PERAN DAN KEDUDUKAN DOKUMENTASI DALAM I-ESSON STUDY

Jumaf Sengajaran tulI?A,

lo[

7

No. 2 Aesan1er 2006

ISS9\r: 1412-0917

PERAN DAN KEDUDUKAN
DOKUMENTASI DALAM I-E^S^SON STUDY
Oleh:

Suhendru
Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA

Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK
Secara sederhana, tidak ada orang yang mampu mengingat semua kejadian dan

pengaiaman yang telah dilakukan atau dialaminya. Untuk itu pendokumentasian
sebuah atau sejumlah kejadian dan pengalaman merupakan sesuatu hal yang positif,
karena hal tersebut dapat membantu kita mengatasi untuk mengingat hal-hal yang
telah kita alami. Salah satu aktivitas di dalam kegiatan Lesson Study adalah
pengkajian terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Dengan
demikian, peran dan kedudukan dokumentasi kegiatan Lesson Study adalah sesuatu
hal yang penting. Dokumentasi Lesson Study dapat menggambarkan 3 (tiga)
komponennya secara sistemik, sistematik, komprehensif, dan berkesinambungan;
mulai dari Plan (Perencanaan), Do (Pelaksanaan), hingga See (Refleksi). Bahkan,
hasil dokumentasi yang kita kembangkan dapat memberikan gambaran yang
lengkap danjelas kepada pihak-pihak yang tidak turut serta secara langsung dalam
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan, narnun mereka dapat merasakan seolah-olah
mereka terlibat secara langsung dalam kegiatan yang tidak dihadirinya.
Dokumentasi kegiatan Lesson Study membantu kita dalam mereviu, mengkaji,
mengevaluasi, dan merefleksikan apa yang telah kita lakukan. Melalui dokumentasi
kegiatan Lesson Study, maksud-maksud tersebut dapat kita lakukan secara lebih
lengkap, rinci, dan efektif. Tanpa mengecilkan arti dan peranan dokumentasi Iessorr
Study dalambentuk lain, pendokumentasian yang memanfaatkan media audio-visual
adalah sebuah alternatif yang patut menjadi pertimbangan utama karena berbagai
keunggulannya, yaitu bersifat audible atau dapat didengar dan bersifat visible atau

dapat dilihat. Dokumentasi Lesson Study yang bersifat audio-visual dapat dilihat,
didengar, dan dicermati sekaligus. Bahkan diulang-ulang jika diperlukan, sehingga
informasi yang kita peroleh dapat lebih jelas dan lebih lengkap. Di samping sebagai
arsip, dokumentasi Lesson Study dapat pula digunakan sebagai bahan self-evaluation
(evaluasi diri) bagi guru yang tampil mengajar. Guru yang bersangkutan dapat
melihat, mendengarkan, dan mencermati apa yang te{adi ketika dia mengajar, tanpa
harus rikuh, karena dokumentasi tersebut hanya ditonton oleh yang bersangkutan
secara sendirian. Sebagai sebuah manfaat iringan, hasil dokumentasi, Lesson Study
dapat pula digunakan oleh pihak lain yang ingin mengetahui hal-hal apa yang
seyogianya dilakukan dan yang semestinya tidak dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran.

Kata kunci: dokumentasi,

72

p

engkajian, audio-visual, audible, visible


turnaf Sengajaran *{18A,

lof

7

tl'0. 2 Qesem\er 2006

ISSt\t': 1412-0917

PENDAHULUAN
Undang-undang Nomor

14 Tahun 2005 tentang guru dan

dosen

mengindikasikan bahwa pemerintah berniat untuk lebih berupaya memperhatikan
kualitas pendidikan di negeri ini. Adalah sebuah kemajuan yang berarti dan


membahagiakan bagi banyak pihak, bahwa dalam undang-undang ini, guru
ditempatkan sebagai sebuah profesi, serupa dengan pengakuan atas profesi dokter,
advokat, dan sebagainya.

Berkaitan dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 di atas, karena guru dipandang
sebagai profesi, konsekuensinya semua kalangan yang menyebut dirinya guru
harus memiliki sejumlah kompetensi yang mumpuni. Baik kompetensi pedagogik,
profesional, kepribadian, maupun kompetensi sosial yang lengkap dan satu sama

lain saling melengkapi serta harus sejalan dengan kompetensi lain,

yaitu

kompetensi akademik, termasuk penguasaan bahan ajar,yang dimiliki oleh seorang
guru.

Seorang guru sebagai seorang manusia, sehebat dan sebanyak apapun
pengalaman mengajar yang dimilikinya, sesungguhnya ia mempunyai kekurangan
dan kelemahan. Namun sayangnya, sangat sedikit omng yang menyadari akan


kelemahan dan kekurangannya. Biasanya yang mengetahui kelemahan dan
kekurangan seseorang adalah orang lain. Dengan demikian, untuk mengetahui
kekurangan dan kelemahannya, seorang guru seyogianya berbesar hati untuk
meminta pendapat dan masukan dari orang lain, bahkan jika perlu melibatkan
orang lain dalam mengatasinya. Lesson Study sangat memahami hal tersebut.

Lesson Study sebagai salah satu upaya pembinaan profesi guru adalah sebuah
alternatif bagi kepentingan peningkatan kompetensi-kompetensi guru tersebut di
atas. Melalui pengkajian terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di dalam
kelas yang dilakukan secara kolaboratifdan berkesinambungan serta berlandaskan
pada prinsip kesejawatan (kolegalitas) dan saling belajar dalam rangka
menciptakan komunitas belajar, Lesson Study adalah sebuah keniscayaan yang
seyogianya dipilih dan dilakukan oleh kalangan dunia pendidikan, terutama
penentu kebijakan dan sekolah.

Dapat dibayangkan, ketika para guru, baik yang sebidang studi tetapi berasal
dari sekolah yang berbeda maupun yang berbeda bidang studi tetapi bertugas pada
sekolah yang sama, berkumpul dan bertemu secara periodik untuk berdiskusi.
Berdiskusi mengenai masalah-masalah dalam pembelajaran, menganalisisnya, baik
secara metodik maupun substantif, kemudian bersama-sama mencari

peniecahannya dan dilanjutkan dengan melancang pembelajaran yang lebih baik
dari sebelunmya. Pembelajaran yang membelajarkan siswa; pembelajaran yang
aktif, inovatif, kreatif, efektif, komunikatif, dan menyenangkan.

t3

Jurnaf Sengajaran 9418A,

'/o[

7

I'to. 2 Aesem\er 2006

rss^4 1412-0917

Selanjutnya, rencana pembelajaran yang dirancang bersama tersebut
drimplementasikan di dalam kelas oleh guru model, yaitu salah seorang guru di
anlata mereka, sementara guru-gutu yang lainnya mengamati kegiatan
pembelajaran, khususnya yang berkenaan dengan bagaimana para siswa belajar.

Kemudian, diakhiri dengan kegiatan refleksi pasca pembelajaran yang berisi kesan
guru model setelah mengimplementasikan pembelajaran dan digenapkan dengan
diskusi tentang temuan-temuan yang didapatkan oleh teman sejawat dan para
pengamat yang mencermati apa yang terjadi ketika kegiatan pembelajaran
berlangsung.
Secara sederhana kegiatan Lesson Study terdin atas 3 (tiga) tahapan, yaitu Plan
(Perencanaan), kemudian Do (Pelaksanaan), lalu See (Refleksi) yang dilakukan
secara berkesinambungan. Dengan demikian, hasil dari tahapan See menjadi bekal

dan pedoman pada pelaksanaan Plan-Do-See berikutnya, demikian

pula

selanjutnya.
Tampaknya, jika prinsip-prinsip Lesson Study ini dimaknai dan diejawantahkan

oleh para guru dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam dunia pendidikan
secara sistemik, sistematik, dan proporsional, maka peningkatan kualitas para
pendidik dari waktu ke waktu adalah sebuah keniscayaan.


PERAN DAN KEDUDUKAN DOKUMENTASI DALAM

T,E,S"SONT

STADY

Di tengah era teknologi informasi dan komunikasi yang demikian maju pesat
dewasa ini, pendokumentasian aktivitas apapun hampir menjadi sebuah
"kewajiban". Mulai dari kegiatan sederhana, semacam peringatan ulang tahun atau
piknik keluarga, hingga kegiatan-kegiatan ilmiah, semacam seminar atau
konferensi, bahkan kegiatan pemerintahan dan kenegaraan, selalu disertai dengan
pendokumentasian kegiatan-ke

gSatan

tersebut.

Seberapa pentingkah pendokumentasian sebuah kegiatan bagi kita? Bagi
sebagian orang yang mampu mengingat sejumiah kegiatan dan pengalaman yang
telah dilakukannya, barangkali dokumentasi kegiatan tersebut secara fisik bukan

merupakan sebuah keharusan. Tetapi bagi sebagian lain yang pelupa atau sering
lupa, kehadiran dokumentasi kegiatan adalah sebuah keharusan. Pertanyaannya
adalah apakah mungkin setiap orang mampu mengingat setiap kegiatan yang telah
dilakukan dan atau dialami sebelumnya secara runtut dan detail? Jika jawabannya
tidak, maka pendokumentasian sebuah kegiatan adalah salah satu hal yang patut
dipertimbangkan untuk selalu kita lakukan.

Dokumentasi sebuah kegiatan pada dasamya dapat dilakukan dengan
memanfaatkan berbagai media, baik media tulisan, audio, visual, maupun audiovisual. Dokumentasi yang memanfaatkan media tulisan, misalnya koran, majalah,
atau buku. Dokumentasi yang memanfaatkan media audio atau suara, misalnya
1^

tumafcPengajaran to118fl,

lof

f \fo.

2 Qesetn\er 2006


rss^t

1412-0917

radio atau rekaman suara melalui pita kaset atau CD (Compact Disc). Dokumentasi
yang memanfaatkan media visual atau gambar, baik diam maupun bergerak,
misalnya poster, foto, slaid, filmstrip, transparansi, atau gambar bergerak tanpa
suara seperti film-film jaman dahulu. Dokumentasi yang memanfaatkan media
audio-visual (gambar bergerak yang disertai suara), misalnya film, video, VCD
(Yideo Compact Disc), atau DVD (Digital Video Disc).

Tanpa mengecilkan arti dan peranan media suara tanpa gambar dan media
gambar tanpa suara dalam pendokumentasian sebuah atau sejumlah kegiatan,
pendokumentasian yang memanfaatkan media audio-visual adalah sebuah alternatif
yang saat ini banyak dilakukan orang. Di samping cara mengoperasikaffIya yang
semakin hari semakin mudah, bahkan oleh awam sekalipun, harga perangkatnya
pun yang saat ini relatif murah.
Dokumentasi yang menggunakan media audio-visual memiliki berbagai
keunggulan apabila dibandingkan dengan dokumentasi dalam bentuk lainnya.
Dokumentasi yang menggunakan media audio-visual memiliki sejumlah kelebihan

karena bersifat audible atau dapat didengar dan bersifat visible atau dapat dilihat,
sehingga indera yang terlibat lebih legkap, yaitu indera pendengaran sekaligus
indera penglihatan.
Penggunaan media audio-visual dalam dunia pendidikan diyakini oleh dunia

barat mulai sejak jaman Comenius, seomng pendidik terkemuka bangsa
Cekoslowakia. Ia menglcritik cara mengajar yang hanya menggunakan kata-kata
semata. Comenius menciptakan buku pelajaran bergambar yang dinamai "orbis
pictus" atau dunia dalam gambar. Inilah buku pelajaran bergambar pertama dari
yang pernah ada sebelumnya. Buku inilah salah satu yang mengilhami hadirnya
media yang bersifat audio-visual.

Beberapa keuntungan dokumentasi dalam bentuk media audio-visual antara
lain adalah:

1.

2.
3.
4.
5.

Melibatkan indera yang lebih lengkap, yaitu indera pendengaran dan indera
penglihatan, sehingga kedua indera tersebut saling melengkapi di dalam
menerima dan memahami pesan atau informasi.
Mempermudah dalam penyampaian dan penerimaan pesan atau informasi,
sehingga dapat menghindari salah pengertian.
Mendorong seseorang ingin lebih mengetahui pesan atau informasi yang
disajikan, sehingga memberi peluang kepada yang bersangkutan untuk
lebih memahami isi pesan atau informasi tersebut.
Mengekalkan ingatan seseorang tentang sesuatu yang telah dilihat dan
didengarnya, sehingga pesan atau informasi yang disajikan melalui media
ini lebih lama mengendap dalam pikiran atau ingatannya.
dan sebagainya.

75

Jurnaf cPengajaran totIQA,

'/o[ Z No. 2 Aesemher

2006

rsst{

1412-0917

Bagaimana halnya dengan pendokumentasian kegiatan dalam Lesson Study?
Karena salah satu allivitas di dalam kegiatan Lesson Study adalah pengkajian
terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di dalam kelas, maka kedudukan
dokumentasi kegiatan di dalamnya adalah sesuatu yang penting.
Oleh karena memori atal daya ingat manusia sangat terbatas, maka kehadiran
dokumentasi, dalam hal ini dokumentasi kegiatan Lesson Study txut membantu
ketika kita bermaksud untuk mereviu, mengkaji, mengevaluasi, dan merefleksikan
apa yang telah kita alami dan lakukan. Melalui dokumentasi kegiatan dalamLesson
Study irr1lah, maksud-maksud tersebut di atas dapat kita lakukan secara lebih
lengkap, rinci, dan efektif. Karena dokumentasi yang kita miliki dapat dillhat,
didengar, dan dicermati, bahkan diulang-ulang jika diperlukan, sehingga informasi
yang kita peroleh dapat lebih lengkap dan lebih jelas.

samping sebagai arsip, yang sewaktu-sewaltu dapat kita gunakan jika
diperlukan, dokumentasi Lesson Study dapat pula digunakan sebagai bahan selfevaluation (evaluasi diri) bagi guru yang tampil mengajar. Guru yang bersangkutan
dapat melihat, mendengarkan, dan mencermati apa yang terjadi ketika dia
mengajar, tanpa harus rikuh, karena dokumentasi tersebut ditonton oleh yang

Di

bersangkutan secara sendirian.

Sebagai sebuah manfaat iringan, hasil dokumentasi Zesson Study dapat pula

digunakan oleh siapapun yang memerlukan referensi bagaimana sebuah
pembelajaran semestinya dilakukan. Termasuk rr,emberikan gambaran dan
masukan kepada audiens, hal-hal apa yang seyogianya dilakukan dan yang
semestinya tidak dilakukan.

BAGAIMANAKAH

D

OKUMENTASI DALAM Z-ES,SON S T UD W

Bagaimanakah dokumentasi dalam

Z

esson Study seharusnya dikernbangkan?

Pendokumentasian aktivitas dalam kegiatan Lesson Study harus
menggambarkar: apa yang terjadi dalam semua tahapan secara lengkap dan
berkesinambungan; terutama dalam tahapan Do (Pelaksanaan), yaitu kegiatan
pembelajaran di dalam kelas. Keutuhan dan kelengkapan dokumentasi Lesson
Study akan memberikan gambaran yang komprehensif tentang apa yang terjadi
dalam proses Lesson Study itv sendiri. Di samping itu, kesinambungan rangkaian
kegiatan yang terdokumentasikan secara runtut, baik dalam bentuk gambar maupun
suara, akan membantu kita, khususnya audiens, dalam memahami apa yang terjadi
secara lengkap dan berkelanjutan, dari awal hingga akhir kegiatan.
Sebuah dokumentasi Lesson Study seyogianya dapat menggambarkan secala
sistemik dan sistematik apa yang dilakukan dan terjadi pada keseluruhan tahapan
kegiatan, mulai dari Plan (Perencanaan), kemudian Do (Pelaksanaan),hingga See

16

turnaf cPengajaran frLIQA,

lot

Z g,to.

2 (Desemfier 2006

rss$t tu12-0917

(Refleksi). Bahkan, hasil dokumentasi yang kita kembangkan dapat memberikan
gambaran utuh kepada pihak-pihak yang tidak ikut serta secara langsung dalam
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan, sehingga mereka dapat merasakan seolaholah mereka turut terlibat secara langsung dalam kegiatan yang tidak dihadirinya.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa tahap Plan @erencanaan)

bertujuan untuk merancang pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif,
komunikatif, dan menyenangkan. Tim pengembang dokumentasi harus dapat
menunjukkan kepada audiens bahwa kegiatan ini dilakukan tidak dilakukan
sendirian oleh seorang guru, tetapi dilakukan secara kolaboratif bersama-sama
dengan guru-guru lainnya atau bahkan bersama dengan dosen dan mahasiswa
perguruan tinggi. Pengambilan gambar pada bagian rni harus dapat menampakkan
suasana egaliter dan kesejawatan atau kolegalitas di antara peserta yang hadir,
sehingga tidak muncul kesan saling ingin menunjukkan kelebihannya atau
menonjolkan diri.

Selanjutnya, pengambilan gambar pada tahap

Do

(Pelaksanaan) yang

merupakan implementasi dari rencana pembelajaran hasil kolaborasi

di antara

sejumlah pihak harus dapat menggambarkan situasi bagaimana model
pembelajaran yang telah dirancang bersama tersebut berlangsung secara aktif,
inovatif, kreatif, efektif, komunikatif, dan menyenangkan bagi siswa. Apabila
dalam kegiatan pembelajaran siswa dikelompokkan, tim dokumentasi harus dapat
menggambarkan situasi kelas dalam beberapa kelompok, dan bagaimana masingmasing kelompok beraktivitas.
Beberapa hal yang jangan dilupakan dalam pengambilan gambar adalah bahwa

fokus pengamatan ditujukan kepada bagaimana siswa belajar, bukan

pada

bagaimana guru mengajar. Bagaimana interaksi siswa dengan siswa; siswa dengan

guru; siswa dengan bahan ajar; dan siswa dengan lingkungan. Di samping itu,
adakah ekspresi-ekspresi siswa yang menarik, bagaimana mimik wajah siswasiswa tertentu, bagaimana bahasa tubuh siswa, termasuk bagaimana cara siswa
ketika menggunakan media atalu alat peruga digunakan, bagaimana ketika siswa
berlanya dan merespon pertanyaan, dan sebagainya.

Dengan demikian, pengambilan gambar bagaimana siswa belajar harus lebih
dominan dibandingkan dengan bagaimana guru mengajar. Kehadiran pengamat
yang hadir di dalam kelas sebaiknya terdokumentasikan, tetapi pengambilan
gambarnya harus proporsional. Penampilan guru bertindak sebagai guru model
dalam pembelajaran harus terdokumentasikan secara lengkap, tanpa harus
dominan, mulai dari membuka pelajann, menyajikan materi pelajaran, hingga
menutup pelajaran.

Kemudian, pengambilan gambar pada tahap ketiga, yaitu tahap

,See

(Refleksi)

yang merupakan diskusi pasca pembelajaran, harus dapat menggambarkan
bagaimana kegiatan diskusi dimulai, bagaimana diskusi berlangsung, dan
77

JunatOengajaranfu{IQA,'/o[ f No. 2 Aesem1er 2006

rsstt

1412-0917

bagaimana diskusi disimpulkan dan diakhiri. Pada saat diskusi berlangsung, hatus
tergambarkan bagaimana cara dan ekspresi guru model yang baru saja tampil
ketika menyampaikan kesan-kesannya. Di samping itu, seyogianya tergambarkan
pula bagaimana ketika para pengamat menyampaikan komentar dan lesson learnt
(pelajaran yang diperoleh) dari pembelajaran hari itu.

BEBERAPA TIPS DALAM PENGEMBANGAN DOKUMENTASI T.ESSON
STUDY
Berikut ini adalah beberapa tips atau kiat-kiat yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan dokumentasi audio-visual Less on Study.

1.

Gunakan kamera (video camera atau still camera) yang representatif dan
perangkat lairurya yang memadai agar hasil pengambilan gambar optimal.
Apabila perlu, gunakan lebih dari satu perangkat kamera yang setara (termasuk
pita kaset dan penata kameranya) agar pengambilan gambar dapat dilakukan
dari berbagai sudut pandang.

2. Bila

3.
4.

5.

menggunakan kamera lebih dari satu unit, usahakan dilakukan
"pembagian tugas" untuk perekaman gambar aktivitas guru saja, altivitas
siswa saja, dan aktivitas pelengkap lainnya. Untuk kepentingan hal tersebut,
tata letak perangkat kamera juga harus diperhatikan agar tidak mengganggu
mobilitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran, sehingga gambargambar yang direkam iebih komprehensif.

Pengoperasian kamera, dengan mengandalkan satu atau dua tangan sekalipun,
untuk jangka waktu yang relatif lama memungkinkan terjadinya camera
shaking (goncangan kamera). Untuk mengatasi goncangan kamera gunakan
kaki kamera, tripod atau monopod, jika diperlukan.

Pengambilan gambar seyogianya memperhatikan kaidah-kaidah teknik
pengambilan gambar yanglazim agar memudahkan dalam analisis dan diskusi
pasca kegiatan pembelajaran. Misalnya, untuk menyatakan ekspresi wajah
seseorang gunakan teknik pengambilan gambar secara close up; untuk
menyatakan bahasa tubuh gunakan teknik pengambilan secara medium shot;
dan untuk menyatakan situasi yang sifatnya luas dan menyeluruh gunakan
teknik pengambilan secara long shot.
Apabila memungkinkan, selain perangkat perekam suara yang ada pada
kamera, gunakan pula alat perekam audio (suara) yang representatif. Jika
memungkinkan tipenya yang dapat diintegrasikan dengan kamera yang
digunakan. Hal ini dipandang perlu untuk kepentingan analisis dan diskusi
pasca kegiatan pembelajaran serta editing gambar, agar kualitas suara yang
terekam jelas dan memadai.

78

JurnatSengajaran

*tI8l.,'/o[ f t'fo. 2 Desem\er2006

ISSt\f 1412-0917

6.

Penata kamera (cameraman) seyogianya mengetahui dan memahami seluruh
rangkaian kegiatan, terutama rancangan pembelajaran yang akan disajikan,
paling tidak secara umum, agar pengambilan gambar terencana dengan baik.
7. Detail pengambilan gambar pada tahap PIan (Perencanaan), terutama pada saat
diskusi persiapan bahan ajar, bersifat sangat situasional; bergantung pada
bidang studi, jenis bahan ajar, topik yang akan disajikan, dan hal-hal relevan
lainnya.
8. Pengambilan gambal aktivitas pengamat dalam kegiatan pembelajaran tidak
harus mendetail, cukup "sekadarnya" tetapi mewakili setiap komponen
kelompok pengamat, karena yang paling penting dan dominan adalah aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran. Sementara allivitas guru dalam
pembelaj aran di dokumentasikan seperlunya se cara proporsional.
9. Rekam pula hal-hal yang spesifik, yang tak terduga, yang tidak biasa, dan yang
menarik perhatian untuk bahan analisis dan diskusi setelah kegiatan
pembelajaran. Oleh karena itu, penata kamera harus senantiasa siap untuk
merekam hal-hal y ang unp redic t ab I e tersebut.
10. Pada saat proses edtting, kombinasikan gambar-gambar yang direkam dari
beberapa kamera secara logis, sistematis, dan sinambung.
11. Persiapkan beberapa perangkat yang mendukung pengambilan gambar, seperti
kaset cadangan, batre cadangan, dan kabel koneksi jika di tempat yang
bersangkutan sumber listrik jauh dari jangkauan kita.

DAFTAR PUSTAKA
Femandez, C., and Yoshida,

M. (2004). Lesson Study: A

Japanese Approach to

Improving Mathematics Teaching and Learning. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
Indonesia. (2005). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen.
Ivers, Kareo, S., Barron, Ann, E., (2002). Multimedia Projects in Education:
Designing, Producing, and Assesing. Connecticut: A Division of Green
Publishing Group,Inc.
Natal, Dottie, and Reitan, Erik. (1995). Using Asymetrix: Multimedia Tool Book 4.
Indianapolis: Que Corporation.
Saito, E., Imansyah, H., Kuboki, I., and Tachibana, H. (2006). Indonesian Lesson
Study in Practice: Case Study of Indonesian Mathematics and Science
Teacher Education Project. Journal of In-Semice Education. 32 (2): 171184.

Suleiman, Amir, H, (1981). Media Audio-Visual: untuk pengajaran, penerangan,
dan penyuluhan. Jakarta: PT. Gramedia.

79