MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA BANGUN RUANG SISI LENGKUNG MELALUI PENERAPAN MPP (budi)

  Jurnal Penelitian MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA BANGUN RUANG SISI

  LENGKUNG MELALUI PENERAPAN MPP PADA SISWA KELAS IX-A SMP NEGERI I MINASATENE

  Budi leksono *) ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan MPP dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi bangun ruang sisi lengkung pada siswa kelas IX-A SMP Negeri 1 Minasatene. Penilitian dilaksanakan dalam dua siklus di kelas IX-A SMP Negeri 1 Minasatene dengan materi bangun ruang sisi lengkung. Intrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah hasil test belajar siklus 1 dan siklus 2. Hasil yang dicapai pada penelitian ini adalah penerapan MPP dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari siklus 1dan siklus 2, yaitu dari rata-rata 70,34 siklus 1 naik menjadi rata-rata 76.724 pada siklus 2. Kata Kunci : Hasil belajar,partisipatif,aktif mental,aktif fisik, PENDAHULUAN

  Proses belajar mengajar yang terjadi dikelas tidak lepas dari kegiatan belajar bagi siswa dan mengajar bagi guru. Peserta didik yang belajar antara satu sama lain memiliki kemampuan yang berbeda- beda, oleh karena itu, keinginan belajar mengajar hendaknya dikembangkan sekaligus memperhatikan tingkat perkembangan intelektual peserta didik.

  Dari proses belajar mengajar, siswa senantiasa ingin mencapai hasil yang baik dari kegiatan belajarnya, demikian pula guru senantiasa ingin memperoleh salah satu indicator yang dicapai oleh siswa dapat diketahui setelah proses belajar. Hal ini dapat diukur dengan indicator tentang batas kemampuan, ketrampilan dan sikap atau nilai yang dimiliki oleh orang itu dalam suatu pekerjaan. Dalam kaitannya dengan usaha belajar, hasil belajar dapat ditunjukkan oleh tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa mengenai materi yang dikerjakan setelah kegiatan belajar mengajar dalam kurun waktu tertentu.

  Soedijarto (Subarto,2001:12) mengemukakan bahwa “ Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diterapakan. Hasil belajar dalam hal ini meliputi kawasan kognitif,efektif, dan kemampuan atau kecakapan belajar seorang pelajar” Banyak factor yang mempengaruhi dalam peningkatan hasil belajar matematika sehingga siswa harus mempersiapkan mental yang kuat apalagi dalam belajar matematika yang cakupannya begitu kompleks tentunya memerlukan gaya belajar tersendiri, baik dalam menghadapi lingkungan yang tidak selalu bersahabat, memecahkan masalah yang tidak segampang membalik telapak tangan, maupun dalam menerima atau menyaring informasi yang masih serta cara berpikir yang baik dan benar

   Interaksi Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika

  Dalam pembelajaran matematika agar mudah dimengerti oleh siswa maka proses penalaran induktif dapat dilakukan pada awal-awal pembelajaran dan diikuti proses penalaran deduktif untuk memperkuat pemahaman yang sudah dimiliki siswa.

  Sebagian besar guru matematika menyadari akan pengalaman pembela-jaran matematika pada umumnya yang masih bersifat tradisional. Guru matematika berceramah menerangkan konsep, memberikan contoh soal dan latihan soal, kemudian mengadakan ulangan harian. M. Nur (Depdiknas, 2005) mengakui bahwa pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada pendidikan matematika konvensional yang banyak ditandai oleh strukturalistik dan mekanistik. Kebanyakan guru matematika mengontrol secara penuh materi serta metode penyampaiannya. Dengan cara seperti ini, penekanan hanya pada kemampuan mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) dan sangat kurang penekanan pada pemahaman (understanding). Guru mengajar seperti hanya menyuapi makanan kepada siswanya. Siswa harus menerima suapan itu tanpa bisa berkomentar, tanpa aktif berfikir, tanpa bisa memberikan kritik apakah pengetahuan yang diterimanya benar atau tidak. Akibatnya guru sangat aktif pemahaman siswa terhadap matematika masih belum maksimal yang ditandai dengan prestasi belajar matematika siswa yang rendah, matematika menjadi mata pelajaran yang dianggap sulit, dan dianggap tidak berhubungan dengan kehidupan nyata sehari-hari.

  Pembelajaran Berdasarkan Teori Konstruktivisme konstrutivisme. Tran Vui (Depdiknas, 2005) menyatakan bahwa :

  Constructivism emphasizes on the role of internal mental processes and installed database of the individual student in his or her learning.

  Pada intinya, konstruktivisme menekankan pada peran proses mental internal serta kerangka kognitif yang ada di dalam fikiran siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Pengaruh bagi siswa adalah bahwa belajar merupakan kegiatan aktif dalam membangun pengetahuan barunya. Mereka berusaha mencari apa-apa yang dipelajari dan bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Sedangkan pengaruh bagi guru adalah bahwa mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari otak guru ke otak siswa, tetapi kegiatan yang memungkinkan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan bernalar, mencari makna, membandingkan apa yang telah diketahui (pengetahuan awal) dengan pengalaman dan situasi yang baru. Oleh karena itu peran guru lebih sebagai mediator dan fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Guru berperan menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswanya bisa belajar dan memfasilitasi sehingga konsep, rumus, dan prinsip dalam matematika dapat ditemukan kembali atau dapat didemonstrasikan oleh para siswa di bawah bimbingan guru.

   Model Pembelajaran Kooperatif

  M. Nur mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari ketrampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks (Depdiknas : 2005). Model ini dirancang pada umumnya untuk menunjang proses pembelajaran siswa yang berkaitan dengan hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan dan keragaman, serta pengem-bangan ketrampilan sosial siswa. Siswa belajar dan saling membantu belajar ide-ide, saling menghargai, dan saling mengambil tanggung jawab satu sama lain sehingga tercipta suatu suasana pembelajaran yang produktif.

  Model Pembelajaran Partisipatif

  Model pembelajaran kooperatif banyak mengilhami lahirnya model-model pembelajaran mutakhir yang berpusat pada siswa. M. Nur mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari ketrampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks (Depdiknas : 2005). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama diantara siswa dalam kelompok-kelompok kecil sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community) dengan tujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Model ini dirancang pada umumnya untuk menunjang proses pembelajaran siswa yang berkaitan dengan hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan dan keragaman, serta pengem-bangan ketrampilan sosial siswa. Siswa belajar dan saling membantu belajar satu sama lain, energi sosial siswa dimanfaatkan untuk berdiskusi, berdebat dan menggeluti ide-ide, saling menghargai, dan saling mengambil tanggung jawab satu sama lain sehingga tercipta suatu suasana pembelajaran yang produktif

   Model Pembelajaran Partisipatif

  Suatu model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yaitu :(1) rasional teoretik yang logis yang disusun oleh penciptanya, (2) tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (3) sintaks (pola urutan) yang menggambarkan pola urutan tahap-tahap yang harus dilakukan dalam pembelajaran , dan (4) lingkungan yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran bisa berhasil (M. Nur, 2005). Para pakar teori belajar menggolongkan pengetahuan menjadi dua yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural (Depdiknas, 2005). Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan mengenai sesuatu. Misalnya definisi persegi, unsur-unsur persegi panjang, jumlah sudut dalam sebuah segi tiga adalah 180 . Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai bagaimana seseorang melakukan sesuatu . Misalnya bagaimana soal cerita dan lain-lain.

  MPP adalah model pembelajaran partisipatif diperkenalkan untuk menunjang kegiatan pembelajaran matematika yang berhubungan dengan kedua macam pengetahuan di atas. Model pembelajaran partisipatif sebagian besar diilhami oleh model pembelajaran kooperatif yang mengutamakan kerja sama diantara siswa dalam kelompok-kelompok kecil sehingga tercipta masyarakat belajar (community learning) dengan tujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Pada model pembelajaran partisipatif ini siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa yang heterogen. Setiap kelompok beranggotakan siswa dengan hasil belajar tinggi, sedang, dan rendah; laki-laki dan perempuan secara berimbang dengan kedudukan yang sama. Hal ini untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja sama dengan teman dari latar belakang yang berbeda-beda. Dengan cara ini siswa akan menjadi aktif baik aktif secara fisik maupun aktif secara mental. Aktif secara fisik ditandai adanya siswa yang kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Sedangkan aktif secara mental ditandai adanya siswa yang sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan-gagasan sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip model pembelajaran kooperatif (Coopeative Learning) (Depdiknas, 2005). M. Nur mengatakan bahwa pemahaman siswa terhadap matematika dapat ditingkatkan dengan meminta siswa bekerja bersama dalam kelompok kooperatif (Depdiknas, 2005). Kelompok ini dapat berfungsi baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Pada materi yang agak luas yang terdiri atas beberapa sub materi, setiap kelompok diberi kebebasan untuk menentukan materi mana yang akan dijadikan bahan bekerja kelompok sesuai dengan keinginan sebagian besar anggota kelompoknya. Pemilihan materi bisa berdasarkan referensi yang tersedia, bekal pengetahuan awal yang dimiliki, tingkat kesulitan materi , atau pertimbangan-pertimbangan yang lain. Di dalam kelompok, siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab terhadap pembelajaran kelompoknya, di samping juga bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri. Dengan model seperti ini setiap anggota kelompok mempunyai andil yang sama terhadap ketuntasan belajar kelompoknya, seperti yang dikatakan Slavin (LPMP, 2005), selama bekerja dalam kelompok tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan. Hasil dari kerja kelompok kemudian dipajang dengan cara ditempel di dinding atau tempat pajangan yang telah tersedia. Hal ini akan mendorong siswa berusaha menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya dan juga memotivasi teman yang lain untuk belajar bagi seluruh anggota kelas. Dari pajangan yang sudah ada, kemudian setiap siswa melakukan belanja (shopping) kepada kelompok yang lain. Mereka saling melihat dan mencermati hasil kerja kelompok temannya. Di sini mereka saling mena-nyakan ide dan gagasan yang dimunculkan pada hasil kerja yang dipajangkan, sekaligus melatih mereka untuk dapat mengkomu-nikasikan gagasan dengan baik dan kritis terhadap munculnya ide-ide

baru. Sehingga dari kegiatan ini siswa akan mendapatkan banyak pengalaman baru yang jarang ditemui pada model pembelajaran tradisional sebelumnya. Setelah kegiatan belanja selesai, dilanjutkan dengan kegiatan presentasi kelompok. Satu atau dua kelompok diberi kesempatan untuk mempresen-tasikan hasil kerja kelompoknya. Kegiatan ini dipandu dan diarahkan oleh guru agar tetap berjalan efektif dan efisien. Pada saat suatu kelompok melakukan presentasi, anggota kelompok yang lain menanggapi. Hal ini akan semakin menambah rasa percaya diri siswa sehingga suasana kelas menjadi hidup dan suasananya sangat menyenangkan, jauh dari rasa takut. Ini sesuai dengan prinsip dalam model PAKIEM (Depdiknas, 2004). Kelompok yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik dan benar diberi penghargaan dan dirayakan dalam bentuk yang sederhana namun meriah. Misalnya diberi tanda bintang, pujian, acungan jempol, tepuk tangan dan lain-lain. Suasana seperti ini sesuai dengan model pembelajaran kuantum

  Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Minasatene, yang pelaksanaannya dimulai

  6 September 2012 sampai dengan 6 Nopember 2012 yang melibatkan seorang guru matematika sebagai peneliti, 2 guru (teman sejawat) untuk membantu mengambil data sebagai observator dalam pelaksanaan penelitian. Adapun subyek penelitian adalah 29 siswa kelas IX A yang keadaan siswa dalam kelas tersebut heterogen. METODOLOGI PENELITIAN

  Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam 2 siklus dengan rincian sebagai berikut : siklus I, dengan dalam 4 x Tatap Muka (TM); siklus II dengan 2 x TM, Adapun materi yang dibahas dalam 2 siklus tersebut adalah :

  1. Siklus I membahas materi : Luas bangun ruang sisi lengkung Indikator: Menghitung luas tabung,kerucut, dan bola

  Indikator:

  Menghitung volum bangun ruang sisi lengkung Dalam penelitian ini ada 3 kelompok data yang akan dievaluasi.

  1. Hasil tes akhir siklus untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa.

  2. Hasil observasi ada 2 sasaran :

  a. Siswa untuk mengetahui/melihat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang meliputi 5 aspek : Perhatian/keseriusan - Ketepatan mengumpulkan tugas -

  • Kelengkapan buku catatan

  Keaktifan bertanya/menjawab - Menghargai pendapat orang lain -

  b. Guru untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan tindakan dan skenario pembelajaran yang direncanakan di kelas.

  Hasil angket yang diberikan siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran partisipatip HASIL PENELITIAN Berikut hasil ringkasan penelitian pada siklus I dan siklus II, Dari hasil pemeriksaan tes yang dilakukan pada siklus I ada 24 siswa dari 29 ( 82,76 %) siswa yang telah tuntas dalam memahami materi pelajaran dengan rata –rata hasil tes 70,34 sedangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran partisipatip diperedoleh siswa yang tidak aktif mencapai 55,173% sedangkan siswa yang aktif mencapai 45,827%, Respon siswa dalam pembelajaran partisipatif diperoleh kurang menyenangkan 17,242 % dan menyenangkan 82,758%. Pada siklus II hasil pemeriksaan tes ada 26 siswa dari 29 siswa (89,655%) telah tuntas, dengan rata-rata hasil tes 72,5, sedangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran partisipatif diperoleh siswa tidak aktif 24,138%, sedangkan siswa yang aktif 75,862%, respon siswa dalam pembelajaran partisipatif diperoleh kurang menyenangkan 10,348% dan menyenangkan 89,652% Dari hasil belajar yang telah matematika yang telah dikerjakan siswa mengalami kenaikan respon siswa terhadap pembelajaran partisipatif mengalami peningkatan sebesar 7,894% Dari data hasil penelitian Nampak bahwa semua unsure yang diteliti yaitu nilai tes matematika pada akhir siklus, nilai afektif dari observasi tentang keterlibatan ssecara aktif dalam proses pembelajaran maupun dari angket mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II, hal ini menunjukkan bahwa MPP pada materi bangun ruang sisi lengkung kelas IX- A SMPN I Minasatene dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

  PENUTUP Setelah data dikumpulkan dan dianalisis dapat disimpulkan sebagai berikut :

  1. Pembahasan Hasil Penelitian Siklus I

  Hal-hal yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan kelas pada siklus I adalah : Pada umumnya siswa masih kurang paham tentang luas dan volume bangun ruang

   sisi lengkung Sebagian siswa termotivasi untuk aktif dan kreatif di dalam menyelesaikan

   permasalahan yang muncul di LK, sebagian siswa lagi masih kurang aktif dalam pembelajaran.

  Siswa berusaha untuk melaksanakan diskusi dalam menyelesaikan permasalahan  yang muncul di LK, meskipun ada sebagian siswa yang pasif.

  Hasil dari kerja kelompok yang dilakukan siswa masih ada yang melenceng dari  masalah yang ada.

  Siswa masih kurang keberanian dan kurang percaya diri untuk mempresentasikan  hasil kerjanya ke depan.

  Penguasaan materi prasyarat siswa kurang, sehingga kegiatan diskusi agak  terlambat.

  2. Pembahasan Hasil Penelitian Siklus II

  Hal-hal yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan kelas pada siklus II adalah : Beberapa siswa dalam menentukan menentukan nilai fungsi

   Siswa antusias sekali dalam kegiatan pembelajaran dengan kelompoknya untuk

   menemukan penyelesaian dari permasalahan yang muncul dalam LK, meskipun ada beberapa siswa yang tidak mengikuti kerja kelompok (pembelajaran) secara aktif.

  Waktu pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan kelas tidak sesuai dengan waktu  yang telah direncanakan. Hal ini disebabkan materi yang dipelajari cukup padat dan sulit, belum dipahami anak dengan baik sehingga perlu pemantapan dan perlu digali kembali dari siswa, juga soa-soal yang rumit yang membutuhkan kemampuan tinggi untuk menyelesaikannya.

  Masih ada beberapa siswa yang kurang aktif dalm proses pembelajaran dan  responnya juga rendah.. DAFTAR PUSTAKA DePorter, B. & Hernacki, M. 1992. Quantum Learning: Unleasing the Genius in You.

  Diterjemahkan oleh Alwiyah Abdurrahman. 2005. Bandung: Kaifa. Depdiknas. 2004. Program Manajemen Berbasis Sekolah. Paket Pelatihan Awal Untuk Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Depdiknas.

  Depdiknas. 2005. Materi Sosialisasi Model Pembelajaran IPA SD dan Matematika SMP.

  Surabaya: Depdiknas. Dirjen Dikdasmen. LPMP Jatim. Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika. Jakarta: Depdiknas. Dirjen Dikdasmen.

  Rachman, Saiful, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah.

  Surabaya: SIC dan Dinas P&K Jatim. Slavin, E, Robert. 1994. A Practical Guide to Cooperative Learning. Disadur oleh M. Nur.

  2005. Surabaya: Depdiknas. Dirjen Dikdasmen. LPMP Jatim.

  • . 2003. Undang-undang Republik indonesia No. 20 Tahun 2003. Bandung: Citra Umbar.

  10