KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN DI SEKTOR PERBANKAN

[U NIVERSITAS M ATARAM ]

JATISWARA]

KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN DI SEKTOR PERBANKAN

1 2 3 H. Hirsanuddin, 4 Muhaimin, Ari Rahmad Hakim BF., dan Yudhi Setiawan

Fakultas Hukum Universitas Mataram ABSTRAK

Kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi di sektor perbankan kewenangannya diberikan berdasarkan kewenangan atribusi yaitu kewenangan yang diberikan berdasarkan undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Namun kewenangan yang diberikan sifat persial, karena kewenangan Bank Indonesia dalam melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap bank, hasil pemeriksannya Bank Indonesia tidak diberikan kewenangan untuk menilai hasil pemeriksaannya sendiri, tapi harus dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pengaturan dan pengawasan berdasarkan kewenangan atribusi yaitu kewenangan yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan disektor perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Kata Kunci: kewenangan, Otiritas Jasa Keuangan

ABSTRACT

Indonesian Bank authority to regulate and supervise the banking sector authorities are granted by the authority of attribution that the authority granted by law, namely Law No. 21 Year 2011 on the Financial Services Authority. But the authority given the nature of Persia, because the authority of Bank Indonesia in conducting the examination and supervision of the bank, Bank Indonesia pemeriksannya results are not given the authority to assess the results of the examination itself, but should be reported to the Financial Services Authority. The authority of the Financial Services Authority in the conduct regulation and supervision by the authority of attribution that the authority granted under Act No. 21 of 2011 on the Financial Services Authority carry out the task of supervising and regulating the activities of financial services in banking sector, the activities of financial services in the capital markets sector and service activities finance in the insurance sector, pension funds, financial institutions, and other financial institutions.

Keywords : authority, the Financial Services Authority.

Pokok Muatan

KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN

1 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram.

3 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram. Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram. 4 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Mataram.

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA

[U NIVERSITAS M ATARAM ]

JATISWARA]

pertengahan tahun 1980an kemudian umum UU OJK adalah telah terjadinya diikuti oleh Negara Inggris dan Jepang

proses globalisasi dalam sistem keuangan menerapkan

dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi terintegrasi pada tahun 1998 dengan

sistem

pengawasaan

informasi serta inovasi finansial mencipta- mendirikan United Kingdom Financial

kan sistem keuangan menjadi kompleks, Services Authority dan Japan Financial

dinamis, dan saling terkait antar-subsektor Services Agency 1 .

keuangan, baik dalam hal produk maupun kelembagaan.

Di setiap negara latar belakang pendirian

Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan terpadu berbeda namun terdapat

keuangan yang memiliki hubungan ke- beberapa faktor yang memicu dilaku-

pemilikan di berbagai subsektor keuangan kannya perubahan terhadap struktur

(konglemerasi) telah menambah kom- kelembagaan pengawas jasa keuangan.

pleksitas transaksi dan interaksi antar Faktor-faktor tersebut adalah:

lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Selain itu, banyaknya per-

1. Munculnya konglemerasi keuangan masalahan lintas sektoral di sektor jasa dan mulai diterapkannya universal keuangan, yang meliputi tindakan moral banking di banyak negara. Kondisi ini hazard, belum optimalnya perlindungan menyebabkan regulasi yang didasarkan konsumen jasa keuangan, dan tergang- antara sektor menjadi tidak efektif

gunya stabilitas sitem keuangan 3 . kerena terjadi gap dalam regulasi dan supervisi.

Dalam rangka mewujudkan per- ekonomian nasional yang mampu tumbuh

2. Stabilitas sistem keuangan telah dengan stabil dan berkelanjutan, men-

menjadi isu utama bagi lembaga ciptakan kesempatan kerja yang luas dan

pengawas (dan lembaga pengawas) seimbang di semua sektor per-ekonomian,

yang awalnya belum memperhatikan serta memberikan kesejah-teraan secara masalah stabilitas sistem keuangan, adil kepada seluruh rakyat Indonesia maka mulai mencari struktur kelembagaan program pembangunan ekonomi nasional yang tepat untuk meningkatkan harus dilaksanakan secara komprehensif stabilitas sistem keuangan. dan mampu menggerakkan kegiatan per-

3. Kepercayaan dan keyakinan pasar ekonomian nasional yang memiliki terhadap lembaga pengawas menjadi

jangkauan yang luas dan menyentuh ke komponen utama good governance.

seluruh sektor riil dari perekonomian Untuk meningkatkan good governance

masyarakat Indonesia. Program pem- pada lembaga pengawas jasa keuangan,

bangunan ekonomi nasional juga harus banyak negara melakukan revisi

dilaksanakan secara transparan dan struktur lembaga pengawas jasa

akuntabel yang berpedoman pada prinsip keuangannya 2 .

demokrasi ekonomi sebagaimana di- Adapun alasan pendirian OJK

amanatkan Pancasila dan Undang-Undang sebagaimana tercantum dalam penjelasan

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Banyaknya permasalahan lintas

1 Kiryanto, Ryan, OJK dan Kepentingannya,

Kompas, 14 Juni 2003

sektoral jasa keuangan, yang meliputi

2 Saktiana, Sila, 2014, Analisis Yuridis Mengenai

tindakan moral hazard, belum optimalnya

Dampak Pembentukan Otoritas

Jasa Keuangan

Terhadap Pengawasan Perbankan Syariah, Skripsi Sarjana , Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok.,

3 Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa hlm. 23

Keuangan, Februari 2012

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA

[F AKULTAS H UKUM ]

JATISWARA

perlindungan konsumen jasa keuangan, berkewajiban menyampaikan laporan dan terganggunya stabilitas system

kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan keuangan semakin mendorong diperlukan-

Dewan Perwakilan Rakyat. nya pembentukan lembaga pengawasan di

Lembaga pengawasan sektor jasa sektor jasa keuangan yang terintegrasi.

keuangan dalam Undang-Undang ini Sehubungan dengan hal tersebut di

disebut Otoritas Jasa Keuangan. Undang- atas, perlu dilakukan penataan kembali

Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan struktur pengorganisasian dari lembaga-

pada dasarnya memuat ketentuan tentang lembaga

organisasi dan tata kelola (governance) pengaturan dan pengawasan di sector jasa

dari lembaga yang memiliki otoritas keuangan

pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan, pasar modal, perasuransian,

sektro jasa keuangan.

danan pension, lembaga pembiayaan, dan Keberadaan lembaga otoritas jasa

lembaga jasa keuangan lainnya. keuangan diamanatkan oleh Undang-

Penataan dimaksud dilakukan agar undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank dapat dicapai mekanisme koordinasi yang

Indoneisa. Pasal 34 ayat (1) Undang- lebih efektif di dalam menangani

Undang Nomor 3 tahun 2004 menentukan: permasalahan yang timbul dalam system

“Tugas mengawasi Bank akan keuangan sehingga dapat lebih menjamin

dilakukan oleh lembaga pengawasan tercapainya stabilitas sistem keuangan.

keuangan yang Pengaturan dan pengawasan terhadap independen, dan dibentuk dengan keseluruhan kegiatan jasa keuangan

sektor

jasa

undang- undang”

tersebut harus

dilakukan

secara

terintegrasi. Terintegrasinya peraturan di bidang jasa keuangan juga penting dalam rangka

Selain pertimbangan-pertimbangan mewujudkan tujuan dan fungsi dibentuk- diatas, Undang-Undang Nomor 23 Tahun nya OJK sebagaimana diamanatkan 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana dalaam Pasal 4, 5 dan 6 Undang-Undang

telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK sebagai

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009

berikut:

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2

Pasal 4

Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas OJK dibentuk dengn tujuan agar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999

keseluruhan kegiatan di dalam sektor tentang Bank Indonesia menjadi Undang-

jasa keuangan:

Undang, juga mengamanatkan pembentu- kan lembaga pengawasan sektor jasa

a. Terselenggara secara teratur, adil, keuangan yang mencakup perbankan,

transparan, dan akuntabel asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal

b. Mampu mewujudkan sistem ventura dan perusahaan pembiayaan, serta

keuangan yang tumbuh secara badan-badan lain yang menyelenggarakan

berkelanjutan dan stabil; dan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga

pengawasan sektor jasa keuangan tersebut

c. Mampu melindungi kepentingan di atas pada hakikatnya merupakan

Konsumen dan masyarakat. lembaga bersifat independen dalam

Pasal 5

menjalankan tugasnya dan kedudukannya OJK berfungsi menyelenggarakan berada di luar pemerintah. Lembaga ini sistem pengaturan dan pengawasan

4 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

[U NIVERSITAS M ATARAM ]

JATISWARA]

yang terintegrasi terhadap keseluru- pada perlindungan konsumen melalui han kegiatan di dalam sektor jasa

keterbukaan

informasi, kejujuran,

keuangan. 4 integritas dan praktik bisnis yang adil . Pasal 6

Lembaga keuangan di Indonesia secara umum dibagi menjadi dua, yaitu

OJK melaksanakan tugas pengaturan lembaga keuangan bank meliputi bank dan pengawasan terhadap: umum, bank syariah, dan BPR (umum dan

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor syariah). Lembaga keuangan nonbank Perbankan

meliputi perasuransian, pasar modal,

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor perusahaan pegadaian, dana pensiun, Pasar Modal; dan

koperasi, dan lembaga penjaminan dan pembiayaan. Perusahaan yang dapat

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor dikatagorikan sebagai lembaga pem- Perasuransian, Dana Pensiun,

biayaan antara lain perusahaan sewa guna Lembaga

usaha (leasing), perusahaan pembiayaan Lembaga

Pembiayaan,

dan

konsumen, dan perusahaan modal ventura. Lainnya.

Jasa

Keuangan

Regulasi dan supervisi terhadap Terintegrasinya

lembaga keuangan bank dan nonbank penting dalam kaitannya terpisahnya antara

peraturan

juga

selama ini ditangani oleh institusi yang pengawasan microprudential dengan

berbeda. Lembaga keuangan bank diatur pengawasan macroprudential sebagaimana

dan diawasi oleh Bank Indonesia (BI), yang diatur Pasal 7 UU OJK. Kerangka

sedangkan lembaga keuangan nonbank keterkaitan antara

seluruhnya diawasi oleh Bepepam-LK- pengawasan ini diperlukan sehingga tidak

2 (dua) jenis

sebuah lembaga yang bernaung di bawah menimbulkan wilayah tidak bertuan.

Kementerian Keuangan. Risiko yang ditimbulkan akibat adanya

wilayah tak bertuan lebih tinggi Regulasi dan supervisi sektor dibandingkan biaya yang ditimbulkan

perbankan dilaksanakan oleh Bank akibat adanya tumpang tindih peraturan.

Indonesia berdasarkan amanat UU Nomor

6 Tahun 2009. Sektor perbankan diatur dan Undang-Undang OJK tidak mem-

diawasi oleh BI karena sektor tersebut berikan definisi tentang pengawasn

memiliki pertautan erat dengan kebijakan microprudential maupun definisi tentang

moneter. Mengawasi dan mengatur sektor pengawasan macroprudential. UU OJK

perbankan merupakan salah satu tugas hanya menetapkan bahwa pengawasan

untuk mencapai kestabilan nilai tukar microprudential

kesehatan individu

bank

dengan

melakukan analisis kesehatan neraca bank Namun, sejak berlakunya Undang- khususnya terkait dengan kecukupan

Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang modal dalam menghadapi siklus usaha.

Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), pada

22 November 2011, kebijakan politik Tujuan pengawasan microprudential

hukum nasional mulai mengintroduksi adalah

paradigma baru dalam menerapkan model menurunkan ancaman efek menular

pengaturan dan pengawasan terhadap kebangkrutan bank terhadap pereko-

industri keuangan Indonesia. Berdasarkan nomian. Sedangkan pengawasan perilaku

bisnis terkait dengan perilaku bank

4 Mustaqim, Andika Hendra, Otoritas Jasa

terhadap nasabahnya lebih difokuskan

Keuangan Sebagai Solusi Sistem Ekonomi Nasional , Jurnal Perspektif, Vol. VIII No. 1 Maret 2010, hlm. 65

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA

[F AKULTAS H UKUM ]

JATISWARA

UU OJK tersebut, pengaturan dan untuk memenuhi tanggungjawab tersebut pengawasan lembaga keuangan menjadi

apabila tidak memiliki kewenangan kewenangan OJK. Sesuai dengan Pasal 5

mengawasi bank seperti tercermin dalam UU OJK, OJK memiliki fungsi untuk

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun menyelenggarakan sistem pengaturan dan

Penetapan Peraturan pengawasan

2004 tentang

Pemerintah Pengganti Undang-Undang keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

terintegrasi

terhadap

Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan keuangan.

Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Melalui Pasal 5 UU OJK tersebut,

Indonesia.

Indonesia akan menerapkan model pengaturan dan pengawasan secara

Kemudian dalam Pasal 8 juga terintegrasi (integration approach), yang

disebutkan bahwa BI menetapkan 3 (tiga) berarti

tugas BI, yaitu : Pertama, menetapkan dan pengawasan secara institusional. Dengan

akan meninggalkan

model

melaksanakan kebijakan moneter; Kedua, diberlakukannya UU OJK, seluruh fungsi

mengatur dan mengawasi bank. Oleh pengaturan dan pengawasan terhadap

karena itu pelaksanaan amanat Pasal 34 sektor keuangan yang kini masih tersebar

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 di BI dan Bapepam-LK akan menyatu ke

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah dalam OJK 5 . Pengganti Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Kendati demikian, kebijakan baru ini

Republik Indonesia telah menyisakan keraguan dan ke-

Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank khawatiran di benak beberapa kalangan

Indonesia dengan membentuk OJK dalam kaitannya dengan efektivitas OJK.

menyulitkan BI dalam Sebagaimana diketahui, salah satu alasan

berpotensi

mencapai tujuan yang diamanatkan oleh utama penggabungan otoritas regulasi dan undang-undang tersebut karena undang- supervisi yang diintrodusir OJK tersebut

undang tersebut telah mengamputasi salah adalah dalam rangka mewujudkan

satu instrumen penting yang dimiliki oleh efesiensi dan memicu perkembangan

BI dalam mencapat tujuannya; Ketiga, lembaga keuangan.

mengawasi sistem Namun, menurut beberapa kalangan,

belum terdapat suatu bukti empiris Terbentuknya OJK yang kewe-

mengenai keunggulan dari penggabungan nangannya tidak hanya mengawasi bidang

otoritas pengaturan dan pengawasan perbankan saja tetapi juga mengwasi

tersebut terutama baik dari sisi mikro perusahaan-perusahaan

sektor jasa prudensial maupun dari sisi stabilitas keuangan lainnya yang meliputi asuransi, sistem keuangan. Oleh karena itu, salah

dana pensiun, sekuritas, modal ventura, satu tantangan serius yang harus

dan perusahaan pembiayaan serta badan- diperhatikan

adalah

bagaimana

badan lain yang menyelenggarakan membangun kepercayaan masyarakat

pengelolaan dana masyarakat tentunya bahwa OJK akan mampu menjalankan

membutuhkan dilakukannya perannya secara baik .

6 sangat

sinkronisasi dan harmonisasi berbagai BI yang diberikan tanggungjawab

perundang-undangan yang untuk menciptakan stabilitas nilai tukar

peraturan

mengenai pengawasan rupiah tentu akan menemukan kesulitan

menyangkut

Zulkarnai Sitompul, Menyambut Kehadiran Ibid

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) , Majalah Pilars No. 6 Ibid

02/Th. VII/12-18 Januari 2004, hlm. 45

6 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

[U NIVERSITAS M ATARAM ]

JATISWARA]

lembaga keuangan agar tidak menimbul-

2. Bagaimanakah kewenangan OJK dalam kan terjadinya persinggungan kewenangan,

pengaturan dan pengawasan di sektor khususnya dengan BI dalam melakukan

perbankan?

pengawasan bank serta untuk menjaga

3. Tujuan Khusus

independensi OJK dalam melakukan tugas- tugasnya.

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

Pemindahan fungsi pengawasan yang ingin dicapai dari penelitian ini

kepada OJK dilakukan karena adanya

adalah :

penilaian bahwa pengawasan bank yang dilakukan oleh BI selama ini kurang

1. Untuk mengkaji dan menganalisis efektif, sehingga dengan dilakukannya

kewenangan Bank Indonesia dalam harmonisasi dan sinkronisasi berbagai

pengaturan dan pengawasan di sektor peraturan perundang-undangan yang me-

perbankan.

nyangkut pengawasan lembaga keuangan

2. Untuk mengkaji dan menganalisis diharapakkan fungsi pengawasan lembaga

kewenangan OJK dalam pengaturan dan keuangan, khususnya bank yang sekarang

pengawasan di sektor perbankan. sudah dipegang oleh OJK dapat meningkat

dan dilakukan dengan adil terhadap semua

4. Urgensi (keutamaan)

institusi yang diawasi. Adapun beberapa keutamaan yang Jika hal tersebut tidak segera

dapat diperoleh dari penelitian ini adalah direspon, dikhawatirkan pengawasaan

sebagai berikut:

lembaga keuangan khususnya bank sama

1. Manfaat Praktis

saja dengan dilakukan BI sehingga tidak Secara praktis, penelitian ini

menyelesaikan masalah malahan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia

terjadi adalah memindahkan masalah yang sama kepada lembaga lain yang dibentuk

perbankan dan OJK agar dapat dengan anggaran negara yang begitu

mengetahui kewenangan otoritas jasa banyak 8 .

keuangan dalam pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan

Berdasarkan hal-hal di atas, maka sekaligus dengan adanya penelitian ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan

nasabah bank dapat mengetahui. penelitian

pengawasan bank oleh OJK, sehingga

2. Manfaat Teoritis

peneliti mengangkat penelitian yang Secara teoritis, penelitian ini berjudul “ Kewenangan Otoritas Jasa

diharapkan dapat menambah informasi Keuangan

atau wawasan dan pengetahuan Pengawasan di Sektor Perbankan ”.

mengenai dunia perbankan, khususnya

dalam membahas permasalahan seputar kewenangan otoritas jasa keuangan

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dalam pengaturan dan pengawasan di maka

sektor perbankan dan hasil penelitian ini permasalahan, yaitu:

dapat dirumuskan

beberapa

diharapkan dapat memberikan sum-

1. Bagaimanakah

bangan pemikiran ilmiah bagi pengem- Indonesia dalam pengaturan dan

kewenangan

Bank

bangan ilmu pengetahuan hukum pada pengawasan di sektor perbankan?

umumnya, dan pengkajian hukum khususnya yang berkaitan dengan kewenangan otoritas jasa keuangan

8 Ibid [Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA

[F AKULTAS H UKUM ]

JATISWARA

dalam pengaturan dan pengawasan di karena itu, setiap pihak, kecuali pihak sektor perbankan.

sebagaimana dimaksud dalam UU OJK tidak diperkenankan untuk turut campur,

B. TINJAUAN PUSTAKA

baik langsung maupun tidak langsung

1. Pengertian OJK

dalam pelaksanaan tugas dan wewenang OJK 11 .

Pasal 1 angka 1 UU OJK

menyebutkan bahwa OJK adalah lembaga Secara kelembagaan, OJK berada di yang independen dan bebas dari campur

luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,

OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan tugas,

dan wewenang pengaturan, Pemerintah. Namun, tidak menutup pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

kemungkinan adanya unsur-unsur per- sebagaimana yang dimaksud dalam UU

wakilan Pemerintah karena pada hakikat- OJK 9 . nya OJK merupakan otoritas di sektor jasa

keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain,

2. Latar Belakang Terbentuknya OJK

Menurut Adrain Sutedi, ada 3 (tiga) dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. hal yang melatarbelakangi pembentukan

10 Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan OJK, yaitu:

keterwakilan unsur-unsur dari kedua

1. Perkembangan industri sektor jasa 12 otoritas tersebut secara Ex-officio . keuangan di Indonesia;

Terdapat 2 (dua) aliran (school of

2. Permasalahan lintas sektoral industri though) dalam hal pengawasan lembaga jasa keuangan; dan

keuangan secara teoritis, di satu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa

3. Amanat Pasal 34 UU BI yang pengawasan industri keuangan sebaiknya merupakan respon dari krisis Asia yang

dilakukan oleh beberapa institusi. terjadi pada tahun 1997-1998 yang

berdampak sangat berat terhadap Kemudian di pihak lain ada aliran Indonesia, khususnya sektor perbankan.

yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan

3. Status dan Kedudukan OJK

oleh beberapa lembaga. Di Inggris OJK merupakan lembaga yang

misalnya industri keuangannya diawasi independen dalam melaksanakan tugas dan

oleh Financial Supervisory Authority wewenangnya, bebas dari campur tangan

(FSA), sedangkan di Amerika Serikat pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang

industri keuangan diawasi oleh beberapa secara tegas diatur dalam UU OJK.

institusi. SEC misalnya mengawasai peru- Sehingga setiap pihak dilarang campur

sahaan sekuritas sedangkan industri tangan dalam pelaksanaan tugas dan

perbankan diawasi oleh bank sentral (the wewenang OJK.

Fed), FDIC dan OCC.

Maksudnya adalah bahwa untuk Alasan dasar yang melatarbelakangi menjamin terselenggaranya pengaturan dan

kedua aliaran ini adalah kesesuaian dengan pengawasan sektor jasa keuangan yang

sistem perbankan yang dianut oleh negara optimal, OJK harus dapat bekerja secara

tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi indpenden

di antara lembaga-lembaga keuangan. Dari menerapkan tugas dan wewenangnya. Oleh

sudut sistem, terdapat dua sistem perbankan yang berlaku, yaitu commercial

9 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan , (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2014), hlm.36

11 Sitompul Zulkarnain, Op. Cit. 10 Ibid

12 Ibid

8 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

[U NIVERSITAS M ATARAM ]

JATISWARA]

banking system dan universal banking stabil, dan mampu melindungi kepentingan system. Commercial banking, seperti yang

konsumen dan masyarakat, yang diwujud- berlaku di negara kita dan di Amerika

kan melalui adanya sistem pengaturan dan Serikat melarang bank melakukan kegiatan

pengawasan yang terintegrasi terhadap usaha keuangan non bank seperti asuransi.

keseluruhan kegiatam di dalam sektor jasa Hal ini berbeda dengan universal banking,

keuangan.

dianut oleh antara lain negara-negara OJK melaksanakan tugas pengaturan

Eropa dan jepang, yang membolehkan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa

bank melakukan kegiatan usaha keuangan keuangan di sektor perbankan, pasar

non bank seperti investment banking dan

13 modal, perasuransian, dana pensiun, asuransi . lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa

Selanjutnya, selain alasan sistem keuangan lainnya, antara lain melakukan perbankan yang berlaku yang juga menjadi

pengawasan, pemeriksaan, penyidikaan, dasar pertimbangan adalah seberapa dalam

perlindungan konsumen, dan tindakan lain telah terjadi konvergensi pada industri

terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, keuangan. Konvergensi yang dalam akan

dan atau penunjang kegiatan jasa keuangan menyebabkan munculnya masalah kewe-

sebagaimana dimaksud dalam peraturan nangan regulasi. Hal ini terjadi karena

perundang-undangan di sektor jasa produk-produk yang dihasilkan lembaga-

keuangan, termasuk kewenangan perizinan lembaga keuangan sudah sedemikian 14 kepada Lembaga Jasa Keuangan .

menyatunya sehingga sulit menentukan Selain peralihan kewenangan yang

apakah suatu produk keuangan tertentu secara jelas diatur dalam UU tentang OJK,

dihasilkan oleh industri perbankan diatur pula hubungan kelembagaan dan

sehingga diregulasi oleh bank sentral atau kerja sama antar lembaga mengingat

produk perusahaan sekuritas dan harus terdapat beberapa masalah yang sangat tunduk pada regulasi Bapepam. Dengan signifikan terkait proses penelitian ini.

diserahkannya kewenangan pengawasan Sebagaimana dianut oleh Bank Indonesia,

kepada satu instansi maka masalah OJK juga merupakan lembaga yang

kewenangan regulasi tersebut akan independen dalam melaksanakan tugas dan

terpecahkan. wewenangnya, bebas dari campur tangan

Dalam pasal 1 ayat (1) UU OJK pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang disebutkan bahwa OJK adalah lembaga

secara tegas diatur dalam Undang-Undang yang independen dan bebas dari campur

tentang OJK. Pengecualian ini sekalipun, tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,

seharusnya tidak mengurangi independensi tugas,

dan wewenang pengaturan,

OJK.

pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan Dasar kewenangan OJK dalam

sebagaimana dimaksud dalam UU OJK ini. pengaturan dan pengawasan di sektor

Dari Pasal 1 ayat (1) tersebut diketahui perbankan dalam berbagai literature

bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar seperti illmu politik ilmu pemerintahan dan

keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa ilmu hukum sering kali ditemukan istilah

keuangan dapat terselenggara secara kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. teratur, adil, transparan, dan akuntabel,

Kekuasaan sering disamakan dengan mampu mewujudkan sistem keuangan

kewenangan dan sebalilknya. Bahakan yang tumbuh secara berkelanjutan dan

sering kali disamakan dengan wewenang,

otomatis wewenang disamakan pula

13 http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/

masalah sistem keuangan dan Perbankan, anwar Nasution.pdf.

14 Ibid

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA

[F AKULTAS H UKUM ]

JATISWARA

dengan kekuasaan. Tetapi jelas bahwa ilmu baik yang sudah ada atau yang baru politik, ilmu pemerintahan dan ilmu

sama sekali.

hukum objek kajiannya adalah Negara.

b. Delegasi adalah penyerah wewengan Prajudi mengatakan perlunya mem-

punyai oleh organ bedakan antara (competance, bevoehheid),

yang di

pemerintahan pada organ lain, dan walaupun dalam praktiknya, perbedaan

dalam delegasi mengandung suatu tidak selalu perlu, kewenangan apa yang

unsur penyerahan. disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang

yang semula berasal dari kekuasaan legislative (diberi

a. Misalnya:

apa

kewenangan A, untuk selanjutnya oleh undang-undang) atau dari kekuasaan

menjadi tanggung jawab penerima eksekutife administrative .

wewenang.

Secara yuridis, menurut Indroharto 15

c. Mandat, adapun pada mandat tidak perngertian wewenang adalah kemampuan

terjadi suatu pemberi wewenang baru yang diberikan oleh peraturan perundang –

maupun pelimpahan wewenang dari undangan untuk menimbulkan akibat

Badan atau Pejabat Tata Negara yang hukum yang sah. satu kepada yang lain, karena

tanggung jawab kewenangan atas wewenang adalah suatu kekuasaan yang

Menurut 16 Harbet A. Simon

dasar mandate masih tetap pada mengambil keputusan yang berkaitan

pemberi mandate, tidak beralih pada dengan hubungan antara atasan/pimpinan 18 yang diberikan mandat .

dengan bawahan. Hal senada juga di- Kewenangan dapat diperoleh dengan

berikan oleh Marbun. S.F yang mengata- dua cara yaitu dengan atribusi dan

kan bahwa wewenang adalah kemampuan delegasi. Atribusi adalah wewenang yang

bertindak yang diberikan oleh undang- meekat pada suatu jabatan. Kalau kita

undang yang berlaku untuk melakukan berbicara tentang delegasi dalam hal ada hubungan-hubungan hukum. pemindahan atau pengalihan suatu

Badan atau Pejabat Tata Negara

kewenangan yang ada.

dalam memperoleh wewenang tersebut Apabila kewenangan itu kurang

dapat melalui dua cara pokok yaitu melalu sempurna, berarti bahwa keputusan yang

atribusi dan delegasi. Selain wewenang

17 berdasarkan kewenangan itu, tidak sah dimaksud juga diperoleh melalui mandat .

menurut hukum.

Ada tiga konsep kewenangan yang Oleh sebab itu, pengertian-pengertian

dimiliki pemerintah dalam membuat atribusi dan delegasi adalah alat-alat

keputusan yaitu: pembantu untuk memeriksa apakah suatu

a. Atribusi adalah pemberian kewena- badan berwenang atau tidak. Dalam hal ngan oleh pembuat undang-undan itu

mandat tidak ada sama sekali pengakuan sendiri kepada suatu organ pemerintah

pengalihtanganan kewenangan. Disini manganut janji-janji

kewenangan

atau

15 Indroharto, Usaha Memahami Undanga- kerja intern antara penguasa dan pegawai.

Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku 1

Dalam hal-al tertentu seorang

Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Negara , Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hlm. 154.

pegawai memperoleh kewenangan untuk

16 Harbet A. Simon, Prilaku Administrasi (Terjemahan) , Bina Aksara, Jakarta, 1989, hlm. 128.

18 Syaripin Pipin dan Jubadah, Pemerintah Kewenangan Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah

daerah di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm Kecamatan.

10 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

[U NIVERSITAS M ATARAM ]

JATISWARA]

atas nama si penguasa, misalnya seorang tentang Perbankan, sebagaimana yang menteri, mengambil keputusan-keputusan

telah diubah dengan UU Nomor 10 tertentu dan menandatangani keputusan-

Tahun 1998 tentang Perbankan, keputusan tertentu 19 . Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004

tentang Penetapan PP Pengganti Dari penjelasan tentang konsep Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 kewenangan agar tidak mencampur

tentang Perubahan atas Undang- adukkan pengertian serta istilah kekuasaan,

Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang kewenangan dan wewenang, dan dapat

Bank Indonesia dan Undang-Undang menempatkan kata tersebut pada konteks

Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas yang sebenarnya.

Jasa Keuangan.

C. METODE PENELITIAN

b. Bahan hukum sekunder yang dapat

1. Jenis Penelitian

memberikan penjelasan terhadap bahan Jenis penelitian yang dilakukan

hukum primer yang berupa hasil dalam penelitian ini adalah penelitian

penelitian buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar, brosur dan berita

yuridis normatif,

mengkaji/meneliti bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer yang teridiri dari

c. Bahan hukum tersier, juga merupakan undang-undang, peraturan-peraturan yang

bahan hukum yang dapat menjelaskan terkait dengan masalah yang ditiliti dan

baik bahan hukum primer maupun juga mengkaji bahan hukum sekunder yang

bahan hukum sekunder yang berupa terdiri dari literatur-literatur dan pendapat

kamus dan ensklopedia. para sarjana yang terkait masalah yang

3. Metode Pendekatan

diteliti. Pendekatan yang dilakukan dalam

2. Jenis Bahan Hukum.

penelitian ini adalah:

Dalam penelitian ini jenis bahan

Perundang-undangan hukum yang akan dikaji adalah:

a. Pendekatan

(Statute Approach)

a. Bahan hukum primer yang terdiri atas Pendekan ini melakukan pengkajian peraturan

perundang-undangan,

peraturan perundang- yurisprudensi

undangan yang menjadi tema sentral pengadilan, yang menurut Peter

20 dari tema penelitian seperti Kitab Mahmud Marzuki

bahan hukum

Undang-Undang Hukum Perdata, primer ini bersifat otoritatif, artinya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 mempunyai otoritas yaitu merupakan tentang Perbankan, sebagaimana yang hasil dari tindakan atau kegiatan yang telah diubah dengan UU Nomor 10 dilakukan

Tahun 1998 tentang Perbankan, berwenang untuk itu. Adapaun

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 peraturan perundangan-undangan yang tentang Penetapan PP Pengganti akan dikaji dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang Perubahan atas Undang- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Undang Nomor 23 Tahun 1999

tentang Bank Indonesia dan Undang-

Philipus M. Hadjon, Pengantar hukum administrasi Indonesia , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 130.

21 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi 20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,

Penelitian Hukum Normatif , Bayumedia Publishing, Jakarta, Kencana, 2005, hal. 139.

Surbaya, 2005, hlm. 255.

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA

[F AKULTAS H UKUM ]

JATISWARA

Undang Nomor 21 Tahun 2011 klasifikasi menurut penggolongan bahan tentang Otoritas Jasa Keuangan.

hukum secara logis artinya ada hubungan dan keterkaitan antara bahan hukum yang

b. Pendekatan Konsep (Conseptual satu dengan bahan hukum lainnya.

Approach ) Konsep dalam ilmu hukum dapat 6. Analisis Bahan Hukum

diartikan titik tolak atau pendekatan Analisis yang digunakan dalam bagi analisis penelitian hukum, karena

penelitian ini dilakukan adalah analisis akan banyak muncul konsep bagi

preskriptif yaitu sifat analisis ini dimaksud- suatu fakta hukum 22 . kan untuk memberikan argumentasi atas

hasil penelitian yang telah dilakukan.

c. Pendekatan Analitis

(Analitical

Argumentasi di sini dilakukan oleh peneliti Approach )

memberikan preskripsi atau Pendekatan ini dilakukan dengan cara

untuk

penilaian mengenai benar atau salah apa memaknai pada istilah-istilah hukum

yang seyogyanya menurut hukum terhadap yang terdapat dalam perundang-

fakta atau peristiwa hukum dari hasil undangan, dengan begitu peneliti

penelitian. 25

memperoleh penelitian atau makna baru dari istilah-istilah hukum dan D. HASIL DAN PEMBAHASAN

menguji penerapannya secara praktis

1. Kewenangan Bank Indonesia dalam

dengan menganalisis putusan-putusan

Pengaturan dan Pengawasan di

hukum 23 .

Sektor Perbankan

4. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum

Bank Indonesia sebagai bank sentral, Tehnik pengumpulan bahan hukum

cikal bakalnya berasal dari De Javasche dalam penelitian hukum normatif dilaku-

Bank, satu perusahaan yang berbentuk kan dengan studi pustaka terhadap bahan-

Perseroan Terbatas yang pada tahun 1828, bahan hukum baik bahan hukum primer,

mendapat hak octrooi sebagai bank bahan hukum sekunder, maupun bahan

sirkulasi. Setelah proklamasi, ada “gaga san hukum tersier 24 .

untuk mendirikan Bank Negara Indonesia, terutama dilandasi oleh pemikiran bahwa

5. Tehnik Pengolahan Bahan Hukum

selama masa pemerintahan Hindia Setelah bahan hukum dikumpulkan

Belanda, bangsa Indonesia tidak memiliki

tahap selanjutnya adalah tahap pengolahan bank nasionalnya sendiri”. Niat untuk bahan hukum yaitu mengelola bahan

mendirikan Bank Indonesia yang akan hukum secara runtut dan sistimatis

mengeluarkan dan mengatur peredaran sehingga memudahkan peneliti melakukan

uang kertas, terhambat oleh adanya aturan analisis. Untuk bahan hukum diolah

formal karena harus ditetapkan dengan dengan melakukan sistimatisasi terhadap

undang-undang, maka kemudian didirikan- bahan hukum tertulis.

lah “Poesat Bank Indonesia” sebagai satu yayasan, berdasarkanAkte Notaris No. 14

Dalam hal ini pengolahan bahan R.M. Soerojo, Notaris di Jakarta, tanggal 9 hukum dilakukan dengan cara seleksi

Oktober 1945. Pembentukan Jajasan bahan hukum kemudian melakukan

Poesat Bank Indonesia ini sebagai langkah

22 MuktiFajar & Yulianto Achmad, Dualisme Peenelitian Hukum Normatif & Empiris , Pustaka Pelajar,

25 Ibid, hlm. 184.

Yogyakarta, 2009, hlm. 187.

PT. Bank Negaara Indonesia (Persero): 1996, Ibid.

Melangkah ke Masa Depan Dengan Kearifan Masa Lalu , 24 Ibid.

Bank BNI 50 Tahun Emas, hlm. 10

12 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

[U NIVERSITAS M ATARAM ]

JATISWARA]

awal dalam membentuk Bank Indonesia pelaksanaan kebijakan moneter dilakukan sebagaimana dimaksudkan oleh penjelasan

Bank Indonesia. Kemudian dibuat pula Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 27 .

payung hukumnya yaitu TAP MPR No. XVI/MPR/1 998,175 tetapi tetap saja

Berdasarkan Undang-Undang No.2 secara operasional hal ini tidak dapat

Prp. Tahun 1946, tanggal 5 Juli 1946, dilaksanakan, karena secara hukum maka dibentuklah Bank Negara Indonesia Keppres tersebut bertentangan dengan setelah Jajaran Pusat Bank Indonesia ikut Undang-Undang No.13 Tahun 1968, maka dilebur kedalam Bank Negara Indonesia.

belum dapat Fungsi dari Bank Negara Indonesia

ini bukan hanya bank sentral Pemerintah, Sebagai bukti kesungguhan pemerin- tetapi juga adalah bank komersial dan bank tah untuk menyusun Undang-undang Industri. Kemudian setelah konferensi tentang Bank Indonesia yang independen, Meja Bundar, dilakukan nasionalisasi maka Presiden mengeluarkan Instruksi terhadap De Javasehe Bank sehingga Presiden No. 14 Tahun 1998, tentang menjadi Bank Indonesia dan bertindak Pembentukan Panitia untuk menyusun sebagai bank sentral. Rancangan Undang-Undang tentang Bank

Bank Indonesia sebagai bank sentral Sentral, yang diikuti oleh Surat Keputusan didirikan berdasarkan Undang-Undang

Menteri Keuangan tentang pembentukan No.11 Tahun 1953, pada tanggal 1 Juli

team penyusun Rancangan UndangUndang 1953. Meskipun secara defacto proses

Bank Indonesia yang terdiri dan pejabat nasionalisasi De Javasche Bank telah

Keuangan, Departemen terjadi sejak diangkatnya Mr. Sjafruddin

Departemen

Kehakiman, Bappenas, Sekretariat Negara Prawiranegara sebagai Presiden De dan Bank Indonesia 30 .

Javasche Bank. Pada pokoknya Bank Indonesia

Sebagaimana disebutkan dalam sebagai bank sentral memiliki tiga tugas, Letter of Intent (LOI) II tanggal 15 Januari

yaitu: (1) menetapkan dan rnelaksanakan 1998 butir 22 antara Pemerintah Indonesia

kebijakan ,monetr; (2) mengatur dan dan International Monetary Fund bahwa

menjaga kelancaran sistem pembayaran; Bank Indonesia akan diberi otonomi di

dan (3) mengatur dan mengawasi bank. dalam merumuskan dan melaksanakan

Bahwa dalarn rangka melaksanakan kebijakan moneter. Untuk melaksanakan

tugas mengatur dan mengawasi bank, kesepakatan tersebut Presiden Soheharto

menurut ketentuan Pasal 24 UU No. 23 kemudian meminta Bank Indonesia

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, menyiapkan konsep independensi bank

bahwa Bank Indonesia menetapkan sentral dalam pengelolaan moneter dan peraturan, memberikan dan mencabut izin konsep tersebut kemudian dituangkan

28 atas kelembagaan dan kegiatan usaha dalam Keppres No.23 Tahun 1998. Isi

tertentu dan melaksanakan pengawasan pokok dan Keppres tersebut secara tegas

bank, dan mengenakan sanksi terhadap menyebutkan bahwa tugas penetapan dan

bank sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan. Dalam hal ini, tentu pengaturan

Oey Beng To: 1991, Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia, Dalam Magadir Ismail, Bank

dan peng-awasan bank mengacu pada UU

Indonesia Independensi, Akuntabelitas dan Transparansi ,

No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Fakultas Hukum Universitas Al-Ajhar Indonesia, Jakarta 2007, hlm. 153

28 Magadir Ismail, Bank Indonesia Independensi, Akuntabelitas dan Transparansi , Fakultas Hukum

29 Ibid

Universitas Al-Ajhar Indonesia, Jakarta 2007, hlm. 189

30 Ibid

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA

[F AKULTAS H UKUM ]

JATISWARA

sebagaimana telah diubah dengan UU No. ketentuan, petunjuk dan nasihat, bim-

10 Tahun 1998. 31 bingan dan pengarahan, maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang

Berkaitan dengan itu, rnenurut disusul dengan tindakan-tindakan per-

Marulak Pardede bahwa untuk mencipta- baikan, sehingga pada akhirnya Bank

kan perbankan yang efisien, maka Bank

menetapkan arah Indonesia perlu mendorong terciptanya

Indonesia

dapat

pernbinaan dan pengembangan bank, baik sarana yang dapat rnenunjang kelancaran

maupun secara dalam pemberian jasa perbankan kepada

masyarakat. Sarana tersebut berupa sarana penunjang kegiatan operasional bank,

Menurut ketentuan Pasal 24 Undang- yaitu 32 : Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia, bahwa dalam rangka melak-

1. Lembaga kliring, yang memungkinkan sanakan tugas mengatur dan mengawasi

bank melayani transaksi pembayaran bank, Bank Indonesia menetapkan

nasabahnya dengan mudah, cepat, dan peraturan memberikan dan mencabut izin

aman. atas kelembagaan dan kegiatan usaha

2. Pasar uang antarbank dan pengem- tertentu dan bank, melaksanakan peng- bangan surat-surat berharga pasar uang,

awasan bank, dan mengenakan sanksi yang rnemungkinkan bank rnem-

terhadap bank sesuai dengan ketentuan peroleh pinjaman jangka pendek secara

perundang-undangan.

mudah, efisien, dan aman dalam rangka Berkaitan dengan itu, dalam rangka pengelolaan likuiditas yang Iebih baik. melaksanakan tugas mengatur bank, Bank

3. Fasilitas discount window, yang me- Indonesia berwenang menetapkan keten- mungkinkan bank mendapatkan dana

tuan-ketentuan perbankan yang memuat sementara untuk keperluan likui-

prinsip kehati-hatian (prudential banking). ditasnya dalarn keadaan, di mana bank

Ketentuan-ketentuan perbankan yang tersebut

memuat prinsip kehati-hatian bertujuan memperolehnya dan pasar.

untuk memberikan rambu-rambu bagi

4. Sistem informasi

penyelenggaraan kegiatan usaha per- rnernungkinkan bank rnernperoleh dan

kredit,

yang

bankan, guna mewujudkan sistem per- sating menukar informasi tentang

bankan yang sehat 33 .

keadaan debiturnya. Mengingat pentingnya tujuan me-

Sejalan dengan Undang-Undang No. wujudkan sistem perbankan yang sehat,

23 Tahun 1999 dan UndangUndang No. 3 rnaka peraturan-peraturan di bidang per- Tahun 2004 tersebut di atas, maka

bankan yang ditetapkan oleh Bank Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

Indonesia harus didukung dengan sanksi- memberikan wewenang dan kewajiban

sanksi yang adil. Pengaturan Bank bagi Bank Indonesia untuk membina serta

berdasarkan prinsip kehati-hatian tersebut melakukan pengawasan terhadap bank

disesuaikan pula dengan standar yang dengan menernpuh upaya-upaya, baik yang

berlaku secara internasional. bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-

Sebagaimana disebutkan oleh Pasal 7

31 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional

ayat 1, UU No.23 Tahun 1999 jo UU No.3

Indonesia , Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011,

Tahun 2004, yang merupakan “Tujuan

hlm. 175

Bank Indonesia adalah mencapai dan

Marula Pardede

dalam

Hermansyah,

Efektivitas Pengawasan Perbankan dalam Perbankan Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 15 September 2001

33 Ibid

14 Jurnal Hukum JATISWARA | [ Fakultas Hukum Universitas Mataram]

[U NIVERSITAS M ATARAM ]

JATISWARA]

memelihara kestabilan nilai rupiah”. Dari ketentuan Pasal 39 dan 40 Kemudian pada ayat 2 dinyatakan, dalam

terdapat norma yang bertentang di satu sisi rangka mencapai tujuan tersebut, Bank

Bank Indonesia diberikan kewenangan Indonesia

untuk memeriksa dan mengawasi, tetapi moneter secara berkelanjutan, konsisten,

melaksanakan

kebijakan

dalam ketentuan Pasal 140 ayat 2 hasil transparan, dan harus mempertimbangkan

pemeriksaan Bank Indonesia yang di kebijakan umum pemerintah di bidang

indikasikan tak sehat Bank Indonesia tidak perekonomian.

dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan Bank.

Dalam pada itu oleh pasal 8 UU No.23 tahun 1999, dikatakan untuk

2. Kewenangan Ojk dalam Pengaturan

mencapai tujuan Bank Indonesia se-

dan Pengawasan di sektor Per-

bagaimana disebutkan dalam pasal 7, Bank

bankan

Indonesia mempunyai tugas, (a) menetap- Dalam hal pembuatan peraturan

kan dan melaksanakan kebijakan moneter;

bidang perbankan (b) mengatur dan menjaga kelancaran

pengawasan

di

ditentukan dalam Pasal 39 Undang- sistem pembayaran; (c) mengatur dan Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang mengawasi bank. Otoritas Jasa Keuangan, dalam melak-

Di dalam rnelaksanakan ttugas sanakan tugasnya, OJK berkoordinasi menetapkan dan melaksanakan kebijakan

dengan Bank Indonesia dalam membuat moneter Bank Indonesia melakukannya

peraturan pengawasan di bidang Perbankan dengan mengendalikan jumlah uang

antara lain:

beredar dan penentu suku bunga. Agar

a. kewajiban pemenuhan modal minimum supaya pelaksana tugas mengatur dan

bank;

menjaga kelancaran sistem pembayaran dapat dilakukan secara effektjf, maka

b. sistem informasi perbankan yang diperlukan dukungan sistem pembayaran

terpadu;

yang efisien, cepat, aman, dan handal.

c. kebijakan penerimaan dana dari luar Untuk menunjang keberhasilan ini

negeri, penerimaan dana valuta asing, diperlukan pula sistem perbankan yang

dan pinjaman komersial luar negeri; sehat, karena dengan sistem perbankan

yang sehat maka pengawas perbankan dan

d. produk perbankan, transaksi derivatif, pengendali moneter dapat dilakukan secara

kegiatan usaha bank lainnya; maksimal.

e. penentuan institusi bank yang masuk Dalam melaksanakan tugas mengatur

kategori sistemically important bank; Bank, Bank Indonesia mempunyai

dan

kewenangan untuk menetapkan ketentuan-

f. data lain yang dikecualikan dari ketentuan yang memuat prinsip kehati-

tentang kerahasiaan hatian. Pelaksanaan kewenangan ini

ketentuan

informasi.

sepenuhnya menjadi kewenangan Bank Dalam rangka mewujudkan per-

Indonesia karena pengaturannya ditetapkan dengan peraturan Bank Indonesia. Prinsip

ekonomian nasional yang mampu tumbuh kehati-hatian di sini dianggap hal yang

secara stabil dan berkelanjutan, men- sangat penting, karena prinsip ini bertujuan

ciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonornian

untuk memberikan rambu-rambu bagi serta memberikan kesejahteraan secara adil

usaha perbankan untuk terwujudnya sistem perbank yang sehat.

kepada seluruh rakyat Indonesia maka program pembangunan ekonomi nasional

[Fakultas Hukum Universitas Mataram] | Jurnal Hukum JATISWARA

[F AKULTAS H UKUM ]

JATISWARA

harus dilaksanakan secara komprehensif Terjadinya proses globalisasi dalam dan mampu menggerakkan kegiatan per-

sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di ekonomian nasional yang memiliki

bidang teknologi informasi serta inovasi jangkauan yang luas dan menyentuh ke

finansial telah menciptakan sistem seluruh sektor riil dan perekonomian

keuangan yang sangat kompleks, dinamis masyarakat Indonesia.

dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun

Program pembangunan ekonomi kelembagaan. Di samping itu, adanya

nasional juga harus dilaksanakan secara lembaga jasa keuangan yang memiliki

transparan dan akuntabel yang berpedoman hubungan kepemilikan di berbagai

pada prinsip demokrasi ekonomi sebagai- subsektor keuangan (konglomerasi) telah mana diamanatkan Pancasila dan Undang- menambah kompleksitas transaksi dan Undang Dasar Negara Republik Indonesia

34 interaksi antar lembaga jasa keuangan di Tahun 1945. Untuk mencapai tujuan

dalam sistern keuangan. tersebut, program pembangunan ekonomi

nasional perlu didukung oleh tata kelola Banyaknya permasalahan lintas pemerintahan yang baik yang secara terus-

sektoral di sektor jasa keuangan, yang menerus melakukan reformasi terhadap

meliputi tindakan moral hazard, belum setiap komponen dalam sistem per-

optimalnya perlindungan konsumen jasa ekonomian nasional.

keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong

Salah satu komponen penting dalam diperlukannya pembentukan lembaga sistem perekonomian nasional dimaksud pengawasan di sektor jasa keuangan yang adalah sistem keuangan dan seluruh

terintegrasi. 37

kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan

Menurut Rimawan Pradiptyo, di produktif

Indonesia pengawasan terhadap lembaga nasional. 35 keuangan (LK) dilakukan oleh tiga

di dalam

perekonomian

institus;, yaitu Kementerian Koperasi, Fungsi intermediasi yang diseleng-

Bank Indonesia. garakan oleh berbagai lembaga jasa ke-

Bapepan-LK dan

Pengawas an lembaga keuangan bank uangan, dalam perkembangannya telah

(LKB), mencakup bank umum, BPR dan memberikan kontribusi yang cukup sig- bank syariah, dilakukan oleh Bank nifikan dalam penyediaan dana untuk

Indonesia. Pengawasan lembaga keuangan pembiayaan

pembangunan

ekonomi