REKAYASA MINYAK JARAK PAGAR SEBAGAI BIODIESEL DENGAN KATALIS BASA GOLONGAN ALKALI TANAH

  Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

  ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

REKAYASA MINYAK JARAK PAGAR SEBAGAI BIODIESEL

DENGAN KATALIS BASA GOLONGAN ALKALI TANAH

  

Dini Kurniawati

  Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik / Universtas Muhammadiyah Malang, Malang Kontak person: Dini Kurniawati

  Alamat Korespondensi : Jl. Raya Tlogomas no 246 Malang, Telp/Fax (0341) 464318 psw 128

  • 1

  e-mail: dini@umm.ac.id

  

Abstrak

Minyak jarak pagar merupakan salah satu minyak yang sangat berpotensi dalam pembuatan

biodiesel karena bukan termasuk bahan pangan sehingga tidak perlu bersaing dengan industri pangan.

  

Selain itu kadar minyak yang dikandung juga sangat tinggi. Selama ini proses pembuatan biodiesel

menggunakan katalis berupa basa golongan alkali. Pertama – tama Minyak jarak pagar didegumming

untuk menghilangkan semua kandungan gum yang ada dengan menggunakan asam fosfat. Kemudian

dilakukan pengujian kadar asam lemak bebas untuk menentukan proses selanjutnya. Minyak jarak

pagar ditransesterifikasi dengan penambahan katalis sebanyak 4 – 8% wt. Proses ini dilakukan selama

6 jam. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa katalis basa golongan alkali tanah memiliki dwifungsi

sebagi katalis dan aditif dalm proses pembuatan biodiesel dai minyak jarak pagar.

  Kata kunci: Biodiesel, Jarak Pagar, Katalis, Transesterifikasi

1. Pendahuluan

  Kebutuhan manusia yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan jaman, mengakibatkan kebutuhan energi juga semakin meningkat. Energi yang selama ini digunakan lebih banyak berasal dari energi yang tidak dapat diperbarui atau biasa disebut sebagai bahan bakar fosil. Ketergantungan pada bahan bakar fosil akan mengakibatkan persediaannya semakin menipis dan akan habis dalam jangka waktu tertentu. Upaya pengurangan ketergantungan tersebut perlu diimbangi dengan peningkatan pengembangan energi baru terbarukan seperti Bahan Bakar Nabati (BBN). Bahan bakar nabati adalah semua bahan bakar yang berasal dari minyak nabati. Oleh karena itu, BBN dapat berupa biodiesel, bioethanol, biooil (minyak nabati murni). [1]

  Tanaman jarak dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel, karena tanaman ini tidak bersaing dengan kebutuhan pangan, dan kandungan minyaknya lebih tinggi dibandingkan dengan kelapa sawit. Kandungan minyak jarak pagar berkisar 32 – 35 %, sedangkan kelapa sawit sekitar 24 %. Jarak pagar merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan. Walaupun demikian produktivitasnya sangat tergantung pada varietas, kesuburan tanah, tekstur tanah, ketinggian tempat, curah hujan dan drainase. Faktor yang paling penting diperhatikan adalah curah hujan dan drainase, serta ketinggian tempat. [2]

  Biodiesel akan membuat performa kerja mesin lebih baik dibanding diesel karena mempunyai angka setana yang tinggi [3], biodiesel murni dapat langsung digunakan pada mesin diesel tanpa ada tambahan pelumas seperti pada diesel, dan biodiesel lebih ramah lingkungan [4,5]. Banyak metode yang digunakan untuk mengkonversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel. Terdapat empat kategori utama yang biasa digunakan, yaitu penggunaan langsung minyak nabati, micro-emulsion, thermal

  

cracking, dan transesterifikasi. Penggunaan minyak nabati langsung tidak dianjurkan untuk

  diaplikasikan terlalu banyak pada mesin diesel karena memiliki viskositas yang sangat tinggi sehingga dapat membahayakan mesin yaitu menyebabkan kerak pada mesin [6]. Biodiesel yang diperoleh dengan metode micro-emulsion dan thermal cracking seringkali terjadi pembakaran tidak sempurna dikarenakan nilai angka setana dan energi yang dihasilkan kecil [7]. Transesterifikasi adalah metode yang paling banyak digunakan dalam produksi biodiesel karena kemudahannya. Dimana metode ini digunakan untuk mengkonversi minyak nabati menjadi biodiesel [5,8].

  Reaksi transesterifikasi biasanya bergantung pada sejumlah parameter, seperti rasio molar antara minyak dan alkohol, tipe dan jumlah katalis yang digunakan, waktu dan temperatur reaksi serta kemurnian dari reaktan. Tipe katalis yang digunakan dapat berupa katalis homogen, heterogen ataupun

  SENTRA 2016

  Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

  ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

  enzim. Oleh karena itu, tipe katalis yang dipilih mempengaruhi parameter yang digunakan seperti molar ratio antara minyak dan alkohol dan temperatur reaksi yang harus dioptimasi Keskin, dkk melakukan penelitian transesterifikasi pada minyak tall menggunakan aditif Mn dan

  Ni dan diperoleh hasil bahwa Mn dan Ni yang merupakan aditif logam metalik dapat mengurangi nilai titik tuang dan viskositas bahan bakar bergantung pada jumlah aditif yang ditambahkan. Hasil terbaik diperoleh dengan menambahkan Mn sebagai aditif [9]. Sedangkan Kannan, dkk meneliti efek

  2

  2

  3

  penambahan katalis berupa oksida logam pada pembuatan biodiesel. Seperti CuO, CuCl , CoCl , FeCl

  4

  3

  dan CuSO . Dari penelitian ini diperoleh bahwa aditif FeCl efisien dalam meningkatkan sifat fisik biodiesel dari minyak sawit.[10]

  2. Metode Penelitian

  Penelitian ini menggunakan bahan berupa minyak jarak pagar dan alkohol berupa methanol dengan kemurnian 99.9% yang digunakan untuk proses transesterifikasi. Katalis yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa katalis basa alkali tanah yang digunakan untuk proses transesterifikasi.

  2

  2

  2 Katalis basa tersebut yaitu Mg(OH) , Ca(OH) , dan Ba(OH) . Dengan konsentrasi katalis 4 - 8% berat minyak.

  Minyak jarak pagar yang digunakan di treatment terlebih dahulu dengan metode degumming untuk memisahkan gum atau kotoran – kotoran yang terdapat pada minyak jarak pagar mentah. Pada proses ini ditambahkan asam fosfat ke dalam minyak jarak pagar. Minyak hasil degumming itulah yang digunakan untuk proses transesterifikasi. Proses pembuatan biodiesel ini dilakukan dengan metode reaksi transesterifikasi. Proses reaksi transesterifikasi ini dilakukan selama 6 jam dengan rasio molar

  o metanol dan minyak adalah 6:1, berat katalis 4-8% berat minyak dan suhu reaksi 30 – 70 C .

  Proses transesterifikasi dilakukan dengan jalan mereaksikan minyak dengan campuran katalis dan methanol pada suhu reaksi yang telah divariasikan dengan selang waktu selama 6 jam di dalam labu leher tiga. Kemudian dilakukan pemisahan dari produk yang dihasilkan, yaitu metil ester dan gliserol. Metil ester yang yang merupakan produk utama dari reaksi transesterifikasi ini dianalisa untuk mengetahui sifat fisik dari metil ester yang diperoleh.

  3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

  Pembuatan biodiesel ini membutuhkan beberapa analisa yang disesuaikan dengan Syarat Mutu Biodiesel Ester Alkil Sesuai SNI 04-7182-2006.

  3.1. FFA (Free Fatty Acid)

  FFA (Free Fatty Acid) merupakan kandungan asam lemak bebas yang dimiliki oleh minyak/lemak. Kandungan ini berpengaruh terhadap pembuatan metil ester, karena besarnya FFA menentukan proses produksi metil ester. Karakteristik bahan baku minyak jarak pagar dapat diketahui dari besarnya kadar asam lemak bebas (FFA) yang terkandung di dalamnya. Sehingga besarnya kadar minyak jarak pagar harus dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap sampel minyak jarak pagar yang digunakan. Sampel minyak jarak pagar ini merupakan hasil 3 kali pengepresan dari biji jarak pagar. Sehingga penomoran sampelnya didasarkan pada waktu pengepresan biji jarak pagar. Pengujian kadar FFA ini dilakukan dengan metode titrasi dengan menggunakan larutan standar baku berupa NaOH 0,1 N dengan menggunakan indikator phenolphtalein (pp) .

  Kadar FFA yang diperoleh dari perhitungan pada bahan baku berkisar antara 0,1 – 0,43%, hal ini mengindikasikan bahwa bahan baku memiliki kadar FFA yang rendah sehingga pada proses pembuatan biodiesel tidak perlu dilakukan proses reaksi esterifikasi terlebih dahulu, namun dapat langsung dilakukan proses reaksi transesterifikasi. Sebagaimana diterangkan oleh Van Gerpen, dkk, bahwa umumnya FFA dengan kadar di bawah 1% atau lebih tepatnya kurang dari 0,5% maka dapat diabaikan [11], sehingga tidak perlu melalui proses esterifikasi terlebih dahulu. Sharma dan Singh menerangkan juga bahwa untuk proses reaksi transesterifikasi alkali, kandungan FFA pada minyak memiliki kisaran antara lebih kecil dari 0,5% atau lebih kecil dari 3%.[12]

  3.2. Pengaruh Temperatur Reaksi pada Viskositas Kinematik

  Proses reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu yang terendah adalah suhu kamar dan suhu

  o

  tertinggi adalah pada suhu 65 C [12], karena di atas suhu tersebut dapat menyebabkan metanol terbakar. Selain itu menurut Ramadhas, dkk, suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadinya saponifikasi sehingga cenderung dihindari [13]. Hasil pengamatan viskositas terhadap temperatur reaksi seperti terlihat pada Gambar 1, 2 dan 3.

  SENTRA 2016

  Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

  ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

  40

  35

  t)

  30

  cS ( k ti

  25

  a m e

  4

  in

  20

  k s

  6

  ta

  15

  si

  8

  o sk

  10 Vi

  5

  20

  30

  40

  50

  60

  70 O

  Temperatur reaksi (

  C)

Gambar 1. Pengaruh Temperatur reaksi terhadap viskositas kinematik untuk berbagai % berat katalis

2 Mg(OH) (%w/w)

  40

  35

  t)

  30

  cS ( k ti

  25

  a m e

  4

  in

  20

  k s

  6

  ta

  15

  si o

  8

  sk

  10 Vi

  5

  20

  30

  40

  50

  60

  70 O

  

Temperatur reaksi (

  C)

Gambar 2. Pengaruh temperatur reaksi terhadap viskositas kinematik untuk berbagai % berat katalis

2 Ca(OH) (%w/w)

  SENTRA 2016

  Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

  8 4%

  20

  30

  40

  50

  60

  70 V

  is k o sit a s k in e m a tik ( cS t)

  Temperatur reaksi ( O

  C)

  4

  6

  14% 24% 34% 44% 54% 64%

  30

  20

  30

  40

  50

  60

  70 M

  e ti l e st e r (% )

Temperatur reaksi (

  O

  C)

  4

  6

  8

  35

  25

  ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

  2

  SENTRA 2016 Gambar 3. Pengaruh temperatur reaksi terhadap viskositas kinematik untuk berbagai %

  berat katalis Ba(OH)

  2

  (%w/w) Gambar 1, 2, dan 3 menunjukkan bahwa temperatur reaksi transesterifikasi akan mempengaruhi besarnya viskositas kinematik dari metil ester yang dihasilkan. Gambar tersebut merupakan plot antara suhu reaksi dengan viskositas kinematik dengan katalis Mg(OH)

  2

  , Ca(OH)

  2

  dan Ba(OH)

  2

  . Suhu reaksi yang semakin tinggi akan dapat menurunkan viskositas produk dan dapat meningkatkan kecepatan reaksi serta memperpendek waktu [7]. Penurunan yang sangat signifikan terjadi dengan % berat katalis sebesar 6% dan 8%. Viskositas kinematik terbaik yang diperoleh dari penelitian ini adalah viskositas kinematik pada suhu 60

  o

  C dan % berat katalis adalah 8%. Nilai ini diperoleh pada ketiga macam katalis yaitu Mg(OH)

  , Ca(OH)

  20

  2

  dan Ba(OH)

  2

  secara berturut – turut adalah 9,2737 cSt, 9,0758 cSt dan 7,1059 cSt. Hal ini mengindikasikan bahwa minyak telah terkonversi menjadi metil ester namun kadarnya tergolong kecil.

  % Metil ester diperlukan dalam proses pembuatan biodiesel karena prosentase ini menunjukkan banyak sedikitnya minyak jarak yang terkonversi menjadi metil ester atau biodiesel. Pendekatan untuk menentukan banyaknya metil ester yang terbentuk dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan terhadap nilai viskositas kinematik. Karena semakin tinggi suhu reaksi, maka akan semakin rendah viskositas kinematik dari metil ester sehingga mengindikasikan semakin banyak kadar metil ester yang telah terkonversi. Seperti yang terlihat pada Gambar 4, 5 dan 6.

  

Gambar 4. Pengaruh temperatur reaksi terhadap % kadar metil ester untuk berbagai % berat katalis

  Mg(OH)

  

2

  (%w/w)

  5

  10

  15

3.3 Pengaruh Temperatur reaksi terhadap %Metil Ester

  Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

  20

  70 M

  e ti l e st e r (% )

Temperatur reaksi (

  O

  C)

  4

  6

  8 0%

  10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

  30

  50

  40

  50

  60

  70 M

  e ti l e st e r (% )

Temperatur reaksi (

  O

  C)

  4

  6

  60

  40

  ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050 SENTRA 2016

  Kadar metil ester terbaik yang diperoleh dengan menggunakan katalis Mg(OH)

  

Gambar 5. Pengaruh temperatur reaksi terhadap % kadar metil ester untuk berbagai % berat katalis

  Ca(OH)

  

2

  (%w/w)

  

Gambar 6. Pengaruh temperatur reaksi terhadap % kadar metil ester untuk berbagai % berat katalis

  Ba(OH)

  

2

  (%w/w) Semakin tinggi temperatur yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi maka akan mengakibatkan semakin besar kadar metil ester yang diperoleh. Hal ini dikarenakan lebih banyak metil ester yang terbentuk akibat reaksi. Namun temperatur reaksi di atas titik didih methanol lebih banyak dihindari, karena suhu reaksi yang tinggi mempercepat terjadinya reaksi saponifikasi sebelum reaksi alkoholisis selesai. [14]

  2

  30

  , Ca(OH)

  2

  dan Ba(OH)

  2

  secara berturut – turut yaitu 61,75%; 62,66% dan 73,03% pada suhu reaksi 60

  o

  C dengan % berat katalis sebesar 8% (w/w). 0%

  10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

  20

  8

  Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2017

  ISSN (Cetak) 2527-6042 eISSN (Online) 2527-6050

4. Kesimpulan

  Berdasarkan analisa tersebut diperoleh bahwa penggunaan katalis dalam golongan IIA mempunyai potensi untuk menggantikan katalis – katalis dri golongan yang lain. Karena katalis ini memiliki fungsi ganda karena dapat berperan sebagai katalis untuk mempercepat terjadinya reaksi dan dapat juga berperan sebagai aditif karena dapat meningkatkan kadar metil ester dan viskositas kinematik dari metil ester yang diperoleh.

  Referensi [1]

  Prastowo, B., Pranowo, D., Hastomo, A.D. (2009), Teknologi Jarak Pagar Menjawab Tantangan Krisis Energi, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

  [2]

  Mariam, S. (2006), Potensi Pengembangan Tanaman Jarak Pagar untuk Sumber Bahan Baku Biofuel, Makalah yang diseminarkan di Kalimantan Barat.

  [3]

  Benjumea, P., Agudelo, J., Agudelo, A. (2008), Basic Properties Of Palm Oil Biodiesel–Diesel Blends, Fuel, 87, 2069–2075.

  [4]

  Alasti, P. (2006), Biodiesel Process, United State Patent Application Publication no US 2006/0074256 A1.

  [5] Jain, S., Sharma, M.P. (2010). Prospects of biodiesel from Jatropha in India: a review, Renew.

  Sust. Energ. Rev., 14, 763–771

  [6]

  Agarwal, D., Agarwal, A.K. (2007), Performance And Emissions Characteristics Of Jatropha Oil (Preheated And Blends) In A Direct Injection Compression Ignition Engine, Appl. Therm. Eng., 27, 2314–2323.

  [7]

  Leung, D. Y. C., Wu, X., Leung, M. K. H. (2010), A review on biodiesel production using catalyzed transesterification, Applied Energy, 87, 1083–1095.

  [8]

  Chatterjee, S.G., Omori, S., Marda, S., Shastri, S. (2010), Process for making Biodiesel from Crude Tall Oil, United State Patent no US 7695532 B2.

  [9]

  Keskin, A., Guru, M., Altiparmak, D. (2007), Biodiesel production from tall oil with synthesized Mn and Ni based additives: Eff ects of the additives on fuel consumption and emissions, Fuel, 86, 1139–1143

  [10]

  Kannan, G.R., Karvembu, R., Anand, R. (2011), Effect of Metal Based Additive on Performance Emission and Combustion Characteristics of Diesel Engine Fuelled with Biodiesel, Applied Energy, 88, 3694–3703

  [11]

  Van Gerpen, J.., Shanks, B., Pruszko, R., Clements, D., Knothe, G. (2004), Biodiesel Production Technology, Subcontractor Report, National Renewable Energy Laboratory, US.

  [12]

  Sharma, Y.C., Singh, B., 2009, Development of Biodiesel: Current Scenario, Renewable and Sustainable Energy Reviews, 13, 1646–1651

  [13]

  Ramadhas, A.S., Jayaraj, A., Muraledharan, C., (2005), Biodiesel Production from High FFA Rubber Seed Oil, Fuel, 84, 335–340.

  [14]

  Dorado MP, Ballesteros E, Lopez FJ, Mittelbach M. (2004). Optimization of Alkali-catalyzed Transesterification of Brassica carinata oil for Biodiesel Production. Energy & Fuel;18(1):77–