A. Pendahuluan - WUJUD KESANTUNAN BAHASA INDONESIA DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR DI KELAS

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungannya. Tujuan manusia berkomunikasi adalah untuk menyampaikan pesan dan menjalin hubungan sosial. Komunikasi untuk menjalin hubungan sosial dilakukan dengan menggunakan beberapa wujud. Yule (2006:114-115) menegaskan bahwa wujud bertutur merupakan cara bertutur untuk menghasilkan tuturan yang dapat menyelamatkan muka lawan tutur agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Misalnya, dengan menggunakan ungkapan kesantunan. Strategi tersebut dilakukan oleh pembicara dan lawan bicara agar proses komunikasi berjalan baik. Dalam arti, pesan tersampaikan tanpa merusak hubungan sosial di antara keduanya.

  

WUJUD KESANTUNAN BAHASA INDONESIA DALAM INTERAKSI

BELAJAR MENGAJAR DI KELAS

Erniati

  

SMP Negeri 2 Kei Kecil

Jalan Pesisir Timur Desa Elar – MalukuTenggara

Email: erniati.iwa@gmail.com

  

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan wujud kesantunan

berbahasa Indonesia dalam interaksi belajar mengajar di kelas. Untuk

mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif,

yaitu menjabarkan secara mendalam mengenai hal-hal yang akan diteliti.

  

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa wujud kesantunan berbahasa

Indonesia dalam interaksi belajar mengajar di kelas ada empat wujud, yaitu

(1) wujud kesantunan bahasa Indonesia dalam tindak tutur memerintah. (2)

wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur menolak, (3) wujud

kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur mengkritik, (4) wujud

kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur memuji.

  Kata Kunci: kesantunan berbahasa, wujud kesantunan bahasa Indonesia, dan interaksi belajar mengajar di kelas

  Dengan demikian, setelah proses komunikasi selesai, pembicara dan lawan bicara memperoleh kesan yang mendalam, misalnya kesan santun.

  Lakoff (1990:150-151) juga menyatakan, “Kesantunan merupakan suatu sistem hubungan interpersonal yang dirancang untuk mempermudah interaksi dengan memperkecil potensi konflik dan konfrontasi yang selalu terjadi dalam pergaulan manusia”. Yule (2006:104) mengatakan bahwa kesantunan dalam suatu interaksi dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang muka orang lain.

  Sekolah memiliki andil dalam membentuk kesantunan berbahasa siswa karena siswa lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Di sekolah, gurulah yang berperan penting dalam membentuk kesantunan berbahasa siswanya. Agar

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  siswa dapat santun berbahasa, tentu terlebih dahulu guru sebagai contoh juga harus santun dalam berbahasa. Kesantunan berbahasa guru diduga dapat meredam situasi yang kurang nyaman saat terjadi permasalahan yang berarti pada siswa. Bahasa yang santun diduga dapat meredam amarah dan rasa kecewa guru pada siswa, dan dapat membuat situasi tetap terkendali. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya masih ada guru yang kurang memperhatikan prinsip kesantunan dalam bertutur. Leech (1993;206-207) mengelompokkan prinsip kesantunan menjadi enam maksim, yaitu (1) maksim kearifan, (2) maksim kedermawanan, (3) maksim pujian, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim pemufakatan, dan (6) maksim simpati.

  Penelitian ini mengkaji penggunaan kesantunan berbahasa Indonesia yang secara khusus di kelas, yakni (1) penggunaan tuturan resmi dalam interaksi belajar mengajar di kelas, (2) penggunaan kesantunan berbahasa Indonesia dipengaruhi oleh konteks pembelajaran bahasa Indonesia di kelas, (3) penggunaan kesantunan berbahasa Indonesia bersifat edukatif, dan (4) penggunaan kesantunan berbahasa di kelas memiliki kekhasan sendiri dibandingkan di luar kelas. Budaya yang dikembangkan dalam interaksi kelas tercermin dalam wujud tuturan yang dilakukan guru dengan siswa. Adapun tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam interaksi belajar mengajar di kelas. Wujud kesantunan bahasa Indonesia yang dijadikan masalah meliputi: (a) perintah, (b) penolakan, (c) mengkritik, dan (d) memuji.

  B. Metode Penelitian

  Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menghasilkan data tentang wujud kesantunan berbahasa dalam interaksi belajar mengajar di kelas. Adapun data pada penelitian ini adalah tuturan guru dan siswa bahasa Indonesia. Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan guru dan siswa bahasa Indonesia dalam interaksi belajar mengajar di kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak- catat. Setelah data terkumpul, maka data tersebut dianalisis dengan cara: (1) mendata tindak tutur yang digunakan guru saat pembelajaran berlangsung, (2) menganalisis data berdasarkan bentuk wujud kesantunan bahasa indonesia, dan (3) melakukan penyimpulan.

  C. Pembahasan

  Wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam interaksi belajar mengajar di kelas diarahkan pada realisasi maksud tuturan dalam bahasa Indonesia menurut ciri strukturalnya.

  Rahardi (2000:87) menjelaskan bahwa wujud struktural merupakan realisasi maksud tindak tutur apabila dikaitkan dengan ciri formal atau ciri strukturalnya. Dalam bahasa Indonesia, tuturan secara struktural terdiri atas kalimat imperaktif, kalimat deklaratif, kalimat interogatif, dan kalimat interjektif. Namun, pada data ini kalimat yang menjadi perhatian adalah kalimat imperatif, kalimat deklaratif, dan kalimat interogatif. Kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya memerintah kepada pendengarnya melakukan perbuatan yang diminta oleh pembicara, kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya memberitahukan atau memberitahukan saja, sedangkan kalimat

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  membacakan paragraf nanti anggota tadi yang belum maju !”.

  Tuturan guru akan menjadi kurang kadar kesantunannya apabila tuturan memeritah berbunyi “jangan ribut!”

  ayo dan dilakukan dalam konteks situasi belajar mengajar di kelas.

  Tuturan (3) di atas dituturkan guru ketika melihat siswa ribut di kelas. Tuturan yang disampaikan guru dalam memerintah siswa agar jangan ribut merupakan tuturan yang santun karena menggunakan penanda kesantunan

  Tuturan (2) di atas dituturkan guru ketika memerintah siswa yang akan diberi tugas membaca hasil pekerjaan kelompok. Tuturan yang disampaikan oleh guru tersebut merupakan tuturan yang santun karena wujudnya kalimat imperatif dengan menambahkan penanda kesantunan tolong. Di samping itu, perintah guru dalam interaksi belajar mengajar dianggap santun karena di kelas guru mempunyai kewenangan untuk memerintah.

  (Tuturan 3) Tuturan (1) di atas dituturkan ketika memerintah siswa untuk membentuk kelompok. Tuturan yang dilakukan guru tersebut merupakan tuturan yang santun karena wujud kalimatnya adalah kalimat imperatif dengan menambahkan penanda kesantunan silahkan. Walaupun sebenarnya tanpa kata tersebut, guru tetap mempunyai kewenangan untuk memerintah siswa.

  (Tuturan 2) Gr :“Ayo yang lain dengarkan !”

  Gr : “Tolong, perhatikan yang

  interogatif adalah kalimat yang isinya memerintah orang yang mendengarkan kalimat itu untuk memberi jawaban.

  berpikir kemudian rundingkan dengan teman kelompok, mana pernyataan dari tiga kelompok ini yang paling bagus dicocokkan ke kelompok lain”. (Tuturan 1)

  Gr : “Langkah Kerjanya, anggota 1 atau 2 itu membuat kalimat sesuai dengan kata yang ada di papan tulis. Silahkan, anda

  Wujud kesantunan bahasa Indonesia yang dilakukan guru dalam memerintah menggunakan kalimat imperatif, kalimat deklaratif, dan kalimat interogatif. Deskripsi wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur memerintah yang dilakukan guru dipaparkan sebagai berikut.

  Wujud kesantunan berbahasa dalam Tindak Tutur Memerintah Guru Kepada Siswa

  Wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur memerintah yang ditemukan terbagi menjadi dua, yakni wujud tindak tutur memerintah guru kepada siswa dan siswa kepada siswa yang lain. Kedua wujud tersebut dideskripsikan berikut.

  Wujud Kesantunan Bahasa Indonesia dalam Tindak Tutur Memerintah

  Setelah data dikumpulkan dan dianalisis, ditemukan empat wujud kesantunan sebagai berikut (a) memerintah, (b) menolak, (c) mengkritik, dan (d) memuji.

  Tuturan guru (1), (2), dan (3) merupakan tuturan yang disampaikan guru dalam memerintah siswa. Tuturan memerintah yang dilakukan guru tersebut telah memeperhatikan kesantunan berbahasa Indonesia karena menggunakan kalimat imperatif. Kalimat imperatif menjadi santun apabila dalam memerintah menggunakan penanda kesantunan. Kalimat tersebut ditandai dengan kata silahkan, tolong, dan ayo (Chaer, 1998:358). Di samping itu, dilihat dari peristiwa tutur yang disampaikan

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  guru dalam situasi belajar mengajar memungkinkan guru untuk untuk memerintah siswannya. Faktor peranan sementara seorang dalam hubungannya dengan orang lain menentukan santun tindak tuturnya (Leech, 1993:199). Dalam hal ini, peran sementara guru di kelas lebih berkuasa dibandingkan siswanya.

  Berdasarkan deskripsi wujud kesantunan berbahasa Indonesia ditemukan tindak tutur memerintah dengan kalimat deklaratif. Kalimat deklaratif biasanya digunakan guru ketika akan memulai pelajaran, siswa kurang memperhatikan kehadiran guru. Berikut ini merupakan tuturan memerintah dengan menggunakan kalimat deklaratif.

  Gr: “Baiklah yang mempunyai urusan

  lain-lain sementara ditunda.”

  (Tuturan 4) Gr: “Yang punya urusan lain-lain

  ditangguhkan dulu. Sekarang kita memulai pelajaran.” (Tuturan

  5) Tuturan (4) merupakan tuturan yang disampaikan guru ketika akan memulai pelajaran melihat siswanya sedang berbicara dengan teman sebangkunya. Tuturan guru berwujud kalimat deklaratif, tetapi dimaksudkan untuk memerintah siswa supaya tidak berbicara sendiri-sendiri karena pelajaran akan dimulai. Tuturan dengan kalimat deklaratif kedengarannya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang lebih tegas, misalnya “jangan berbicara sendiri-

  sendiri! Pelajaran akan dimulai.”

  Tuturan (5) merupakan tuturan yang disampaikan guru ketika akan memulai pelajaran melihat siswanya masih ribut di kelas. Tuturan guru berwujud kalimat deklaratif, tetapi dimaksudkan untuk memerintah siswa supaya jangan ribut karena pelajaran akan dimulai. Tuturan dengan kalimat deklaratif kedengarannya lebih santun dibandingkan tuturan yang lebih tegas, misalnya “jangan ribut!

  Pelajaran akan dimulai!”

  Tuturan (4) dan (5) tuturan memerintah yang disampaikan guru dengan wujud kalimat deklaratif. Kalimat deklaratif sesungguhnya merupakan kalimat yang bermakna memberikan atau memberitahu, tetapi kalimat ini dalam tuturan yang nyata dapat difungsikan sebagai tuturan memerintah. Tuturan memerintah dengan kalimat deklaratif kedengarannya lebih santun dibanding dengan kalimat imperatif karena dengan kalimat deklaratif yang diperintah tidak merasa diperintah (Chaer dan Agustin, 1995:66).

  Tindak tutur memerintah dengan kalimat interogatif itu sebagai berikut. Gr :“Sudah bisa dimulai pelajarannya ?” (Tuturan 6) Gr :”itu yang dibicarakan urusan apa

  itu ? belum selesai urusannya ?”

  (Tuturan 7) Tuturan (6) merupakan tuturan guru ketika memulai pelajaran siswa dikelas ribut. Tuturan yang disampaikan guru tersebut bermaksud memerintah siswa supaya jangan ribut karena pelajaran akan dimulai. Perintah kepada siswa menggunakan kalimat interogatif lebih santun dibandingkan dengan kalimat imperatif halus karena perintah dengan kalimat interogatif, siswa yang diperintah tidak merasa kehilangan muka dan menyadari kesalahannya.

  Tuturan (7) merupakan tuturan guru ketika melihat siswa berbicara sendiri, padahal guru sedang membahas bacaan. Tuturan yang disampaikan guru tersebut bermaksud memerintah siswa agar jangan berbicara sendiri, tetapi perhatikan pelajaran. Tuturan perintah dengan kalimat interogatif merupakan tuturan yang lebih santun karena yang diperintah tidakmerasa diperintah.

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  harap. Tuturan siswa yang disampaikan

  Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Tindak Tutur Menolak Guru Kepada Siswa

  Wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur menolak terbagi menjadi dua, yaitu wujud tindak tutur menolak guru kepada siswa dan wujud tindak tutur menolak siswa kepada guru. Wujud tindak tutur menolak yang dilakukan guru sebagai bentuk penolakan terhadap pendapat siswa yang menurut guru tidak benar. Sementara itu, wujud tindak tutur menolak yang dilakukan siswa kepada guru. Deskripsi wujud tindak tutur menolak tersebut dipaparkan sebagai berikut.

  Wujud Kesantunan Berbahasa dalam tindak Tutur Menolak

  Tuturan (8) dan (9) di atas tuturan memerinta siswa kepada siswa lain menggunakan kalimat imperatif. Tuturan dengan imperatif masih dianggap santun karena dilakukan oleh yang usia dan status relatif sama serta sudah akrab. Derajat tuturan pada situasi tertentu tergantung pada faktor usia, status, dan tingkat keakraban antara penutur dan petutur (Leech, 1983:199).

  Tuturan (9) merupakan tuturan siswa ketika melihat siswa lain ribut, padahal guru sedang menerangkan pelajaran. Tuturan yang disampaikan siswa tersebut bermaksud memerintah temannya untuk jagan ribut karena akan menggangu pelajaran. Tuturan yang disampaikan siswa tersebut dianggap tuturan yang santun karena dilakukan dalam konteks yang tepat, yaitu dituturkan ketika melihat temannya yang berlaku kurang santun di depan guru. Di samping itu, usia dan status yang relatif sama serta sudah akrab memungkinkan siswa untuk memerintah temannya.

  siswa lain tersebut merupakan tuturan yang santun. Di samping itu, usia dan status yang relatif sama antara peserta yang sudah akrab mempengaruhi tuturan yang santun.

  Tuturan (8) merupakan tuturan ketua kelas yang baru datingdari rapat OSIS. Tuturan siswa tersebut bermaksud memerintah kepada temannya dengan wujud kalimat imperatif dengan menambahkan penanda kesantunan

  Tuturan (6) dan (7) di atas ternyata tuturan yang dilakukan guru dalam memerintah siswa juga ada yang menggunakan kalimat interogatif. Kalimat interogatif sesungguhnya bermaksud bertanya, tetapi dapat digunakan dalam tuturan memerintah. Digunakannya kalimat interogatif dalam tuturan memerintah tersebut berarti guru ingin berlaku lebih santun kepada siswanya. Maksud tuturan memerintah akan lebih santun apabilah disampaikan dalam wujud kalimat interogatif (Rahardi, 2000:145)

  di dengarkan Bapak!”(Tuturan 9)

  kelasmasing-masing!” (Tuturan 8) Sw: “Sss, jangan berbicara sendiri! Itu

  dulu! Kita disuruh membersihkan

  Sw: “Teman-teman, setelah pelajaran ini selesai. Harap jangan pulang

  Indonesia dalam tindak tutur memerintah yang dilakukan siswa kepada siswa yang lain. Deskripsi wujud tuturan tersebut dapat dilihat pada paparan berikut ini.

  Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Tindak Tutur Memerintah Siswa Kepada Siswa Wujud kesantunan berbahasa

  Wujud tindak tutur menolak yang digunakan guru menggunakan kalimat deklaratif dan kalimat interogatif. Tuturan menolak tersebut dipaparkan berikut ini.

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  Tuturan (10) merupakan tuturan guru dan siswa ketika membahas tajuk rencana. Tuturan guru bermaksud menolak ususlan siswa dengan wujud kalimat deklaratif dengan disertai alasan. Tuturan menolak yang disampaikan dengan tidak tegas merupakan tuturan yang lebih santun dibandingkan tuturan tegas.

  Tuturan (11) merupakan tuturan guru dan siswa ketika membahas tentang isi tajuk rencana. Tuturan guru bermaksud menolak jawaban siswa dengan kalimat deklaratif yang menyatakan belum disertai dengan alasan. Tuturan menolak guru tersebut kedengarannya lebih santun daripada dengan tegas menolak jawaban siswa, misalnyamengatakan salah.

  Tuturan (10) dan (11) yang dituturkan guru di atas, merupakan tuturan menolak pendapat siswa dengan menggunakan wujud kalimat deklaratif yang tidak secara tegas menolak disertai dengan alasan. Sesungguhnya, guru dengan kekuasaannya dapat saja menolak dengan tegas pendapat siswa.Namun, dalam hal ini guru dalam hal menolak berusaha tidak membuat siswa terancam mukanya. Tuturan guru dalam menolak dengan mengemukakan alasan kedengarannya lebih halus dan lebih santun daripada menolak tegas (Kartomihardjo, 1990:56)

  Tuturan menolak dengan kalimat interogatif dideskripsikan sebagai berikut.

  Gr: “Yang saya tanyakan, ibarat sebuah benda, cerita apa itu?” Sw: “Kejadian menarik, lucu, misteri yang disampaikan seorang penulis” Gr: “Apakah cerita itu harus ditulis?” Sw: “Tidak!” (serempak) Sw:“Sultan mengajak beberapa orang untuk menyalurkan air ke beberapa sawah, tetapi tidak ada orang yang mau. Kemudian, Sultan berusaha keras mengajaknya dan akhirnya semuanya menurut”

  Gr: “Berhasil?” Sw: “Tidak.” (siswa lain serentak menjawab)

  Tuturan (12) merupakan tuturan guru dan siswa ketika membahas tentang pengertian cerita. Tuturan guru merupakan tuturan dengan kalimat interogatif, tetapi dimaksudkan sebagai pernyataan menolak jawaban siswa. Tuturan menolak dengan kalimat interogatif merupakan tuturan yang santun karena tidak secara tegas menyatakan jawaban siswa salah. Dengan wujud kalimat interogatif, siswa tidak merasa dipermalukan guru dihadapan temannya.

  Tuturan (13) merupakan tuturan guru dan siswa ketika membahas (Tuturan 11)

  (Tuturan 10) Sw: “Harus Koran atau majalah, Bu?” Gr: “Terserah, tapi kan sayang kalau

  majalah kalian sobek,ya

  Sw: “Karena hanya tertumpuh pada

  segelintir Etnis di kota.”

  Gr: “Oh, belum sampai pada paragraf

  kedua.” (Tuturan 12)

  (Tuturan 13 )

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  alur cerita. Tuturan guru merupakan tuturan dengan kalimat interogatif yang dimaksudkan sebagai pernyataan menolak jawaban siswa. Namun, tuturan menolak yang dilakukan guru tidak secara tegas menyatakan salah. Dengan demikian, tuturan dengan kalimat interogatif dianggap santun daripada tuturan menolak dengan secara tegas menyatakan salah.

  Tuturan (12) dan (13) yang dituturkan guru merupakan kalimat interogatif yang digunakan guru dalam menolak pendapat siswa. Kalimat interogatif sesungguhnya merupakan kalimat yang menghendaki orang yang ditanya memberikan jawaban. Namun, dalam tuturan yang nyata kalimat iterogatif dapat berfungsi untuk menyampaikan maksud menolak. Tuturan menolak dengan kalimat interogatif merupakan tuturan yang santun karena tidak mengancam muka siswa. Apabila tuturan yang disampaikan dengan maksud yang bukan sebenarnya tuturan menjadi lebih santun (Chaer dan Agustin, 1995:56).

  Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Tindak Tutur Menolak Siswa kepada Guru

  Tuturan menolak yang dilakukan siswa kepada guru sebagai respons terhadap perintah guru. Deskripsi wujud tindak tutur tersebut terdapat pada paparan berikut ini.

  Gr: “Ayo, Andi yang suka menoleh di

   belakang silahkan!”

  Sw: “Diganggu pak.” Gr: “Sudah selesai? Ya, silahkan

   maju!”

  Sw: “Belum pak.” Tuturan (14) di atas dituturkan guru dan siswa ketika guru menegur siswa yang kurang memperhatikan pelajaran. Tuturan siswa merupakan tuturan dengan deklaratif yang bermaksud menolak siswa terhadap teguran guru yang menuduh dirinya tidak memperhatikan pelajaran.

  Tuturan menolak yang disampaikan siswa tersebut dianggap santun karena tidak secara tegas mengatakan tidak, tetapi menyatakan bahwa dirinya diganggu orang lain.

  Tuturan (15) di atas dituturkan guru dan siswa ketika guru mengamati siswa yang sedang belajar kelompok kemudian guru menyuruh salah satu kelompok untuk maju. Tuturan yang disampaikan siswa tersebut disampaikan dengan kalimat deklaratif yang maksudnya menolak peritah guru untuk disuruh maju. Tuturan yang disampaikan siswa tersebut tidak secara tegas menyatakan tidak mau, tetapi dengan mengemukakan alasan belum selesai. Tuturan menolak dengan alasan tersebut merupakan tuturan yang santun.

  Tuturan (14) dan (15) yang dituturkan siswa merupakan tuturan menolak perintah guru. Namun, cara menolak siswa dengan tidak tegas disertai dengan alasan tertentu. Tuturan yang disampaikan dengan tidak tegas mencerminkan siswa dalam menolak ingin menampilkan rasa hormat dengan menggunakan pilihan bahasa yang santun. Faktor yang berpengaruh dalam interaksi utamanya tuturan menolak adalah jarak keterkaitan hubungan diantara peserta tutur.

  (Tuturan 14) (Tuturan 15)

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58 Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Tindak Tutur Mengkritik

  Wujud kesantunan berbahasa Indonesia tindak tutur mengkritik terbagi menjadi dua, yaitu wujud tindak tutur mengkritik guru kepada siswa dan wujud tindak tutur mengkritik siswa kepada siswa. Deskripsi wujud tindak tutur tersebut dipaparkan berikut ini.

  Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Tindak Tutur Mengkritik Guru Kepada Siswa

  Wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur mengkritik oleh guru kepada siswa. Wujud tindak tutur mengkritik yang dilakukan guru ketika melihat perilaku atau tuturan siswa yang kurang berkenan di hati guru. Kritikan yang disampaikan guru menggunakan kalimat deklaratif dan interogatif. Berikut ini deskripsi tuturan mengkritik.

  Gr: “Ingatannya hebat, ya” (siswa tertawa) (Tuturan 16) Gr: “Begitu saja, kok aduh. Pelajaran

   membuat cerpen berhasil, ya”

  (Tuturan 17) Gr: “Tapi semua kan tahu kalau Heri

   itu disiplin ya”(Tuturan 18)

  Tuturan (16) diatas dituturkan guru ketika siswa menyatakan ingat terhadap materi pelajaran yang sudah dibahas. Kritikan yang disampaikan guru itu dimaksudkan agar setiap materi pelajaran yang sudah dibahas ditulis supaya tidak lupa. Kritikan yang disampaikan guru dianggap santun karena dilakukan dalam konteks di kelas sehingga siswa tidak terancam mukanya (dipermalukan). Dalam konteks interaksi belajar mengajar di kelas, guru kekuasaannya relatif lebih tinggi dibandingkan siswa sehingga berhak mengkritik siswa.

  Tuturan (17) di atas dituturkan guru ketika siswa disuruh menulis di papan tulis mengeluh. Kritikan yang disampaikan guru dimaksudkan agar siswa kalau disuruh tidak usah merasa takut atau mengeluh. Tuturan yang disampaikan guru tersebut tidak akan mengancam muka siswa karena dilakukan dalam konteks di kelas. Dengan demikian, tuturan guru dapat dikatakan santun.

  Tuturan (18) di atas dituturkan ketika menanggapi ajakan siswa untuk disiplin. Kritikan yang disampaikan guru itu dimaksudkan agar siswa dalam melakukan sesuatu sesuai dengan perbuatannya. Tuturan guru tersebut tidak mengancam muka siswa, bahkan memacu siswa untuk untuk berlaku seperti ajakan kepada temannya. Dengan demikian, tuturan siswa dianggap santun.

  Tuturan (16),(17), dan (18) merupakan tuturan mengkritik yang dilakukan guru terhadap siswa sebagai respon terhadap perilaku atau tuturan siswa yang kurang berkenan di hati guru. Kritikan guru kepada siswa tersebut dianggap santun karena dilakukan dalam konteks yang tepat, yaitu dalam interaksi belajar mengajar di kelas. Dalam interaksi belajar mengajar di kelas, kekuasaan guru relatif lebih tinggi dibandingkan siswa sehingga guru berhak mengkritik siswa.

  Tindak tutur mengkritik yang dilakukan guru dengan kalimat interogatif ,kritikan itu disampaikan guru sebagai respons terhadap perilaku atau tuturan siswa yang kurang berkenan dihati guru. Deskripsi tindak tutur tersebut dipaparkan berikut ini.

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  (Tuturan 21)

  Wujud tindak tutur guru dalam memuji sebagai respon terhadap jawaban siswa yang benar menurut presepsi guru. Wujud memuji yang dilakukan dengan kalimat deklaratif. Deskripsi tuturan memuji tersebut dipaparkan berikut ini.

  Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesi Dalam Tindak Tutur Memuji Guru Kepada Siswa

  Wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur terbagi menjadi dua, yaitu wujud tindak tutur memuji guru kepada siswa dan wujud tindak tutur memuji siswa kepada siswa yang lain. Pujian yang disampaikan guru itu merupakan respons terhadap jawaban yang memuaskan guru, sedangkan pujian siswa merupakan tanggapan terhadap pernyataan guru tentang jawaban siswa lain. Deskripsi wujud tindak tutur tersebut dipaparkan berikut ini.

  Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesia Dalam Tindak Tutur Memuji

  (Tuturan 22) Tuturan (21) dan (22) yang dituturkan siswa di atas merupakan kritikan yang disampaikan sebagai respon terhadap pertanyaan guru atau perilaku siswa lain yang diperkirakan kurang berkenaan di hati guru. Kritikan yang disampaikan siswa tersebut dapat dikatakan santun karena usia dan status yang relatif sama serta sudah akrab memungkinkan di antara mereka untuk mengkritik demi kebaikan siswa itu sendiri.

  Sw: “Suaranya kurang keras.”

  Sw: “Harap maklum, Bu. Belum biasa menulis di papan tulis.”

  Sw: “Dikerjakan, Bu?” Gr: “Apa perlu saya jawab

  Kritikan yang disampaikan siswa itu sebagai respon terhadap perilaku atau tuturan siswa lain yang dianggap akan membuat kurang berkenan di hati guru. Kritikan yang dilakukan siswa kepada siswa lain menggunakan kalimat deklaratif. Wujud tindak tutur tersebut dideskripsikan berikut ini.

  Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Tindak Tutur Mengkritik Siswa Kepada Siswa

  Tuturan (20) dituturkan guru ketika melihat siswa yang berbicara sendiri tidak memperhatikan pelajaran. Kritikan yang disampaikan tersebut bermaksud menegur siswa jangan berbicara sendiri ketika guru sedang membahas pelajaran. Kritikan yang disampaikan guru tidak mengancam muka siswa karena dilakukan dalam konteks yang tepat, bahkan siswa menyadari kesalahannya. Dengan demikian, kritikan guru tersebut dapat dikatakan santun.

  Tuturan (19) dituturkan guru dan siswa ketika guru menyuruh siswa mengerjakan tugas menyusun bahasa petunjuk. Tuturan guru merupakan kritikan kepada siswa bahwa perintahnya sudah sudah jelas tidak usah ditanyakan lagi. Kritikan yang dilakukan guru tersebut tidak mengancam muka karena dilakukan dalam konteks di kelas sehingga tuturan guru tersebut bisa dikatakan tuturan yang santun.

   dengan Cakra? Ada yang ingin mendaftar jadi anggota Cakra?”

  Gr: “Ada yang ingin berkomunikasi

   pertanyaanya?”

  (Tuturan 19) (Tuturan 20)

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58 Sw: “Alur flash back.” Gr: “Ya. Bagus.” Sw: “Puisi.” Gr: ‘Bagus, masih ingat.”

  Tuturan (23) dan (24) di atas yang dituturkan oleh guru merupakan pujian yang ditujukan kepada siswa. Pujian yang disampaikan guru tersebut berbentuk kalimat elips. Tuturan pujian guru yang disampaikan dengan tidak berlebih- lebihan sehingga tuturan tersebut dapat dianggap sebagai tuturan yang santun.

  Tindak tutur memuji yang disampaikan guru dengan kalimat deklaratif disampaikan sebagai respon terhadap pendapat siswanya. Deskripsi tuturan memuji itu tampak pada paparan berikut ini.

  Gr: “Terimah kasih, kalau begitu kamu tidak membuang sampah sembarangan.” (Tuturan 25) Gr: “Bagus, sudah lebih sempurna lagi.” (Tuturan 26)

  Tuturan (25) dituturkan guru sebagai respon terhadap jawaban siswa yang dianggap guru lebih baik. Tuturan yang disampaikan guru tersebut memberikan pujian dan tidak melebih- lebihkan sehingga tuturan itu membuat siswa merasa senang. Dengan demikian, tuturan guru tersebut termasuk tuturan yang santun.

  Tuturan (26) dituturkan guru sebagai respon terhadap jawaban siswa yang dianggap guru lebih baik. Tuturan yang disampaikan guru tersebut memberikan pujian dan tidak melebih- lebihkan sehingga tuturan itu membuat siswa merasa senang. Dengan demikian, tuturan guru tersebut termasuk tuturan yang santun.

  Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Tindak Tuturan Memuji Siswa Kepada Siswa

  Tindak tutur memuji yang disampaikan siswa sebagai respon terhadap pertanyaan guru atas tugas yang dilakukan siswa lain. Deskripsi tuturan memuji dipaparkan berikut ini.

  Gr: “Indah dan Nita kelebihannya karena apa?” Sw: “lantang.” Gr: “Ya suaranya lantang. Kemudian selain suara lantang..?” Sw: “Jelas.” Gr: “Bagaimana baca cerpennya? Sw: “Suaranya, bagus, Pak.”

  Wujud Kesantunan Bahasa Indonesia Dalam Tindak Tutur Memerintah

  Wujud kesantunan bahasa Indonesia dalam tindak tutur memerintah menunjukkan bahwa guru dalam memerintah siswa menggunakan kalimat imperatif halus. Kalimat imperatif harus dilakukan guru dalam memerintah siswa yang berkaitan dengan tugas yang harus dilakukan siswa ketika sedang membahas materi pelajaran. Penggunaan kalimat imperatif halus oleh guru tersebut masih dianggap santun dilakukan dalam konteks interaksi balajar-mengajar di kelas.

  Dalam interaksi belajar-mengajar, status guru lebih berkuasa dibanding siswa sehingga berhak untuk memerintah siswa. Guru bisa saja memerintah siswa dengan kalimat imperatif dengan tidak menggunakan penada kesantunan, tetapi hal itu tidak dilakukan guru. Guru dalam memerintah lebih memilih menggunakan kalimat perintah dengan menambah penanda kesantunan. Penggunaan kalimat perintah dengan menambahkan

  (Tuturan 24) (Tuturan 23)

  (Tuturan 27) (Tuturan 28)

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  penanda kesantunan ini menandakan bahwa guru ingin bersikap demokratis. Guru tersebut tetap memperlakukan siswa sebagai orang yang perlu juga dihormati.

  Kalimat deklaratif juga digunakan guru dalam memerintah kepada siswa. Penggunaan kalimat deklaratif terutama digunakan guru untuk memerintah siswa supaya tidak ribut atau meminta siswa untuk melakukan tugas yang diberikan guru dengan lebih baik. Dengan menggunakan kalimat deklaratif ini, berarti guru dalam memerintah ingin lebih santun karena tuturan yang sifatnya memberi tahu membuat siswa yang diperintah tidak merasa diperintah.

  Digunakannya kalimat deklaratif itu tidak terlepas dari peran guru dan siswa yang jelas di dalam kelas. Di kelas, guru menyadari bahwa dengan ungkapan yang berbetuk deklaratif akan lebih meminimalkan rasa memerintah dan menyadari bahwa tuturannya akan dipahami oleh siswa. Sebaliknya, siswa juga memahami maksud yang dituturkan guru dalam tuturan di kelas merupakan perintah terhadap dirinya dengan santun.

  Kalimat interogatif juga digunakan guru dalam memerintah kepada siswa. Kalimat ini dilakukan guru terutama dalam tindak tutur memerintah siswa yang ribut di kelas supaya diam. Penggunaan kalimat interogatif ini merupakan tuturan paling santun karena dalam memerintah guru menggunakan kalimat tanya sehingga siswa yang diperintah tidak merasa dipermalukan.

  Penggunaan kalimat interogatif ini menandakan bahwa guru dalam memerintah siswa berusaha bersikap santun. Sesungguhnya, bisa saja guru memerintah dengan kalimat imperatif agar siswa jangan ribut. Namun, hal ini tidak dilakukan karena guru menyadari bahwa dengan kalimat interogatif tuturannya lebih dapat diterima siswa. Sebaliknya, siswa menyadari bahwa perbuatannya merupakan sesuatu yang tidak baik.

  Wujud Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menolak

  Wujud kesantunan berbahasa dalam tindak tutur menolak menunjukkan bahwa tindak tutur menolak yang dilakukan guru kepada siswa menggunakan wujud kalimat deklaratif. Kalimat deklaratif yang digunakan dalam tindak tutur menolak dilakukan guru dalam menanggapi pendapat atau jawaban siswa yang menurut guru tidak benar. Tindak tutur menolak yang berwujud kalimat deklaratif ditandai dengan kata tidak atau penandanya diikuti alasan tertentu danada juga yang ditandai dengan menyampaikan alasan penolakan.

  Guru dengan kekuasaanya dapat saja menolak dengan tegas setiap pendapat siswa, misalnya dengan kata-kata “Jawabanmu salah”, atau

  “Pendapatmu salah”. Namun, hal itu tidak

  dilakukan karena guru berusaha bersikap santun seraya menjaga integritas siswa sebagai petutur yang perlu dihargai. Penolakan dengan kalimat deklaratif yang halus kedengaranya santun dibandingkan menolak tegas.

  Kalimat interogatif juga digunakan dalam tindak tutur menolak yang dilakukan guru kepada siswa. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tindak tutur menolak dengan kalimat interogatif dilakukan guru ketika siswa menjawab pertanyaan atau mengemukakan pendapat menurut guru tidak benar. Cara penolakan guru tersebut dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa lain tentang pendapat atau jawaban siswa. Penolakan yang dilakukan guru dengan kalimat interogatif menunjukkan guru ingin berbahasa santun karena

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  penolakan dengan bertanya kepada siswa lain membuat siswa yang ditolak tidak merasa ditolak.

  Guru dengan kekuasaanya di kelas bisa saja menolak secara tegas, misalnya dengan kata salah atau tidak benar. Namun, hal ini tidak dilakukan guru. Guru lebih memilih menggunakan kalimat interogatif. Tuturan menolak dengan kalimat interogatif tersebut menandakan bahwa guru ingin bersikap demokratis. Guru dalam hal ini memberi kesempatan siswa lain untuk menanggapi pendapat temannya. Tindakan yang dilakukan guru tersebut merupakan tindakan meminimalkan sikap kurang santun.

  Pada tindak tutur menolak yang dilakukan siswa kepada guru. Tindak tutur menolak yang dilakukan siswa menggunakan kalimat deklaratif. Perwujudan tindak tutur menolak itu dengan memberi alasan danada juga dengan penolakan yang tidak langsung dengan kalimat pendek seperti, “Belum,

  Pak”, Pak”, Diganggu Pak”. Tuturan

  siswa dalam menolak dengan memberi alasan atau dengan tidak tegas menolak tersebut menandakan bahwa siswa dalam menolak perintah menggunakan bahasa yang santun.

  Sikap yang dilakukan oleh siswa dalam menolak perintah guru tersebut menandakan bahwa siswa telah memahami penggunaan kesantunan berbahasa. Apabila siswa dalam menolak perintah guru seperti yang dilakukan terhadap temannya, berarti siswa belum dapat menempatkan penggunaan kesantunan berbahasa. Berdasarkan temuan penelitian ini, tampaknya siswa telah mampu menempatkan diri bersikap terhadap orang yang statusnya relatif lebih tinggi.

  Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Tindak Tutur Mengkritik

  Wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur mengkritik guru kepada siswa menggunakan kalimat deklaratif. Tuturan mengkritik dengan kalimat deklaratif dilakukan guru tersebut sebagai respons terhadap perilaku siswa yang dianggap guru kurang baik, misalnya menjawab bersama-sama atau tidak memperhatikan guru. Kritikan yang disampaikan guru tersebut masih bisa mempermalukan (mengancam muka) siswa. Namun, kritikan tersebut masih bisa dikatakan santun karena dilakukan dalam konteks interaksi belajar-mengajar di kelas. Di samping itu, kritikan yang dilakukan guru bertujuan agar siswa berperilaku yang baik.

  Guru sebagai orang yang statusnya lebih tinggi dibanding siswa dalam interaksi di kelas dapat saja langsung menegur atau melarang siswa untuk tidak berbuat yang tidak disukainya. Namun, hal itu tidak dilakukan guru. Guru lebih memilih dengan cara mengkritik terhadap perilaku siswa yang kurang baik tersebut. Guru dengan pengalamannya menyadari bahwa dengan mengkritik lebih dapat diterima siswa. Terbukti setiap kritikan guru membuat siswa tertawa dan berusaha memperhatikan kritikan guru tersebut.

  Tuturan mengkritik juga dilakukan guru dengan kalimat interogatif. Tuturan mengkritik dengan kalimat interogatif tersebut menunjukkan guru dalam mengkritik ingin berbahasa yang santun. Tuturan ini terutama kepada siswa yang suka ribut di kelas agar memperhatikan pelajaran.

  Guru sebetulnya dengan kekuasaannya di kelas dapat saja marah terhadap sikap siswa yang tidak memperhatikan pelajaran atau ribut di

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58

  kelas. Namun, hal ini tidak dilakukan guru. Guru dalam usahanya membuat siswa bersikap lebih baik, lebih memilih dengan menyampaikan kritikan dengan kalimat kalimat interogatif. Sikap guru tersebut diterima siswa karena siswa merasa bahwa teguran guru dilakukan dengan santun.

  Padatindak tutur mengkritik yang dilakukan siswa terhadap siswa lain. Tuturan mengkritik siswa dilakukan sebagai respons terhadap temannya yang berperilaku kurang baik atau melaksanakan tugas guru yang menurut pandangan siswa yang mengkritik akan membuat guru tidak senang. Walaupun tidak banyak ditemukan dalam penelitian ini, tuturan mengkritik yang dilakukan siswa dianggap santun karena disampaikan dengan kalimat deklaratif dan tegas sebab penutur dan petutur mempunyai status dan usia yang relatif sama dan sudah akrab. Apabila tuturan itu dilakukan dengan deklaratif panjang atau dengan interogatif justru bisa menjadi ironi. Ironi bertentangan dengan kesantunan. Ironi justru menimbulkan kerugian dan menyudutkan petutur (Leech, 1983:225).

  Pada tindak tutur memuji yang dilakukan siswa dalam memuji siswa lain. Tindak tutur memuji merupakan tuturan yang santun karena membuat siswa yang dipuji senang. Tuturan memuji yang dilakukan siswa tersebut menggunakan kalimat deklaratif yang bentuknya elips. Pujian yang dilakukan siswa tersebut sebagai respon terhadap pertanyaan guru tentang tugas yang dilakukan temannya itu baik.

  Tuturan siswa dalam memuji siswa lain tersebut menandakan di antara siswa telah terjalin saling menghargai. Walaupun hubungan antar siswa sudah akrab, dapat saja siswa tidak perlu memuji temannya. Namun, dalam konteks interaksi belajar-mengajar tuturan memuji tetap dilakukan siswa sebagai bentuk penghargaan terhadap siswa dan guru di kelas. Dengan demikian, siswa di kelas dapat menempatkan dirinya bertutur.

  Wujud Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam Tindak Tutur Memuji

  Wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalamtindak tutur memuji guru kepada siswa. Tindak tutur memuji merupakan tindakan yang santun karena membuat siswa senang. Tindak tutur memuji yang dilakukan guru menggunakan kalimat deklaratif dengan bentuk kalimat elips (kalimat yang kalusannya tidak lengkap) dan dengan kalimat tunggal. Pujian yang dilakukan guru sebagai respon terhadap jawaban siswa yang memuaskan guru. Pujian dengan kalimat elips atau kalimat tunggal yang dilakukan guru tepat, sebab apabila pujian itu dengan deklaratif panjang atau dengan interogatif justru mengurangi kadar kesantunan.

  Tindak tutur memuji yang dilakukan guru menandakan bahwa guru di dalam kelas tidak hanya bertindak sesuai dengan kekuasaannya. Guru di dalam kelas juga ingin menampilkan sebagai orang yang menghargai siswanya. Demikian juga, pujian yang disampaikan guru membuat siswa merasakan bahwa pendapatnya akan dihargai gurunya sehingga mendorong siswa lain untuk berpendapat.

  D. Penutup

  Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam interaksi belajar-mengajar di kelas ada empat wujud, yaitu (1) wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur memerintah, (2) wujud kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur menolak, (3) wujud kesantunan ini dapat menjadi bahan masukan bagi berbahasa Indonesia dalam tindak tutur peneliti selanjutnya, terutama yang mengkritik, dan (4) wujud kesantunan hendak meneliti tentang kesantunan berbahasa Indonesia dalam tindak tutur bahasa pada tuturan guru dan siswa. memuji.

  Pada tindak tutur memerintah yang Dengan makalah ini, penulis dilakukan siswa terhadap siswa lain, tidak memberikan saran sebagai berikut (1) banyak ditemukan. Tidak banyaknya wujud kesantunan berbahasa Indonesia tuturan memerintah karena guru lebih dalam intraksi belajar-mengajar di mendominasikan tuturan dalam interaksi kelas dapat dijadikan sebagai salah belajar-mengajar. Tuturan memerintah satu pedoman pengajaran kesantunan yang dilakukan siswa tersebut terutama berbahasa di kelas, (2) guru bahasa ditujukan kepada temannya untuk Indonesia tetap mempertahankan nilai- melaksanakan perintah guru atau nilai kesantunan berbahasa dalam memerintah temannya agar jangan ribut beberapa tuturan, dan (3) penelitian karena mengganggu pelajaran.

  

Daftar Pustaka

  Chaer, A, &Leonie Agustin. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, A. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Kartomihardjo, S. 1990. Bentuk Bahasa Penolakkan. IKIP Malang. Lakoff, Robin T. 1990. Talking Power: The Politics of Language in Our Lives.

  Glasgow:Harper Collins. Leech,G.1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press. Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. . 2006. Pragmatics.U.S.A: Oxford University Press Leech, Geofrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.

  Rahardi, R K. 2000.Imperatif dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: DutaWacana Press. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

  Yogyakarta: Erlangga

  ETNOGRAFI / Vol. XVI / No. 1 / 2016/ 1-58