MUTU ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGIS IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) YANG DI AWETKAN DENGAN BAWANG PUTIH SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG

  

MUTU ORGANOLEPTIK DAN MIKROBIOLOGIS IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis)

YANG DI AWETKAN DENGAN BAWANG PUTIH SELAMA

PENYIMPANAN SUHU RUANG

  1,2 Veronita T.Sidiki,

2 Asri Silvana Naiu S.PI, M.Si

  2 Faiza A. Dali S.Pi,M.Si

  

2 Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

  

Universitas Negeri Gorontalo

ABSTRAK

  

Veronita T. Sidiki. Nim 632 409 006 Pengaruh Penggunaan Bawang Putih (Allium

sativum L.) Terhadap Mutu Organoleptik Pada Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Selama

Penyimpanan suhu ruang. Dibawah bimbingan Asri Silvana Naiu, S.Pi, M.Si sebagai Pembimbing I

dan Faiza A. Dali, S.Pi, M.Si sebagai Pembimbing II.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bawang putih (Allium sativum) terhadap mutu organoleptik dan mikrobiologis pada ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang di awetkan dengan bawang putih selama penyimpanan suhu ruang. Perlakuan dalam penelitian ini adalah konsentrasi bawang putih dengan taraf 0%, 10%, 15%, dan 20% dengan lama penyimpanan 0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 48 jam. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi uji organoleptik, TPC, dengan analisis data menggunakan ANOVA dua arah dengan model statistika Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 4 x 5 x 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bawang putih dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik mutu organoleptik (mata, insang, tekstur, dan bau), mikrobiologis pada ikan tongkol selama penyimpanan suhu ruang. Penggunaan bawang putih 15% dapat mempertahankan mutu organoleptik mata, tekstur dan bau selama penyimpanan 24 jam, sedangkan insang hingga 36 jam. Penggunaan bawang putih 15% juga dapat menekan jumlah mikroba dengan lama penyimpanan 24 jam.

  Kata Kunci: Bawang Putih, Mutu Organoleptik, TPC, Ikan Tongkol

  I PENDAHULUAN

  Ikan merupakan komoditas hasil perikanan yang mudah mengalami proses kemunduran mutu dan pembusukan. Hal ini terjadi setelah ikan ditangkap, sehingga perlu penanganan yang cepat, tepat dan benar untuk menjaga kualitasnya sebelum dipasarkan hingga sampai ke tangan konsumen dengan cara pengawetan untuk memperpanjang daya awet (Susianawati et al., 2007). Kesegaran ikan merupakan faktor yang sangat penting dan erat hubungannya dengan mutu ikan. Ikan dalam keadaan masih segar memiliki mutu yang baik sehingga nilai jualnya tinggi, sebaliknya jika ikan kurang segar memiliki mutu yang rendah sehingga harganya rendah (Murniyati dan Sunarman, 2000).

  Menjaga kesegaran ikan perlu dilakukan agar ikan dapat tetap dikonsumsi dalam keadaan yang baik. Pada dasarnya pengawetan ikan bertujuan untuk mencegah bakteri pembusuk masuk ke dalam ikan. Nelayan biasanya memberi simpan ikan sebelum sampai pada konsumen.

  Demikian pula dengan penggunaan bahan pengawet yang tidak diizinkan untuk digunakan seperti formalin dan boraks dalam mempertahankan kesegaran ikan, namun membahayakan kesehatan manusia. Penggunaan anti mikroba yang tepat dapat memperpanjang umur simpan sekaligus menjamin keamanan produk pangan. Untuk itu, diperlukan bahan anti mikroba alternatif sebagai pengawet dari bahan yang tidak berbahaya bila dikonsumsi dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga kerusakan pangan akibat aktivitas mikroba dapat terhambat (Mahatmanti et al., 2011).

  Bahan pengawet merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan demi keamanan produk yang diawetkan. Demi keamanan produk tersebut maka banyak produk yang diawetkan menggunakan bahan-bahan alami atau bahan dari tumbuh-tumbuhan. Salah satu penggunaan bahan pengawet yang berasal dari tumbuhan seperti bawang putih dianggap lebih aman. Pengawetan ikan dengan memanfaatkan bawang putih untuk mempertahankan daya awet ikan pelagis berdaging sehingga perlu dilakukan penelitian tentang keefektifan bawang putih untuk mempertahankan sifat kesegaran ikan tersebut yang ditinjau dari segi organoleptik dan mikrobiologis. Hal inilah yang mendasari penulis melakukan penelitian tentang keefektifan penggunaan bawang putih sebagai bahan pengawet untuk mempertahankan mutu mikrobologis ikan tongkol segar. Penggunaan bawang putih yang paling epektif dalam penelitian ini adalah konsentrasi bawang putih 15% dengan lama penyimpanan sampai 24 sampai 36 jam.

  II METODE PENELITIAN

  3.1.1 Penelitian Utama

  Alat yang digunakan adalah cool box sebanyak 4 buah, talenan, pisau, loyang, piring, lembar score sheet ikan segar (SNI-01-2346-2006). Alat untuk analisis TPC (Total Plate Count), yaitu tabung Erlenmeyer, gelas beker, magnetic stirrer,

  hot plate, autoclave, label, timbangan analitik, stomacher, tabung reaksi dan rak, petridish,

  penghitung koloni, inkubator, oven, mikropipet dan Bahan baku ikan yang digunakan adalah ikan tongkol segar dengan usia tangkap maksimal 4 jam pasca tangkap. Ukuran berat ikan tongkol yang digunakan dalam penelitian adalah pada kisaran ± 330 g per ekor (3 ekor/kg). Ikan yang digunakan dalam penelitian mencapai 17 kg. Bahan yang digunakan untuk analisis TPC yaitu nutrient agar (NA), aquades, Serta bawang putih salah satu bahan yang paling penting.

2.1 PROSEDUR PENELITIAN

  Lama perlakuan penyimpanan pada penelitian yaitu 0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 48 jam. Interval waktu tersebut merupakan modifikasi dari pernyataan dan hasil penelitian Mahatmanti et al. (2011) bahwa pada kondisi suhu tropik, ikan membusuk dalam waktu 12-20 jam, dan penyimpanan pada suhu 15-20°C dapat memperpanjang masa simpan ikan hingga 2 hari. Namun, suhu 15-20°C pada penelitian ini diganti dengan penyimpanan suhu ruang dan ditambahkan dengan pengawet ekstrak bawang putih. Setiap perlakuan dilakukan analisis kesegaran ikan berdasarkan organoleptik, jumlah total bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC),

  Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui efektivitas konsentrasi bawang putih terhadap mutu organoleptik dan mikrobiologis ikan air dalam pembuatan larutan bawang putih pada penelitian utama mengacu pada hasil terbaik pada penelitian pendahuluan yaitu bawang putih dengan air perbandingannya 2 : 1. Penggunaan konsentrasi bawang putih adalah sebanyak 10%, 15%, dan 20% dari berat ikan yaitu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syifa et al. (2013) bahwa perlakuan penggunaan estrak bawang putih dengan konsentrasi 10% dan 15% berpengaruh nyata dalam menghambat pertumbuhan jumlah koloni bakteri. Berat sampel ikan yang digunakan adalah ± 330 g/ekor.

  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2014 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo.

  o C.

  Penelitian tahap pertama dimulai dengan mencampurkan estrak bawang putih dengan air sebanyak 1 : 1 dan diujicobakan pada ikan selama penyimpanan 24 jam. Hasilnya adalah kornea mata agak keruh, insang sedikit berlendir, tekstur ikan kurang elastis bila ditekan dengan jari. Hal ini diduga ekstrak bawang putih belum maksimal dalam mencegah kerusakan ikan karena jumlah air yang diberikan sebanding dengan banyak bawang putih. Adapun percobaan kedua dengan perbandingan 2 : 1 selama penyimpanan 24 jam, hasilnya adalah bau ikan netral, tekstur daging agak padat, dinding perut daging utuh, insang tanpa lendir, dan kornea mata agak keruh. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tersebut, maka pencampuran antara bawang putih dengan air adalah 2 : 1.

2.1.1 Penelitian Pendahuluan

  o

  1. Penambahan air dimaksudkan agar bawang putih dapat menghasilkan allicin. Hal ini berdasarkan pernyataan Syifa, et al. (2013) bahwa ekstrak bawang putih menggunakan pelarut aquades steril dengan suhu tempat perendaman adalah suhu kamar (antara 25-27

  Pelaksanaan penelitian utama diawali dengan pengambilan sampel ikan Tongkol

  Sebelum melakukan penelitian utama dilakukan penelitian pendahuluan. Pada penelitian pendahuluan, uji coba penggunaan konsentrasi antara bawang putih dengan air yaitu 1 : 1, dan 2 :

  C) dapat menghasilkan allicin sebagai zat antibakteri yang menghambat pertumbuhan koloni bakteri. Hernawan dan Setyawan (2003) menambahkan bahwa ekstrak bawang putih dengan etanol pada ekstraksi menggunakan air akan menghasilkan allicin pada suhu sekitar 25 yaitu ikan yang baru ditangkap dalam kondisi segar. Tempat pengambilan sampel adalah Pengambilan sampel di TPI Kelurahan Pohe di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kelurahan Pohe

  Kecamatan Hulonthalangi Kota Gorontalo Kecamatan Hulonthalangi Kota Gorontalo. Ikan tersebut disimpan dalam cool box menggunakan es dengan perbandingan es dengan ikan adalah

  Penanganan dengan es 2: 1 selama berkisar 1:1 dan selanjutnya dibawa ke tempat pengangkutan ke LPPMHP pengujian yakni laboratorium LPPMHP.

  Penggunaan es ini bersifat sementara dengan tujuan untuk menjaga agar ikan tetap dalam kondisi Penimbangan ikan untuk masing-masing segar. Setelah sampai di laboratorium LPPMHP perlakuan (4 kg atau 12 ekor) pengujian awal (analisis organoleptik, TPC,) untuk mengetahui mutu awal ikan sebelum dilakukan perlakuan. Data ini digunakan sebagai kontrol atau sebagai data penyimpanan 0 jam.

  Perlakuan Perlakuan Perlakuan

  Perlakuan Setelah pengambilan data, dilakukan bawang bawang bawang bawang penimbangan ikan sesuai dengan kebutuhan yakni putih 0 % putih 20% putih 15 % putih 10 % jumlah ikan untuk masing-masing perlakuan sebanyak 4 kg sehingga total mencapai 17 kg.

  Selanjutnya dilakukan penyimpanan ikan dengan perlakuan berbeda yakni pelumuran bawang putih Penyimpanaan 0 jam,12 jam, 24 jam 36 jam, dan dengan konsentrasi berbeda pada setiap cool box.

  48 jam Jumlah cool box yang digunakan sebanyak 4 buah, sesuai dengan jumlah perlakuan yaitu konsentrasi bawang putih yang dilumuri pada ikan yaitu 0% diambil ikan tongkol 1 kg (3 ekor) setiap untuk diuji

  Analisis Analisis organoleptik (dalam keadaan utuh), uji TPC organoleptik mikrobiologi

  (diambil daging 25 g), pengujian dilakukan setiap k 12 jam masa simpan yaitu penyimpanan 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam.

  Karakteristik mutu ikan tongkol ( Euthynnus affinis)

  Gambar 2. Diagram Alir Pelaksaan Penelitian Ket :

  = Proses = Perlakuan = Analisis = Hasil

3.1 Pengujian Prameter

  6,44 bdg

  24 Jam (B3)

  36 Jam (B4)

  48 Jam (B5) b

  6,08 bd

  5,72 g

  4,52 i

  2,52 a

  8,48 c

  6,92 be

  5,72 j

  0 Jam (B1)

  3,48 c

  7,12 ce

  6,84 bh

  5,96 k

  3,88 c

  7,28 ce

  7,16 h

  6,28 k

  4,12 N il ai O r gan o le p ti k M ata Lama Penyimpanan

  12 Jam (B2)

  a. Pengujian Organoleptik

  Metode yang digunakan untuk uji organoleptik mutu hedonik dengan menggunakan

  = Penggunaan ekstrak bawang putih 0% = Penggunaan ekstrak bawang putih 10% = Penggunaan ekstrak bawang putih 15% = Penggunaan ekstrak bawang putih 20% Histogram pada Gambar 3 menunjukan bahwa nilai organoleptik mata ikan tongkol terlihat lebih tinggi pada konsentrasi bawang putih 20% (konsentrasi bawang putih tertinggi), namun nilai organoleptik pada semua taraf konsentrasi bawang putih tersebut menurun seiring dengan lama penyimpanan. Nilai organoleptik awal mata ikan tongkol (0 jam penyimpanan) pada semua taraf konsentrasi adalah 8,48. Kriterianya ikan tongkol masih cerah, bola mata rata, kornea jernih. Setelah penyimpanan selama 48 jam, nilai organoleptik mata ikan tongkol tanpa penambahan bawang putih (A1) adalah 2,52, dengan penambahan bawang putih 10% (A2) adalah 3,48, dengan penambahan bawang putih 15% (A3) adalah 3,88, dan dengan penambahan bawang putih 20% (A4) adalah 4,12.

  scoring test ikan segar SNI-01-2346-2006.

  Pengujian menggunakan 25 panelis semi terlatih. Data yang diperoleh dari hasil penilaian organoleptik mutu hedonik tersebut selanjutnya dianalisis, kemudian ditentukan tingkat kesegaran ikan tongkol dengan kriteria sebagai berikut SNI-01- 2346-2006:

  b. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) (BSN, 2006)

  Penentuan angka lempeng total atau TPC (Total Plate Count) digunakan untuk menentukan jumlah total mikroorganisme aerob dan anaerob yang terdapat pada produk perikanan. Kesegaran ikan merupakan kriteria paling penting untuk menentukan mutu dan daya awet dari ikan yang diinginkan. Pengukuran ini menggunakan metode TPC (Total Plate Count) yang dilakukan dengan cara menghitung jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan (media agar) dan maksimum bakteri untuk ikan segar yaitu 5 x 10

  ⁵ CFU/g (SNI-01-2729-2006).

  III HASIL DAN PEMBAHASAN 3. 1 Analisis organoleptik

  a. Mata

  Histogram nilai organoleptik mata ikan tongkol selama penyimpanan hingga 48 jam dapat dilihat pada Gambar 3.

  Gambar 3. Histogram nilai organoleptik mata ikan tongkol. Huruf yang sama menandakan hasil Keterangan:

  Berdasarkan hasil tersebut, perlakuan terbaik terhadap organoleptik mata ikan adalah penambahan bawang putih 15% (A4) dengan lama kemunduran mutu organoleptik adalah ikan pada kontrol, sedangkan perubahan mutu lambat terjadi pada ikan yang dilumuri bawang putih dengan konsentrasi 20%.

  8

  Hasil analisis sidik ragam nilai organoleptik mata ikan tongkol (Lampiran 3a) untuk faktor perlakuan penggunaan bawang putih (A), faktor lama penyimpanan (B), dan interaksi antar kedua faktor perlakuan (AB) menunjukan pengaruh yang sangat nyata (p < 0,01).

  b Insang

  Histogram nilai organoleptik insang ikan tongkol selama penyimpanan hingga 48 jam dapat dilihat pada gambar 4

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  9 Keterangan : = Penggunaan ekstrak bawang putih 0% = Penggunaan ekstrak bawang putih 10% = Penggunaan ekstrak bawang putih 15% = Penggunaan ekstrak bawang putih 20% Histogram pada Gambar 4 menunjukan bahwa nilai organoleptik insang ikan tongkol terlihat lebih tinggi pada konsentrasi bawang putih yang lebih tinggi namun nilai organoleptik pada semua taraf konsentrasi bawang putih tersebut akan menurun seiring dengan lama penyimpanan. Nilai organoleptik awal insang ikan tongkol (0 jam penyimpanan) adalah 8,72. Kritetianya warna merah cemerlang, tanpa lendir. Setelah penyimpanan selama 48 jam, nilai organoleptik insang ikan tongkol tanpa penambahan bawang putih (A1) menurun menjadi 3,08, penambahan bawang putih 10% (A2) menjadi 5,20, penambahan bawang putih 15% (A3) menjadi 5,44, dan penambahan bawang putih 20% (A4) menjadi 5,68.

  Hasil analisis sidik ragam nilai rata-rata organoleptik insang ikan tongkol (Lampiran 4a) untuk faktor perlakuan penggunaan bawang putih (A), dan faktor lama penyimpanan (B) masing- masing menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p < 0,01). Hal yang sama terjadi pada interaksi antar kedua faktor perlakuan (interaksi antara faktor A dan B) yaitu sangat nyata (p < 0,01).

  36 Jam (B4)

  7,20 fn

  5,68 N il ai O r gan o le p ti k i n san g Lama Penyimpanan

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  0 Jam (B1)

  12 Jam (B2)

  24 Jam (B3)

  48 Jam (B5) b

  7,72 deh

  7,24 d

  5,96 g

  4,28 i

  2,28 bc

  7,24 e

  6,44 h

  5,08 gj

  3,88 a

  8,52 bc 7,40 ef

  6,68 df

  5,64 gj

  4.28 bc

  7,60 cf

  7,00 df 5,88 gj

  7,64 bcdghk

  5,44 de

  c Tekstur

  9

  Adapun histogram nilai organoleptik tekstur ikan tongkol hingga penyimpanan selama 48 jam dapat dilihat pada Gambar 5.

  Keterangan : = Penggunaan ekstrak bawang putih 0% = Penggunaan ekstrak bawang putih 10% = Penggunaan ekstrak bawang putih 15% = Penggunaan ekstrak bawang putih 20%

  Histogram pada Gambar 5 menunjukan bahwa nilai organoleptik tekstur ikan tongkol terlihat lebih tinggi pada konsentrasi bawang putih yang lebih tinggi namun nilai organoleptik pada semua taraf konsentrasi bawang putih tersebut akan menurun seiring dengan lama penyimpanan. Penurunan nilai organoleptik tekstur pada setiap perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda. Nilai organoleptik tekstur ikan tongkol untuk penyimpanan 0 jam adalah 8,52. Kriteria daging agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang. Setelah disimpan selama 48 jam nilai organoleptik tekstur ikan tongkol tanpa penambahan bawang putih (A1) menurun menjadi 2,28, penambahan bawang putih 10% (A2) menurun menjadi 3,88, penambahan bawang putih 15% (A3) menurun menjadi 4,28, dan penambahan bawang putih 20% (A4) menurun menjadi 4,60.

  Hasil analisis sidik ragam nilai organoleptik tekstur ikan tongkol (Lampiran 5a) untuk faktor perlakuan penggunaan bawang putih (A), dan faktor lama penyimpanan (B) masing-masing menunjukan pengaruh yang sangat nyata (p < 0,01). Hal yang sama juga terjadi pada interaksi antar kedua faktor perlakuan (faktor A dan B) yaitu hasil analisis ragamnya sangat nyata (p < 0,01).

  d Bau

  Histogram nilai organoleptik bau ikan tongkol hingga penyimpanan selama 48 jam dapat dilihat pada Gambar 6.

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  0 Jam (B1)

  7,04 mn

  7,24 bcg

  7,40 bcgjk

  7,52 bcdeh

  8,72 d

  5,20 a

  6,88 m

  7,00 gj

  3,08 bc

  12 Jam (B2)

  4,68 l

  5,84 i

  7,24 f

  48 Jam (B5) b

  36 Jam (B4)

  24 Jam (B3)

  4,60 N il ai O r gan o le p ti k Te k stu r Lama Penyimpanan Keterangan : = Penggunaan ekstrak bawang putih 0% = Penggunaan ekstrak bawang putih 10% = Penggunaan ekstrak bawang putih 15% = Penggunaan ekstrak bawang putih 20%

  Histogram pada Gambar 6 menunjukan bahwa nilai organoleptik bau ikan terlihat lebih tinggi pada konsentrasi bawang putih yang lebih tinggi namun nilai organoleptik pada semua taraf konsentrasi bawang putih tersebut akan menurun seiring dengan lama penyimpanan. Nilai organoleptik bau ikan tongkol untuk penyimpanan 0 jam adalah 8,48. Kriterianya segar, spesifik jenis. Pada 48 jam masa simpan, nilai organoleptik bau ikan tongkol tanpa penambahan bawang putih (A1) menurun menjadi 2,20, penambahan bawang putih 10% (A2) menurun menjadi 3,80, penambahan bawang putih 15% (A3) menurun menjadi 4,20, dan penambahan bawang putih 20% (A4) menurun menjadi 4,76.

  6.5

  36 Jam

  24 Jam

  12 Jam

  0 Jam

  7.5

  7.0

  6.0

  4,58 f

  5.5

  5.0

  4.5

  4.0

  3.5

  3.0

  48 Jam b

  6,09 i

  5,96 hm

  5,30 k

  6,19 L og T P C (CF U /g) Lama Penyimpanan

  6,14 n

  5,21 f

  4,10 h

  6,46 e

  6,41 j

  4,34 h

  6,89 l

  7,04 d

  6,54 m

  5,40 j

  4,46 g

  3,46 c

  7,33 a

  4,76 N il ai O r gan o le p ti k B au Lama Penyimpanan

  7,20 i

  Hasil analisis sidik ragam nilai rata-rata organoleptik bau ikan tongkol (Lampiran 6a) yaitu faktor perlakuan penggunaan bawang putih (A), dan faktor lama penyimpanan (B) masing-masing menunjukan pengaruh yang sangat nyata (p < 0,01). Hal yang sama terjadi pada hasil analisis interaksi antar kedua faktor perlakuan (faktor A dan B) yaitu hasil analisis ragamnya sangat nyata (p < 0,01).

  2

  8

  7

  6

  5

  4

  3

  1

  0 Jam (B1)

  Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan ekstrak bawang putih sebagai pengawet bagi ikan tongkol menunjukkan bahwa bawang putih dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik mutu organoleptik (mata, insang, tekstur, dan bau), mutu mikrobiologis, ikan tongkol selama penyimpanan suhu kamar 0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam. Berdasarkan analisis statistik hasil perlakuan yang dapat mempertahankan mutu organoleptik (mata,

  IV Simpulan

  Hasil analisis sidik ragam TPC ikan tongkol (Lampiran 8a), faktor perlakuan penggunaan bawang putih (A), lama penyimpanan (B), dan interaksi antar kedua faktor tersebut (AB) masing- masing menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p < 0,01).

  Selama penyimpanan 48 jam, jumlah bakteri TPC pada ikan tongkol tanpa penambahan bawang putih (A1) meningkat menjadi 7,33 CFU/g. Untuk penambahan bawang putih 10% (A2) meningkat menjadi 7,05. Selanjutnya penambahan bawang putih 15% (A3) meningkat menjadi 6,46, dan untuk penambahan bawang putih 20% (A4) meningkat menjadi 6,19.

  Keterangan : = Penggunaan ekstrak bawang putih 0% = Penggunaan ekstrak bawang putih 10% = Penggunaan ekstrak bawang putih 15% = Penggunaan ekstrak bawang putih 20% Histogram pada Gambar 7 menunjukan bahwa terjadi peningkatan jumlah TPC pada ikan tongkol selama penyimpanan. Namun sebaliknya menurun seiring dengan penambahan konsentrasi bawang putih. Jumlah bakteri TPC awal pada ikan tongkol (masa simpan 0 jam) adalah 3,46 CFU/g.

  Adapun rata-rata TPC ikan tongkol selama penyimpanan 48 jam dapat dilihat pada Gambar 7.

  9

  12 Jam (B2)

  7,60 bcg

  5,24 k

  4,20 cd

  5,80 hl

  6,88 i

  7,36 bfg

  8,48 c

  3,80 a

  6,52 ei

  24 Jam (B3)

  7,16 f

  2,20 b

  4,52 j

  5,24 h

  7,16 e

  48 Jam (B5) b

  36 Jam (B4)

3.2 Analisis TPC (Total Plate Count)

  adalah konsentrasi 15% selama penyimpanan 24 sampai 36 jam.

DAFTAR PUSTAKA

  Atmaja, A.K. 2009. Aplikasi Asap Cair Redestilasi Pada Karakterisasi Kamaboko Ikan Tongkol (Euthynus affinis) Ditinjau Dari Tingkat Keawetan dan Kesukaan Konsumen. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

  Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01

  • –2332–

  3

  • –2006, Cara Uji Mikrobiologi Bagian 3: Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) pada Produk Perikanan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

  _______. 2006. SNI-01-2729.1-2006, Petunjuk Pengujian organoleptik dan atau sensori. Badan Standarisasi Nasional.

  Jakarta. _______. 2006. SNI 01

  • –2729.1–2006, Ikan Segar-

Bagian 1: Spesifikasi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Susianawati, R., Sya’rani, L., dan Agustini, T.W.

  2007. Kajian Penerapan GMP dan SSOP pada Produk Ikan Asin Kering dalam Upaya Peningkatan Keamanan Pangan di Kabupaten Kendal. Jurnal Pasir Laut, 2 (2): 40-53.

  Mahatmanti, F.W., Sugiyo, W., dan Sunarto, W.

  2011. Sintesis Kitosan dan Pemanfaatannya Sebagai Anti Mikroba Ikan Segar, Jurnal Graphic 1(1) : 110- 111.

  Syifa, N., Bintari, S.H., dan Mustikaningtyas, D.

  2013. Uji Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum Linn.) Sebagai Antibakteri Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk.) Segar. Unnes Journal of

  

Life Science 2 (2): 81

  • – 87