Islam dan Isu Isu Kontemporer Demokrasi

Islam dan Isu-Isu Kontemporer: Demokrasi
A. Pendahuluan
Salah satu wacana yang cukup kontroversial dalam kalangan intelektual
Muslim adalah demokrasi. Hal ini wajar terjadi karena demokrasi merupakan
barang asing yang bertolak belakang dengan

worldview Islam. Semenjak

kedatangan Barat ke dunia Islam, ideologi ataupun hasil pengetahuan Barat
dianggap sebagai salah satu simbol kemajuan.
Demokrasi adalah salah satu dari bentuk penerapan ideologi Barat dalam
sistem pemerintahan, dan tak sedikit dari negara-negara yang menerapkan
ideologi Barat sebagai klaim atas suatu kemajuan baik negara dengan mayoritas
penganut Islam ataupun bukan.
Maka munculah berbagai pertanyaan seputar demokrasi dalam Islam, baik
bagaimana Islam memandang demokrasi, hukum dan bagaimana seharusnya
muslim bersikap terhadap demokrasi yang telah menjadi sistem pemerintahan
yang mayoritas dipakai negara-negara khususnya di Indonesia. Ada beberapa
prinsip mendasar yang menjadi kesamaan dan perbedaan antara syura dalam Islam
dan demokrasi. Kedua hal ini yang menjadikan pandangan masyarakat serta
cendikiawan Islam menjadi beragam. Hal inilah yang menjadi kajian bagaimana

demokrasi menjadi isu kontemporer yang kontroversional.

B. Pengertian Demokrasi
Dalam segi bahasa demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demokratia
yang bearti kekuasaan rakyat. Kata ini terbentuk dari kata dasar demos yang
berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan atau ketetapan. Jadi dalam
segi bahasa demokrasi dapat diartikan sebagai keadaan negara dimana dalam
sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan
tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.1
Sementara itu, menurut Joseph A. Schemeter secara istilah demokrasi
merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik
dimana individu-individu mendapat kekuasaan untuk memutuskan cara
perjuangan kompetitif atas suara rakyat. 2 J. Kristiadi (1994) menyatakan
bahwa demokrasi adalah proses untuk membicarakan suatu sistem dan
struktur politik, nila-nilainya dan semua itu berorientasi pada peningkatan
harkat martabat manusia.
Hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat serta pemerintahan
memberi penekana bahwasanya seluruh kekuasaan berada di tangan rakyat.
Kekuasaan berada di tangan rakyat disini memiliki tiga pengertian. Pertama,

pemerintahan dari rakyat (government of people), kedua, pemerintahan oleh
rakyat (government by people), ketiga, pemerintahan untuk rakyat
(government for people). Jika dilihat dari tiga hal diatas, demokrasi yang baik
merupakan demokrasi yang berdiri diatas hal tersebut.3
Sedangkan Sadek J. Sulaiman menyatakan bahwa dasar prinsip demokrasi
adalah kesamaan antara seluruh umat manusia. apapun bentuk diskriminasi
manusia baik yang berbentuk ras, gender, agama, status sosial adalah
bertentangan dengan demokrasi.4
1 Azyumardi Azra, Demokrasi, Hakasasi Manusia, Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Jakarta,
200), 110
2 Ibid 110-111
3 Saefullah Fatah, Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994),
8-9
4Kiki Muhammad Hakiki, Islam dan Demokrasi: Pandangan Intelektual Muslim dan Penerapannya
di Indonesia (Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, 2016), 2

C. Sejarah Demokrasi
Dilihat dari sejarahnya, kata demokrasi telah digunakan sekitar abad ke-5
Masehi di Athena oleh Clheisthenes yang dianggap sebagai pencetus dan
kontributor dari perkembangan demokrasi Yunani. Pada 508 SM ia menggagas

pemerintahan kota dengan mengirimkan 10 kelompok yang terdiri dari 500
orang wakil kedalam Majlis kota.
Sejatinya, sebelum demokrasi berkembang di Yunani, dalam sejarahnya
demokrasi telah dipraktikan dan diterapkan dalam pemerintahan oleh orang
Sumeria dari Mesopotamia dan India Kuno. Gagasan demokrasi yang
berkembang di Yunani sempat hilang saat Romawi Barat takluk ke tangan
suku Jerman. Eropa pun menganut sistem feodal dalam pemerintahannya di
abad pertengahan. Lawuja Magna Charta muncul sebagai pembuka munculnya
kembali demokrasi di Eropa.
Pada awalnya, sistem demokrasi Eropa dijalankan dengan sistem
demokrasi langsung. Tetapi hal ini mendapat banyak kritik dari para filsuf
dengan sebutan pemerintahan orang bodoh karena karena seluruh masyarakat
berperan langsung dalam pemerintahan baik yudikatif, eksekutif ataupun
Legislatif. Abu Nasr Al-Farabi dan Ibn Rusyd pun menyatakan sebagai
kebusukan dalam pemerintahan utama (madinah fadilah). Jean Jacques
Rousseau pun menyempurnakannya dengan demokrasi perwalian yaitu
mengirimkan wakil rakyat ke dalam pemerintahan. Sistem perwakilan inilah
yang memaksa cendikiawan muslim menciptakan demokrasi Islam karena
sistem ini telah diterima oleh dunia.5


D. Demokrasi Dalam Perspektif Barat
Pada tahun 431 M, seorang negarawan ternama dari Athena, Pericles,
mendefinisikan demokrasi dalam beberapa pengertian: (1) Pemerintahan dari
5 ibid

rakyat dengan partisipasi rakyat secara langsung; (2) kesamaan di depan
hukum; (3) pluralisme, yaitu penghargaan atas semua bakat, keinginan dan
pandangan; (4) pengharagaan terhadap suatu pemisahandan wilayah oribadi
untuk memenuhi dan mengekspresikan kepribadian individual.6
Ada berbagai macam perspektif yang dipakai tokoh Barat dalam
memahami demokrasi, yaitu liberal, komunitarian dan kritis.7
Dalam perspektif liberal, kebebasan masyarakat tidak terbatas oleh
kewenangan pemerintah, tanpa pemaksaan, dan kedaulatan individu.
Demokrasi liberal dalah demokrasi yang berpegang teguh pada otonomi
individu. Oleh karenanya negara tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan
warga negaranya, kecuali dalam keadaan tertenut. Peran pemerintah adalah
menjaga hak dasar kebebasan individu, hak hidup dan hak milik. Rakyat
memiliki wewenang untuk menjatuhkan pemerintah jika pemerintah
menyalahgunakan wewenangnya.
Dalam perspektif komunitarian, individu ditempatkan dalam posisi sosial

dan sejarah. Kebebasan individu harus disetarakan dangan kepentingan
masyarakat secara keseluruhan.
Dalam perspektif krisis, demokrasi dianggap sebagai pertarungan ideologi
yang digerakkan oleh kekuasaan, politik dan komunitas. Wilayah publik yang
demokratis

memberi

peluang

bagi

kelompok

untuk

membentuk,

mempengaruhi dan mengkritik opini publik. Demokrasi akan tumbuh jika ada
jaminan terhadap kedaulatan masyarakat beserta otonominya.


E. Antara Demokrasi dan Syura dalam Islam
Menanggapi permasalah demokrasi, kalangan cendikiawan muslim
berbeda pendapat. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa demokrasi dan
syura merupakan dua hal yang identik seperti Imam Khomeini, dan sebagian
6 Eep Saefullah Fatah, Pengkhianatan Demokrasi Ala Osde Baru, Cet. 1 (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), 6
7 Fuad Facruddin, Agama dan Pendidikan, 26-27

lagi menganggap keduanya sebagai hal yang kontradiktif seperti Sayyid
Quthb, al- Sya’rawi dan Hasan Turabi.
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang berhubungan dengan
Syura, yaitu pada surah Al-Baqarah ayat 233, Al-Syura ayat 38 dan surah AliImran ayat 159. Dimana dari ketiga ayat diatas menunjukkan bahwa Allah
SWT mengajarkan manusia untuk bermusyawarah dalam segala hal karena
musyawarah merupakan hal yang terpuji dan bernilai ibadah.
Menurut Abdul Qadir Audah yang disebutkan oleh A. Hasjmi8 bahwa
kaidah yang menjadi asasnya syura ada lima, yaitu: (1) syura yang ditetapkan
pemerintah memiliki kedudukan yang sama dengan rakyat. Tidak ada yang
berhak lebih dari yang lain. (2) Kewajiban pemerintah untuk bermusyawarah
dengan rakyat dalam urusan negara apapun baik besar maupun kecil. Dan

rakyat berhak untuk menggunakan haknya dalam memberikan nasihat bagi
kemaslahatan negara kepada pemerintah atau wakil rakyat. (3) Syura haruslah
berasaskan ikhlas lillahi dengan tidak terpengaruh oleh warisan, golongan
maupun urusan pribadi. (4) Syura bukan merupakan suatu kemestian atau
kebulatan suara. Keputusan adalah pendapat terbanyak dari rakyat setelah
bertukar fikiran secara bebas tanpa tekanan apapun. (5) Keharusan
pelaksanan bagi golongan dengan suara yang lebih sedikit atau kalah suara.
Franz Magnis Suseno memaparkan bahwa suatu negara disebut negara
demokrasi apabila ia memiliki: (1) Negara hukum, (2) Negara yang berada
dibawah kontrol langsung masyarakat (3) Ada pemilihan umum berkala yang
bebas (4) prinsip mayoritas, dan (5) adanya jaminan terhadap hak-hak
demokratis dasar. 9
Pada dasarnya demokrasi dan syura dalam Islam memiliki persamaan dan
perbedaan. Persamaannya adalah keduanya kembali kepada keputusan rakyat.
Tetapi, dalam Islam, keputusan itu tidak semata-mata dibangun diatas
pendapat rakyat, tapi haruslah berdasarkan nilai-nilai islami yang tercantum
8 Ali Hasjmi, Dimana etaknya Negara Islam Cet. 1 (Singapura: Pustaka Nasional 1970), 83-85
9 Franz Magin Suseno, Demokrasi Tantangan Unoversal, dalam Agama dan Dialog antar
peradaban (Jakarta: Paramadina, 1996), 127


dalam Al-Qur’an dan hadits yang tidak boleh dilanggar sama sekali karena
merupakan ketentuan Allah SWT. Pun dalam Islam terdapat beberapa hal
yang tidak boleh dimusyawarahkan. Seperti hal ibadah yang telah ditetapkan.
Wilayah musyawarah berada dalam wilayah furu’iyah.
Menurut Ahmad Sudirman10ada perbedaan yang paling mendasar antara
demokrasi terutama demokrasi Barat dengan syura dalam Islam. Musyawarah
dalam Islam merupakan sistem perintahan dengan segenap rakyat turut serta
memerintah dengan perantara ulil amri dan berpegang teguh pada sumber
hukum yang ditetapkan Allah SWT dan yang telah dicontohkan Rasulullah
SAW. Sedangkan demokrasi merupakan sistem pemerintahan dimana seluruh
rakyat turut serta dalam pemerintahan baik secara langsung seperti
referendum atau tidak langsung melalui perantara wakil rakyat.
Jadi, konsep demokrasi atau syura menurut Islam merupakan sistem
pemerintahan dimana Allah SWT lah yang berdaulat, sedangkan dalam
demokrasi Barat rakyat lah yang berdaulat. Dan ini merupakan konsep
demokrasi yang sangat berbeda. Hal ini melahirkan kontroversi dalam
kalangan intelektual Islam. Kontroversi ini sendiripun terletak pada dua
persoalan. Problem pertama, terletak pada prinsip kekuasaan. Problem kedua,
terdapat pada prinsip pengambilan hukum.11
Hukum dalam demokrasi berarti pelaksana kekuasaan, dan pelaksana

kekuasaan adalah rakyat. Maka hukum merupakan bentuk representasi dari
kekuasaan rakyat. Di sisi lain, Islam menempatkan kekuasaan dan hukum
mutlak menjadi milik Allah. Dan Islam memandang syariat sebagai
representasi kekuasaan Allah SWT. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan
beserta hukum mayoritas rakyat merupakan hal yang bertentangan dengan
aqidah Al-Islamiyah.12
Cendekiawan Islam yang menolak demokrasi berpendapat bahwa
demokrasi merupakan tandingan Allah SWT. Hal ini berdasarkan pada firman
10 http:// www. Dataphone, se/~ ahmad
11 Muinudinillah Basri ‘Hukum Demokrasi Dalam Islam’ , 17
12 ibid

Allah SWT pada QS. Al-Baqoroh ayat 256 yang menjelaskan kewajiban
mukmin untuk menjauhi thogut baik dalam kesyirikan atau kebatilan.
Meskipun terdapat hal-hal yang saling bertentangan antara demokrasi dan
syura dalam Islam, tetapi para ulama bersepakat bahwa penegakan syariat
Islam wajib hukumnya entah dalam lingkup individu ataupun kelompok.maka
muslim harus tunduk pada setiap aturan agama dalam aspek kehidupannya,
termasuk dalam sistem kenegaraan. Maka dari itu, memasuki ranah politik
dalam menegakan syariat Islam menjadi sebuah keniscayaan. Namun

pertimbangan utamanya adalah untuk merubah sistem pilitik atau siyasah
sekuler menjadi sistem politik dalam syariat Islam.
Jika demokrasi yang menjadikan suara terbanyak sebagai hasil
keputusannya menjadi satu-satunya cara untuk merubah sistem pemerintahan
sekuler, maka mengikuti pemilu bisa menjadi wajib hukumnya. Hal ini
sejalan dengan kaidah fiqh, maa laa yatimmu al wajibilla bihi fahuwa
waajibun (kewajiban tidak akan sempurana kecuali dengan sesuatu itu maka
hukumnya wajib). Dengan artian jika banyak aktifis Islam menduduki kursi
pemerintahan akan mewujudkan banyak kemaslahatan umat kearah
penegakan syariat Islam, maka pemilu dan terjun ke dunia politik merupakan
hal yang wajib.

F. Kesimpulan
Islam mengenal musyawarah sebagai cara untuk menyelesaikan urusan
umat dalam sistem pemerintahan. Sedangkan demokrasi yang berasaskan dari
rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat dalam sistem pemerintahan merupakan
pembahasan yang kontroversial dalam kalangan cendikiawan Islam. Beberapa

berpendapat bahwa demokrasi memiliki kesamaan dan keselarasan dengan
asas musyawarah dalam Islam, tetapi sebgaian yang lain berpendapat bahwa

demokrasi merupakan hal yang bertentangan dengan Islam karena kedaulatan
berada mutlak di tangan rakyat, juga dilihat dari aspek bahwa demokrasi
merupakan tandingan atas kedaulatan hukum Allah SWT.
Meninggalkan demokrasi untuk menegakkan syariat Islam bukanlah hal
yang baik untuk diambil. Jika ranah politik merupakan satu-satunya cara
untuk mewujudkan keinginan dan aspirasi umat, maka mengikuti pemilu dan
duduk di kursi pemerintahan menjadi wajib hukumnya.

Daftar Pustaka
Azra Azyumardi. Demokrasi, Hakasasi Manusia, Masyarakat Madani . Jakarta:
ICCE UIN Jakarta, 200.

Fatah, Saefullah. Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1994.
Hakiki, Kiki Muhammad. Islam dan Demokrasi: Pandangan Intelektual Muslim
dan Penerapannya di Indonesia. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial
Budaya, 2016.
Fatah, Eep Saefullah. Pengkhianatan Demokrasi Ala Osde Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000
Facruddin, Fuad. Agama dan Pendidikan
Hasjmi, Ali. Dimana etaknya Negara Islam. Singapura: Pustaka Nasional 1970
Suseno, Franz Magin. Demokrasi Tantangan Unoversal, dalam Agama dan
Dialog antar peradaban. Jakarta: Paramadina, 1996
http:// www. Dataphone, se/~ ahmad
Basri, Muinudinillah. ‘Hukum Demokrasi Dalam Islam’