PO Kepribadian dan Emosi karyawan
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………….
i
KATA PENGANTAR …………………………………………….
ii
DAFTAR ISI……………………………………………………….
iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….
1.1 Latar Belakang ……………………………………………..
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………. ……..
1.4 Manfaat Penulisan………………………………………….
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….
BAB III PEMBAHASAN………………………………………………
3.1 Definisi Kepribadian……………………………………….
3.2 Faktor Penentu Kepribadian………………………………
3.3 Ciri – ciri Kepribadian…………………………………….
3.4 Kepribadian Utama yang Mempengaruhi Prilaku Organisasi
3.5 Kepribadian dan Budaya Nasional………………………
3.6 Mencapai Kecocokan Kepribadian………………………
3.7 Definisi Emosi……………………………………………. …….
3.8 Dimensi Emosi……………………………………………. …….
3.9 Jenis Kelamin dan Emosi………………………………..
4.0 Batasan Eksternal Terhadap Emosi…………………….
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. …
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Studi prilaku organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan
konteks organisasi, serta sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang berinteraksi dalam
organisasi, banyak faktor yang ikut bermain. Studi organisasi berusaha untuk memahami dan
menyusun model-model dari faktor-faktor ini.
Seperti halnya deengan semua ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha
untuk mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi
mengenai dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja. Karena itu, perilaku
organisasi (dan studi yang berdekatan dengannya, yaitu psikologi industri) kadang-kadang
dituduh telah menjadi alat ilmiah bagi pihak yang berkuasa. Terlepas dari tuduhan-tuduhan itu,
Perilaku Organisasi dapat memainkan peranan penting dalam perkembangan organisasidan
keberhasilan kerja, yang diantaranya membahas tentang Kepribadian dan Emosi, kedua hal
tersebut sangat berkaitan erat dengan prilaku organisasi.
Kepribadian dan emosi akan mempengaruhi individu didalam sebuah organisasi. Maka
dari itu sangat diperlukan seseorang untuk tahu dan mengerti apa itu kepribadian dan emosi baik
dari segi pengertian, ciri – ciri, dll. Dengan penguasaan materi tentang Kepribadian dan Emosi
ini diharapkan setiap individu akan bisa menempatkan dirinya didalam sebuah organisasi setelah
menguasai materi tersebut. Keberhasilan sebuah organisasi sangat ditentukan oleh setiap individu
di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah definisi dari Kepribadian dan emosi, ciri – ciri, dimensi emosi, serta pengaruhnya
terhadap prilaku dalam organisasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari Kepribadian dan emosi secara psikologis maupun definisi
sehari harinya, ciri – ciri, atribut kepribadian utama yang mempengaruhi prilaku oraganisasi,
serta mengetahui kepribadian dan budaya nasional.
1.3.2 Untuk mengetahui dimensi dimensi emosi dan batas ekternal emosi terhadap prilaku
organisasi.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaatnya untuk Mahasiswa adalah sebagai panduan atau tunjangan dalam mata kuliah
Prilaku organisasi.
1.4.2 Manfaatnya Untuk Fakultas adalah sebagai tambahan karya tulis untuk memperkaya materi
mengenai Prilaku Organisasi.
1.4.3 Manfaatnya untuk Masyarakata dan dunia kerja, jika seseorang telah mengerti apa itu
kepribadian dan emosi dan tau cara mengendalikannya dalam dunia organisasi maka akan sangat
berguna untuk kemajuan sebuah perusahaan dan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perilaku Organisasi
Menurut Thoha (2007:5) perilaku organisasi merupakan suatu studi yang menyangkut
aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu.
Menurut Duncan dalam Thoha (2007:5) hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam suatu
perilaku organisasi adalah sebagai berikut:
a) Studi perilaku organisasi termasuk didalamnya bagian-bagian yang relevan dari semua ilmu
tingkah laku yang berusaha menjelaskan
b) Tindakan-tindakan manusia didalam organisasi.
c) Perilaku organisasi sebagaiman suatu disiplin ilmu mengenai bahwa individu dipengaruhi oleh
bagaimana pekerjaan diatur adan siapa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya.
d) Walaupun dikenal adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih
memusatkan pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan tugas pekerjaan yang
bisa dijalankan.
2.2 Pengertian Kepribadian
Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan berperilaku
yang relatif stabil dan dapat diperkirakan (Dorland, 2002). Kepribadian juga merupakan jumlah
total kecenderungan bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta
pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi sikapnya
terhadap kehidupan (Weller, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kepribadian meliputi segala corak perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri
seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan,
sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi
individu itu.
2.3 Pengertian Emosi
Istilah emosi menurut Daniel Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional,
yang diambil dari Oxford English Dictionary memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau
pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih
lanjut ia mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang
khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak.
Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan
yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, parasaan
(feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun
oleh
bermacam-macam
keadaan
jasmaniah.
Menurut Crow & Crow (1958), emosi adalah “an emotion, is an affective experience that
accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states in the
individual, and that shows it self in his evert behaviour”. Jadi, emosi adalah warna afektif yang
kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Menurut Hurlock (1990), individu yang
dikatakan matang emosinya yaitu:
a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya
matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara social atau
membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima
secara sosial.
b. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang
dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat
c. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara
kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi
tersebut Kematangan emosi (Wolman dalam Puspitasari, 2002) dapat didefinisikan sebagai
kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai
dengan usia dewasa dari pada bertingkahlaku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia
individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan
perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta dari pada perasaan.
Menurut Kartono (1988) kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam
artian individu tidak lagi terombang ambing oleh motif kekanak- kanakan. Chaplin (2001)
menambahkan emosional maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat
kedewasaan dari perkembangan emosi dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi
menampilkan pola emosional yang tidak pantas.
Smith (1995) mendefinisikan kematangan emosi menghubungkan dengan karakteristik orang
yang berkepribadian matang. Orang yang demikian mampu mengekspresikan rasa cinta dan
takutnya secara cepat dan spontan. Sedangkan pribadi yang tidak matang memiliki kebiasaan
menghambat perasaan- perasaannya. Sehingga dapat dikatakan pribadi yang matang dapat
mengarahkan energi emosi ke aktivitas-aktivitas yang sifatnya kreatif dan produktif. Senada
dengan pendapat di atas Covey (dalam Puspitasari, 2002) mengemukakan bahwa kematangan
emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan
berani, diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan individu
lain.
Menurut pandangan Skinner (1977) esensi kematangan emosi melibatkan kontrol emosi yang
berarti bahwa seseorang mampu memelihara perasaannya, dapat meredam emosinya, meredam
balas dendam dalam kegelisahannya, tidak dapat mengubah moodnya, tidak mudah berubah
pendirian. Kematangan emosi juga dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk
mengembangkan cinta secara sempurna dan luas dimana hal itu menjadikan reaksi pilihan
individu sehingga secara otomatis dapat mengubah emosi-emosi yang ada dalam diri manusia
(Hwarmstrong, 2005).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu respons terhadap suatu
perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya
mengandung kemungkinan untuk meletus.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi
dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa
diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
3.1.1 Kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri
individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada
orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut,
dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”.
3.1.2 Kepribadian menurut psikologi
Berdasarkan penjelasan Gordon Allport tersebut kita dapat melihat bahwa kepribadian
sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan
sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit
Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.
Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S.
Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang
berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan
tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian
adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan
caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai
“suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya
mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik,
serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma)
lingkungan.
3.2 Faktor Penentu Kepribadian
3.2.1 Faktor keturunan
Keturunan
merujuk
pada
faktor genetis seorang
individu.
Tinggi
fisik,
bentuk wajah, gender,
temperamen,
komposisi otot dan
refleks,
tingkat energi dan
irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara
substansial,
dipengaruhi
oleh
siapa orang
tua dari
individu
tersebut,
yaitu
komposisi biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu. Terdapat tiga dasar
penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap argumen bahwa
faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar
pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak. Dasar kedua
berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti
konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi. Penelitian terhadap
anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari faktor keturunan. Bukti
menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan
dengan karakteristik genetis bawaan. Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat
kepribadian mungkin dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti
tinggi badan dan warna rambut.
Para peneliti telah mempelajari lebih dari 100 pasangan kembar identik yang dipisahkan
sejak lahir dan dibesarkan secara terpisah. Ternyata peneliti menemukan kesamaan untuk hampir
setiap ciri perilaku, ini menandakan bahwa bagian variasi yang signifikan di antara anak-anak
kembar ternyata terkait dengan faktor genetis. Penelitian ini juga memberi kesan
bahwa lingkungan pengasuhan tidak begitu memengaruhi perkembangan kepribadian atau
dengan kata lain, kepribadian dari seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang
berbeda ternyata lebih mirip dengan pasangan kembarnya dibandingkan kepribadian seorang
kembar identik dengan saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.
3.2.2 Faktor lingkungan
Faktor
lain
yang
memberi
pengaruh
cukup
besar
terhadap
pembentukan karakter adalah lingkungan dimana
seseorang tumbuh dan
dibesarkan norma
dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial, dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia
dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang.
Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi
ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu
sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit
pengaruh pada kultur yang lain. Misalnya, orang orang Amerika Utara memiliki semangat
ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang terus tertanam
dalam diri mereka melaluibuku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang
tersebut cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan
dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan
keluarga daripada pekerjaan dan karier.
3.3 Ciri – ciri Kepribadian
Semakin konsisten karakteristik individu dan semakin sering terjadi dalam berbagai situasi,
maka semakin penting ciri-ciri itu untuk menggambarkan individu.
1. a.
Pencarian awal atas ciri-ciri primer : Ada 16 ciri-ciri yang dianggap sebagai
sumber perilaku yang konstan dan mantap yaitu : pendiam – ramah, kurang cerdas – lebih
cerdas, dipengaruhi oleh perasaan – stabil secara emosional, penurut – dominan, serius –
tak kenal susah, bijaksana – berhati-hati, malu-malu – suka bertualang, keras – sensitif,
percaya – curiga, praktis – imaginatif, jujur – lihai, yakin – ragu-ragu, konservatif, suka
bereksperimen, tergantung kelompok – mandiri, tak terkendali – terkendali, santai –
tegang.
2. b.
The Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) : adalah salah satu kerangka kerja
kepribadian dengan 100 pertanyaan yang menanyakan kepada orang bagaimana mereka
biasanya bertindak atau merasa dalam situasi tertentu. Individu pada akhirnya akan
diklasifikasikan sebagai ekstrovet (E) dan intovert (I), sensing (S) atau intuitif (N),
berpikir (T) atau merasa (F), dan memahami (P) atau menilai (J). Hasilnya nanti akan
dirangkai seperti misalnya INTJ dalah kaum visioner, ESTJ adalah pengorganisasi, ENTP
adalah pengagas, dllnya.
3. c.
Model lima besar : adalah 5 dimensi dasar hasil riset terbaru yang melandasi semua
ciri dan meliputi sebagian besar variasi yang signifikan dalam kepribadian manusia, yaitu
:
a. Ekstraversi : mencakup tingkat kesenangan seseorang akan hubungan. Orang yang ekstravert
akan cenderung suka berkelompok, tegas, dan mampu bersosialisasi. Kaum introvert cenderung
pendiam, malu-malu, dan tenang.
b. Kemampuan untuk bersepakat : merujuk pada kecennderungan untuk tunduk pada orang lain.
Orang yang skornya tinggi akan kooperatif, hangat, dan percaya. Sedangkan yang rendah akan
dingin, tidak mampu bersepakat, dan antagonistik.
c. Sifat mendengarkan suara hati : merupakan ukuran dari keandalan. Orang yang peka terhadap
suara hati akan bertanggung jawab, terorganisir, dapat dipercaya, dan gigih. Sedangkan yang
sebaliknya akan mudah bingung, tidak terorganisir, dan tidak handal.
d. Stabilitas emosional : merujuk pada kemampuan untuk bertahan terhadap stress. Orang yang
skornya tinggi akan cenderung tenang, percaya diri, dan aman. Yang sebalinya akan cenderung
gelisah, cemas, gugup, tertekan, dan tidak aman.
e. Keterbukaan terhadap pengalaman : merujuk pada kisaran minat individual dan kekaguman
terhadap hal baru. Orang yang terbuka akan kreatif, ingin tahu, dan sensitif secara artistik.
Sedangkan yang sebaliknya akan konvensional dan menemukan kenyamanan dalam keakraban.
Penelitian atas kredibilitas Lima Besar ini menghasilkan sejumlah besar bukti bahwa individu
yang dapat dipercaya, andal, hati-hati, teliti, mampu membuat rencana, terorganisasi, kerja keras,
gigih, dan berorientasi pada prestasi cenderung memilki jabatan yang lebih tinggi dalam
sebagian besar atau semua kedudukan.
3.4 Kepribadian Utama Yang Mempengaruhi Prilaku Organisasi
3.4.1 Evaluasi inti diri
Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri
mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka
merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas [lingkungan]] mereka. Evaluasi inti diri
seorang individu ditentukan oleh dua elemen utama: harga diri dan lokus kendali. Harga diri
didefinisikan sebagai tingkat menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu
menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia.
3.4.2 Machiavellianisme
Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan
jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses. Karakteristik kepribadian
Machiavellianisme berasal dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad keenam belas yang
menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan.
3.4.3 Narsisisme
Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri
yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri. Sebuah
penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin yang
lebih baik bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai
mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk. Individu narsisis seringkali ingin mendapatkan
pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga individu narsisis
cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar kepada individu yang mengancam
mereka. Individu narsisis juga cenderung egoisdan eksploitif, dan acap kali memanfaatkan sikap
yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya.
3.4.4 Pemantauan diri
Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan
faktor situasional eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi menunjukkan
kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktor-faktor situasional
eksternal. Bukti menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi
cenderung lebih memerhatikan perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila
dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang rendah.
3.4.5 Kepribadian tipe A
Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus
untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan melawan upaya-upaya yang
menentang dari orang atau hal lain. Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini cenderung
dihargai dan dikaitkan secara positif dengan ambisi dan perolehan barang-barang material yang
berhasil. Karakteristik tipe A adalah:
1. selalu bergerak, berjalan, dan makan cepat;
1. merasa tidak sabaran;
2. berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada saat yang
bersamaan;
3. tidak dapat menikmati waktu luang;
4. terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal
yang bisa mereka peroleh.
3.4.6 Kepribadian proaktif
Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani
bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif
menciptakan perubahan positif daalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan.
3.5 Kepribadian Dan Budaya Nasional
Tidak ada tipe kepribadian umum untuk satu negara tertentu. Namun budaya suatu negara
mempengaruhi karakteristik yang dominan dari penduduknya, Ini dapat dilihat dengan
memperhatikan lokus kendali dan kepribadian tipe A. Misalnya saja, dalam budaya seperti
Amerika Utara, orang percaya bahwa mereka dapat mendominasi lingkungan mereka, sebaliknya
dengan orang-orang di Timur Tengah. Hal ini menyebabkan proporsi orang-orang internal dalam
angkatan kerja Amerika lebih besar daripada angkatan kerja Arab saudi dan Iran.
Sedangkan kepribadian tipe A akan paling banyak di negara-negara kapitalis, misalnya
Amerika dan Kanada, dimana prestasi dan keberhasilan material sangat dihargai. Sementara
dinegara seperti Swedia dan Prancis tidak.
3.6 Mencapai Kecocokan Kepribadian
Kecocokan orang dengan pekerjaan adalah mencocokkan enam tipe kepribadian dan
mengemukakan bahwa kecocokkan antara tipe kepribadian dan lingkungan kedudukan
menentukan kepuasan dan keluar masuknya karyawan. Teori ini dikemukakan oleh John
Holland, tipe-tipenya antara lain :
a. Realistis : menyukai kegiatan fisik yang menuntut ketrampilan, kekuatan, dan koordinasi.
Karakternya adalah pemalu, tahan, stabil, mudah menyesuaikan diri, dan praktis.
b. Investigatif : menyukai kegiatan yang mencakup pemikiran, pengorganisasian, dan
pemahaman. Karakternya adalah analitis, asli, ingin tahu, dan independen.
c. Sosial : menyukai kegiatan yang mencakup membantu dan mengembangkan yang lain.
Karakternya adalah mampu bergaul, bersahabat, kooperatif, dan memahami.
d. Konvensional : menyukai kegiatan yang diatur dengan peraturan, jelas, dan tidak bersifat
mendua. Karakternya adalah mudahmenyesuaikan diri, efisien, praktis, tidak imaginatif, tidak
luwes.
e. Enterprising : menyukai kegiatan verbal dimana ada peluang untuk mempengaruhi yang lai
dan mendapatkan kekuasaan. Karakternya adalah percaya diri, ambisi, energetik, dan
mendominasi.
f. Artistik : menyukai kegiatan yang bersifat mendua dan tidak sistematik, yang memungkinkan
ekspresi yang kreatif. Karakternya adalah imaginatif, tidak teratur, idealistis, emosional, dan
tidak praktis.
Teori ini mengatakan bahwa kepuasan paling tinggi berarti keluar masuknya karyawan paling
rendah bila kepribadian dan kedudukan/jenis pekerjaannya sesuai.
Kecocokan organisasi-orang : yaitu bahwa orang meninggalkan pekerjaan yang tidak cocok
dengan kepribadiannya.
3.7 Defini Emosi
Sebuah organisasi yang berjalan baik adalah organisasi yang berhasil meniadakan
frustasi, takut, marah, benci, marah, gembira, dls. Emosi-emosi tersebut adalah antithesis dari
rasionalitas. Beberapa emosi, terutama bila ditampilkan pada saat yang salah, dapat mengurangi
kinerja karyawan. Namun realitasnya tetap saja bahwa karyawan membawa serta satu komponen
emosi bersama mereka ke tempat kerjanya dan tidak ada studi yang komprehensif tanpa
mempertimbangkan peran dari emosi ditempat kerja.
Berkaitan dengan emosi, ada 3 hal yang terjalin erat satu sama lain, yaitu pengaruh
(affect), emosi, dan suasana hati (mood). Pengaruh meliputi kisaran luas perasaan yang dialami
orang, merupakan satu konsep yang meliputi baik emosi maupun suasana hati. Akhirnya, suasana
hati adalah perasaan yang cenderung menjadi kirang intens dibandingkan emosi, dan yang
kekurangan stimulus kontekstual.
Emosi adalah reaksi terhadap suatu objek, bukan suatu sifat. Sedangkan suasana hati
tidak dikaitkan dengan suatu objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati bila kita
kehilangan fokus pada objek yang kontekstual.
Berkaitan dengan perilaku organisasi, satu istilah yang terkait adalah tenaga kerja
emosional, yang terjadi apabila karyawan mengekspresikan secara organisasional emosi yang
diinginkannya selama transaksi antar pribadi. Dulunya konsep ini dikembangkan berkaitan
dengan pekerjaan-pekerjaan jasa, namun dewasa ini konsep tersebut telah menjadi relevan
dengan hampir setiap pekerjaan. Dalam tuntutannya, karyawan perlu membedakan antara emosi
yang dirasakan dengan emosi yang ditunjukkan agar tidak terjadi dilema.
3.8 Dimensi emosi
Emosi ada beberapa jenis berdasarkan :
1. Varietas : riset mengidentifikasikan enam emosi yang universal, yaitu kemarahan,
ketakutan, kesedihan, kegembiraan, kejijikan, dan kejutan. Enam emosi ini dapat
dikonseptualisasikan sebagai terus ada sepanjang satu kontinuum, dimana semakin dekat
jarak dua emosi apapun pada kontinuum tersebut akan semakin membingungkan orang.
Contohnya adalah kebahagiaan dan kejutan sering dikacaukan, sementara kebahagiaan
dan kemuakan jarang sekali.
2. Intensitas : ekspresi yang berbeda dari intensitas emosi yang sama bisa disebabkan dari
kepribadian ataupun tuntutan ditempat kerja. Ada orang yang terkendali, tidak pernah
memperlihatkan rasa marah, namun ada pula yang sebaliknya. Tentu saja hal ini harus
disesuaikan dengan pekerjaan. Presenter misalnya, harus menunjukkan intensitas emosi
yang sesuai dengan acara yang dibawakannya.
3. Frekuensi dan durasi : frekuensi dan durasi yang diperlukan untuk tenaga kerja emosional
juga harus disesuaikan dengan kemampuan frekuensi dan durasi yang dimiliki karyawan.
3.9 Jenis kelamin dan emosi
Bukti menunjukkan bahwa perbedaan antara pria dan wanita dalam hal emosi adalah bila
menyangkut reaksi emosional dan kemampuan untuk membaca orang lain. Wanita menunjukkan
ungkapan emosi yang lebih besar daripada pria, mengalami emosi secara lebih hebat, lebih
nyaman dalammengungkapkan emosi, lebih baik dalam membaca petunjuk-petunjuk non-verbal
dan paralinguistik, dan lebih sering menampilkan ekspresi dari emosi yang positif maupun
negatif, kecuali kemarahan.
Batasan-batasan eksternal emosi ada dua, yaitu :
- Pengaruh organisasional, menyesuaikan dengan perangkat emosional yang dicari organisasi.
- Pengaruh budaya, menyesuaikan dengan norma-norma budaya di negara setempat.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi
dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa
diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
Emosi adalah reaksi terhadap suatu objek, bukan suatu sifat. Sedangkan suasana hati
tidak dikaitkan dengan suatu objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati bila kita
kehilangan fokus pada objek yang kontekstual
4.2 Saran
Seperti yang kita ketahui kepribadian dan emosi memilki definisi dan ciri ciri yang sudah
disebutkan diatas, maka untuk dapat meningkatkan kinerja dalam prilaku organisasi kita
hendaknya tahu betul apa itu pengertian ciri manfaat serta memahami apa itu emosi dan
kepribadian seseorang sehingga dalam proses pengorganisasian tidak terjadi kesalahan dalam
perekrutan di dunia kerja nantinya.
HALAMAN JUDUL……………………………………………….
i
KATA PENGANTAR …………………………………………….
ii
DAFTAR ISI……………………………………………………….
iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….
1.1 Latar Belakang ……………………………………………..
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………. ……..
1.4 Manfaat Penulisan………………………………………….
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….
BAB III PEMBAHASAN………………………………………………
3.1 Definisi Kepribadian……………………………………….
3.2 Faktor Penentu Kepribadian………………………………
3.3 Ciri – ciri Kepribadian…………………………………….
3.4 Kepribadian Utama yang Mempengaruhi Prilaku Organisasi
3.5 Kepribadian dan Budaya Nasional………………………
3.6 Mencapai Kecocokan Kepribadian………………………
3.7 Definisi Emosi……………………………………………. …….
3.8 Dimensi Emosi……………………………………………. …….
3.9 Jenis Kelamin dan Emosi………………………………..
4.0 Batasan Eksternal Terhadap Emosi…………………….
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. …
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Studi prilaku organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan
konteks organisasi, serta sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang berinteraksi dalam
organisasi, banyak faktor yang ikut bermain. Studi organisasi berusaha untuk memahami dan
menyusun model-model dari faktor-faktor ini.
Seperti halnya deengan semua ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha
untuk mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi
mengenai dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja. Karena itu, perilaku
organisasi (dan studi yang berdekatan dengannya, yaitu psikologi industri) kadang-kadang
dituduh telah menjadi alat ilmiah bagi pihak yang berkuasa. Terlepas dari tuduhan-tuduhan itu,
Perilaku Organisasi dapat memainkan peranan penting dalam perkembangan organisasidan
keberhasilan kerja, yang diantaranya membahas tentang Kepribadian dan Emosi, kedua hal
tersebut sangat berkaitan erat dengan prilaku organisasi.
Kepribadian dan emosi akan mempengaruhi individu didalam sebuah organisasi. Maka
dari itu sangat diperlukan seseorang untuk tahu dan mengerti apa itu kepribadian dan emosi baik
dari segi pengertian, ciri – ciri, dll. Dengan penguasaan materi tentang Kepribadian dan Emosi
ini diharapkan setiap individu akan bisa menempatkan dirinya didalam sebuah organisasi setelah
menguasai materi tersebut. Keberhasilan sebuah organisasi sangat ditentukan oleh setiap individu
di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah definisi dari Kepribadian dan emosi, ciri – ciri, dimensi emosi, serta pengaruhnya
terhadap prilaku dalam organisasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari Kepribadian dan emosi secara psikologis maupun definisi
sehari harinya, ciri – ciri, atribut kepribadian utama yang mempengaruhi prilaku oraganisasi,
serta mengetahui kepribadian dan budaya nasional.
1.3.2 Untuk mengetahui dimensi dimensi emosi dan batas ekternal emosi terhadap prilaku
organisasi.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaatnya untuk Mahasiswa adalah sebagai panduan atau tunjangan dalam mata kuliah
Prilaku organisasi.
1.4.2 Manfaatnya Untuk Fakultas adalah sebagai tambahan karya tulis untuk memperkaya materi
mengenai Prilaku Organisasi.
1.4.3 Manfaatnya untuk Masyarakata dan dunia kerja, jika seseorang telah mengerti apa itu
kepribadian dan emosi dan tau cara mengendalikannya dalam dunia organisasi maka akan sangat
berguna untuk kemajuan sebuah perusahaan dan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perilaku Organisasi
Menurut Thoha (2007:5) perilaku organisasi merupakan suatu studi yang menyangkut
aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu.
Menurut Duncan dalam Thoha (2007:5) hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam suatu
perilaku organisasi adalah sebagai berikut:
a) Studi perilaku organisasi termasuk didalamnya bagian-bagian yang relevan dari semua ilmu
tingkah laku yang berusaha menjelaskan
b) Tindakan-tindakan manusia didalam organisasi.
c) Perilaku organisasi sebagaiman suatu disiplin ilmu mengenai bahwa individu dipengaruhi oleh
bagaimana pekerjaan diatur adan siapa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaannya.
d) Walaupun dikenal adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih
memusatkan pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan tugas pekerjaan yang
bisa dijalankan.
2.2 Pengertian Kepribadian
Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan berperilaku
yang relatif stabil dan dapat diperkirakan (Dorland, 2002). Kepribadian juga merupakan jumlah
total kecenderungan bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta
pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi sikapnya
terhadap kehidupan (Weller, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kepribadian meliputi segala corak perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri
seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan,
sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi
individu itu.
2.3 Pengertian Emosi
Istilah emosi menurut Daniel Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional,
yang diambil dari Oxford English Dictionary memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau
pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih
lanjut ia mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang
khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak.
Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan
yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, parasaan
(feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun
oleh
bermacam-macam
keadaan
jasmaniah.
Menurut Crow & Crow (1958), emosi adalah “an emotion, is an affective experience that
accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states in the
individual, and that shows it self in his evert behaviour”. Jadi, emosi adalah warna afektif yang
kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Menurut Hurlock (1990), individu yang
dikatakan matang emosinya yaitu:
a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya
matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara social atau
membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima
secara sosial.
b. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang
dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat
c. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara
kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi
tersebut Kematangan emosi (Wolman dalam Puspitasari, 2002) dapat didefinisikan sebagai
kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai
dengan usia dewasa dari pada bertingkahlaku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia
individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan
perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta dari pada perasaan.
Menurut Kartono (1988) kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam
artian individu tidak lagi terombang ambing oleh motif kekanak- kanakan. Chaplin (2001)
menambahkan emosional maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat
kedewasaan dari perkembangan emosi dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi
menampilkan pola emosional yang tidak pantas.
Smith (1995) mendefinisikan kematangan emosi menghubungkan dengan karakteristik orang
yang berkepribadian matang. Orang yang demikian mampu mengekspresikan rasa cinta dan
takutnya secara cepat dan spontan. Sedangkan pribadi yang tidak matang memiliki kebiasaan
menghambat perasaan- perasaannya. Sehingga dapat dikatakan pribadi yang matang dapat
mengarahkan energi emosi ke aktivitas-aktivitas yang sifatnya kreatif dan produktif. Senada
dengan pendapat di atas Covey (dalam Puspitasari, 2002) mengemukakan bahwa kematangan
emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan
berani, diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan individu
lain.
Menurut pandangan Skinner (1977) esensi kematangan emosi melibatkan kontrol emosi yang
berarti bahwa seseorang mampu memelihara perasaannya, dapat meredam emosinya, meredam
balas dendam dalam kegelisahannya, tidak dapat mengubah moodnya, tidak mudah berubah
pendirian. Kematangan emosi juga dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk
mengembangkan cinta secara sempurna dan luas dimana hal itu menjadikan reaksi pilihan
individu sehingga secara otomatis dapat mengubah emosi-emosi yang ada dalam diri manusia
(Hwarmstrong, 2005).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu respons terhadap suatu
perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya
mengandung kemungkinan untuk meletus.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi
dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa
diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
3.1.1 Kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri
individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada
orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut,
dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”.
3.1.2 Kepribadian menurut psikologi
Berdasarkan penjelasan Gordon Allport tersebut kita dapat melihat bahwa kepribadian
sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan
sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit
Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.
Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S.
Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang
berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan
tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian
adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan
caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai
“suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya
mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik,
serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma)
lingkungan.
3.2 Faktor Penentu Kepribadian
3.2.1 Faktor keturunan
Keturunan
merujuk
pada
faktor genetis seorang
individu.
Tinggi
fisik,
bentuk wajah, gender,
temperamen,
komposisi otot dan
refleks,
tingkat energi dan
irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara
substansial,
dipengaruhi
oleh
siapa orang
tua dari
individu
tersebut,
yaitu
komposisi biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu. Terdapat tiga dasar
penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap argumen bahwa
faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar
pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak. Dasar kedua
berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti
konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi. Penelitian terhadap
anak-anak memberikan dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari faktor keturunan. Bukti
menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan
dengan karakteristik genetis bawaan. Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat
kepribadian mungkin dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-faktor seperti
tinggi badan dan warna rambut.
Para peneliti telah mempelajari lebih dari 100 pasangan kembar identik yang dipisahkan
sejak lahir dan dibesarkan secara terpisah. Ternyata peneliti menemukan kesamaan untuk hampir
setiap ciri perilaku, ini menandakan bahwa bagian variasi yang signifikan di antara anak-anak
kembar ternyata terkait dengan faktor genetis. Penelitian ini juga memberi kesan
bahwa lingkungan pengasuhan tidak begitu memengaruhi perkembangan kepribadian atau
dengan kata lain, kepribadian dari seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang
berbeda ternyata lebih mirip dengan pasangan kembarnya dibandingkan kepribadian seorang
kembar identik dengan saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.
3.2.2 Faktor lingkungan
Faktor
lain
yang
memberi
pengaruh
cukup
besar
terhadap
pembentukan karakter adalah lingkungan dimana
seseorang tumbuh dan
dibesarkan norma
dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial, dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia
dapat alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang.
Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi
ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu
sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit
pengaruh pada kultur yang lain. Misalnya, orang orang Amerika Utara memiliki semangat
ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang terus tertanam
dalam diri mereka melaluibuku, sistem sekolah, keluarga, dan teman, sehingga orang-orang
tersebut cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan
dalam budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan
keluarga daripada pekerjaan dan karier.
3.3 Ciri – ciri Kepribadian
Semakin konsisten karakteristik individu dan semakin sering terjadi dalam berbagai situasi,
maka semakin penting ciri-ciri itu untuk menggambarkan individu.
1. a.
Pencarian awal atas ciri-ciri primer : Ada 16 ciri-ciri yang dianggap sebagai
sumber perilaku yang konstan dan mantap yaitu : pendiam – ramah, kurang cerdas – lebih
cerdas, dipengaruhi oleh perasaan – stabil secara emosional, penurut – dominan, serius –
tak kenal susah, bijaksana – berhati-hati, malu-malu – suka bertualang, keras – sensitif,
percaya – curiga, praktis – imaginatif, jujur – lihai, yakin – ragu-ragu, konservatif, suka
bereksperimen, tergantung kelompok – mandiri, tak terkendali – terkendali, santai –
tegang.
2. b.
The Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) : adalah salah satu kerangka kerja
kepribadian dengan 100 pertanyaan yang menanyakan kepada orang bagaimana mereka
biasanya bertindak atau merasa dalam situasi tertentu. Individu pada akhirnya akan
diklasifikasikan sebagai ekstrovet (E) dan intovert (I), sensing (S) atau intuitif (N),
berpikir (T) atau merasa (F), dan memahami (P) atau menilai (J). Hasilnya nanti akan
dirangkai seperti misalnya INTJ dalah kaum visioner, ESTJ adalah pengorganisasi, ENTP
adalah pengagas, dllnya.
3. c.
Model lima besar : adalah 5 dimensi dasar hasil riset terbaru yang melandasi semua
ciri dan meliputi sebagian besar variasi yang signifikan dalam kepribadian manusia, yaitu
:
a. Ekstraversi : mencakup tingkat kesenangan seseorang akan hubungan. Orang yang ekstravert
akan cenderung suka berkelompok, tegas, dan mampu bersosialisasi. Kaum introvert cenderung
pendiam, malu-malu, dan tenang.
b. Kemampuan untuk bersepakat : merujuk pada kecennderungan untuk tunduk pada orang lain.
Orang yang skornya tinggi akan kooperatif, hangat, dan percaya. Sedangkan yang rendah akan
dingin, tidak mampu bersepakat, dan antagonistik.
c. Sifat mendengarkan suara hati : merupakan ukuran dari keandalan. Orang yang peka terhadap
suara hati akan bertanggung jawab, terorganisir, dapat dipercaya, dan gigih. Sedangkan yang
sebaliknya akan mudah bingung, tidak terorganisir, dan tidak handal.
d. Stabilitas emosional : merujuk pada kemampuan untuk bertahan terhadap stress. Orang yang
skornya tinggi akan cenderung tenang, percaya diri, dan aman. Yang sebalinya akan cenderung
gelisah, cemas, gugup, tertekan, dan tidak aman.
e. Keterbukaan terhadap pengalaman : merujuk pada kisaran minat individual dan kekaguman
terhadap hal baru. Orang yang terbuka akan kreatif, ingin tahu, dan sensitif secara artistik.
Sedangkan yang sebaliknya akan konvensional dan menemukan kenyamanan dalam keakraban.
Penelitian atas kredibilitas Lima Besar ini menghasilkan sejumlah besar bukti bahwa individu
yang dapat dipercaya, andal, hati-hati, teliti, mampu membuat rencana, terorganisasi, kerja keras,
gigih, dan berorientasi pada prestasi cenderung memilki jabatan yang lebih tinggi dalam
sebagian besar atau semua kedudukan.
3.4 Kepribadian Utama Yang Mempengaruhi Prilaku Organisasi
3.4.1 Evaluasi inti diri
Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai atau tidak menyukai diri
mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apakah mereka
merasa memegang kendali atau tidak berdaya atas [lingkungan]] mereka. Evaluasi inti diri
seorang individu ditentukan oleh dua elemen utama: harga diri dan lokus kendali. Harga diri
didefinisikan sebagai tingkat menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu
menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia.
3.4.2 Machiavellianisme
Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu pragmatis, mempertahankan
jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses. Karakteristik kepribadian
Machiavellianisme berasal dari nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad keenam belas yang
menulis tentang cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan.
3.4.3 Narsisisme
Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan diri
yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri. Sebuah
penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis berpikir mereka adalah pemimpin yang
lebih baik bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai
mereka sebagai pemimpin yang lebih buruk. Individu narsisis seringkali ingin mendapatkan
pengakuan dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga individu narsisis
cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar kepada individu yang mengancam
mereka. Individu narsisis juga cenderung egoisdan eksploitif, dan acap kali memanfaatkan sikap
yang dimiliki individu lain untuk keuntungannya.
3.4.4 Pemantauan diri
Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan perilakunya dengan
faktor situasional eksternal. Individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi menunjukkan
kemampuan yang sangat baik dalam menyesuaikan perilaku dengan faktor-faktor situasional
eksternal. Bukti menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi
cenderung lebih memerhatikan perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila
dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang rendah.
3.4.5 Kepribadian tipe A
Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus
untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan melawan upaya-upaya yang
menentang dari orang atau hal lain. Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini cenderung
dihargai dan dikaitkan secara positif dengan ambisi dan perolehan barang-barang material yang
berhasil. Karakteristik tipe A adalah:
1. selalu bergerak, berjalan, dan makan cepat;
1. merasa tidak sabaran;
2. berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada saat yang
bersamaan;
3. tidak dapat menikmati waktu luang;
4. terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam bentuk jumlah hal
yang bisa mereka peroleh.
3.4.6 Kepribadian proaktif
Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani
bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif
menciptakan perubahan positif daalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan.
3.5 Kepribadian Dan Budaya Nasional
Tidak ada tipe kepribadian umum untuk satu negara tertentu. Namun budaya suatu negara
mempengaruhi karakteristik yang dominan dari penduduknya, Ini dapat dilihat dengan
memperhatikan lokus kendali dan kepribadian tipe A. Misalnya saja, dalam budaya seperti
Amerika Utara, orang percaya bahwa mereka dapat mendominasi lingkungan mereka, sebaliknya
dengan orang-orang di Timur Tengah. Hal ini menyebabkan proporsi orang-orang internal dalam
angkatan kerja Amerika lebih besar daripada angkatan kerja Arab saudi dan Iran.
Sedangkan kepribadian tipe A akan paling banyak di negara-negara kapitalis, misalnya
Amerika dan Kanada, dimana prestasi dan keberhasilan material sangat dihargai. Sementara
dinegara seperti Swedia dan Prancis tidak.
3.6 Mencapai Kecocokan Kepribadian
Kecocokan orang dengan pekerjaan adalah mencocokkan enam tipe kepribadian dan
mengemukakan bahwa kecocokkan antara tipe kepribadian dan lingkungan kedudukan
menentukan kepuasan dan keluar masuknya karyawan. Teori ini dikemukakan oleh John
Holland, tipe-tipenya antara lain :
a. Realistis : menyukai kegiatan fisik yang menuntut ketrampilan, kekuatan, dan koordinasi.
Karakternya adalah pemalu, tahan, stabil, mudah menyesuaikan diri, dan praktis.
b. Investigatif : menyukai kegiatan yang mencakup pemikiran, pengorganisasian, dan
pemahaman. Karakternya adalah analitis, asli, ingin tahu, dan independen.
c. Sosial : menyukai kegiatan yang mencakup membantu dan mengembangkan yang lain.
Karakternya adalah mampu bergaul, bersahabat, kooperatif, dan memahami.
d. Konvensional : menyukai kegiatan yang diatur dengan peraturan, jelas, dan tidak bersifat
mendua. Karakternya adalah mudahmenyesuaikan diri, efisien, praktis, tidak imaginatif, tidak
luwes.
e. Enterprising : menyukai kegiatan verbal dimana ada peluang untuk mempengaruhi yang lai
dan mendapatkan kekuasaan. Karakternya adalah percaya diri, ambisi, energetik, dan
mendominasi.
f. Artistik : menyukai kegiatan yang bersifat mendua dan tidak sistematik, yang memungkinkan
ekspresi yang kreatif. Karakternya adalah imaginatif, tidak teratur, idealistis, emosional, dan
tidak praktis.
Teori ini mengatakan bahwa kepuasan paling tinggi berarti keluar masuknya karyawan paling
rendah bila kepribadian dan kedudukan/jenis pekerjaannya sesuai.
Kecocokan organisasi-orang : yaitu bahwa orang meninggalkan pekerjaan yang tidak cocok
dengan kepribadiannya.
3.7 Defini Emosi
Sebuah organisasi yang berjalan baik adalah organisasi yang berhasil meniadakan
frustasi, takut, marah, benci, marah, gembira, dls. Emosi-emosi tersebut adalah antithesis dari
rasionalitas. Beberapa emosi, terutama bila ditampilkan pada saat yang salah, dapat mengurangi
kinerja karyawan. Namun realitasnya tetap saja bahwa karyawan membawa serta satu komponen
emosi bersama mereka ke tempat kerjanya dan tidak ada studi yang komprehensif tanpa
mempertimbangkan peran dari emosi ditempat kerja.
Berkaitan dengan emosi, ada 3 hal yang terjalin erat satu sama lain, yaitu pengaruh
(affect), emosi, dan suasana hati (mood). Pengaruh meliputi kisaran luas perasaan yang dialami
orang, merupakan satu konsep yang meliputi baik emosi maupun suasana hati. Akhirnya, suasana
hati adalah perasaan yang cenderung menjadi kirang intens dibandingkan emosi, dan yang
kekurangan stimulus kontekstual.
Emosi adalah reaksi terhadap suatu objek, bukan suatu sifat. Sedangkan suasana hati
tidak dikaitkan dengan suatu objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati bila kita
kehilangan fokus pada objek yang kontekstual.
Berkaitan dengan perilaku organisasi, satu istilah yang terkait adalah tenaga kerja
emosional, yang terjadi apabila karyawan mengekspresikan secara organisasional emosi yang
diinginkannya selama transaksi antar pribadi. Dulunya konsep ini dikembangkan berkaitan
dengan pekerjaan-pekerjaan jasa, namun dewasa ini konsep tersebut telah menjadi relevan
dengan hampir setiap pekerjaan. Dalam tuntutannya, karyawan perlu membedakan antara emosi
yang dirasakan dengan emosi yang ditunjukkan agar tidak terjadi dilema.
3.8 Dimensi emosi
Emosi ada beberapa jenis berdasarkan :
1. Varietas : riset mengidentifikasikan enam emosi yang universal, yaitu kemarahan,
ketakutan, kesedihan, kegembiraan, kejijikan, dan kejutan. Enam emosi ini dapat
dikonseptualisasikan sebagai terus ada sepanjang satu kontinuum, dimana semakin dekat
jarak dua emosi apapun pada kontinuum tersebut akan semakin membingungkan orang.
Contohnya adalah kebahagiaan dan kejutan sering dikacaukan, sementara kebahagiaan
dan kemuakan jarang sekali.
2. Intensitas : ekspresi yang berbeda dari intensitas emosi yang sama bisa disebabkan dari
kepribadian ataupun tuntutan ditempat kerja. Ada orang yang terkendali, tidak pernah
memperlihatkan rasa marah, namun ada pula yang sebaliknya. Tentu saja hal ini harus
disesuaikan dengan pekerjaan. Presenter misalnya, harus menunjukkan intensitas emosi
yang sesuai dengan acara yang dibawakannya.
3. Frekuensi dan durasi : frekuensi dan durasi yang diperlukan untuk tenaga kerja emosional
juga harus disesuaikan dengan kemampuan frekuensi dan durasi yang dimiliki karyawan.
3.9 Jenis kelamin dan emosi
Bukti menunjukkan bahwa perbedaan antara pria dan wanita dalam hal emosi adalah bila
menyangkut reaksi emosional dan kemampuan untuk membaca orang lain. Wanita menunjukkan
ungkapan emosi yang lebih besar daripada pria, mengalami emosi secara lebih hebat, lebih
nyaman dalammengungkapkan emosi, lebih baik dalam membaca petunjuk-petunjuk non-verbal
dan paralinguistik, dan lebih sering menampilkan ekspresi dari emosi yang positif maupun
negatif, kecuali kemarahan.
Batasan-batasan eksternal emosi ada dua, yaitu :
- Pengaruh organisasional, menyesuaikan dengan perangkat emosional yang dicari organisasi.
- Pengaruh budaya, menyesuaikan dengan norma-norma budaya di negara setempat.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kepribadian adalah keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi
dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa
diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
Emosi adalah reaksi terhadap suatu objek, bukan suatu sifat. Sedangkan suasana hati
tidak dikaitkan dengan suatu objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati bila kita
kehilangan fokus pada objek yang kontekstual
4.2 Saran
Seperti yang kita ketahui kepribadian dan emosi memilki definisi dan ciri ciri yang sudah
disebutkan diatas, maka untuk dapat meningkatkan kinerja dalam prilaku organisasi kita
hendaknya tahu betul apa itu pengertian ciri manfaat serta memahami apa itu emosi dan
kepribadian seseorang sehingga dalam proses pengorganisasian tidak terjadi kesalahan dalam
perekrutan di dunia kerja nantinya.