BAB I backlog dan rusun by lia endah

Nama: Lia Endah Windi P. - (201422017)
Evaluasi Penyediaan Rusun Terhadap
Backlog Di Jakarta Timur

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah perkotaan di negara-negara berkembang telah tumbuh pesat, pertumbuhan
tersebut dipicu dari faktor ekonomi, dimana faktor ekonomi merupakan faktor dominan
pendorong urbanisasi. Urbanisasi secara harfiah merupakan pengotaan, yaitu proses
menjadi kota dilihat dari meningkatnya proporsi penduduk yang bertempat tinggal di
wilayah tersebut, menurut Doxiadis >9000 jiwa sudah dapat dikatakan kota kecil. Bila
proporsi penduduk tidak di kendalikan dengan baik, maka akan menimbulkan masalahmasalah baru terhadap kota tersebut. Salah satu masalah yang mendasar dari pertumbuhan
penduduk adalah dengan pemenuhan kebutuhan akan ruang seperti tempat tinggal atau
rumah. Kebutuhan rumah tiap tahunnya akan terus bertambah beiringan dengan
pertambahan jumlah penduduk. Bila penyediaan rumah tidak sesuai dengan jumlah
penduduknya maka akan menyebabkan masalah kota lainnya seperti munculnya
permukiman kumuh atau permukiman liar. Oleh karena itu kebutuhan akan rumah harus
diperhatikan oleh pemerintah agar tidak memunculkan backlog atau kekurangan rumah.
Biasanya masalah backlog ini paling dirasakan oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR). Penghasilan mereka yang dibawah UMR atau Upah Minimum Regional

menyebabkan mereka sulit untuk membeli rumah. Masalah backlog ini juga sudah terjadi
dari jaman dahulu, tidak hanya di negara berkembang saja yang mengalami masalah ini,
tetapi di negara-negara maju juga mengalami masalah ini. Untuk mengantisipasi masalah
kota yang dapat di timbukan dari backlog, pemerintah harus menyediakan perumahan
atau memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal masyarakat berpenghasilan rendah.
Di Amerika untuk menangani masalah backlog, pemerintah Amerika membuat
program Housingworks, program tersebut bertujuan untuk memberikan rumah dengan
biaya terjangkau untuk para tunawisma atau masyarakat yang tidak memiliki tempat
tinggal. Tipe rumah yang diberikan yaitu rumah vertikal dengan sistem sewa yang murah.
Hal tersebut untuk memudahkan mereka dalam membayar sewa rumah.
Di Indonesia pun juga memiliki masalah backlog yang cukup tinggi, murut data BPS
(Badan Pusat Statistik) pada tahun 2014 backlog di Indonesia terkait konsep kepemilikan
rumah mencapai 13,5 juta unit rumah dan menurut Menpera backlog terkait konsep
kepenghunian rumah adalah 7,6 juta unit rumah. Lalu menurut Real Estate Indonesia
(REI) bila tidak ada akselerasi pertumbuhan perumahan maka pada tahun 2025 angka
backlog bisa mencapai 30 juta unit rumah dan penduduk Indonesia terancam tidak

memiliki tempat tinggal. Kebutuhan akan perumahan setiap tahunnya mencapai 800.000
– 1.000.000 unit rumah tetapi pemerintah dan pengembang hanya mampu membangun
400.000 unit rumah pertahun. Bila kondisi pemenuhan kebutuhan rumah tidak berubah

maka backlog perumahan akan semakin tinggi, dilihat dari laju pertumbuhan penduduk
Indonesia cukup besar yaitu 1,49% pertahun (Pakpahan 2015). Oleh karena itu pada tahun
2015 Presiden RI bapak Joko Widodo mengeluarkan Program Satu Juta Rumah untuk
menangani masalah backlog ini.
Program ini merupakan program kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan pengembang dalam penyediaan rumah dengan target pembangunan rumah
yaitu 1 juta rumah tiap tahunnya, meliputi 700.000 unit rumah untuk MBR dan 300.000
unit rumah untuk non-MBR. Jumlah unit rumah MBR lebih besar dikarenakan program
ini di utamakan untuk mengurangi backlog dan backlog ini ada karena masyarakat tidak
memiliki daya beli akan rumah, dikarenakan penghasilan mereka yang rendah. Di Pasal 1
No 24 UU No 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman berisikan
“Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) perlu mendapatkan dukungan pemerintah
untuk memperoleh rumah yang layak”, jadi pemerintah harus membantu menyediakan
hunian yang layak bagi MBR. Program penyediaan hunian yang layak dapat berupa
landed houses maupun vertical houses. Namun, mengingat luas lahan yang semakin
terbatas dan keterbatasan kemampuan MBR untuk menjangkau landed houses, maka
vertical houses dinilai sebagai program yang tepat. Salah satu bentuk vertical houses
yang dinilai tepat untuk membantu MBR dalam menjangkau hunian yang layak adalah
rumah rusun sederhana sewa (Rusunawa) dan rumah susun milik (Rusunami).
Pembangunan vertical houses ini sangat cocok diterapkan di perkotaan, seperti di Jakarta

dengan minimnya lahan untuk landed houses dan jumlah MBR yang tinggi, sangat
memungkinakan untuk menerapkan vertical houses.
Pada tahun 2012 menurut penelitian terlebih dahulu yang dilakukan oleh Gusti Ayu
tentang backlog perumahan, di Jakarta Timur memiliki backlog perumahan yaitu 385.543
unit rumah dari jumlah KK di kurang jumlah bangunan rumah yaitu 724.580 kk –
339.037 unit rumah. Dan berdasarkan data Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan
Perumahan (PPDPP) Kementerian

PUPR, 2010 backlog atau kekurangan rumah di

Jakarta mencapai 1.352.264 juta unit (rumah tangga) dan menurun di 2015, yaitu
1.276.424 juta unit (rumah tangga) atau berkurang 75.840 rumah tangga. Salah satu solusi
untuk menangani masalah backlog perumahan yang dilakukan pemerintah dengan
mengadakan program rumah susun tetapi penurunan backlog di Jakarta masih terbilang

sedikit oleh karena itu pada tahun 2015 juga pemerintah mengadakan program satu juta
rumah untuk mengurangi backlog perumahan. Lalu menurut Satu Data Indonesia, 2012,
Jakarta memiliki 48 rusun yang tersebar di Jakarta Barat (7 rusun), Selatan (2 rusun),
Pusat (10 rusun), Utara (11 rusun) dan Timur (18 rusun), rusun terbanyak di Jakarta
Timur. Menurut data BPS 2017, kemiskinan dan pengangguran di Jakarta Timur lebih

tinggi dari kota administrasi Jakarta lainnya yaitu kemiskinan mencapai 89% dan
pengangguran 7,83% dari jumlah penduduk sedangkan Jakbar 6,4%, Jaksel 6,86%,
Jakpus 6,82%, Jakut 7,67% dan kepulauan seribu 7,33%, hal tersebut yang memperkuat
saya untuk melakukan penelitian di Jakarta Timur mengenai apakah penyediaan rumah
susun sudah efektif dalam mengurangi masalah backlog perumahan. Dengan demikian,
hal yang mendasari penelitian ini, yakni Evaluasi Penyediaan Rumah Susun Dalam
Mengurangi Masalah Backlog Di Jakarta Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Backlog atau kekurangan rumah merupakan salah satu masalah yang sering terjadi di
daerah yang memiliki kepadatan penduduk dan jumlah penduduk yang tinggi. Backlog
disebabkan dari kurangnya ketersediaan rumah dan juga kurangnya kemampuan
masyarakatnya untuk menyewa atau memiliki rumah. Oleh karena itu pemerintah sangat
berperan penting terhadap penanganan masalah backlog ini. Salah satu penangan dari
masalah backlog yaitu dengan penyediaan rumah susun. Seperti di Jakarta Timur,
pemerintah menyediakan sekitar 18 rusun untuk menangani masalah backlog. Dan
backlog di Jakarta Timur sebagian besar disebabkan karena ketidak mampuan
masyarakatnya untuk menyewa atau membeli rumah yang layak huni. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk mengevaluasi penyediaan rumah susun dalam mengurangi backlog
perumahan di Jakarta timur, apakah dengan di bangunnya rumah susun sudah dapat
menanggulangi masalah backlog di Jakarta Timur.

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka keluarlah pertanyaan penelitian sebagai
berikut.
1.Adakah keterkaitan antara penyediaan rumah susun dan pengurangan backlog
perumahan di Jakarta Timur?
2.Apakah penghuni rusun sudah sesuai kriteria pembeli atau penyewa unit rusun yang di
khususkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:

1.Mengevaluasi keterkaitan penyediaan rusun dengan pengurangan jumlah backlog di
Jakarta Timur.
2.Mengidentifikasi kesesuaian sasaran penghuni rusun, dimana rusun tersebut di buat
khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

1.4 Manfaat Penulisan
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis
sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan terkait evaluasi

backlog perumahan dan keefektifan penyediaan perumahan dalam menanggulangi
masalah backlog perumahan. Serta menambah refrensi dalam identifikasi kesesuaian
sasaran penghuni rumah susun.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi bagi pihak
yang menempuh pendidikan di Program Studi Perencanaan Wilayah Kota,
khususnya yang untuk mendalami masalah perumahan dengan pengevaluasian
penyediaan rumah susun dalam mengurangi backlog perumahan di Jakarta Timur,
dan juga dapat memberikan informasi untuk pengadaan penelitian yang sama.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah penelitian ini berada di Jakarta Timur. Jakarta Timur
merupakan bagian wilayah dari Provinsi DKI Jakarta yang memiliki luas wilayah
188,03 km2 dengan jumlah penduduk 2.868.910 jiwa. Jakarta Timur terletak
diantara 1060 49’35” Bujur Timur dan 060 10’37” Lintang Selatan, serta
berbatasan dengan:
Bagian Utara
: Kota Jakarta Pusat dan Kota Jakarta Utara
Bagian Timur
: Kota Bekasi

Bagian Selatan : Kabupaten Bogor
Bagian Barat
: Kota Jakarta Selatan
Jakarta Timur memiliki rencana pembangunan rumah susun di 18 lokasi
terkait rumah susun sederhana yaitu rumah susun milik dan sewa, dari 18 rencana
pembangunan rumah susun terdapat 12 rusun yang sudah di bangun dan di
tempati yaitu rusun Pulomas, Pulogadung, Klender, Cipinang Besar Utara,
Pondok Bambu, Kalimati Atau Bidara Cina, Pulo Gebang, Cipinang Muara, Pulo
Jahe, Pik Pulo Gadung, Jatinegara Barat dan Tipar Cakung, lalu 6 rusun yang

masih proses pembangunan ataupun yan belum di tempati meliputi Pinus Elok,
Cipinang Besar Selatan, Rawa Bebek, Cakung Barat, Komarudin dan Pulo
Gebang/Wika.
1.5.2 Ruang Lingkup Materi dan Substansi
Ruang lingkup materi dan substansi yang digunakan dalam penelitian ini,
meliputi kajian pustaka tentang backlog perumahan, masyarakat berpenghasilan
rendah dan jumlah unit rusun yang telah disediakan, ketiga hal tersebut sangat
berkaitan satu sama lainnya, yaitu:
1) Backlog Perumahan: Jumlah pertumbuhan penduduk, jumlah rumah
tangga, jumlah rumah milik dan sewa dan jumlah kebutuhan perumahan.

2) Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR): Jumlah penduduk miskin,
jumlah pengangguran dan jumlah gelandangan
3) Rumah Susun: Jumlah unit rumah susun dan jenis rumah susun meliputi
sewa atau milik.