ANALISA PENGARUH EKSTRAK KULIT BUAH NAGA SEBAGAI GREEN INHIBITOR CORROSION PADA LAJU KOROSI BAJA ST-42

  Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

  ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

ANALISA PENGARUH EKSTRAK KULIT BUAH NAGA SEBAGAI

GREEN INHIBITOR CORROSION PADA LAJU KOROSI BAJA ST-42

  • *1

  • 2 3 Aza Bushan Syarif Hidayatulloh , Heny Hendaryati , Iis Siti Aisyah 1,2,3

      Universitas Muhammadiyah Malang Kontak person:

      Aza Bushan Syarif Hidayatulloh E-mail: azaart2110@gmail.com

      

    Abstrak

    Korosi adalah penurunan mutu atau kualitas dari logam akibat reaksi eletrokimia antara logam

    dengan lingkungan yang korosif. Dalam dunia industri korosi merupakan problematika yang sering

    terjadi dan suatu hal yang merugikan. Salah satu cara dalam menghambat laju korosi dapat

    menggunakan bio-inhibitor. Dipilihnya bio-inhibitor ini karena terbuat dari bahan alami yang memiliki

    sifat biodegradable, aman, ramah lingkungan, mudah untuk didapat, dan biaya murah. Dalam penelitian

    ini menggunkan tiga variasi larutan diantaranya adalah larutan HCl 1M tanpa penambahan inhibitor,

    larutan HCl 1M yang ditambah dengan 25 ml inhibitor dan 50 ml inhibitor. Dan variasi lamanya waktu

    yang digunakan utnuk pengujian adalah 6, 12, dan 18 hari. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa

    pada sistem yang ditamabahkan 25 ml inhibitor rata-rata laju korosinya sebesar 336,997 mpy pada 6

    hari pengujian. Sedangkan pada sistem yang ditambahkan 50 ml inhibitor rata-rata laju korosinya

    sebesar 264,099 mpy pada 6 hari pengujian. Dan nilai dari laju korosi tersebut akan terus meningkat

    seiring berjalannya waktu.

      Kata kunci : Green Inhibitor Corrosion, Laju korosi, Koro

    1. PENDAHULUAN

      Karat pada permukaan logam merupakan zat yang dihasilkan dari proses terjadinya korosi pada logam. Produk korosi ini memiliki ciri-ciri fisik seperti zat padat bewarna coklat kemerahan yang bersifat rapuh serta berpori. Bila dibiarkan, lama kelamaan besi akan habis menjadi karat. Pada proses terjadinya korosi bagian tertentu dari logam akan berlaku sebagai katoda yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya oksidasi, katoda (elektroda positif, kutub positif) tempat terjadinya reaksi reduksi dan sebagian yang lain akan menjadi anoda (kutub negatif, elektroda negatif). Dan elektron akan mengalir dari anoda ke katoda, senghingga terjadilah pertistiwa korosi [1].

      Hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan atau kegiatan manusia, antara lain dari segi ekonomi dan lingkungan. Dari segi ekonomi misalnya tingginya biaya bahan bakar dan energi akibat kebocoran uap, tingginya biaya perawatan bila suatu mesin terserang korosi, kerugian produksi pada suatu industri akibat adanya pekerjaan yang terhenti pada waktu perbaikan bahan yang terserang korosi. Dan dampak korosi yang dapat mempengaruhi lingkungan adalah jika adanya proses pengkaratan pada logam yang berasal dari berbagai konstruksi hal tersebut akan dapat mencemarkan lingkungan [2].

      Salah satu cara untuk menghabat laju korosi adalah dengan penggunaan inhibitor. Inhibitor adalah suatu zat yang apabila ditambahkan pada suatu media korosif maka larutan tersebut akan dapat menghambat laju korosi [3] . Cara kerja dari inhibitor itu sendiri adalah dengan cara membentuk suatu lapisan tipis di permukaan logam dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat dilihat oleh mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan terhadap logamnya [4].

      Inhibitor korosi itu sendiri dibedakan menjadi dua jenis yaitu inhibitor anorganik dan organik. Pemilihan suatu inhibitor tidak hanya didasarkan pada kemampuannya dalam menghambat korosi dengan efisiensi yang tinggi, namun aspek tingkat toksisitas terutama bila diaplikasikan dalam industri makanan dan juga masalah pencemaran lingkungan perlu dipertimbangkan. Alasan inilah yang membatasi penggunaan inhibitor dari bahan anorganik. Pertimbangan terhadap harga yang mahal dan tingkat toksisitas yang tinggi dari bahan kimia sintetik, mendorong dikembangkannya sumber alternatif inhibitor organik yang murah dan ramah lingkungan dari ekstrak bahan alam [3]. Bahan alam yang dapat digunkan sebagai inhibitor organik harus mengandung atom N, O, P, S dan atom-atom lain yang memiliki pasangan elektron bebas. Unsur N, O, P, S banyak terdapat pada zat antioksidan dan tumbuhan. Beberapa contoh senyawa antioksidan adalah tanin, flavonoid, alkaloid, steroid dan saponin

      Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

      ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

      serta vitamin C. Senyawa antioksidan ini dapat diperoleh pada bagian tumbuhan seperti daging, akar, kulit, batang dan daun. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan, ekstrak kulit buah naga merah memiliki kandungan antioksidan yang berupa vitamin C, flavonoid, tanin, alkaloid, steroid, dan saponin yang dapat menghambat laju korosi [5] .

    2. METODE PENELITIAN

      2.1. Preparasi Sampel

    Gambar 1. foto permukaan sampel baja sebelum direndam

      Dalam penelitian ini material yang akan digunakan untuk pengujian adalah baja ST-42 (baja karbon rendah). Kemudian dipotonng dengan ukuran bentuk spesimen panjang 20 mm, lebar 20 mm dan tinggi 4,5 mm dengan jumlah 27 buah. Setelah sampel dipotong, kemudian di bor dengan menggunakan mata bor 3 mm pada bagian atas yang berfunggsi sebagai lubang untuk menggantungkan sampel. Setelah itu sampel dibersihkan dan dihaluskan permukaannya dengan cara di amplas. Sebelum dilakukan proses pencelupan, sampel terlebih dahulu dilakukan pengambilan gambar untuk mendapatkan data kondisi visual awal sampel.

      2.2. Preparasi Ekstrak Kulit Buah Naga Merah

      Pembuatan ekstrak kulit buah naga merah dibuat dengan mencuci kulit buah naga merah segar sampai bersih. Selanjutnya dipotong-potong dengan ukuran 2x2 cm. Dari 217,716 gr potongan kulit buah naga didapatkan ekstraknya sebanya 400 ml [6].

      2.3. Preparasi Larutan Korosif

      Pada penelitian ini larutan korosif yang digunakan adalah larutan HCl 1 M. Larutan HCl 1M dibuat dari pencampuran larutan aquades sebanyak 1000 ml dengan 83 larutan HCl pekat sebanyak 83 ml [7].

      2.4. Pengambilan Data

      Untuk langkah selanjutnya adalah pengambilan data-data akhir penelitian, data-data yang diperoleh selama melakukan penelitian dari awal sampai dengan selesai tersebutlah yang akan dianalisis. Data akhir yang diperoleh diantaranya pH larutan, pengambilan foto sampel, dan penimbangan berat akhir sampel. Dalam penelitian ini laju korosi dapat dirumuskan seperti pada persamaan dibawah [8] :

      Laju korosi =

      Keterangan : W = kehilangan berat (mg) 3 D = densitas (gram/cm ) 2 A = luas permukaan terendam (in ) t = waktu (jam) Dan untuk langkah selanjutnya adalah menentukan efisiensi ekstrak kulit buah naga merah dalam menghambat laju korosi. Perhitungan efisiensi inhibisi menggunakan persamaan sebagai berikut [9] :

      Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

      ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

      100%

      Efisiensi inhibitor = a

      Keterangan : X = laju korosi tanpa inhibitor (mpy) b X = laju korosi dengan inhibitor (mpy)

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1. Hasil Pengamatan Pada Permukaan Sampel Baja

      

    Gambar 2. Foto sampel setelah direndam dalam lerutan HCl tanpa penambahan ekstrak kulit buah

      naga merah selama 6 hari (a), 12 hari (b) dan 18 hari (c)

      

    Gambar 3. Foto sampel setelah direndam dalam larutan HCl dengan penambahan 25 ml ekstrak kulit

      buah naga merah selama 6 hari (a), 12 hari (b) dan 18 hari (c)

      

    Gambar 4. Foto sampel setelah direndam dalam larutan HCl dengan penambahan 50 ml ekstrak kulit

      buah naga merah selama 6 hari (a), 12 hari (b) dan 18 hari (c) Gambar diatas merupakan sampel uji yang telah terkorosi dalam beberapa waktu yang telah ditentukan. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin lama waktu perendaman maka sampel tersebut juga akan mengalami korosi pada seluruh permukaannya. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan warna sampel, seperti warna kehitaman dan kecoklaatan.

      

    Gambar 5. Hasil foto mikrostruktur pada sampel setelah direndam dalam larutan HCl tanpa

      penambahan ekstrak kulit buah naga merah selama 6 hari (a), 12 hari (b) dan 18 hari (c)

      Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

      ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

      

    Gambar 6. Hasil foto mikrostruktur pada sampel setelah direndam dalam larutan HCl dengan

      penambahan 25 ml ekstrak kulit buah naga merah selama 6 hari (a), 12 hari (b) dan 18 hari (c)

      

    Gambar 7. Hasil foto mikrostruktur pada sampel setelah direndam dalam larutan HCl dengan

      penambahan 50 ml ekstrak kulit buah naga merah selama 6 hari (a), 12 hari (b) dan 18 hari (c) Berdasarkan gamabar diatas, pengujian mikrostruktur ini bukan untuk mengetahui karakteristik atau komposisi dari sampel baja ST-42 tapi pengujian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari korosi yang sedang terjadi pada pemukaan sampel baja. Dari hasil pengamatan yang dilakukan penulis, terlihat pada gambar a (gambar 6 dan 7) terdapat beberapa pemukaan yang masih terlindungi oleh lapisan inhibitor dari serangan korosi, hal ini bisa dilihat dari warnanya yang masih terang atau mengkilap. Dengan seriring berjalannya waktu pengujian lapisan tersebut sedikit demi sedikit mulai menghilang. Diperkirakan hal ini dapat terjadi karena rusaknya kandungan zat antioksidan yang ada dalam larutan kulit buah naga merah tersebut seiring berjalannya waktu atau dengan kata lain larutan inhibitor tersebut mengalami pembusukan dan tidak mampu membentuk lapisan pelindung lagi.

      Dan untuk jenis korosi yang terjadi pada permukaan sampel pada 6 hari perndaman terdapat jenis korosi seragam (uniform corrosion), pada sampel yang direndam dalam sistem tidak terinhibisi korosi ini menyerang seluruh permukaan sampel. Sedangkan untuk sampel yang terendam dalam sistem yang terinhibisi korosi ini hanya menyerang sebagian permukaan sampel. Pada 12 hari perendaman, sampel yang terendam dalam sistem tidak terinhibisi mulai terserang korosi sumuran

      

    (pitting corrosion) yang berbentuk seperti lingkran atau cekungan yang bewarna hitam (gambar 5). Dan

      untuk semua sampel yang terinhibisi, lapisan film pelindung mulai terkikis dan korosi mulai menyerang permukaan sampel (gambar 6 dan 7). Sedangkan untuk perendaman selama 18 hari selruh sampel pada permukaannya mengalami korosi.

    3.2. Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Terhadap pH Larutan

      

    Gambar 8. Tabel Data Perubahan pH Larutan

      Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

      ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

    Gambar 9. Rata-rata Perubahan pH larutan

      Dari gambar diatas dapat dilihat, bahwa pada hari pertama pengujian sistem yang tidak terinhibisi dan sistem yang terinhibisi masih sama-sama bersifat asam dan untuk hari berikutnya pH larutan mengalami peningkatan.

      Hasil dari pengujian pH larutan (Gambar 8) menunjukkan bahwa semakin lama perendaman nilai rata-rata pH mengalami perubahan. Pada larutan HCl 1M (tanpa penambahan ekstrak) di hari ke 6 rata-rata perubahan pH larutan sebesar 17, pada hari ke 12 mengalami peningkatan lagi sebesar 144 dan mengalami penurunan di hari ke 18 sebesar 140. Untuk larutan yang ditambah dengan 25 ml ekstrak pada hari ke 6 rata-rata perubahan pH larutan sebesar 2, untuk hari ke 12 mengalami peningkatan sebesar 47 dan meningkat lagi pada hari ke 18 sebesar 88. Sedangkan pengujian pH pada larutan yang ditambahkan 50 ml ekstrak juga mengalami peningkatan, rata-rata perubahan pH pada hari ke 6 sebesar 22,67, di hari ke 12 mengalami penurunan sebesar 20 dan mengalami peningkatan lagi pada hari ke 18 sebesar 32,67. Dari diagram rata-rata perubahan pH (gambar 9) menunjukan bahwa rata-rata perubahan pH pada larutan HCl 1M mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan turun pada hari ke 18, sedangkan rata-rata perubahan pH pada larutan yang ditambah dengan 25 ml dan 50 ml ekstrak kulit buah naga merah mengalami peningkatan tapi tidak terlalu signifikan seperti larutan HCl 1M (tanpa penambahan ekstrak).

      Diperkirakan hal yang menyebabkan larutan HCl 1M ditambah dengan ektrak kulit buah naga merah tetap bersifat asam adalah karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah mikroorganisme atau kandungan zat asam pada larutan ekstrak kulit buah naga tersebutlah yang masih mampu mempertahankan sifat ke asaman dari larutan tersebut. Terlihat bahwa semakin randah pH (pH < 4), kemungkinan untuk logam tersebut untuk terkorosi juga semakin besar, dikarenakan pada daerah asam logam mulai terurai menjadi ion-ion logam [8]. Hasil dari pengujian ini menunjukkan sistem yang diberi larutan ekstrak dan yang tidak diberi larutan ekstrak kulit buah naga menyebabkan peningkatan laju korosi pada setiap penurunan pH larutan.

    3.3. Hasil Laju Korosi Dan Effisiensi Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Naga Merah

      

    Gambar 10. Rata-rata laju korosi (Corrosion rate)

      Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

      ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

      

    Gambar 11. Tabel Data Corrosion Rate Logam dan Efisiensi Inhibisi Larutan Ekstrak Kulit Buah Naga

      Berdasarkan hasil dari penelitian nilai laju korosi Untuk larutan yang tidak diberi ekstrak, laju korosi yang paling cepat terjadi pada perendaman selama 6 hari sebesar 562,934 mpy dan laju korosi yang paling lambat terjadi pada perendaman selama 18 hari yaitu sebesar 294,693 mpy. Pada larutan yang ditambah dengan ekstrak 25 ml, laju korosi yang paling cepat terjadi pada perndaman selama 12 hari sebesar 422,372 mpy dan laju korosi yang paling lambat terjadi pada perendaman selama 6 hari yaitu sebesar 336,997 mpy. Sedangkan laju korosi pada larutan yang ditambah dengan ekstrak 50 ml, laju korosi yang paling cepat terjadi pada perndaman selama 12 hari sebesar 419,339 mpy dan laju korosi yang paling lambat pada perendaman selama 6 hari yaitu sebesar 264,099 mpy.

      Pada waktu perendaman selama 18 hari, semua larutan rata-rata laju korosi mulai menunjukkan adanya penurunan. Untuk larutan yang tanpa penambahan ekstrak mengalami penurunan laju korosi secara bertahap hal ini disebakan karena mulai meningkatnya derajat keasaman larutan sehingga mempengaruhi laju korosi yang berada dalam larutan tersebut. Sedangkan untuk laju korosi pada larutan yang ditambah dengan 25 ml dan 50 ml ekstrak, mengalami penurunan tetapi tidak terlalu signifikan seperti larutan tanpa penambahan ekstrak. Diperkirakan hal tersebut terjadi karena sifat asam yang terkandung dalam kulit buah naga tersebutlah yang masih dapat memertahankan derajat keasaman dari larutan.

      Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

      ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

    Gambar 10. Grafik perbandingan efisiensi inbhibisi ekstrak

      Pada gambar 10 menunjukkan efisiensi larutan ekstrak kulit buah naga dalam menghambat laju korosi. Selama waktu pengujian 6 hari pada larutan yang ditambahkan 25 ml ekstrak, efisiensi yang diperoleh sebesar 40,136 %. Untuk waktu pengujian selama 12 hari, efisiensi yang diperoleh sebesar 1,382 %. Sedangkan pada waktu pengujian selama 18 hari sebesar -21,527 %. Dan untuk larutan yang ditambahkan 50 ml ekstrak, efisensi yang diperoleh dari pengujian selama 6 hari sebesar 53,085 %. Pada perendaman selama 12 hari efisiensi yang diperoleh sebesar 2,090 % dan untuk pengujian selama 18 hari, efisiensi yang diperoleh sebesar -21,527 %. Selama proses pengujian, semakin lama waktu pengujian atau waktu perendaman, efisiensi dari ekstrak kulit buah naga tersebut mengalami penurunan secara signifikan. Maka dapat dikatakan larutan ekstrak kulit buah naga merah ini tidak terlalu efisien dalam menghambat laju korosi untuk jangka panjang. Larutan ini hanya dapat menghambat laju korosi dalam jangka pendek seperti yang ditunjukan pada gambar 10. Diperkirakan hal ini dapat terjadi karena rusaknya kandungan zat antiokidan yang ada dalam larutan kulit buah naga merah tersebut seiring berjalannya waktu atau dengan kata lain larutan inhibitor tersebut mengalami pembusukan dan tidak mampu membentuk lapisan pelindung lagi.

    4. KESIMPULAN

      Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap baja karbon rendah (baja ST 42) dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah (sebagai green inhibitor corrosion) sebesar 25 dan 50 ml, dengan menggunakan variabel waktu yang berbeda (6, 12, dan 18 hari) di lingkungan HCl 1M, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

      1. Laju korosi yang memiliki nilai terendah terjadi pada sampel yang diberi larutan inhibitor dengan waktu perendaman 6 hari, pada larutan HCl 1M yang ditambahkan 25 ml ekstrak rata-rata dari laju korosinya sebesar 336,997 mpy, sedangkan pada larutan HCl 1M yang ditambahkan 50 ml ekstrak memiliki nilai laju korosi yang paling rendah yaitu 264,099 mpy. Jika volume larutan dari inhibitor kulit buah naga merah semakin banyak maka hal tersebut dapat lebih efisien untuk menghambat laju korosi, pada sistem yang ditambahakan 50 ml inhibitor dengan waktu perendaman selama 6 hari. Maka dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa larutan tersebutlah yang paling efisien dalam menghambat laju korosi.

      2. Penambahan inhibitor berpengaruh terhadap struktur mikro pada permukaan baja. Dari hasil foto makro dan mikro, terdapat beberapa serangan korosi pada permukaan sampel diantaranya adalah korosi seragam (unuiform corrosion) yang terjadi pada waktu 6 hari. Terdapat berberapa bercak hitam pada permukaan sampel baja. Diperkirakan bercak hitam tersebut adalah serangan korosi sumuran (pitting corrosion). Serangan korosi sumuran ini terjadi pada waktu perendaman selama 12 dan 18 hari.

      3. Penamabahan ekstrak kulit buah naga merah berpengaruh terhadap pH larutan, pada awal waktu pengujian pH larutan yang terendah adalah 0,03 (50 ml inhibitor) dan pada akhir pengujian larutan yang mengalami peningkatan pH terjadi pada larutan yang terinhibisi 25 ml ekstrak yaitu sebesar 1,78

      Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

      I. S. Dalimunthe, “Kimia Dari Inhibitor Korosi,” Progran Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, 2004. [14] M. I. Noor, E. Y. dan Z. , “Identifikasi Kandungan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Menggunakan

      A. A. Nia dan H. Khodabakash, “The effect of radial distance of concentric thin-walled tubes on their energy absorption capability under axial dynamic and quasi-static loading,” Thin-Walled Structures, vol. 93, pp. 188-197, 2015. [24] J. Istiyanto, F. Dionisius, M. Yudha, M. Malawad dan S. Hakiman, “Pengaruh Diameter Crush

      Characteristics and Energy Absorption of Thin-Walled Tubes with Through-Hole Crush Initiators,” Applied Mechanics and Materials, vol. 606, pp. 181-185, 2014. [23]

      “Experiment And Numerical Study - Effect of Crush Initiators Under Quasi-Static Axial Load of Thin Wall Square Tube,” Applied Mechanics and Materials, vol. 660, pp. 628-632, 2014. [22] S. K. Subramaniyan, A. K. Kananasan, M. R. Yunus, S. Mahzan dan M. I. Ghazali, “Crush

      Optimization using Hole-Type and Dent-Type Crush Initiator,” Thin-Walled Structure, vol. 44, no. 4, pp. 415-428, April 2006. [22] J. Istiyanto, S. Hakiman, D. A. Sumarsono, G. Kiswanto, A. S. Baskoro dan S. Supriadi,

      Konsentrasi 500GPL Pada Baja SPCC Pada Lingkungan Asam Asetat 1,5 M Dengan Metode Kehilangan Berat, Skripsi,” Depok: Universitas Indonesia, 2010. [19] W. Abramowicz dan N. Jones, “Transition from initial global bending to progressive buckling of tubes loaded statically and dynamically,” International Journal of Impact Engineering, vol. 19, no. 5-6, pp. 415-437, 1997. [20] W. Abramowicz, “Thin-walled structures as impact energy absorbers,” Thin-Walled Structures, vol. 41, no. 2-3, pp. 91-107, 2003. [21] Y.-B. Cho, C.-H. Bae, M.-W. Suh dan H.-C. Sin, “A Vehicle Front Fame Crash Design

      Available: http://www.jagadkimia.com. [17] M. G. Fontana, Corrosion Engineering, New York: McGrawHill Book Company, 1986. [18] R. H. Butarbutar, “Studi Penambahan Beras Ketan Hitam Sebagai Inhibitor Organik Dengan

      Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Fitokimia,” Journal of Aceh Physics Society (JAcPS), Vol. 5, No. 1, pp. pp.14-16, 2016. [15] Jawe, M. dan d. , “The Extract of Purple Sweet Potato Decreas Blood and Liver MDA of MICE After Intense Physical Activity,” Farmakologi Universitas Udayana, 2008. [16] B. We, “Cara membuat Larutan HCl 1 N Dalam 1000 ml,” 17 November 2016. [Online].

      Teknologi Sepuluh Nopember , 2013. [13]

      ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

      Available: http:oktakimia.wordpress.com. [11] Trethewey, dkk, Korosi ed.1, Jakarta: Gremedia Pustaka Utama, 1991. [12] Z. Z. Havada dan S. , “Pengaruh Penambahan Ekstrak Tanaman (Phyllanthus amarus, Aloe vera) Sebagai Inhibitor Pada Korosi Mild Steel Dalam Media 0.1 M H2SO4,” Surabaya: Institut

      Konsentrasi 500GPL Pada Baja SPCC Pada Lingkungan Asam Asetat 1,5 M Dengan Metode Kehilangan Berat, Skripsi,” Depok: Universitas Indonesia, 2010. [10] Oktakima, “Korosi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya,” 17 November 2016. [Online].

      Available: http://www.jagadkimia.com. [8] M. G. Fontana, Corrosion Engineering, New York: McGrawHill Book Company, 1986. [9] R. H. Butarbutar, “Studi Penambahan Beras Ketan Hitam Sebagai Inhibitor Organik Dengan

      Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Fitokimia,” Journal of Aceh Physics Society (JAcPS), Vol. 5, No. 1, pp. pp.14-16, 2016. [6] Jawe, M. dan d. , “The Extract of Purple Sweet Potato Decreas Blood and Liver MDA of MICE After Intense Physical Activity,” Farmakologi Universitas Udayana, 2008. [7] B. We, “Cara membuat Larutan HCl 1 N Dalam 1000 ml,” 17 November 2016. [Online].

      I. S. Dalimunthe, “Kimia Dari Inhibitor Korosi,” Progran Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, 2004. [5] M. I. Noor, E. Y. dan Z. , “Identifikasi Kandungan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Menggunakan

      Teknologi Sepuluh Nopember , 2013. [4]

      Available: http:oktakimia.wordpress.com. [2] Trethewey, dkk, Korosi ed.1, Jakarta: Gremedia Pustaka Utama, 1991. [3] Z. Z. Havada dan S. , “Pengaruh Penambahan Ekstrak Tanaman (Phyllanthus amarus, Aloe vera) Sebagai Inhibitor Pada Korosi Mild Steel Dalam Media 0.1 M H2SO4,” Surabaya: Institut

      Referensi: [1] Oktakima, “Korosi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya,” 17 November 2016. [Online].

      Initiator Terhadap Crashworthiness Pada Hollow Box Beam,” dalam Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2016, Malang, 2016.

      Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

      ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

      [25] J. Istiyanto dan F. Dionisius, “Pengaruh Sudut Crush Initiator Berbentuk Lubang Lingkaran Terhadap Kriteria Crashworthiness Pada Tabung Persegi Berdinding Tipis,” dalam Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) XV, Bandung, 2016.

      [26] M. J. Rezvani dan A. Jahan, “Effect of initiator,design, and material on crashworthiness performance of thin-walled cylindrical tubes : A primary multi-criteria analysis in lightweight design,” Thin-Walled Structures, vol. 96, pp. 169-182, November 2015. [27]

      F. Dionisius, J. Istiyanto, Suliono dan Y. N. Rohmat, “Pengembangan Pengujian Crashworthiness dengan Simulasi Numerik Menggunakan Model Impact Transferability,” Jurnal Teknologi Terapan (JTT), vol. 3, no. 1, pp. 12-17, 2017.

      [28] Q. Estrada, D. Szwedowicz, J. Silva-Aceves, T. Majewski, J. Vergara-Vazquez dan A.

      Rodriguez-\Mendez, “Crashworthiness behavior of aluminum profiles with holes considering damage criteria and damage evolution,” International Journal of Mechanical Sciences, Vol. %1 dari %2131-132, pp. 776-791, 2017. [29] J. A. Ambrosio, Crashworthiness Energy Management and Occupant Protection, C. Tasso, Penyunt., New York: Springer-Verlag Wien GmbH, 2001. [30] W. D. Callister dan D. G. Rethwisch, Fundamental of Material Science and Engineering : An Integrated Approach, River Street: John Wiley & Sons, Inc, 2012. [31] ASTM E8/E8M, Standard Test Methods for Tension Testing of Metallic Materials, ASTM. [32] Z. Xiao, J. Fang, G. Sun dan Q. Li, “Crashworthiness design for functionally graded foam-filled bumper beam,” Advances in Engineering Software, vol. 85, pp. 81-95, 2015. [33] Z. Tang, S. Liu dan Z. Zhang, “Analysis of energy absorption characteristics of cylindrical multi- cell columns,” Thin-Walled Structures, vol. 62, pp. 75-84, 2013. [34]

      D. C. Giancoli, Physics for Scientist & Engineeers with Modern Physics, Upper Saddle River: Pearson Education, Inc., 2008.