Gerakan Sosial Pemberontakan dan Revolus (1)

Gerakan Sosial : Pemberontakan dan Revolusi
Danang Pamungkas, Pend. Sosiologi UNY
Bicara soal gerakan sosial tak lepas dari kepentingannya dalam merebut ruang
demokrasi yang sudah mulai menyempit menjadi kuasa oligarki. Tangan-tangan oligarki
telah menguasai sumber daya materiil bangsa Indonesia, hal yang paling susah dilakukan
oleh gerakan sekarang adalah bagaiman merebut ruang-ruang yang dimiliki oleh para oligarki
ini? cara yang memungkinkan untuk sekarang yaitu melalui gerakan sosial. Gerakan sosial
sendiri menurut pandangan Sydney Tarrow merupakan gerakan yang terlembaga, terorganisir,
mempunyai kepemimpinan yang kuat, punya taktik dan strategi, serta mempunyai
kepentingan politis untuk mengubah arah kebijakan pemilik otoritas tertentu. Lebih jelasnya
lagi tarrow menekankan pentinganya memobilisasi sumber daya dan penciptaan Framming
sebagai awal mula gerakan sosial untuk berkonfrontasi langsung dengan para elit politik.
Mobilisasi sumber daya berguna untuk mengorganisisr gerakan perlawanan, mendapatkan
jaringan-jaringan gerakan yang lebih luas dan memperbesar massa aksi sebagai basis utama
perlawanan. Kemudian fungsi Framming adalah cara bagaimana
organ gerakan
memenangkan arti di dalam ruang publik demokrasi. Tentunya agak rumit untuk menjelaskan
framming ini. Tetapi yang jelas bahwa gerakan sosial harus menjaring isu yang bisa diterima
secara universal oleh semua kalangan dan semua kelas, tak membatasi pada kelas tertentu.
Analisis framming digunakan untuk menciptakan rasa solidaritas atas ketertindasan dan
ketidakadilan, sehingga isu yang dibawakan menjadi wacana publik yang mainstream. Hal ini

sangat penting dilakukan karena isu yang lebih universal dan diterima semua kalangan akan
mendapatkan sumber daya mobilisasi yang cukup kuat guna memperkuat basis massa aksi.
Pendekatan mobilisasi sumber daya dan framming inilah menjadi pijakan utama bagi gerakan
sosial saat ini.
Rajendra Singh, mengungkpakan bahwa masyarakat terbentuk bukan sebagaimana
adanya, terbentuknya masyarakat dan peristiwa konsensus untuk menciptakan harmoni sosial
ternyata telah melenyapkan hak dan kebebasan individu, perspektif bebas-nilai ini menjadi
titik utama kritik bagi analisa fungsional-struktural Tallcot Parsons. Bahwa harmoni sosial itu
sengaja diciptakan dengan pembungkaman dan penindasan, oleh sebab itu gerakan sosial
akan selalu ada untuk melawan penindasan. Di dalam masyarakat ada kontradiksi internal di
dalamnya, karena masyarakat selalu menyimpan konflik dan kepentingan oleh sebabnya
gerakan sosial merupakan elemen yang tak terpisahkan dari masyarakat itu sendiri.
masyarakat dan gerakan sosial merupakan satu-kesatuan di dalam dirinya. Tetapi sekarang
yang menjadi pertanyaan penting bagaimana membangun sebuah gerakan sosial yang kuat
dan mapan guna melawan kekuasaan oligarki?
Tan Malaka pernah menggunakan strategi massa aksi yang menuntut akan boikot,
mogok kerja dan demonstrasi, dengan taktik ini pihak penguasa akan memperhitungkan
kekuatan massa dari massa aksi. Massa aksi membutuhkan organisasi, strategi dan
kepemimpinan revolusioner sehingga arah gerakan menjadi lebih efektif bukan hanya sebagai
tukang “Putch” saja tetapi sebagai satu kekuatan dalam pembebasan sosial. Gerakan sosial

sendiri bisa berubah menjadi pemberontakan ketika tuntutan-tuntan dari massa aksi tidak
digubris oleh penguasa, malahan penguasa menggunakan cara-cara otoriter untuk
membungkam massa aksi, oleh sebab itu pemberontakan menjadi jalan keluar. Tetapi juga

bisa sebaliknya pemberontakan bisa menjadi gerakan sosial ketika pemberontakan tersebut
gagal dan membutuhkan taktik serta organisasi kelembagaan yang lebih efektif dalam
melawan kekuasaan. Sebaliknya gerakan sosial bisa menjadi sebuah revolusi tak kala
kesediaan massa aksi untuk merubah tatanan secara total, dan kondisi kekuatan yang
memungkinkan untuk sebuah revolusi. Misalkan dalam hal Revolusi Soviet, Lenin
sebenarnya membuat sebuah gerakan sosial dengan menciptakan partai revolusioner tetapi
hal itu berubah menjadi revolusi ketika kondisi memungkinkan untuk revolusi dan kesediaan
massa aksi dalam melakukan politik perlawanan secara radikal, tentunya revolusi juga
membutuhkan pemberontakan. Mustahil tanpa pemberontakan revolusi bisa berhasil. Akan
tetapi ketika Revolusi berhasil maka dengan sendirinya gerakan sosial akan lenyap.
Sekarang yang terpenting adalah bagaimana sebuah gerakan sosial dapat
mengakomodir isu secara universal dan tidak mengelitkan organisasinya. Gerakan-gerakan
sosial yang booming seperti gerakan lingkungan hidup, gerakan anti-perang, gerakan antikorupsi, gerakan feminisme, gerakan pluralisme, gerakan anti-rasis dsb. Harus didukung
bersama-sama. Kesamaan beberapa gerakan ini adalah sama-sama memperjuangkan nilainilai kemanusiaan dan anti penindasan, oleh sebab itu semua organ harus di organisir menjadi
satu-kesatuan gerakan yang terdiri dari banyak gerakan-gerakan sosial. Hal ini pernah
berhasil di Amerika tahun 70-an ketika gerakan kulit hitam Amerika berhasil melawan

kekuasaan pemerintah dan merubah kebijakan pemerintah Amerika. Kemudia tahun 90-an
berbagai organ gerakan di dunia berskala transnasional hampir berhasil mengagagalkan
konferensis WTO yang menyebabkan jalanan-jalanan Amerika penuh dengan lautan massa
aksi. Tentunya hal ini perlu kita pelajari lebih lanjut, apalagi di negara ini sedang terjerat
moncong oligarki. Mau tidak mau kita harus membuat sebuah gerakan sosial yang
berjejaring luas dan peduli dengan isu-isu universal. Oleh sebabnya penting bagi organ
gerakan mempelajari teori mobilisasi sumberdaya dan Framming untuk kegiatan
pemberontakan maupun Revolusi. Karena Revolusi adalah takdir yang tak terelakkan segera
terjadi!!!