Aspek Pajak Pengusahaan Pertambangan

Aspek Pajak Pengusahaan Pertambangan Batubara

Di Indonesia, ketentuan perpajakan yang berlaku bagi pengusaha yang
melakukan kegiatan pertambangan batubara dibedakan antara sebelum dan
setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal ini terkait dengan bentuk
pengusahaan dari kegiatan pertambangan batubara yang dilakukan oleh
pengusaha tersebut.
Sebelum berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2009, yang berlaku adalah UndangUndang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan.
Berdasarkan UU tersebut, bentuk pengusahaan pertambangan di Indonesia
terdiri dari Kuasa Pertambangan (KP) dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B).
Secara umum, tidak ada klausul khusus aspek perpajakan yang berlaku bagi
Pemegang Kuasa Pertambangan, sehingga yang harus dilaksanakan adalah
ketentuan perpajakan yang berlaku dari waktu ke waktu. Apalagi saat ini,
seluruh kuasa pertambangan yang diterbitkan telah disesuaikan dan diubah
menjadi Izin Usaha Pertambangan sebagai amanat dari ketentuan peralihan pada
UU Nomor 4 Tahun 2009.
Perbedaan perlakuan pajak ada pada Kontraktor PKP2B. Sebagai sebuah
perjanjian kerjasama yang lengkap, isi kontrak PKP2B antara lain meliputi
kewajiban perpajakan yang berlaku bagi Kontraktor selama masa perjanjian.

Klausul pajak dalam PKP2B akan berbeda-beda sesuai peraturan yang berlaku
saat perjanjian ditandatangani. Ditinjau dari saat ditandatanganinya PKP2B
dihubungkan dengan kewajiban PPN yang berlaku, PKP2B dikelompokkan
dalam istilah Generasi sebagai berikut .
Generasi I, yaitu perusahaan pertambangan batubara yang menandatangani
PKP2B pada masa berlakunya Undang-undang Pajak Penjualan (UU PPn)
Tahun 1951. Tidak ada kewajiban Pajak Pertambahan Nilai bagi perusahaan
pertambangan. Apabila diharuskan ada pembayaran Pajak Pertambahan Nilai,
Pajak Pertambahan Nilai tersebut dimintakan penggantian kepada Pemerintah
melalui mekanisme reimbursement. Akhirnya, pemerintah menghidupkan
kembali Pajak Penjualan bagi dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 194/PMK. 03/2012 tentang Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penjualan dan Perlakuan Pajak Pertambahan
Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah bagi Kontraktor Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Generasi I. Kewajiban Pajak

Penghasilan bagi Kontraktor Generasi I juga mengikuti ketentuan dalam
Kontrak, yang secara khusus mengatur tarif PPh Badan.
Generasi II, yaitu Perusahaan pertambangan batubara yang menandatangani
PKP2B pada masa berlakunya Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai

Nomor 8 Tahun 1983. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai untuk perusahaan
pertambangan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dari
waktu ke waktu (prevailing, tidak terkunci) sampai jangka waktu perjanjian
berakhir.
Generasi III, yaitu Perusahaan pertambangan batubara yang menandatangani
PKP2B pada masa berlakunya Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor
11 Tahun 1994. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai untuk perusahaan
pertambangan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang dinyatakan
dengan jelas dalam PKP2B (locking, terkunci) sampai jangka waktu perjanjian
berakhir.
Sejak berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2009, ketentuan perpajakan bagi
pengusaha pertambangan batubara pemegang IUP mengikuti ketentuan
perpajakan yang berlaku dari waktu ke waktu. Hal ini berlaku bagi pengusaha
pertambangan yang mendaftarkan diri sebagai pemegang IUP dan pemegang
IUP yang sebelumnya adalah pemegang Kuasa Pertambangan.
Ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan mengamanatkan adanya Peraturan
Pemerintah untuk mengatur ketentuan mengenai ketentuan perpajakan bagi
bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara. Meskipun demikian
sampai dengan saat ini, hanya terdapat peraturan pemerintah yang mengatur
kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi, yaitu Peraturan Pemerintah

Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan
Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Sementara kegiatan usaha pertambangan panas bumi dan batubara belum
memiliki aturan khusus yang berlaku dalam Peraturan Pemerintah sebagai
amanat UU Pajak Penghasilan.
UU Nomor 4 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pemegang IUP atau IUPK wajib
membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah . Lebih jauh dijelaskan
bahwa pendapatan negara terdiri dari penerimaan pajak dan penerimaan negara
bukan pajak . Penerimaan pajak terdiri dari pajak-pajak yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan dan bea masuk dan cukai .
Dari model IUP (baik eksplorasi maupun operasi produksi) yang diterbitkan
oleh Kementerian ESDM, tidak terdapat pasal khusus yang mengatur ketentuan

tersendiri bagi kewajiban perpajakan yang harus dilaksanakan oleh WP
Pemegang IUP. Meskipun demikian, UU Nomor 4 Tahun 2009 memberikan
ruang bagi pemerintah untuk memberikan insentif pajak jika diperlukan.
Ketentuan lain-lain menyatakan bahwa “Untuk meningkatkan investasi di
bidang pertambangan, Pemerintah dapat memberikan keringanan dan fasilitas
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali
ditentukan lain dalam IUP atau IUPK ”. Ruang insentif dan perlakuan khusus

bagi WP Pemegang IUP juga dapat diberikan jika pemerintah menetapkan
peraturan pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh UU Pajak Penghasilan.