STUDI KASUS ANALISA PENYEBAB DAN PROSES TERJADINYA KECURANGAN PADA SAAT UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

  

JBE Vol. 3 , No. 2 , Agustus 2018, pp: 60 - 72

Jurnal Bingkai Ekonomi

  JBE Jurnal Bingkai Ekonomi

https://stie-aka.ac.id/journal/index.php/jbe3/index

  

STUDI KASUS ANALISA PENYEBAB DAN PROSES TERJADINYA

KECURANGAN PADA SAAT UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

  Eko Prasetyo Akuntansi, STIE Perbanas Surabaya, Surabaya, Indonesia

  Abstrak Info Artikel ________________ _________________________________________________________ Sejarah Artikel:

  Tujuan penelitian studi kasus ini adalah untuk mengetahui alasan dan proses Diterima : 5 Juni 2018 terjadinya kecurangan akademik berupa menyontek pada saat UAS. Objek

  Disetujui : 29 Juli 2018 penelitian studi kasus ini yaitu mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi

  Dipublikasikan : 10 Agustus 2018 Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian studi kasus yang dilaksanakan ________________ dengan metode observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian studi kasus ini

  Keywords: yaitu mahasiswa melakukan kecurangan akademik dengan cara bertanya

  Integritas, Kecurangan Akademik,, langsung kepada teman dan dengan cara membuka handphone pada saat ujian. dan Sistem Pengendalian Internal

  Kecurangan akademik ini pada saat ujian ini disebabkan karena adanya kesempatan, rasionalisasi, dan tekanan.

  Abstract The aim of this study program is to find out and process information that is at the time of UAS. The object of this case study research is students at one of Indonesian Universities. This research is a case study conducted by interviews and interviews. The results of this case study are students doing academic cheating by asking friends directly and by calling their cellphones during the exam. Academic cheating at this time is done therefore, rationalization, and difficulties.

  Alamat korespondensi :

  ISSN

Jl. Wonorejo Timur No. 16, Wonorejo, Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur 2502-1818 (cetak)

  2615-7918 (online)

  PENDAHULUAN

  Pencegahan fraud adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Hal tersebut menjadi sangat penting dikarenakan jumlah fraud dewasa ini yang sangat banyak, baik itu jumlah kasus maupun jumlah nominalnya. Dalam kurun waktu enam bulan saja, mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2017, Indonesia Corupption Watch (ICW) mencatat ada 226 kasus korupsi. Kasus dengan jumlah tersangka 587 orang itu merugikan negara Rp 1,83 triliun dan nilai suap Rp 118,1 miliar (www.news.detik.com). Hal yang sama juga dikemukakan Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Indonesia. Menurut ACFE (2016), lima persen dari pendapatan organisasi menjadi korban dari kejahatan fraud. Selain itu, pencegahan fraud menjadi hal yang sangat penting karena ketika ada pencegahan fraud yang memadai, maka biaya untuk mendeteksi fraud akan otomatis menjadi berkurang.

  Pencegahan fraud dapat dilakukan di level perusahaan dan dapat dilakukan dilevel institusi pendidikan. Idealnya, pendidikan untuk mencegah fraud dilakukan sejak dini mungkin. Pendidikan untuk mencegah fraud dapat dilakukan pada jenjang pendidikan Perguruan Tinggi atau dibawahnya.

  Fenomena kasus yang diangkat dalam studi kasus ini yaitu kecurangan yang dilakukan mahasiswa di Perguruan Tinggi X pada saat Ujian Tengah Semester (UTS) maupun Ujian Akhir Semester (UAS). Kecurangan yang mereka lakukan yaitu membuka handphone pada saat ujian berlangsung.

  Mereka menggunakan handphone untuk mencari jawaban soal ujian maupun berkomunikasi dengan teman-temannya untuk berdiskusi terkait jawaban soal ujian.

  Fakta yang menunjukkan fenomena kasus kecurangan mahasiswa tersebut didapatkan dari observasi/pengamatan penulis dan wawancara. Hasil observasi penulis didapatkan ketika penulis menjadi pengawas ujian saat pelaksanaan UTS maupun saat pelaksanaan UAS. Sementara itu, fakta fenomena kasus diperoleh dari wawancara kepada mahasiswa yang membuka handphone saat ujian berlangsung.

  Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, penulis melihat banyak mahasiswa yang membuka handphone saat berlangsungnya ujian. Baik itu mahasiswa laki-laki ataupun mahasiswa perempuan. Penulis beberapa kali mengetahui mahasiswa sedang membuka handphone saat ujian berlangsung. Setelah itu, penulis meminta handphone mahasiswa tersebut dan menegurnya Hal tersebut tentu saja melanggar peraturan yang diterapkan di Universitas X tersebut. Peraturan yang diterapkan yaitu dilarang membuka handphone saat ujian berlangsung.

  Sumber fakta kedua yang diperoleh penulis yaitu dari wawancara dengan salah satu mahasiswa yang membuka

  handphone saat ujian di Universitas X

  tersebut. Mahasiswa tersebut bernama YY. Dia adalah mahasiswa semester empat di Universitas X yang sering membuka handphone saat ujian. YY mengatakan bahwa setiap ujian tengah semester ataupun ujian semester, dia dan hampir semua teman-teman sekelasnya membuka handphone saat melaksanakan ujian.

  “Kalau ujian buka handphone Pak. Yang cowok yang cewek hampir semua buka handphone.” Kata Mahasiswa.

  Sumber fakta ketiga diperoleh penulis dari perbincangan dengan sesama pengawas ujian. Pengawas ujian mengatakan bahwa ketika mengawasi ujian, terdapat mahasiswa yang membuka handphone saat ujian berlangsung. Bahkan pengawas juga pernah menyita handphone mahasiswa yang dibuka pada saat ujian.

  “Kemarin saya menyita hp anak- anak. Mereka aku suruh ambil di ruangan. Pada nyontek pake hp.” Kata pengawas.

  Kasus sederhana ini menjadi menarik untuk diteliti antara lain karena profil pendidikan para pelaku fraud di Indonesia paling tinggi didominasi oleh orang yang memiliki gelar sarjana. Berdasarkan data yang didapatkan dari Survai Fraud Indonesia yang dilakukan Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Indonesia pada tahun 2016, 39% pelaku fraud di Indonesia memiliki gelar sarjana pada pendidikan terakhirnya.

  Selain berkaitan dengan profil pendidikan pelaku fraud, hal yang menjadikan kasus tersebut menjadi menarik adalah adanya rencana fokus pemerintahan Republik Indonesia pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Pembangunan SDM menjadi prioritas setelah beberapa tahun belakangan, pemerintah memfokuskan diri pada pembangunan Infrastruktur.

  Fakta yang menunjukkan hal ini antara lain terdapat dalam website Presiden Republik Indonesia. Presiden mengatakan,

  “Tahapan kedua setelah pembangunan infrastruktur di kerja besar kita adalah pembangunan sumber daya manusia. Kementerian-kementerian harus mulai merancang apa yang akan dikerjakan dalam kerja besar pembangunan sumb er daya manusia,”

  

  Tujuan dari penelitian studi kasus ini secara umum adalah menjawab rumusan masalah/pertanyaan penelitian studi kasus ini, antara lain, mengetahui alasan terjadinya kasus kecurangan pada saat Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Sekolah (UAS), mengetahui proses terjadinya kasus kecurangan pada saat Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Sekolah (UAS), memberikan masukan alternatif solusi untuk mengatasi kasus/permasalahan tersebut, dan banyak kasus serupa yang terjadi di tempat lain.

  Teori/konsep yang berkaitan dengan penelitian studi kasus ini antara lain teori/konsep segitiga fraud (fraud

  triangle) dan konsep sistem pengendalian

  internal. Konsep segitiga fraud diperkenalkan oleh Association of

  Certified Fraud Examiners (ACFE).

  Sementara itu, konsep sistem pengendalian internal adalah konsep yang diperkenalkan oleh The Committee Of

  Sponsoring Organizations Of Treadway Commission (COSO) yang pertama kali

  diperkenalkan dalam standar audit di amerika SAS No.99.

  . Menurut Association of Certified

  Fraud Examiners (ACFE), kecurangan

  (fraud) merupakan tindakan penipuan atau kekeliruan yang dilakukan oleh seseorang atau badan yang mengetahui bahwa kekeliruan tersebut dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada individu atau entitas atau pihak lain (Sukirman, 2013). Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan juga

  fraud berarti tindakan yang disengaja

  dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Tindakan tersebut melanggar peraturan dan merugikan pihak lain. Selain itu, fraud dilakukan dengan menyembunyikan atau memutarbalikkan fakta kebenaran.

  Ada beberapa penyebab terjadinya kecurangan berdasarkan segitiga fraud

  (fraud triangle) yang dikeluarkan ACFE.

  Penyebab kecurangan tersebut antara lain adalah tekanan, rasionalisasi, dan kesempatan. Berikut adalah gambar dan penjabaran dari segitiga fraud (fraud

  triangle) .

Gambar 2.1. Fraud Triangle

  Penelitian /kasus fraud pertama yaitu kasus menyontek yang terjadi pada siswa SMA Negeri dalam wilayah kota Takengon. Penelitian tentang perilaku menyontek ini dilakukan oleh Maulida Fitri, Dahliana, dan Said Nurdin untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek pada siswa SMA Negeri dalam wilayah kota Takengon. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara. Pendekatan penelitian adalah kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa malas belajar, takut mengalami kegagalan, serta tuntutan orang tua untuk memperoleh nilai nilai/peringkat kelas yang baik adalah faktor yang menyebabkan siswa menyontek. Solusi yang disarankan yaitu Agar guru BK lebih serius mengatasi dan membimbing siswa yang berperilaku menyontek dengan menggunakan berbagai macam layanan dan pendekatan. Saran yang lain yaitu agar guru BK Juga memberikan hukuman/sanksi yang lebih mendidik dan tepat pada siswa dengan tujuan untuk menunjukkan kesadaran siswa. (Fitri dkk, 2017). Dalam kasus ini, Jika penyebab menyontek yang telah dipaparkan dari hasil penelitian dikaitkan dengan konsep segitiga penyebab fraud

  (fraud triangle), maka penyebab siswa

  dan mahasiswa tersebut melakukan kecurangan adalah karena tekanan dan rasionalisasi.

  Penelitian tentanng kecurangan yang kedua yaitu penelitian yang dilakukan Christine Masada H.T dan Sabrina Dachmiati pada tahun 2016. Judul penelitian yang dilakukan yaitu Faktor Pemengaruh Perilaku Siswa dan Mahasiswa Menyontek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku menyontek. Hasil penelitian yang dilakukan yaitu siswa dan mahasiswa menyontek karena mereka belum menyadari pentingnya belajar meskipun tidak ada guru di dalam kelas, harapan ingin nilai yang bagus, dan anggapan siswa serta mahasiswa bahwa guru dan dosen belum menyampaikan materi dengan baik didalam kelas. Jika dikaitkan dengan konsep segitiga penyebab fraud

  (fraud triangle), maka penyebab siswa

  dan mahasiswa tersebut melakukan kecurangan adalah karena tekanan dan rasionalisasi.

  Penelitian tentang kecurangan yang kedua yaitu penelitian yang dilakukan Christine Masada H.T dan Sabrina Dachmiati pada tahun 2016. Judul penelitian yang dilakukan yaitu Faktor Pemengaruh Perilaku Siswa dan Mahasiswa Menyontek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku menyontek. Hasil penelitian yang dilakukan yaitu siswa dan mahasiswa menyontek karena mereka belum menyadari pentingnya belajar meskipun tidak ada guru di dalam kelas, harapan ingin nilai yang bagus, dan anggapan siswa serta mahasiswa bahwa guru dan dosen belum menyampaikan materi dengan baik didalam kelas. Jika dikaitkan dengan konsep segitiga penyebab fraud

  (fraud triangle), maka penyebab siswa

  dan mahasiswa tersebut melakukan kecurangan adalah karena tekanan dan rasionalisasi.

  Penelitian/kasus kecurangan yang ketiga yaitu kasus fraud di perusahaan Enron. Perusahaan mencatat keuntungan 600 juta dolar Amerika Serikat, padahal keadaan nyata sebenarnya mengalami kerugian. Penyebab perusahaan ini melakukan kecurangan antara lain keinginan perusahaan agar tetap diminati investor, adanya moral hazard, dan kurangnya pengawasan dari pihak-pihak yang seharusnya mengawasi dengan baik misalnya konsultan hukum dan regulator. Enron melakukan kecurangan dengan cara menaikkan pendapatan dan menyembunyikan utangnya, serta melakukan kerjasama dengan KAP Arthur Andersen untuk digunakan sebagai konsultan sekaligus Auditor eksternal.

  Kasus Enron menyebabkan munculnya adanya Sarbanes Oxley. Sarbanes Oxley adalah nama lain dari undang-undang reformasi perlindungan investor (The Company Accounting

  Reform and Investor Protection Act of 2002) yang disahkan oleh Presiden

  George Bush pada bulan Juli tahun 2002 lalu. Banyak yang mengatakan bahwa undang-undang ini adalah reaksi keras regulator AS terhadap kasus Enron pada akhir tahun 2001. Poin terpenting dari undang-undang ini yaitu usaha agar lebih memperbaiki pertanggungjawaban keuangan perusahaan publik (good

  corporate governance) . Adanya Undang-

  undang tersebut berdampak penting kepada akuntan publik (auditor), manajemen perusahaan publik, dan pengacara yang bekerja di pasar modal (Hafikahadiyanti.wordpress.com).

  Berdasarkan kajian pustaka diatas, maka proposisi yang dapat saya ajukan untuk mengarahkan proses penelitian ini dalam melakukan penelitian selanjutnya dilapangan, seperti mengumpulkan bukti atau menganalisis data yaitu mahasiswa melakukan kecurangan akademik ketika UTS dan UAS disebabkan karena adanya tekanan, rasionalisasi, ataupun kesempatan yang antara lain berbentuk takut mengalami kegagalan, tuntutan orang tua untuk memperoleh nilai nilai/peringkat kelas yang baik, malas belajar, anggapan siswa serta mahasiswa bahwa guru dan dosen belum menyampaikan materi dengan baik didalam kelas, serta lemahnya pengawasan saat ujian berlangsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  METODE

  Penelitian ini adalah penelitian kualitatif studi kasus. Penelitian kualitatif menurut Bogdan& Biklen (1982) dalam Moleong (2010) merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah- milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

  Yin (2014) mendefinisikan studi kasus adalah suatu ikuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas , dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan.

  Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono,

  2014). Contoh sumber data primer yang direncanakan dalam penelitian studi kasus ini adalah wawancara dengan mahasiswa, observasi langsung, dan wawancara dengan salah satu pengawas ujian. Sedangkan contoh sumber data sekunder yang direncanakan dalam studi kasus ini antara lain website, dan buku.

  4.1. Hasil Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Observasi dilakukan peneliti ketika peneliti menjadi pengawas saat berlangsungnya UTS maupun UAS. Wawancara dilakukan kepada salah satu mahasiswa dan pengawas ujian yang lain. Berikut adalah penjabaran dari masing- masing metode pengumpulan data yang telah dilakukan.

  4.1.1. Hasil Observasi Penulis melakukan observasi ketika penulis menjadi pengawas ujian pada saat UTS dan pada saat UAS. Pada saat UTS, penulis mendapatkan surat tugas untuk mengawasi ujian yang berlangsung selama dua minggu. Begitupun pada saat UAS, penulis juga mendapatkan tugas untuk mengawasi jalannya ujian yang berlangsung selama dua minggu. Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati perilaku mahasiswa selama ujian berlangsung. Tujuan dilakukan observasi ini adalah untuk memastikan bahwa ujian berlangsung dengan tertib dan untuk mengetahui mahasiswa yang melakukan kecurangan akademik dan cara/proses melakukannya.

  Tidak semua observasi atau jam mengawas penulis diungkapkan dalam penlitian ini. Penulis hanya menceritakan beberapa hari yang dimana terdapat mahasiswa melakukan kecurangan akademik. Pada saat UTS dan UAS berlangsung dengan tertib, penulis tidak menulisnya karena ketidaksesuaian dengan tujuan penelitian.

  Bagian observasi pertama yaitu observasi yang dilakukan pada saat UTS. Pada hari pertama UTS, penulis mendapatkan jatah mengawas pada saat ujian mata kuliah akuntansi biaya. Ujian ini ditujukan untuk mahasiswa yang mengikuti kelas kuliah malam. Jam menunjukkan pukul 18.50, penulis bergegas memasuki ruang ujian. Berjalan dari ruangan kantor yang berada di lantai menuju tangga yang mengarah ke lantai dua. Setelah sampai dilantai dua, dengan langkah pelan penulis menuju ruangan 202. Ruangan tersebut adalah ruangan yang akan digunakan untuk melaksanakan ujian bagi mahasiswa yang mengikuti ujian akuntansi biaya.

  Tibalah penulis didepan ruangan 202. Penulis memasuki ruangan dan mahasiwa sudah duduk siap di kursinya masing-masing. Tanpa menunggu waktu lama, penulis membagikan lembar soal dan lembar jawaban kepada masing-masing mahasiswa. Diurutkan dari mahasiswa yang duduk di barisan paling depan sampai yang terakhir adalah mahasiswa paling belakang untuk mendapatkan lembar soal dan lembar jawaban.

  Setelah semua mahasiswa mendapatkan lembar soal dan lembar jawaban yang dibutuhkan, penulis memimpin semua mahasiswa untuk berdoa bersama agar diberi kelancaran dan kemudahan dalam pelaksanaan Ujian. Ritual berdoapun selesai dilaksanakan. Mahasiswa sudah tampak tidak sabar untuk bergegas mengerjakan ujian.

  Waktu menunjukkan pukul 19.00, ujianpun dimulai. Penulis memilih duduk dikursi depan untuk memantau jalannya ujian dan mengisi lembar berita acara ujian. Sesekali penulis menengok kearah mahasiswa dan melihat mahasiswa tenang dan fokus dalam mengerjakan. Semua mahasiswa terlihat asyik mengerjakan dengan cara mereka masing-masing.

  Ditengah ujian menjelang waktu ujian berakhir, mulai terlihat mahasiswa yang gelisah dan mencuri kesempatan untuk bertanya kepada rekannya. Mereka bertanya kepada rekannya ketika mereka merasa penulis sedang tidak melihat kearah mereka. Waktu terus berjalan, dan penulis melihat semakin bertambah mahasiswa yang bertanya kepada temannya. Ada yang dilakukan dengan cara melirik jawaban teman disebelah. Ada juga yang berusaha mencari jawaban dengan cara memanggil teman dengan suara pelan agar diberi jawaban. Penulis meminta mereka untuk tenang dan mengerjakn soal tanpa adanya kecurangan.

  Observasi kedua dilakukan penulis untuk ujian dengan mata kuliah yang berbeda. Pada saat itu, penulis mengawasi ujian untuk mahasiswa yang berbeda jurusan juga. Semua lembar soal dan lembar jawaban telah selesai dibagikan, peserta ujianpun sudah memulai mengerjakan ujian. Penulis memilih kursi yang paling belakang untuk mengawasi jalannya ujian.

  Diawal berlangsungnya ujian, mahasiswa tampak mengerjakan ujian dengan penuh semangat. Mereka fokus pada pekerjaan masing-masing. Setelah berada ditengah waktu ujian, penulis berjalan kedepan. Dalam perjalanan tersebut, penulis melihat ada mahasiswa yang sedang membuka handphone. Mahasiswa tersebut menaruh handphone itu diatas meja ujian. Setelah itu, penulis kembali duduk di kursi belakang untuk mengawasi jalannya ujian.

  Setelah beberapa saat, penulis kembali berjalan kedepan karena ada mahasiswa yang selalu bergerak tidak wajar. Mahasiswa tersebut duduk di kursi tengah deretan paling kiri. Benar saja, setelah penulis berjalan perlahan dan tiba disamping kursi mahasiswa tersebut, terlihat mahasiswa sedang asyik membuka handphone nya. Mahasiswa tersebut membuka

  handpho ne dengan cara meletakkan handphone nya diantara kedua paha

  kakinya lalu tangan kirinyalah yang aktif untuk membuka handphone, sedangkan tangan kanannya tetap berada diatas meja untuk memegang pena.

  4.1.2. Hasil Wawancara Tujuan dari wawancara terhadap informan adalah sebisa mungkin menjawab pertanyaan dari penelitian studi kasus ini. Wawancara dilakukan kepada seorang mahasiswa bernama X. Mahasiswa ini adalah mahasiswa yang sedang duduk di semester pertengahan kuliah. Demi alasan kerahasiaan, nama mahasiswa tersebut disamarkan.

  Dari hasil wawancara santai antara penulis dengan X, penulis mengetahui beberapa fakta terkait kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa pada saat UTS maupun UAS. Fakta yang didapatkan dari wawancara terhadap informan ini anatara lain meliputi bentuk kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa pada saat UTS maupun UAS, alasan mereka melakukan kecurangan akademik pada saat UTS dan UAS, serta proses terjadinya kecurangan akademik tersebut.

  Bentuk kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa ketika melaksanakan UTS maupun UAS antara lain mencari jawaban dengan bantuan google, berdiskusi di grup media sosial, dan bertanya langsung kepada teman didalam kelas secara sembunyi-sembunyi. Potongan wawancara dengan informan yang mendeskripsikan hal tersebut terdapat dibawah ini

  “Banyak mas, buka google, chat di grup, dan yang jarang nyontek atau yang tidak siap pake hp, mereka biasanya bertanya langsung di kelas”.

  Hal tersebut juga selaras dengan apa yang penulis lihat pada saat melakukan observasi. Pada saat melakukan observasi, penulis juga melihat bahwa mahasiswa melakukan kecurangan akademik dalam bentuk bertanya kepada teman secara langsung serta dalam bentuk meelakukan kecurangan akademik dengan menggunakan handphone.

  Handphone digunakan untuk

  membuka mencari jawaban dengan membuka google maupun untuk berdiskusi dengan teman melalui media sosial.

  Informasi selanjutnya yang didapatkan oleh penulis dari informan adalah terkait alasan mahasiswa melakukan kecurangan akademik pada saat UTS dan UAS. Dari hasil wawancara informal sehari-hari dengan informan diperoleh informasi beberapa alasan yang menyebabkan mahasiswa melakukan kecurangan akademik. Penulis mendapatkan informasi bahwa mahasiswa melakukan kecurangan akademik karena soal ujian yang terlalu sulit, mahasiswa tidak belajar, adanya pembenaran karena teman-teman yang lain juga melakukan kecurangan akademik, serta adanya kesempatan. Potongan wawancara dengan informan yang menggambarkan hal tersebut yaitu

  “…Soalnya sulit-sulit mas. Standarnya tinggi. Tidak ada yang keluar pelajaran sehari-hari.

  Makanya pada nyontek”.

  “…banyak yang nyontek mas. Hampir semua nyontek. Ya ikut aja. Kalau tidak ikut nilainya jelek. Yang pinter biasanya yang takut- takut…”. “…kalau pengawasnya duduk didepan mas, justru itu yang aman buat buka hp. Kalau pengawas dibelakang deg-degan. Soalnya tahu- tahu sudah ada disamping. Tidak bisa melihat”.

  “…Kalau nyontek pada pake hp. Cewek cowok semuanya. Kalau cewek biasanya hp ditaruh ditempat pensil ditaruh di depan. Kalau cowok biasanya hpny ditaruh di antara kaki. Dijepit kaki mas

  Hasil wawancara tersebut juga sesuai dengan wawancara informal yang dilakukan penulis kepada salah satu mahasiswi. Pada saat itu, penulis sedang membuka salah satu aplikasi media sosial. Penulis melihat salah satu status dari mahasiswa berupa video yang terlihat gambar mahasiswa sedang membuka handphone saat ujian berlangsung. Penulis memulai percakapan dengan mahasiswa. Dari percakapan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa rasionalisasi dari mahasiswalah yang menyebabkan kecurangan akademik tersebut. Berikut potongan wawancaranya “..anak jaman now Pak.

  Heehhe..sedang trend ujian beginian..”.

  Setelah dibahas terkait alasan terjadinya kecurangan akademik pada saat UTS dan UAS, selanjutnya akan dibahas terkait dengan proses terjadinya kecurangan akademik tersebut. Dari hasil wawancara dengan informan, kecurangan tersebut dilakukan dengan berbagai proses/cara. Cara-cara melakukan kecurangan akademik tersebut antara lain dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada teman, membuka handphone dengan cara menaruh handphone di antara kedua kaki, dengan cara menaruh handphone pada tempat pensil saat akan memasuki ruangan dan membukanya jika situasi dirasa memungkinkan.

  Berikut adalah beberapa potongan wawancara dengan informan yang menunjukkan hal tersebut

  ““…Kalau nyontek pada pake

  hp. Cewek cowok semuanya. Kalau cewek biasanya hp ditaruh ditempat pensil ditaruh di depan. Kalau cowok biasanya hpny ditaruh di antara kaki. Dijepit kaki mas

  “…banyak yang nyontek mas. Hampir semua nyontek. Ya ikut aja. Kalau tidak ikut nilainya jelek. Yang pinter biasanya yang takut-takut.

  Mereka kalau mau cari jawaban tanya- tanya ke teman langsung”.

  4.1.3. Wawancara dan Observasi Terhadap Pengawas Ujian

  Berdasarkan wawancara dan observasi penulis terhadap pengawas ujian ditemukan beberapa informasi yang selaras dengan tujuan penelitian. Berikut adalah penjelasan terkait observasi dan wawancara terhadap pengawas ujian. Paragraf selanjutnya akan membahas tentang pengalaman penulis ketika melakukan observasi dan wawancara terhadap pengawas ujian.

  Observasi terhadap pengawas ujian dilakukan penulis ketika penulis bersama-sama dengan pengawas ujian yang lain mengawasi jalannya ujian dalam satu kelas secara bersama. Pada waktu itu penulis memilih duduk dikursi paling belakang untuk mengawasi jalannya ujian. Sementara itu, pengawas lain lebih memilih untuk berkeliling didalam kelas untuk memantau jalannya ujian agar berjalan dengan tertib.

  Ditengah-tengah berjalannya ujian, penulis melihat pengawas lain menemukan handphone yang sedang dibuka mahasiswa. Pengawas lain tidak hanya menemukan lebih dari satu mahasiswa yang membuka handphone saat ujian berlangsung. Sejauh penglihatan penulis, pengawas menemukan

  handphone

  tersebut ketika mahasiswa sedang membuka handphone yang ditaruh di meja mahasiswa. Mahasiswa membuka

  handphone ketika mereka merasa

  terdapat kesempatan untuk membukanya. Pada saat mereka merasa pengawas sedang memperhatikan mereka, mahasiswa akan menutupi handphonenya dengan lembar soal maupun lembar jawab yang disediakan pengawas. Dari observasi ini, penulis dapat melihat proses terjadinya kecurangan akademik yang dilakukan oleh peserta ujian. Selanjutnya akan dibahas secara ringkas terkait dengan wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap pengawas ujian lain.

  Penulis melakukan wawancara terhadap pengawas ujian lain untuk mengetahui proses terjadinya kecurangan akademik. Kecurangan ini tentu saja dilakukan pada saat ujian. Pengawas ujian lain menceritakan bahwa kecurangan akademik dilakukan peserta ujian dengan cara meletakkan handphone di kursinya. Setelah itu, mereka akan membuka handphonenya untuk mencari jawaban. Mereka mencari jawaban dari handphone ketika mereka merasa ada kesempatan untuk membukanya. Berikut potongan wawancara yang menunjukkan hal tersebut.

  “…Ya ditaroh kursi gitu, tapi selama ini aku nggak nekat ambilin sih.wkwkkwwk”.

  4.1.4. Observasi Penulis Terhadap Mahasiswa

  Penulis juga melakukan observasi terhadap mahasiswa. Mahasiswa yang dijadikan fokus penulis untuk diamati adalah salah satu mahasiswa yang sedang berkuliah di pertengahan semester. Alasan penulis mengamati mahasiswa ini adalah karena penulis merasa dapat mengamati lebih dalam. Penulis tidak akan terlalu banyak menulis hasil pengamatan yang dilakukan selama berbulan-bulan. Hal tersebut karena alasan kerahasiaan dan tidak berkenannya mahasiswa tersbut ditulis dalam penelitian ini. Secara garis besar, penulis menyimpulkan bahwa mahasiswa melakukan kecurangan akademik karena adanya faktor kesempatan, rasionalisasi, dan tekanan. Hal tersebut sejalan dengan konsep fraud triangle.

  4.2.1. Analisis Data Alasan Terjadinya Kecurangan Akademik Saat Ujian

  Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa alasan yang menjadi penyebab peserta ujian melakukan kecurangan akademik pada saat melaksanakan UTS dan UAS didalam kelas. Penyebab tersebut antara lain karena adanya kesempatan, rasionalisasi dan tekanan.

  Penyebab yang pertama yaitu karena adanya kesempatan. Dalam hal ini, kesempatan yang dimaksud tercermin ketika mahasiswa merasa pengawas ujian sedang tidak memperhatikan mereka. Maka dari itu, ketika mahasiswa merasa pengawasan sedang longgar, mereka berani melakukan kecurangan akademik berupa membuka handphone untuk mencari jawaban di google atau berdiskusi dengan teman di grup media sosial. Selain itu, mahasiswa juga melakukan kecurangan akademik dengan cara bertanya langsung kepada teman didalam kelas. Berikut potongan wawancara antara penulis dengan mahasiswa yang berkaitan dengan adanya kesempatan menyebabkan kecurangan akademik mahasiswa pada saat UTS dan UAS.

  “…kalau pengawasnya duduk didepan mas, justru itu yang aman buat buka hp. Kalau pengawas dibelakang deg-degan. Soalnya tahu-tahu sudah ada disamping. Tidak bisa melihat”.

  Selain dari wawancara dengan mahasiswa, sesuatu yang menunjukkan adanya kesempatan menyebabkan kecurangan akademik pada saat ujian didapatkan penulis dari hasil observasi selama menjadi pengawas ujian. Pada saat menjadi pengawas ujian, penulis juga merasa mahasiswa melakukan kecurangan akademik salah satunya disebabkan karena mahasiswa berfikir/merasa memiliki kesempatan.

  Penyebab kedua terjadinya kecurangan akademik pada saat ujian yaitu adanya rasionalisasi mahasiswa. Rasionalisasi mahasiswa dalam penelitian ini mengandung arti bahwa mahasiswa membenarkan dalam pikiran mereka bahwa tindakan kecurangan akademik adalah sesuatu yang biasa saja, bukan sesuatu yang salah. Hal tersebut terjadi karena mereka melihat teman-teman mereka juga melakukan hal yang sama. Hal yang menunjukkan hal tersebut adalah wawancara yang dilakukan penulis kepada mahasiswa. Berikut adalah potongan wawancara dengan mahasiswa yang menunjukkan bahwa rasionalisasi menyebabkan kecurangan akademik pada saaat ujian.

  “…banyak yang nyontek mas. Hampir semua nyontek. Ya ikut aja. Kalau tidak ikut nilainya jelek. Yang pinter biasanya yang takut-takut. Mereka kalau mau cari jawaban tanya-tanya ke teman langsung”.

  Selain dari wawancara dengan mahasiswa, hal yang menunjukkan adanya rasionalisasi menyebabkan adanya kecurangan akademik juga tercermin dari wawancara yang dilakukan kepada mahasiswi. Berikut adalah potongan wawancara kepada mahasiswi yang menunjukkan hal tersebut

  “..anak jaman now Pak. Heehhe..sedang trend ujian beginian..”.

  Mahasiswi melakukan kecurangan akademik karena mengikuti trend yang sedang terjadi. Hal ini berarti mahasiswi melakukan kecurangan akademik karena pikiran mereka membenarkan adanya kecurangan akademik.

  Penyebab terakhir mahasiswa melakukan kecurangan akademik adalah karena adanya tekanan. Mahasiswa melakukan kecurangan akademik dengan tujuan mendapatkan nilai yang tinggi. Mereka takut jika mendapatkan nilai yang jelek. Informan mahasiswa menjelaskan hal tersebut dalam potongan wawancara dibawah ini

  “…banyak yang nyontek mas. Hampir semua nyontek. Ya ikut aja. Kalau tidak ikut nilainya jelek. Yang pinter biasanya yang takut-takut. Mereka kalau mau cari jawaban tanya-tanya ke teman langsung”.

  Selain dari potongan wawancara, hal tersebut juga didukung dengan observasi penulis kepada mahasiswa. Penulis melihat dan mendengarkan suara mahasiswa yang sedang berbincang dengan orang tuanya. Dari perbincangan tersebut terdengar bahwa orang tua menuntut nilai yang sangat tinggi kepada mahasiswa tersebut. Setelah penulis berbicara dengan mahasiswa, hal tersebut juga menjadi salah satu pemicu untuk mahasiswa melakukan kecurangan akademik.

  4.2.2. Analisis Data Proses Terjadinya Kecurangan Akademik Berdasarkan hasil pengumpulan data, terdapat beberapa proses/cara untuk melakukan kecurangan akademik pada saat ujian. Proses/cara mahasiswa melakukan kecurangan akademik tersebut antara lain dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada teman dan membuka handphone untuk mencari jawaban atau berdiskusi di grup media sosial. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil observasi penulis pada saat menjadi pengawas ujian serta dari hasil wawancara yang dilakukan penulis. Berikut potongan wawancara yang menunjukkan hal tersebut.

  “Mereka kalau mau cari jawaban tanya- tanya ke teman langsung”.

SIMPULAN DAN SARAN

  5.2. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian terkait kecurangan akademik yang dilakukan peserta ujian pada saat UTS dan UAS ini yaitu terbatasnya jumlah informan, sehingga untuk penelitian berikutnya dengan kasus yang serupa diharapkan dapat menambah jumlah informan untuk dilakukan wawancara.

  Auditing dan Jasa Assurance , Erlangga, Jakarta.

  2008.

  Arens, A.A., Elder, R.J., & Beasley, M.S.

  dalam Pendeteksian Fraud di Lingkungan Perguruan Tinggi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

  Fraud dan Peran Auditor Internal

  Apandi, R.N.N, & Dewi, R. 2013. Gejala

  5.3. Saran Saran untuk penelitian berikutnya yaitu agar menambah jumlah informan untuk dilakukan wawancara.

  handphone .

  ““…Kalau nyontek pada pake hp.

  jawaban, dan mambuka handphone untuk berdiskusi dengan teman. Mereka bertanya langsung ke teman ketika mereka merasa pengawas sedang tidak memperhatikan mereka. Sementara itu, untuk kecurangan yang dilakukan dengan cara membuka

  handphone pada saat ujian untuk mencari

  4. Proses/cara terjadinya kecurangan akademik yang dilakukan peserta ujian yaitu dilakukan dengan cara bertanya langsung ke teman, membuka

  3. Kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa pada saat UTS dan UAS dilakukan karena adanya tekanan. Tekanan yang dimaksudkan disini adalah adanya tuntutan kepada mahasiswa untuk mendapatkan nilai yang tinggi.

  2. Kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa pada saat UTS dan UAS dilakukan karena adanya rasionalisasi. Rasionalisasi yang dimaksudkan disini adalah mahasiswa berpikir bahwa melakukan kecurangan akademik pada saat ujian adalah suatu trend dan bukan merupakan sesuatu yang salah, hal ini disebabkan karena mereka memiliki teman yang juga melakukan hal yang sama.

  1. Kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa pada saat UTS dan UAS dilakukan karena adanya kesempatan. Kesempatan yang dimaksudkan disini adalah mahasiswa melakukan kecurangan akademik ketika mereka merasa pengawas sedang tidak memperhatikan mereka.

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti, kesimpulan yang dapat dihasilkan yaitu

  Cewek cowok semuanya. Kalau cewek biasanya hp ditaruh ditempat pensil ditaruh di depan. Kalau cowok biasanya hpny ditaruh di antara kaki. Dijepit kaki mas”

DAFTAR PUSTAKA

  Fitri dkk, 2017, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyontek Pada Siswa Sma Negeri Dalam Wilayah Kota Takengon, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, Universitas Syiah Kuala.

  Forensik dan Audit Investigatif , Salemba Empat, Jakarta.

   “ Mulai 2019,

  

  “ICW: Dalam 6 Bulan, 226 Kasus Korupsi Rugikan Negara Rp 1,83 T”. (online) tersedia di

  “Sejarah Kasus Enron”. (online) tersedia di www.kbbi.web.id.

  “Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk”. (online) tersedia di

  Yin K. Robert, Prof. 2011. Studi Kasus Desain dan Metode, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. www.acfe.com. “What Is Fraud”. (online) tersedia di

  Tuanakotta, T.M., 2014. Akuntansi

  Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif , Edisi Revisi.

  Perusahaan Publik di Indonesia), Jurnal Akuntansi dan Auditing, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

  Triangle (Studi Kasus Pada

  Kecurangan Berbasis Fraud

  Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif , Alfabeta, Bandung. Sukirman. 2013. Model Deteksi

  Internal Auditing , The Institute of Internal Auditors, Florida.

  J.K., & McFarland, W.G. 1988,

  PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Ratliff, R.L., Wallace, W.A., Loebbecke,

  Pemerintah Fokus Pada Pembangunan SDM”. (online) tersedia di http://presidenri.go.id/berita- aktual/mulai-2019-pemerintah- fokus-pada-pembangunan- sdm.html.