Amantadine for Dyskinesias in Parkinson’s Disease: A Randomized Controlled Trial
Pembimbing :
dr. Nurtakdir Setiawan,
Sp.S
Siska Sulistiyowati
1620221168
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU
SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN”
JAKARTA
RSUD AMBARAWA 2018
Amantadine for
Dyskinesias in
Parkinson’s
Disease: A
Randomized
Controlled Trial
Pendahuluan
Penyakit Parkinson
merupakan gangguan
neurodegeneratif
Gangguan motorik karena
Parkinson dikurangi
dengan obat yang
mengandung levodopa
atau agonis
dopaminergik, dan
sebagian besar pasien
diobati dengan obat ini
selama periode waktu
yang lama
Diskinesia merupakan
sebagian dari komplikasi
motorik utama yang
mengganggu kualitas
hidup pasien-pasien
dengan penyakit
Parkinson
Penelitian-penelitian telah menyatakan bahwa
diskinesia disebabkan oleh
pelepasan dopamin yang berlebihan
hipersensitivitas reseptor dopamin
striatum
Atau keduanya
NR2B dari reseptor glutamat tipe N-metil-Daspartat (NMDA) terredistributi dari tempat
sinaps ke tempat ekstrasinaps di striatum
Perubahan pola discharge neuron-neuron
berspinosum medium striatal
Amantadine
merupakan
antagonis
reseptor NMDA
dengan afnitas
yang lemah dan
non-kompetitif
dan diperkirakan
dapat
memperbaiki
diskinesia.
depolarisasi neuron-neuron dg input glutamatergik
melalui reseptor AMPA/kainate
transmisi sinaptik sinergis melalui reseptor D1
dopamin dan reseptor NMDA
Dyskinesia
Penelitian
sebelumnya
menunjukkan:
amantadine memperlihatkan efek
anti-diskinesia
durasi efek anti-diskinetik melemah
hingga dalam waktu 8 bulan
penghentian amantadine
memperburuk diskinesia, bahkan
setelah penatalaksanaan dengan
amantadine selama 1 tahun atau
lebih
Tujuan Penelitian
Efektivitas amantadine pada
pasien-pasien dengan diskinesia
serta gambaran klinis yang
berkaitan dengan efek antidiskinetik
Metode penelitian
Uji Klinis
– Uji klinis
multicenter
terkontrol plasebo
samar berganda
acak silang
Tempat Penelitian
– Rumah Sakit
Nasional Utano
Metode penelitian
Etik
– Komite Bioetik Rumah Sakit Nasional Utano
– Etik Pusat Nasional untuk Penyakit Neurologi
dan Psikiatri
– IRB Rumah Sakit Universitas Ehime
– Komite etik Rumah sakit nasional Myagi
– Komite Etik Rumah Sakit Universitas Mie
– Komite Etik Rumah sakit Nasional
Sagamihara,
– Komite Etik Research Institute for Brain and
Blood Vessels Akita
– Komite Etik National Defense Medical College
– Komite Etik Nishitaga National Hospital
– Komite bioetik
Jichi Medical University
Sponsor Obat
– Amantadine hidroklorida
disumbangkan oleh Novartis
Pharma Corporation, Tokyo,
Jepang
Kriteria penelitian
Kriteria inklusi
• Usia 20 – 75 tahun
• Didiagnosis dengan
penyakit Parkinson
(menurut tahap 1 dan 2
dari Kriteria Diagnostik
United Kingdom Parkinson’s
Disease Society Brain Bank
• diskinesia pada tungkai
atau badan
Kriteria Eksklusi
Penatalaksaan dg amantadine
hidroklorida 2 minggu sebelumnya
gejala-gejala psikiatri seperti halusinasi
auditorik atau delusi (pasien-pasien
dengan riwayat halusinasi visual
sebelumnya dimasukkan)
kerusakan hati yang signifkan
kehamilan atau mungkin hamil
riwayat epilepsi
creatinine clearance < 75
ml/menit/1.73m3
Protokol Penelitian
Pasien
memenuhi
kriteria
penelitian
Pasien
menyetujui
pendaftaran
Diidentifkasi
Protokol Penelitian
Periode observasi
(2-3 minggu)
Kelompo
k1
Identifkasi
Periode
penatalaksanaan
dengan amantadine
Periode washout
(15 hari)
Periode
penatalaksanaan
dg plasebo (27
hari)
Kelompo
k2
Periode
observasi (2-3
minggu)
Periode
penatalaksanaan
dengan plasebo
Periode washout
(15 hari)
Periode
penatalaksanaan
dengan amantadine
(27 hari)
Amantadine
ditingkatkan dengan
cara tahap demi
tahap
100 mg selama 7
hari
200 mg selama 7
hari
300 mg selama 7
hari)
diikuti dengan
penurunan regimen
– Plasebo diberikan
dalam cara yang
serupa
– Subjek
diwawancara setiap
hari ke-7, dan
dilakukan
pemantauan efek
samping.
– Obat yang diujikan
tidak ditingkatkan
jika pasien tidak
ingin
efek samping (1
memperlihatkan
perburukan
diskinesia, dan 1
merasa dan
mengalami fraktur)
selama periode
Ukuran/hasil
Outcome
Primer
Perubahan pada Rush
Dyskinesia Rating
Scale (RDRS) dari titik
waktu pra intervensi
RDRS (dari 0
tidak ada hingga
4 diskinesia yang
hebat)
Pasien dan anggota keluarga diinstruksikan
untuk merekam video diskinesia tipikal saat
berjalan kaki, minum dari cangkir, memasang
mantel, dan mengancingkan baju selama 3 hari
sebelum kunjungan penelitian, dan skor RDRS
dicatat menurut videotapes
Pasien-pasien ditetapkan sebagai
“responder” ketika penurunan
RDRS dengan penatalaksanaan
amantadine lebih besar
dibandingkan dengan
penatalaksanaan plasebo
Nonresponder” ditetapkan ketika
penurunan RDRS dengan
amantadine sama atau kurang
dibandingkan dengan plasebo, dan
prevalensi perbaikan pada RDRS
sebanding antara amantadine dan
intervensi plasebo.
RDRS
Ukuran/
hasil
Outcome
Sekunder
perubahan pada Unifed
Parkinson’s Disease Rating
Scale – III (UPDRS-III) untuk
fungsi motorik (dari 0 yang
paling baik hingga 116 yang
paling buruk)
UPDRS-IVa untuk diskinesia
(dari 0 tidak ada hingga 7
paling buruk)
UPDRS-IVb untuk fuktuasi
motorik (dari 0 yang paling baik
hingga 7 yang paling buruk)
Hubungan antara respon
terhadap amantadine dan
gambaran klinis,
termasuk karakteristik
subjek (usia, jenis
kelamin, durasi penyakit,
dan usia onset), dosis
amantadine, konsentrasi
plasma amantadine, dan
dosis obat anti-Parkinson
(levodopa, agonis
dopamin, dan
entacapone)
dibandingkan
UPDRS-I, II, dan IV dinilai
berdasarkan wawancara
dengan pasien
UPDRS-III dievaluasi
menurut temuan
pemeriksaan penelitian.
58977_UPDRS.pdf
ANALISIS STATISTIK
Regresi Logistik Multivariat
SPSS Statistics 17.0.
Nilai p sebesar < 0.05 dianggap
signifkan secara statistik.
dengan menggabungkan
1. efek penatalaksanaan
(amantadine atau plasebo)
2. periode efek (efek interaksi
urutan dan efek carry over)
dengan jenis kelamin sebagai
faktor efek utama dan skor RDRS
pra penatalaksanaan sebagai
kovariat.
Perubahan skor RDRS ( variabel
ordinal)
1. (membaik (perubahan RDRS <
0)
2. tidak membaik (perubahan pada
RDRS ≥0)
Perubahan skor UPDRS dianggap
sebagai variabel skala
Hasil
Setelah penatalaksanaan
dengan amantadine
skor RDRS membaik pada
64% partisipan (- 2 poin pada
27%, dan – 1 poin pada 37%)
namun, sisanya tidak berubah
pada 37% partisipan.
Plasebo : Skor RDRS
membaik pada 16%
partisipan, namun tidak
membaik pada 84% setelah
penatalaksanaan plasebo
Hasil
Skor UPDRS-IVa membaik secara
signifkan setelah penatalaksanaan
dengan amantadine
Hasil
skor UPDRS-IV b dan III tidak membaik
setelah penatalaksanaan dengan
amantadine atau plasebo
– Analisis statistik memperlihatkan perbedaan yang signifkan
secara statistik adalam prevalensi perbaikan RDRS antara
penatalaksanaan dengan amantadine (p = 0.002).
Perubahan UPDRS-Iva, IV-b, dan III
– Tidak terdapat efek periode pada perubahan skor, dan skor
UPDRS-Iva membaik dengan rata-rata (SD) sebesar 1.83 setelah
penatalaksanaan dengan amantadine dan 0.03 setelah
penatalaksanaan plasebo (Gambar 2B).
– Terdapat efek penatalaksanaan yang signifkan secara statistik
(p < 0.001)
– Skor UPDRS IVb dan III masih
tetap tidak berubah setelah
penatalaksanaan dengan
amantadine dan plasebo
(gambar 2C, D), dengan tidak
adanya efek penatalaksanaan
yang signifkan terhadap
perubahan (UPDRS-IVb: p =
0.87, dan UPDRS-III: P =0.26).
– Efek samping yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi visual,
yang teramati pada tiga pasien
selama periode penatalaksanaan
dengan amantadine.
– Prevalensi efek samping secara
signifkan lebih besar pada pasienpasien yang mendapatkan
penatalaksanaan amantadine
dibandingkan dengan
penatalaksanaan plasebo (p =
0.048)
Gambaran klinis yang berkaitan
dengan efek antidiskinesia
– Gambaran demograf (usia dan jenis
kelamin)
– klinis (usia onset penyakit Parkinson,
dosis L-Dopa, entacapone, dan
agonis dopamine (LEDD)
– tingkat keparahan diskinesia
(UPDRS-IV a pra penatalaksanaan)
– konsentrasi amantadine plasma)
Dimasukkan untuk analisis dengan
menggunakan model regresi logistik
multivariat
Hasil menunjukkan bahwa:
– Pasien-pasien dengan onset usia
penyakit Parkinson yang lebih
tinggi (odd rasio = 5.9 (interval
kepercayaan 95%, 1.1 – 32.6, p
=0.04)/ 10 tahun)
– Dosis agonis dopamin yang lebih
tinggi (odd rasio = 10.0 (1.2 –
81.3)/100 mg LDED) cenderung
lebih berkemungkinan untuk
memberikan respon terhadap
amantadine
Pembahasan
– Dalam penelitian ini, efek
penatalaksanaan dievaluasi
setelah penyesuaian
statistik untuk efek periode
dan diskinesia yang
membaik dengan
amantadine.
– Efek anti-diskinetik
dikonfrmasi baik pada
RDRS maupun UPDRS-Iva.
– Sebagaimana yang disajikan
dalam tabel 2, RDRS menurun
sebesar 1 atau 2 poin pada
63.4% pasien setelah
mendapatkan penatalaksanaan
dengan amantadine
– Perubahan ini mencapai
tingkatan yang berarti secara
klinis, karena RDRS diberikan
skornya menurut gangguan
fungsi pergerakan volunter atau
aktivitas sehari-hari
– Analisis logistik multivariat memperlihatkan :
– Onset usia yang lebih tinggi dan penggunaan
agonis dopamin berkaitan secara positif dengan
respon terhadap amantadine Karena diskinesia
lebih sering teramati dan lebih berat pada pasien
PD onset muda dibandingkan dengan pasien
onset tua.
Kesimpulan
Amantadine efektif untuk
diskinesia pada 60 % - 70%
pasien pada penyakit Parkinson
tahap lanjut.
TERIMA KASIH
dr. Nurtakdir Setiawan,
Sp.S
Siska Sulistiyowati
1620221168
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU
SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN”
JAKARTA
RSUD AMBARAWA 2018
Amantadine for
Dyskinesias in
Parkinson’s
Disease: A
Randomized
Controlled Trial
Pendahuluan
Penyakit Parkinson
merupakan gangguan
neurodegeneratif
Gangguan motorik karena
Parkinson dikurangi
dengan obat yang
mengandung levodopa
atau agonis
dopaminergik, dan
sebagian besar pasien
diobati dengan obat ini
selama periode waktu
yang lama
Diskinesia merupakan
sebagian dari komplikasi
motorik utama yang
mengganggu kualitas
hidup pasien-pasien
dengan penyakit
Parkinson
Penelitian-penelitian telah menyatakan bahwa
diskinesia disebabkan oleh
pelepasan dopamin yang berlebihan
hipersensitivitas reseptor dopamin
striatum
Atau keduanya
NR2B dari reseptor glutamat tipe N-metil-Daspartat (NMDA) terredistributi dari tempat
sinaps ke tempat ekstrasinaps di striatum
Perubahan pola discharge neuron-neuron
berspinosum medium striatal
Amantadine
merupakan
antagonis
reseptor NMDA
dengan afnitas
yang lemah dan
non-kompetitif
dan diperkirakan
dapat
memperbaiki
diskinesia.
depolarisasi neuron-neuron dg input glutamatergik
melalui reseptor AMPA/kainate
transmisi sinaptik sinergis melalui reseptor D1
dopamin dan reseptor NMDA
Dyskinesia
Penelitian
sebelumnya
menunjukkan:
amantadine memperlihatkan efek
anti-diskinesia
durasi efek anti-diskinetik melemah
hingga dalam waktu 8 bulan
penghentian amantadine
memperburuk diskinesia, bahkan
setelah penatalaksanaan dengan
amantadine selama 1 tahun atau
lebih
Tujuan Penelitian
Efektivitas amantadine pada
pasien-pasien dengan diskinesia
serta gambaran klinis yang
berkaitan dengan efek antidiskinetik
Metode penelitian
Uji Klinis
– Uji klinis
multicenter
terkontrol plasebo
samar berganda
acak silang
Tempat Penelitian
– Rumah Sakit
Nasional Utano
Metode penelitian
Etik
– Komite Bioetik Rumah Sakit Nasional Utano
– Etik Pusat Nasional untuk Penyakit Neurologi
dan Psikiatri
– IRB Rumah Sakit Universitas Ehime
– Komite etik Rumah sakit nasional Myagi
– Komite Etik Rumah Sakit Universitas Mie
– Komite Etik Rumah sakit Nasional
Sagamihara,
– Komite Etik Research Institute for Brain and
Blood Vessels Akita
– Komite Etik National Defense Medical College
– Komite Etik Nishitaga National Hospital
– Komite bioetik
Jichi Medical University
Sponsor Obat
– Amantadine hidroklorida
disumbangkan oleh Novartis
Pharma Corporation, Tokyo,
Jepang
Kriteria penelitian
Kriteria inklusi
• Usia 20 – 75 tahun
• Didiagnosis dengan
penyakit Parkinson
(menurut tahap 1 dan 2
dari Kriteria Diagnostik
United Kingdom Parkinson’s
Disease Society Brain Bank
• diskinesia pada tungkai
atau badan
Kriteria Eksklusi
Penatalaksaan dg amantadine
hidroklorida 2 minggu sebelumnya
gejala-gejala psikiatri seperti halusinasi
auditorik atau delusi (pasien-pasien
dengan riwayat halusinasi visual
sebelumnya dimasukkan)
kerusakan hati yang signifkan
kehamilan atau mungkin hamil
riwayat epilepsi
creatinine clearance < 75
ml/menit/1.73m3
Protokol Penelitian
Pasien
memenuhi
kriteria
penelitian
Pasien
menyetujui
pendaftaran
Diidentifkasi
Protokol Penelitian
Periode observasi
(2-3 minggu)
Kelompo
k1
Identifkasi
Periode
penatalaksanaan
dengan amantadine
Periode washout
(15 hari)
Periode
penatalaksanaan
dg plasebo (27
hari)
Kelompo
k2
Periode
observasi (2-3
minggu)
Periode
penatalaksanaan
dengan plasebo
Periode washout
(15 hari)
Periode
penatalaksanaan
dengan amantadine
(27 hari)
Amantadine
ditingkatkan dengan
cara tahap demi
tahap
100 mg selama 7
hari
200 mg selama 7
hari
300 mg selama 7
hari)
diikuti dengan
penurunan regimen
– Plasebo diberikan
dalam cara yang
serupa
– Subjek
diwawancara setiap
hari ke-7, dan
dilakukan
pemantauan efek
samping.
– Obat yang diujikan
tidak ditingkatkan
jika pasien tidak
ingin
efek samping (1
memperlihatkan
perburukan
diskinesia, dan 1
merasa dan
mengalami fraktur)
selama periode
Ukuran/hasil
Outcome
Primer
Perubahan pada Rush
Dyskinesia Rating
Scale (RDRS) dari titik
waktu pra intervensi
RDRS (dari 0
tidak ada hingga
4 diskinesia yang
hebat)
Pasien dan anggota keluarga diinstruksikan
untuk merekam video diskinesia tipikal saat
berjalan kaki, minum dari cangkir, memasang
mantel, dan mengancingkan baju selama 3 hari
sebelum kunjungan penelitian, dan skor RDRS
dicatat menurut videotapes
Pasien-pasien ditetapkan sebagai
“responder” ketika penurunan
RDRS dengan penatalaksanaan
amantadine lebih besar
dibandingkan dengan
penatalaksanaan plasebo
Nonresponder” ditetapkan ketika
penurunan RDRS dengan
amantadine sama atau kurang
dibandingkan dengan plasebo, dan
prevalensi perbaikan pada RDRS
sebanding antara amantadine dan
intervensi plasebo.
RDRS
Ukuran/
hasil
Outcome
Sekunder
perubahan pada Unifed
Parkinson’s Disease Rating
Scale – III (UPDRS-III) untuk
fungsi motorik (dari 0 yang
paling baik hingga 116 yang
paling buruk)
UPDRS-IVa untuk diskinesia
(dari 0 tidak ada hingga 7
paling buruk)
UPDRS-IVb untuk fuktuasi
motorik (dari 0 yang paling baik
hingga 7 yang paling buruk)
Hubungan antara respon
terhadap amantadine dan
gambaran klinis,
termasuk karakteristik
subjek (usia, jenis
kelamin, durasi penyakit,
dan usia onset), dosis
amantadine, konsentrasi
plasma amantadine, dan
dosis obat anti-Parkinson
(levodopa, agonis
dopamin, dan
entacapone)
dibandingkan
UPDRS-I, II, dan IV dinilai
berdasarkan wawancara
dengan pasien
UPDRS-III dievaluasi
menurut temuan
pemeriksaan penelitian.
58977_UPDRS.pdf
ANALISIS STATISTIK
Regresi Logistik Multivariat
SPSS Statistics 17.0.
Nilai p sebesar < 0.05 dianggap
signifkan secara statistik.
dengan menggabungkan
1. efek penatalaksanaan
(amantadine atau plasebo)
2. periode efek (efek interaksi
urutan dan efek carry over)
dengan jenis kelamin sebagai
faktor efek utama dan skor RDRS
pra penatalaksanaan sebagai
kovariat.
Perubahan skor RDRS ( variabel
ordinal)
1. (membaik (perubahan RDRS <
0)
2. tidak membaik (perubahan pada
RDRS ≥0)
Perubahan skor UPDRS dianggap
sebagai variabel skala
Hasil
Setelah penatalaksanaan
dengan amantadine
skor RDRS membaik pada
64% partisipan (- 2 poin pada
27%, dan – 1 poin pada 37%)
namun, sisanya tidak berubah
pada 37% partisipan.
Plasebo : Skor RDRS
membaik pada 16%
partisipan, namun tidak
membaik pada 84% setelah
penatalaksanaan plasebo
Hasil
Skor UPDRS-IVa membaik secara
signifkan setelah penatalaksanaan
dengan amantadine
Hasil
skor UPDRS-IV b dan III tidak membaik
setelah penatalaksanaan dengan
amantadine atau plasebo
– Analisis statistik memperlihatkan perbedaan yang signifkan
secara statistik adalam prevalensi perbaikan RDRS antara
penatalaksanaan dengan amantadine (p = 0.002).
Perubahan UPDRS-Iva, IV-b, dan III
– Tidak terdapat efek periode pada perubahan skor, dan skor
UPDRS-Iva membaik dengan rata-rata (SD) sebesar 1.83 setelah
penatalaksanaan dengan amantadine dan 0.03 setelah
penatalaksanaan plasebo (Gambar 2B).
– Terdapat efek penatalaksanaan yang signifkan secara statistik
(p < 0.001)
– Skor UPDRS IVb dan III masih
tetap tidak berubah setelah
penatalaksanaan dengan
amantadine dan plasebo
(gambar 2C, D), dengan tidak
adanya efek penatalaksanaan
yang signifkan terhadap
perubahan (UPDRS-IVb: p =
0.87, dan UPDRS-III: P =0.26).
– Efek samping yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi visual,
yang teramati pada tiga pasien
selama periode penatalaksanaan
dengan amantadine.
– Prevalensi efek samping secara
signifkan lebih besar pada pasienpasien yang mendapatkan
penatalaksanaan amantadine
dibandingkan dengan
penatalaksanaan plasebo (p =
0.048)
Gambaran klinis yang berkaitan
dengan efek antidiskinesia
– Gambaran demograf (usia dan jenis
kelamin)
– klinis (usia onset penyakit Parkinson,
dosis L-Dopa, entacapone, dan
agonis dopamine (LEDD)
– tingkat keparahan diskinesia
(UPDRS-IV a pra penatalaksanaan)
– konsentrasi amantadine plasma)
Dimasukkan untuk analisis dengan
menggunakan model regresi logistik
multivariat
Hasil menunjukkan bahwa:
– Pasien-pasien dengan onset usia
penyakit Parkinson yang lebih
tinggi (odd rasio = 5.9 (interval
kepercayaan 95%, 1.1 – 32.6, p
=0.04)/ 10 tahun)
– Dosis agonis dopamin yang lebih
tinggi (odd rasio = 10.0 (1.2 –
81.3)/100 mg LDED) cenderung
lebih berkemungkinan untuk
memberikan respon terhadap
amantadine
Pembahasan
– Dalam penelitian ini, efek
penatalaksanaan dievaluasi
setelah penyesuaian
statistik untuk efek periode
dan diskinesia yang
membaik dengan
amantadine.
– Efek anti-diskinetik
dikonfrmasi baik pada
RDRS maupun UPDRS-Iva.
– Sebagaimana yang disajikan
dalam tabel 2, RDRS menurun
sebesar 1 atau 2 poin pada
63.4% pasien setelah
mendapatkan penatalaksanaan
dengan amantadine
– Perubahan ini mencapai
tingkatan yang berarti secara
klinis, karena RDRS diberikan
skornya menurut gangguan
fungsi pergerakan volunter atau
aktivitas sehari-hari
– Analisis logistik multivariat memperlihatkan :
– Onset usia yang lebih tinggi dan penggunaan
agonis dopamin berkaitan secara positif dengan
respon terhadap amantadine Karena diskinesia
lebih sering teramati dan lebih berat pada pasien
PD onset muda dibandingkan dengan pasien
onset tua.
Kesimpulan
Amantadine efektif untuk
diskinesia pada 60 % - 70%
pasien pada penyakit Parkinson
tahap lanjut.
TERIMA KASIH