dimana hal tersebut merupakan suatu sistem yang saling berkaitan.


(14)

Communiction

Resources

Disposition Bureaucratic

Structure

Implementation nnn Dengan demikian, model pendekatan implementasi menurut Edward III dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1

Model Pendekatan Implementasi Menurut Georgr C. Edward III

Sumber: George III Edwards, (1980:148).

Keberhasilan suatu implementasi menurut Edwards III dapat dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Communication (Komunikasi)

“Inadequate communications also provide implementors with dicretion as they attempt to turn general policies into specific actions. This discretion as they attemp to turn general policies into specific actions. This discretion will not necesarily be exercised to further the aims of the original decision makers. Thus, implementation instruction that are not transmitted, that are too precise may hinder implementation. Conservely, directives that are too precise may hinder implementation. Conversely, directives taht are too precise may hinder implementation by stifling creativity and adaptability.” (George III Edwards, 1980:10).

Jadi berdasarkan pengertian George C. Edwards III, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan. Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan dikerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan dikerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan dan peraturan


(15)

pelaksanaan harus ditransmisikan (dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.

Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi. Faktor komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan dari suatu implementasi, dimana semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

2. Resource (Sumber daya)

“No matter how clear and consistent implementation orders are and no matter how accurately they are transmitted, if the personnel responsible for carrying out policies lack the resources to do an effective job, implementation will not be effective. Important resources include staff of the proper size and with the necessary expertise; relevant and adequate information on how to implement policies and on the compliance of the others involved in implementation; the outhority to ensure that policies are carried out as they are intended; and facilities (including buildings, equipment, land and supplies) in which or with which to provide services. Insufficients resources will mean that laws will not be enforced, services will not provided, and reasonable regulation in policy implementation.” (George III Edwards, 1980:10-11).

Dari pengertian diatas peneliti menginteperetasikan bahwa sumber-sumber yang dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan adalah salah satunya sumber daya yang tersedia, karena menurut George C. Edwards III sumber daya merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses pelaksanaan, sedangkan sumbar daya merupakan keberhasilan proses implementasi yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu.


(16)

Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sumber daya merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu imlmentasi, dimana sumber daya terdiri dari fasilitas dan informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan guna tercapainya suatu implementasi.

3. Disposition (Disposisi).

”This dispisition or attitudes of implementors is the third critical factor in our approach to the study of public policy implementation. If implementatition is to proceed effectively, not only must implenentors know what to do and have the capability to do it, but they must also desire to carry out a policy. Most implementors can exercise considerable discretion in the implementation of pilicies. One of the reasons for this is their independence from their nominal superiors who formulate the policies. Another reason is the complexity of the policies themselves. The way in which implementors exercise their discretion, however, depends in large part upon their disposition toward the policies. Their attitudes, in turn, will be influenced by their views toward the policies per se and by how they see the policies affecting their organizational and personal interests.” (George III Edwards, 1980:11).

Dari pengertian diatas peneliti menginteperetasikan disposisi atau sikap para pelaksana adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan. Jika pelaksanaan ingin efektif, maka para pelaksana tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor pelaksana. Keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari disposisi (karakteristik agen pelaksana).

Jadi, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa disposisi atau sikap para pelaksana dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi sangat


(17)

penting, karena kinerja pelaksanaan kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya.

4. Bureaucratic strcture (Struktur birokrasi)

“Even if sufficient resources to implement a olicy exits and implementors know what to do and want to do it, implementation may still be thwarted because of deficiencies in bureaucratic stricture. Organizational fregmentatition may hinder the coordination necessary to implement succesfully a complex policy requaring the coopation of many people, and it may also waste scarce resources, inhibit change, create confusion, lead to policies working at cross-purposes, and result in important function being overloocked.” (George III Edwards, 1980:11-12).

Dari pengertian diatas peneliti menginteperetasikan. Birokrasi sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi dalam suatu badan sangat berperan penting dimana untuk menentukan keberhasilan dari suatu implementasi kebijakan dibutuhkan suatu struktur organisasi yang tertata rapih guna tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati bersama. walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia atau para pelaksana mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemunkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi.


(18)

Sistem informasi merupakan bentuk penerapan dalam sebuah organisasi, dimana penerapan/penggunaan sistem informasi dalam sebuah organisasi tersebut untuk mendukung dalam mengumpulkan dan mengolah data dan menyediakan informasi yang berguna di dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Suatu organisasi yang tumbuh dan menjadi lebih kompleks membuat manajemen melakukan permintaan yang semakin besar terhadap fungsi sistem informasi. Menurut pendapat Azhar Susanto dalam bukunya Konsep dan Pengembangan Sistem Informasi Manajemen; mendefinisikan sistem informasi, sebagai berikut:

“Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi, yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan” (Susanto, 2004:42).

Dengan demikian sistem informasi adalah suatu sistem manusia/mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen dan pengambilan keputusan dalam organisasi. Sistem informasi adalah (kesatuan) formal yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik maupun logika. Dari organisasi ke organisasi, sumber daya ini disusun atau distrukturkan dengan beberapa cara yang berlainan, karena organisasi dan sistem informasi merupakan sumber daya yang bersifat dinamis.

Lebih lanjut menurut pendapat James B Bower dkk dalam bukunya Computer Oriented Accounting Informations System yang dikutip Teguh wahyono dalam bukunya Sistem Informasi Konsep Dasar, Analisi Desain dan Implementasi menjelaskan pengertian sistem informasi, sebagai berikut:

“Sistem informasi merupakan suatu cara tertentu untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh organisasi untuk beroperasi dengan cara yang


(19)

sukses dan untuk organisasi bisnis dengan cara yang menguntungkan” (Wahyono, 2004:17).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang dimaksud dengan sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang merupakan kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi media, prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur informasi penting guna memproses tipe transaksi rutin tertentu yang menyediakan suatu dasar informasi untuk pengambilan keputusan yang cerdik. Sistem informasi juga merupakan sekumpulan prosedur organisasi yang pada saat dilaksanakan akan memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan atau untuk mengendalikan organisasi.

Sistem sebagai kumpulan/group dari sub sistem/bagian/komponen apapun baik fisik maupun non-fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan informasi merupakan sebagai hasil pengelolaan data yang berarti dan bermanfaat. Dapat kita tarik suatu definisi baru dari sistem informasi sebagai kumpulan dari sub sistem apapun baik fisik maupun non-fisik yang saling berhubungan satu sama lain dn bekerja sama secara harmonis untuk mencapai suatu tujuan yaitu mengolah data menjadi informasi yang berarti dan berguna. Jadi berdasarkan pengertian diatas, sistem informasi merupakan komponen-komponen yang saling berhubungan dan bekerja sama untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan mendistribusikan informasi tersebut untuk mendukung proses pengambilan keputusan, koordinasi dan pengendalian.


(20)

Secara etimologi, management (di Indonesia diterjemahkan sebagai manajemen), berasal dari kata manus (tangan) dan agree (melakukan), yang setelah digabung menjadi kata manage (bahasa Inggris) berarti mengurus. Adapun pengertian manajemen menurut Moenir, H.A.S, adalah sebagai berikut: “Manajemen adalah proses dan perangkat yang mengarahkan serta membimbing suatu kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Moenir, 2006:24).

Jadi berdasarkan pengertian diatas manajemen meliputi upaya mengarahkan orang lain dalam rangka pencapaian tujuan dengan menggunakan cara-cara tertentu, yang baik tujuan maupun cara tersebut ditetapkan oleh manajer. Kombinasi dari istilah sistem, informasi, dan manajemen menjadi kata-kata baru yaitu “Sistem Informasi Manajemen. Sistem Informasi Manajemen menurut Azhar Susanto, adalah sebagai berikut :

Sistem Informasi Manajemen SIM adalah sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan serupa. Output informasi digunakan oleh manajer maupun non manajer dalam perusahaan untuk membuat keputusan dalam memecahkan masalah (Susanto, 2004:54)

Sedangkan menurut Sondang Sigian, sistem informasi manajemen adalah sebagai berikut: “Sistem Informasi Manajemen SIM adalah pendekatan yang terorganisir dan terencana untuk memberikan eksekutif bantuan informasi yang teat yang memberikan kemudahan bagi proses manajemen” (Siagian, 2006:45).

Salah satu cabang ilmu yang saat ini sangat berkembang pesat adalah ilmu manajemen. Ilmu ini telah melakukan intervensi keberbagai bidang ilmu lain, atau paling tidak telah menggandeng ilmu lain dalam pengembangannya. Kita kenal


(21)

ada manajemen sumber daya manusia, manajemen perbankan, manajemen industri, manajemen keuangan, pemasaran, produksi, manajemen perkotaan, manajemen pemerintahan, manajemen pendidikan, manajemen sistem informasi, secara umum pengertian manajemen adalah pengendalian dan pemanfaatan daripada semua faktor dan sumberdaya yang menurut suatu perencanaan (planning), diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta (objective) atau tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan menurut Siagian (2006:15) manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.

Menurut Terry dalam Moenir (2005:47) manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain. Dari ketiga definisi tersebut di atas, ada tiga hal penting dalam definisi-definisi tersebut. Pertama, ada tujuan yang hendak dicapai; kedua, tujuan yang hendak dicapai memerlukan/membutuhkan tenaga orang lain; dan ketiga, kegiatan/aktivitas orang lain tersebut harus dibimbing dan diawasi atau dikontrol.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pendapatan Asli Daerah merupakan semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Unsur Pendapata Asli Daerah (PAD) adalah Pajak Daerh, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah, dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.


(22)

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas:

Pendapatan asli daerah, yaitu: 1) Hasil pajak daerah

2) Hasil retribusi daerah

3) Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Selanjutnya didalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dimaksud dengan PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundan-undangan yang berlaku.

Sumber Pendapatan Asli Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang dimaksud dengan PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab, penyelenggaraan pemerataan dan pembangunan daerah secara bertahap akan semakin banyak diserahkan kepada daerah. Berbagai kebijaksanaan keuangan daerah yang diambil diarahkan untuk semakin


(23)

meningkatkan kemampuan dalam membiayai urusan penyelenggaraan pemerataan dan pembangunan daerahnya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai bagian dari pendapatan daerah termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, terdiri dari:

a. Hasil Pajak Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemda dan pengembangan daerah.

b. Hasil Retribusi Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oeh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah merupakan salah satu sumber penerimaan yang dapat dipungut terus menerus mengingat pengeluaran pemerintah daerah adalah untuk anggaran rutin dan anggaran pembangunan selalu meningkat.

c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan.

Hasil perusahaan daerah adalah bagian keuntungan atau laba bersih perusahaan daerah yang berupa pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik bagi perusahaan daerah yang


(24)

modalnya untuk seluruhnya terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan maupun bagi perusahaan daerah yang modalnya sebagian terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan.Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah.

d. Lain-lain PAD yang sah

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah antara lain hibah atau penerimaan dari daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota lainnya, dan penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, lain-lain PAD yang sah bersumber dari:

1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro

3. Pendapatan bunga

4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing Komisi, potongan, maupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh daerah.

Otonomi Daerah menyebabkan banyak Pemerintahan Daerah menggiatkan berbagai pungutan daerah dalam bentuk pajak atau retribusi atau sumbangan pembangunan sebagai PAD. Terkait dengan PAD, seorang pakar dari World Bank berpendapat bahwa batas 20% perolehan PAD merupakan batas minimum untuk menjalankan otonomi daerah, sekiranya PAD kurang dari angka 20%, maka daerah tersebut akan kehilangan kredibilitasnya sebagai kesatuan yang mandiri.


(25)

Sistem Informasi Manejemen Pendapatan Daerah (Simpatda) adalah Software yang diperuntukan bagi pemerintahan, guna menunjang kinerja yang berhubungan dengan pendapatan dan retribusi daerah sehingga dapat tertata dengan rapih sampai sejauh mana PAD dapat dicapai. Simpatda merupakan sistem informasi yang dapat membantu mengolah informasi dasar PAD menjadi bentuk-bentuk peralatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendaalian pemungutan PAD.

Acuan hukum penerapan Simpatda adalah Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 43 Tahun 1999 berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Executive sumarry Simpatda adalah Software yang diperuntukan bagi pemerintahan khususnya Pemerintahan Daerah, guna menunjang kinerja yang berhubungan dengan pendapatan Pajak dan retribusi daerah sehingga pendapatan daerah dapat tertata dengan rapih guna tercapainya peningkatan PAD.

Sistem dan prosedur administrasi pendapatan daerah dalam Software ini terdiri dari pendaftar Identitas Wajib Pajak/Wajib Retribusi, dan fungsi dari software ini adalah mendata objek pajak/retribusi, memproses penghitungan pajak yang harus dibayar, penerimaan pembayaran oleh bendahara, menu pelaporan, administrasi penagihan terhadap wajib pajak/retirbusi yang belum menyelesaikan kewajiban pembayaran yang menjadi tugas dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota.


(26)

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dibuat definisi operasional sebagai berikut :

1. Simpatda adalah Software yang diperuntukan bagi pemerintahan khususnya Dinas Pendapatan Daerah, guna menunjang kinerja yang berhubungan dengan program aplikasi yang mencakup kegiatan pendataan wajib pajak dan retribusi, pengolahan informasi per golongan PAD, penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah / Retribusi Daerah, Perekaman pembayaran, dan penyajian laporan-laporan manajerial lainnya di Kota Bandung, sehingga pendapatan daerah dapat tertata dengan rapih guna tercapainya peningkatan PAD Kota Bandung.

2. Implementasi adalah suatu tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu atau suatu kelompok baik pemerintahan maupun swasta untuk mencapai satu tujuan yang telah ditentukan dalam keputusan pelaksanaan. Pelaksanaan Simpatda pada Dinas Pendapatan Daerah Kaota Bandung bertujuan agar setiap pendapatan daerah yang dikelola oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung dapat terkontrol.

3. Implementasi kebijakan Simpatda pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung adalah pelaksanaan program aplikasi yang mencakup kegiatan pendataan wajib pajak dan retribusi, pengolahan informasi per golongan PAD, penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah / Retribusi Daerah, Perekaman pembayaran, dan penyajian laporan-laporan manajerial lainnya. Pelaksanaan Simpatda di Kota Bandung bertujuan Membangun


(27)

sistem informasi pendapatan daerah yang berorientasi kepada pengembangan kapasitas kelembagaan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten agar dapat merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi seluruh aktivitas pengelolaan pendapatan daerah, sehingga dalam pelaksanaan Simpatda perlu adanya indikator:

1). Komunikasi, merupakan perintah yang harus dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung sebagai pelaksana Simpatda supaya dalam memberikan informasi Pendapatan daerah bisa efektif dan tercapainya tujuan yang ditetapkan. Komunikasi dalam penelitian ini meliputi :

a. Kejelasan adalah penyampaian informasi dengan jelas oleh Dinas Pendapatan Daerah dalam pelaksanaan Simpatda.

b. Konsistensi adalah kebijakan yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dalam pelaksanaan Simpatda harus konsisten atau tetap sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, jangan sampai kebijakan yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung menyimpang dari ketentuan dalam pelaksanaannya.

c. Transformasi atau penyampaian informasi adalah penyaluran komunikasi oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dalam pelaksanaan sistem informasi keuangan daerah akan dapat menghasilkan suatu pelaksanaan yang baik apabila penyampaian informasi tersebut dilakukan dengan yang telah direncanakan.


(28)

2). Sumber daya, merupakan faktor yang mendukung dalam pelaksanaan Simpatda. Sumberdaya dalam penelitian ini meliputi:

a. Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu sumber pelaksanaan yang paling penting karena SDM merupakan penunjang keberhasilan dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Dalam pelaksanaan Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung diperlukan SDM yang dalam hal ini adalah aparat di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung sebagai pelaksana Simpatda tersebut. Untuk itu, dibutuhkan SDM-SDM yang berkualitas, terlatih dan mempunyai keahlian dalam bidangnya sehingga pelaksanaan Simpatda ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.

b. Biaya, dalam hal biaya, Simpatda tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung dengan dana atau modal yang tersedia. Pembelian alat-alat komputer, jaringan komunikasi ataupun sarana prasana yang memadai membutuhkan modal yang cukup agar pelaksanaan Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

c. Informasi merupakan hal yang penting dalam melaksanakan Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung oleh karena berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan, sehingga pelaksana Simpatda harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.


(29)

d. Wewenang, pada umumnya, kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan dalam pelaksanaan Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan.

3). Disposisi adalah sikap dari pelaksana kebijakan, disposisi dalam kebijakan Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung juga diperlukan untuk mengatur dan mencegah kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan Simpatda di Kota Bandung. Disposisi dalam penelitian ini meliputi :

a. Komitmen, adalah suatu keputusan yang harus dicapai. sikap ini harus dimiliki oleh pelaksana Simpatda karena dengan berkomitmen dia dapat melaksanakan kebijakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

b. Kejujuran, selain komitmen, kejujuran merupakan hal terpenting yang harus dimiliki oleh pelaksana Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung, karena kejujuran merupakan sifat terbuka apa adanya atau tidak ditutup-tutupi.

c. Tingkat pendidikan, adalah suatu jenjang usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, pendidikan yang tinggi mempengaruhi para pelaksana Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung,


(30)

karena semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka semakin tinggi pengetahuannya sehingga akan menciptakan badan pelaksana yang berkualitas dan kompetensi yang dimiliki. Dalam pelaksana Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung, harus juga memiliki kompetensi atau keahlian dalam mengelola Simpatda di Kota Bandung sehingga akuntabilitas publik dapat terlaksana.

d. Norma adalah aturan-aturan bagi para pelaksana kebijakan, dengan adannya norma dapat membatasi sikap para pelaksana kebijakan agar tidak bertindak sewenang-wenang. Norma atau aturan tersebut jelas akan mempengaruhi sikap para pelaksana kebijakan dalam menjalankan tugasnya, norma diperlukan agar dalam bertugas mereka tetap memperhatikan dan memperdulikan norma yang ada. sedangkan Sifat Demokratis Demokratis mempunyai arti memberikan kebebasan kepada orang lain untuk berpendapat dan menerima saran dan kritik. Sifat tersebut harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan agar kebijakan yang dibuat sejalan dengan kepentingan dan tujuan semula dari implementasi kebijakan Simpatda. Sifat demokratis tersebut juga harus dimiliki Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung sebagai pelaksana kebijakan simpatda, karena sikap tersebut dapat dijadikan sebagai kajian pelaksanaan Simpatda di Dispenda Kota Bandung dalam


(31)

meningkatkan akselerasi pengelolaan Pendapatan Daerah yang efektif dan efisian guna meningkatkan PAD Kota Bandung. 4). Struktur Birokrasi, merupakan pelaksana di Dinas Pendapatan

Daerah Kota Bandung dalam memberikan informasi pendapatan daerah di Kota Bandung. Struktur birokrasi dalam penelitian ini meliputi :

a. Standar prosedur, kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dalam pelaksanaan Simpatda sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

b. Fragmentasi, penyebaran tanggung jawab oleh pelaksana Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung terhadap aktivitas pegawai di tiap unit-unit kerja.

Berdasarkan definisi operasional di atas, maka penulis merumuskan proposisi. Santoso berpendapat bahwa proposisi adalah pernyataan tentang hubungan antara dua atau lebih konsep. (Santoso, 2005:26). Jadi proposisinya adalah keberhasilan Pelaksanaan tentang Sistem Informasi Pendapatan Daerah (Simpatda) dapat dilihat dari: Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi.


(32)

Adapun model kerangka pemikiran adalah sebagai berikut :

Bagan 1.2

Model Kerangka Pemikiran

1.6 Metode Penelitian

Sesuai dengan masalah yang ditulis pada Skripsi ini, khususnya yang berhubungan dengan yang terjadi sekarang, maka dasar-dasar yang digunakan adalah dengan mencari kebenaran dalam penulisan berdasarkan suatu metode. Metode tersebut dapat lebih mengarahkan penyusun dalam melakukan penulisan dan pengamatan.

Dengan demikian dalam penulisan Skripsi ini, peneliti menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai :

Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (Simpatda)

Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota

Bandung

Sumber daya Disposisi

Tercapainya Transparansi Anggaran dan Peningkatan PAD


(33)

“Penyelidikan deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang di alami, suatu hubungan kegiatan, pandangan, sikap yang nampak, tentang satu proses yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul, kecenderungan yang nampak, pertentangan yang meruncing dan sebagainya”(Unaradjan, 2000:139)

Berdasarkan pengertian di atas, maka metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan peristiwa yang sedang berlangsung atau yang sedang terjadi pada saat penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data atau keterangan-keterangan yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti, kemudian peneliti mengembangankan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.

Melihat penjelasan di atas, maka pendekatan yang digunakan adalah kualitatif, karena pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara. Menurut Sugiyono, metode penelitian kualitatif adalah :

“Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi”.(Sugiyono, 2005:1).

Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, akan tetapi lebih menekankan pada makna.


(34)

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian, yaitu:

1. Studi Pustaka (Library Research)

Penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah dan membandingkan sumber kepustakaan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis. Peneliti berusaha untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, komprehensif, mengenai peraturan perundangundangan dan peraturan pelaksanaannya, serta referensi-referensi lain yang berkaitan dengan masalah penelitian yang diangkat dalam penulisan penelitian ini. Disamping itu dengan menggunakan studi pustaka peneliti memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian yang diharapkan, sehingga pekerjaan peneliti tidak merupakan duplikasi.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Peninjauan yang dilakukan langsung pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung yang menjadi objek penelitian dengan tujuan mencari bahan-bahan sebenarnya, bahan-bahan yang lebih banyak, lebih tepat, lebih up to date. Peneliti juga melakukan suatu penelitian dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi (Observation)

Pengumpulan data dengan mengamati secara langsung keadaan instansi atau lembaga dengan segala aspek kegiatan yang berhubungan dengan penelitian. Observasi dilakukan peneliti terhadap pengelolaan pajak daerah Kota Bandung tahun 2010.


(35)

b. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam. Wawancara adalah teknik penelitian yang paling sosiologis dari semua teknik-teknik penelitian sosial, Ini karena bentuknya yang berasal dari interaksi verbal antara peneliti dan responden. Peneliti melakukan wawancara dengan narasumbernya, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pajak daerah

Berdasarkan uraian-uraian di atas, bahwa secara umum pengumpulan data berarti penerimaan data yang dilakukan dengan cara studi pustaka (Libray Research), studi lapangan (Field Research), yang meliputi observasi (Obsrvation) dan wawancara (Interview). Pengumpulan data didasarkan pada suatu metode atau prosedur artinya, supaya data yang diinginkan dapat terkumpul secara lengkap dan baik dari studi kepustakaan maupun lapangan.

1.6.2 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sampling Purposive (pengambilan informan berdasarkan tujuan) teknik ini adalah siapa yang akan diambil sebagai anggota informan diserahkan pada pertimbangan pengumpul data yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Dimana tujuan peneliti adalah untuk mengetahui pelaksanaan Simpatda pada Dispenda Kota Bandung dalam meningkatkan PAD Kota Bandung, maka peneliti mengambil sampel dari delapan apartur yang langsung terkait dalam proses pelaksanaan


(36)

Simpatda tersebut. berikut data informan yang peneliti jadikan nara sumber sebagai sampel, diantaranya adalah Pak Mamat Badrujaman selaku staf yang berwenang dalam pengelolaan Simpatda.

Menurut James A. Black teknik Sampling Purposive adalah :

“Teknik Sampling Purposive adalah salah satu cara yang diambil peneliti untuk memastikan, bahwa unsur tertentu dimasukan ke dalam sampel. Tingginya tingkat selektivitas yang ada pada teknik ini akan menjamin semua tingkatan yang relevan direpresentasikan dalam rancangan penelitian tertentu”. (Black, 1999:264).

Teknik sampling Purposive sering disebut sampling judgmental karena dalam penelitian ini peneliti menguji pertimbangan-pertimbangan untuk memasukan unsur yang dianggap khusus dari suatu populasi tempat mencari informasi di Dispenda Kota Bandung, sedangkan informan dalam penelitian implementasi kebijakan sistem informasi pendapatan daerah dalam meningkatkan Pendapatan PAD Kota Bandung, terdiri dari informan yang berkaitan dengan pelaksana pengelola Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung. Dalam penentuan informan peneliti menentukan delapan orang apaartur Dinas Pendapatan Daerah sebagai sampel.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Analisa data merupakan suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka menentukan bagian-bagian atau hubungan antara bagian dalam keseluruhan. Peneliti dalam menganalisis data, yaitu dengan cara mengumpulkan data-data terlebih dahulu sebelum diinterprestasikan artinya data diproses terlebih dahulu.


(37)

Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiono dalam bukunya Memahami Penelitian Kualitatif menyebutkan ada tiga unsur dalam kegiatan proses analisa data, sebagai berikut:

1. Data Reducation (Redukasi data), yaitu bagian dari proses analisis dengan bentuk analisis untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sehingga dapat disimpulkan.

2. Data Display (Penyajian Data), yaitu susunan informasi yang memungkinkan dapat diartikan suatu kesimpulan, sehingga memudahkan untuk memahami apa yang terjadi.

3. Conclutasion Verivication (Penarikan Kesimpulan), yaitu suatu kesimpulan yang diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali, dengan meninjau kembali secara sepintas pada catatan lapangan untuk memperoleh pemahaman yang lebih cepat.

(Sugiono, 2005: 92-99).

Peneliti menggunakan analisis ini supaya dapat mengklasifikasikan secara efektif dan efesien mengenai data-data yang terkumpul, sehingga siap untuk diinterprestasikan. Di samping itu data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam dan kredibel serta bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.


(38)

1.7Lokasi dan Jawal Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung, yang beralamatkan di Jalan Wastu Kencana No. 2 Bandung. Sedangkan jadwal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian

Waktu

Kegiatan

Tahun

2009 2010

Nov Des Jan Feb Mart Apr Mei Jun Jul Agst Observasi Lokasi

Penelitian Pengajuan Judul

Penelitian Penyusunan Usulan

Penelitian Pengajuan Surat ke

Tempat Penelitian Seminar Usulan

Penelitian Pelaksanaan

Penelitian Penulisan Skripsi Sidang Skripsi


(39)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Implementasi Kebijakan

2.1.1

Pengertian Implementasi

Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dengan adanya jaringan

komputerisasi menjadi lebih cepat dan tentunya dapat menghemat pengeluaran biaya.

Pelayanan tersebut terjadi sudah tidak membutuhkan banyak tenaga manusia lagi

melainkan yang dibutuhkan adalah manusia yang mempunyai ahli untuk

mengoprasionalkan jaringan komputerisasi tersebut. Oleh karena itu, dalam

menunjang terciptanya tertib administrasi dan peningkatan pelayanan publik, perlu

didukung dengan adanya implementasi yang berorientasi pada pelayanan dan tujuan

yang akan di tercapai.

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang

dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah:

“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu

to implement

. Dalam

kamus besar webster,

to implement

(mengimplementasikan) berati

to provide

the means for carrying out

(menyediakan sarana untuk melaksanakan

sesuatu); dan

to give practical effect to

(untuk menimbulkan dampak/akibat

terhadap sesuatu)”(Webster dalam Wahab, 2004:64).

Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu

to implement

yang berarti

mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk

melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.


(40)

Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa

undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang

dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Pengertian implementasi selain menurut Webster di atas dijelaskan juga

menurut Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi adalah :

“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh

individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta

yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam

keputusan kebijakan”. (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2004:65)

Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan

tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang

diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu

keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan

pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya. Namun dalam praktinya

badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat

dari Undang-Undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk

memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak

dilakukan.

Mazmanian dan Sebastiar juga mendefinisikan implementasi sebagai berikut:

“Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam

bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan

peradilan”.(Mazmanian dan Sebastiar dalam Wahab,2004:68)


(41)

Implementasi menurut Mazmanian dan Sebastier merupakan pelaksanaan

kebijakan dasar berbentuk undang-undang juga berbentuk perintah atau

keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan-keputusan badan peradilan. Proses implementasi

ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan

undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan

seterusnya sampai perbaikan kebijakan yang bersangkutan.

2.1.2

Pengertian Kebijakan

Kebijakan Secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari Bahasa Inggris

policy

”. Akan tetapi, kebanyakan orang berpandangan bahwa istilah kebijakan

senantiasa disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Padahal apabila dicermati

berdasarkan tata bahasa, istilah kebijaksanaan berasal dari kata “

wisdom

”.

Peneliti berpandangan bahwa istilah kebijakan berbeda dengan istilah

kebijaksanaan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pengertian

kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih lanjut, sedangkan

kebijakan mencangkup peraturan-peraturan yang ada di dalamnya termasuk konteks

politik.

Pendapat Anderson yang dikutip oleh Wahab, merumuskan kebijaksanaan

sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang aktor atau

sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang

sedang dihadapi (Anderson dalam Wahab, 2004:3). Oleh karena itu, kebijaksanaan


(42)

menurut Anderson merupakan langkah tindakan yang sengaja dilakukan oleh aktor

yang berkenaan dengan adanya masalah yang sedang di hadapi.

Kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh Wahab bahwa:

“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan

oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu

sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari

peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang

diinginkan” (Friedrich dalam Wahab, 2004:3).

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan dan

umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun

pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari

peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang diinginkan.

Hal tersebut berarti kebijakan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan

praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan berisi nilai-nilai

yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan

tersebut akan mendapat kendala ketika diimplementasikan. Sebaliknya, suatu

kebijakan harus mampu mengakomodasikan nilai-nilai dan praktik-praktik yang

hidup dan berkembang dalam masyarakat.

2.1.3

Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno,

menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah:


(43)

“Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat

administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik

yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih

dampak atau tujuan yang diinginkan” (Lester dan Stewart dalam Winarno,

2002:101-102).

Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan

kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji

terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau

tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan

dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Implementasi kebijakan menurut Nugroho terdapat dua pilihan untuk

mengimplementasikannya, yaitu langsung mengimplementasikannya dalam bentuk

program-program dan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari

kebijakan tersebut (Nugroho, 2003:158). Oleh karena itu, implementasi kebijakan

yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua pilihan, dimana yang pertama

langsung mengimplementasi dalam bentuk program dan pilihan kedua melalui

formulasi kebijakan.

Pengertian implementasi kebijakan di atas, maka Edward III mengemukakan

beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1.

Comunication

(Komunikasi)

2.

Resources

(Sumber Daya)

3.

Disposition

(Disposisi)

4.

Bureaucratic Structur

(Struktur Birokrasi)


(44)

Pertama,

Komunikasi implementasi mensyaratkan agar implementor

mengetahui apa yang harus dilakukan, komunikasi diartikan sebagai proses

penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Selain itu juga dalam

komunikasi implementasi kebijakan terdapat tujuan dan sasaran kebijakan yang harus

disampaikan kepada kelompok sasaran, hal tersebut dilakukan agar mengurangi

kesalahan dalam pelaksanaan kebijakan. Komunikasi kebijakan memiliki beberapa

macam dimensi, antara lain dimensi transformasi (

transmission

), kejelasan (

clarity

)

dan konsistensi (

consistency

).

Dimensi transformasi menghendaki agar kebijakan publik dapat

ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran dan pihak lain yang

terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang

ditransmisikan kepada para pelaksana,

target group

dan pihak lain yang

berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima

dengan jelas sehingga dapat diketahui yang menjadi maksud, tujuan dan sasaran.

Kedua,

sumber daya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

terhadap terlaksanakanya keberhasilan terhadap suatu implementasi, walaupun isi

kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, akan tetapi apabila

implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan maka tidak

akan berjalan dengan efektif. Sumber daya yang dapat mendukung pelaksanaan

kebijakan dapat berwujud, seperti sumber daya manusia, dan sumber daya anggaran,

sumber daya peralatan, sumber daya informasi dan kewenangan.


(45)

Sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi

keberhasilan dan kegagalan implementasi. Implementasi sangat tergantung kepada

sumber daya manusia (aparatur), dengan demikian sumber daya manusia dalam

implementasi kebijakan di samping harus cukup juga harus memiliki keahlian dan

kemampuan untuk melaksanakan tugas, anjuran, perintah dari atasan (pimpinan).

Oleh karena itu, sumber daya manusia harus ada ketepatan dan kelayakan antara

jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas

pekerjaan yang di tanganinya.

Sumber daya anggaran merupakan sumber daya yang mempengaruhi

implementasi setelah adanya sumber daya menusia, terbatasnya anggaran yang

tersedia menyebabkan kualitas pelayanan terhadap publik yang harus diberikan

kepada masyarakat juga terbatas. Terbatasnya anggaran menyebabkan disposisi para

pelaku rendah bahkan akan terjadi

goal displacement

yang dilakukan oleh pelaku

terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Sumber daya peralatan juga merupakan sumber daya yang mempengaruhi

terhadap keberhasilan dan kegagalan suatu implementasi, menurut Edward III yaitu :

“Sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk

operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah

dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan

dalam implementasi kebijakan”. (Edward III, 1980:102)

Terbatasnya fasilitas peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan

menyebabkan gagalnya pelaksanaan kebijakan, karena dengan terbatasnya fasilitas

sulit untuk mendapatkan informasi yang akurat, tepat, andal, dan dapat dipercaya


(46)

akan sangat merugikan pelaksanaan akuntabilitas. Sumber daya informasi dan

kewenangan juga menjadi faktor penting dalam implementasi, informasi yang relevan

dan cukup tentang berkaitan dengan bagaimana cara mengimplementasikan suatu

kebijakan.

Informasi tentang kerelaan atau kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat

dalam implementasi kebijakan, dimaksudkan agar para pelaksana tidak akan

melakukan suatu kesalahan dalam menginterpretasikan tentang bagaimana cara

mengimplementasikan. Kewenangan juga merupakan sumber daya lain yang

mempengaruhi efektifitas pelaksanaan kebijakan. Menurut Edward III menegaskan

bahwa kewenangan (

authority

) yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang

dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan

suatu kebijakan. (Edward III, 1980:103)

Ketiga

, disposisi adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana

kebijakan, disposisi itu seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratik. Apabila

pelaksana kebijakan mempunyai karakteristik atau watak yang baik, maka dia akan

melaksanakan kebijakan dengan baik sesuai dengan sasaran tujuan dan keinginan

pembuat kebijakan.

Menurut Van Meter dan Van Horn terdapat tiga macam elemen yang dapat

mempengaruhi disposisi, antara lain:

“Tiga elemen yang dapat mempengaruhi disposisi, yaitu: pengetahuan

(

cognition

), pemahaman dan pendalaman (

comprehension and understanding

)


(47)

menolak (

acceptance, neutrality, and rejection

), intensitas terhadap

kebijakan”.(Van Meter dan Van Horn dalam Widodo,2007: 105)

Elemen yang dapat mempengaruhi disposisi adalah pengetahuan, dimana

pengetahuan merupakan elemen yang cukup penting karena dengan pengetahuan

tinggi yang dimiliki oleh aparatur dapat memabantu pelaksanaan implementasi

tersebut. Pemahaman dan pendalaman juga dapat membantu terciptanya dan

terlaksananya implementasi sesuai dengan tujuan yang akan di capai. Respon

masyarakat juga dapat menentukan keberhasilan suatu implementasi, karena dapat

menentukan sikap apakah masyarakat menerima, netral atau menolak.

Keempat

,

struktur birokrasi merupakan suatu badan yang paling sering terlibat

dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan. Struktur Organisasi merupakan

yang bertugas melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh besar terhadap

pelaksanaan kebijakan. Didalam struktur birokrasi terdapat dua hal penting yang

mempengaruhinya salah satunya yaitu aspek struktur birokrasi yang penting dari

setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (

standard operating

procedures

atau SOP). SOP ini merupakan pedoman bagi pelaksana kebijakan dalam

bertindak atau menjalankan tugasnya. Selain SOP yang mempengaruhi struktur

birokrasi adalah fragmentasi yang berasal dari luar organisasi.

Pengertian implementasi kebijakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan suatu implmentasi menurut Edward III di atas, maka Van Meter dan

Van Horn juga mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan

suatu implementasi, yaitu:


(48)

1.

“Ukuran dan tujuan kebijakan

2.

Sumber-sumber kebijakan

3.

Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana

4.

Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

5.

Sikap para pelaksana, dan

6.

Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik”

(Meter dan Horn dalam Wahab, 2004:79).

Keberhasilan suatu implementasi menurut kutipan Wahab dapat dipengaruhi

berdasarkan faktor-faktor di atas, yaitu :

Kesatu

yaitu ukuran dan tujuan diperlukan

untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar

sesuai dengan program yang sudah direncanakan. Dalam ukuran Sistem Informasi

Pertanahan yang menjadi sasaran adanya kepuasan pelayanan yang dirasakan oleh

masyarakat dan adanya kemudahan dalam pembuatan berbagai urusan tentang

pertanahan salah satunya tentang pendaftaran tanah. Tujuan dari implementasi Sistem

Informasi Pertanahan, yaitu untuk memberikan layanan secara cepat dan aman dalam

proses pembuatan, pengukuran, pengurusan, pendaftaran dan lainnya yang

bersangkutan dengan masalah pertanahan.

Kedua,

sumber daya kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn yang

dikutip oleh Agustino, sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan proses

implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia,

biaya, dan waktu (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:142). Sumber-sumber

kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat

oleh pemerintah.


(49)

Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber penggerak dan

pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran pembiayaan kebijakan agar

tidak menghambat proses kebijakan. Sedangkan waktu merupakan bagian yang

penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena waktu sebagai pendukung keberhasilan

kebijakan. Sumber daya waktu merupakan penentu pemerintah dalam merencanakan

dan melaksanakan kebijakan.

Ketiga,

keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri

badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja

implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang

tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya. Menurut Subarsono

kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor,

kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya,

pengalaman kerja, dan integritas moralnya (Subarsono, 2006:7).

Pendapat lain, menurut Edwards III yang dikutip oleh Subarsono watak,

karakteristik atau ciri-ciri yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen,

kejujuran, dan sifat demokratis (Edwards III dalam Subarsono, 2006:91-92). Hal ini

sangat penting karena kinerja implementasi sangat dipengaruhi oleh sifat ataupun

ciri-ciri dari pelaksana tersebut. Apabila implementor memiliki sifat atau karakteristik

yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang

diinginkan oleh pembuat kebijakan.


(50)

Keempat,

komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya

koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Hogwood dan Gunn yang dikutip oleh

Wahab bahwa:

“Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan

informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok,

melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yaitu praktik

pelaksanaan kebijakan”. (Hogwood dan Gunn dalam Wahab, 2004:77)

Menurut Edward III yang dikutip oleh Widodo, komunikasi kebijakan

memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau

penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi (Edward III

dalam Widodo, 2007:97). Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak

yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan

akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

Kelima,

menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Widodo, bahwa

karakteristik para pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan

pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi (Meter dan Horn dalam Subarsono,

2006:101). Sikap para pelaksana dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab

sebagai pelaksana kebijakan harus dilandasi dengan sikap disiplin. Hal tersebut

dilakukan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, setiap

badan/instansi pelaksana kebijakan harus merasa memiliki terhadap tugasnya

masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Keenam,

dalam menilai kinerja keberhasilan implementasi kebijakan menurut


(1)

181 5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan peneliti pada bab sebelumnya mengenai Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (Simpatda) dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung, maka peneliti mengemukan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses komunikasi yang berlangsung dalam Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (Simpatda) dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung, antara lain melalui transformasi atau penyampaian informasi. Proses penyampaian informasi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dalam meningkatkan PAD melalui Simpatda dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik, dimana dalam iplementasi kebijakan Simpatda sangat membantu aparatur Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dalam mengolah informasi dasar PAD menjadi bentuk-bentuk peralatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendaalian pemungutan PAD sehingga terealisasinya peningkatan PAD Kota Bandung. Terutama dalam hal komunikasi Simpatda merupakan alat yang dapat mempermudah komunikasi antara sub-sub bagian dalam mengelola pendapatan daerah, dimana bila dibandingkan dengan proses komunikasi sebelum pelaksanaan kebijakan Simpatda, yang lebih dikenal dengan nama Manual Pendapatan Daerah (Mapatda). Kejelasan informasi


(2)

dalam implementasi kebijakan Simpatda, cukup jelas, dapat dimengerti, dipahami dan dapat dipertanggung jawabkan. Konsistensi, Kebijakan yang dibuat oleh Dispenda Kota Bandung sudah konsisten dan tetap sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

2. Sumber daya yang dapat menentukan Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (Simpatda) dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung, antara lain pertama sumber daya manusia, sumber daya manusia aparatur Dispenda Kota Bandung dalam implementasi kebijakan Simpatda dapat dikatakan sudah cukup baik, dimana sebagian besar aparatur Dispenda Kota Bandung telah dapat menguasai aplikasi dan komputer yang menunjang keberhasilan dari implementasi Simpatda. Kedua sumber daya anggaran, sumberdaya anggaran yang tersedia dalam implementasi kebijakan Simpatda pada Dispenda Kota Bandung sudah mencukupi, dimana sumber daya anggaran dalam implementasi kebijakan Simpatda pada Dispenda Kota Bandung telah mendukung keberhasilan dari implementasi kebijakan Simpatda, terutama dalam melengkapi sarana dan prasarana Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung yang mendukung keberhasilan dari implementasi kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah. Ketiga sumber daya peralatan, Sumber daya peralatan dalam implementasi kebijakan Simpatda sudah memadai, dimana telah tersedianya sarana dan peralatan Simpatda yang mendukung keberhasilan dari implementasi kebijakan Simpatda pada kantor Dispenda Kota Bandung.. Sumber daya informasi dan kewenangan dalam implementasi kebijakan


(3)

Simpatda pada Dispenda Kota Bandung sudah jelas, dimana informasi dan kewenangan yang disampaikan sudah cukup jelas dan akurat serta telah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

3. Disposisi atau sikap pelaksana implementasi kebijakan Simpatda pada Dispenda Kota Bandung telah melaksanakan kebijakan dengan baik, dimana dapat dilihat dari: pemahaman dan pendalaman aparatur Dispenda Kota Bandung yang tinggi dalam melaksanakan kebijakan Simpatda dalam mengelola pendapatan daerah, serta watak atau karakteristik dari para aparatur yang jujur dan demokratik dalam melaksanakan kebijakan Simpatda dengan tujuan meningkatkan PAD Kota Bandung.

4. Struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan Simpatda pada Dispenda Kota Bandung sudah berjalan dan terstruktur dengan baik, dimana fragmentasi atau penyebaran tanggung jawab serta pelaksanaan tugas dalam implementasi kebijakan Simpatda terjadi dan telah sesuai dengan bagiannya masing-masing sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam meningkatkan PAD Kota Bandung. Proses Standard Operating Prosedure (SOP) merupakan pedoman yang digunakan aparatur Dispenda Kota Bandung dalam bertindak atau menjalankan tugasnya untuk meningkatkan pengelolaan pendapatan daerah dalam menunjang terlaksananya implementasi kebijakan Simpatda.


(4)

5.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang sudah peneliti kemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran yang dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung dalam pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah. Saran-saran tersebut antara lain :

1. Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung harus lebih meningkatkan lagi kinerjanya di dalam proses komunikasi antara aparatur dengan aparatur maupun aparatur dengan masyarakat, dimana dalam komunikasi implementasi kebijakan terdapat tujuan dan sasaran kebijakan yang harus disampaikan kepada kelompok sasaran, hal tersebut dilakukan agar mengurangi kesalahan dalam pelaksanaan kebijakan Simpatda pada Dispenda Kota Bandung. Seorang pakar dari World Bank berpendapat bahwa batas minim dari PAD adalah 20%, bila mana PAD kurang dari 20% maka daerah tersebut akan kehilangan kredibilitasnya sebagai kesatuan yang mandiri atau kehilangan status otonomnya, untuk itu sebagai rekomendasi pada Dispenda Kota Bandung selaku badan yang berwenang mengelola pendapatan daerah agar lebih meningkatakan lagi kinerjanya dalam proses komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan Simpatda, agar mengurangi kesalahan-kesalahan dalam penyampaian informasi pengelolaan pendapatan daerah yang mungkin terjadi.


(5)

2. Sumber daya yang melingkupi sumberdaya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya peralatan, serta sumber daya informasi dan kewenangan dalam implementasi kebijakan Simpatda pada Dispenda Kota Bandung harus dilaksanakan secara maksimal, karena sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya peralatan, serta sumber daya informasi dan kewenangan merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terlaksananya implementasi kebijakan Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung.

3. Disposisi atau sikap para pelaksana dari implementasi kebijakan Simpatda pada Dispenda Kota Bandung harus lebih diperbaiki, pemahaman dan pendalaman terhadap intensitas aparatur yang tinggi harus lebih ditingkatkan lagi agar terbentuk watak atau karakteristik dari para aparatur yang jujur dan demokratik yang menunjang terlaksananya keberhasilan dari implementasi kebijakan Simpatda pada Dispenda Kota Bandung dalam meningkatkan pengelolaan pendapatan daerah guna meningkatkan PAD Kota Bandung. 4. Struktur Birokrasi yang ada pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung

harus lebih ditingkatkan, agar dalam melaksanakan pekerjaan tidak terjadi struktur birokrasi yang menyimpang dari tugas dan tanggung jawab serta kewenangannya masing-masing. Fragmentasi atau penyebaran tanggung jawab dan pelaksanaan tugas dalam implementasi kebijakan Simpatda juga harus lebih ditingkatkan lagi terutama proses Standars Operating Prosedure (SOP), agar terwujudnya implementasi kebijakan Simpatda pada Dispenda Kota Bandung yang efektif dan efisien dalam pengelolaan pendapatan daerah.


(6)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana

Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

MIFTAH FAUZAN.A. FIMBAY

NIM 417.06.031

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

BANDUNG