Ayat tentang Angin dan Awan.pdf

PENAFSIRAN AYAT TENTANG POSISI ANGIN DAN AWAN
SERTA FUNGSINYA

Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Tafsir Ayat-Ayat Kauniyah
Dosen Pengampu: H. Hanief Monady, M.Ag.

Oleh:
Ridha Fitriana (1501420950)
Siti Nursyifa (1501420952)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2018

1

PENDAHULUAN


Segala yang ada di bumi dan di langit ini, sudah ada yang mengatur, yaitu
Allah. Selayaknya manusia sebagai makhluk, memerhatikan ciptaan-ciptaan-Nya,
beserta keseimbangan dan keteraturannya sehingga tidak terdapat cacat
sedikitpun. Berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan binatang, Allah ciptakan
untuk memenuhi keperluan hidup manusia. Allah mengirimkan angin sebagai
sumber oksigen bagi pernafasan manusia, maka seharusnya manusia bersyukur.
Angin sangat berguna tidak hanya bagi manusia namun juga hewan dan
tumbuhan, misalnya membantu dalam proses perkawinan tumbuh-tumbuhan dan
perkembangan hewan. Angin juga mempengaruhi terhadap curah hujan, yang
mana angin membantu awan dalam berkumpul dan membawanya ke berbagai
tempat menurunkan hujan di tempat-tempat itu. Inilah bukti kekuasaan Allah atas
setiap yang ada seluruh makhluk dan mengaturnya dengan sedemikian rupa.
Ayat-ayat kauniyah dapat membantu kita untuk lebih mendekatkan diri
kepada-Nya. Dengan melihat keteraturan alam seharusnya manusia menyadari
akan keberadaan Sang Pencipta dan Kemahakuasaan-Nya dalam mengatur seluruh
urusan makhluk-Nya. Di sini pemakalah mengangkat pembahasan mengenai
angin dan awan yang termuat dalam beberapa ayat. Ayat-ayat tersebut jika
diurutkan sebagai berikut: Q.S. al-Baqarah/2: 164, Q.S. al-A’râf/7: 57, dan Q.S.
al-Hijr/15: 22. Pemakalah memilih ayat-ayat di atas karena dianggap relevan
dengan tema yang diangkat. Dalam makalah ini, diberikan penjelasan yang

relevan terhadap ayat-ayat di atas yakni penafsiran ulama tafsir modernkontemporer baik dari dalam maupun luar negeri. Adapun untuk kitab tafsir lokal
ialah kitab Tafsir al-Azhar karya Hamka, dan untuk kitab tafsir dari luar ialah
kitab Tafsir al-Marâghî karya Ahmad Mushthafa al-Marâghî. Dengan adanya dua
penafsiran ini pemakalah berusaha membandingkan mengenai persamaan dan
perbedaan dari kedua penafsir dan ditambah penjelasan dari referensi lain yang
terkait tema ini.

2

PENAFSIRAN AYAT TENTANG POSISI ANGIN DAN AWAN SERTA
FUNGSINYA

A. Ayat dan Penafsiran tentang Angin dan Awan
1. Q.S. al-Baqarah/2: 164.

         
            
          
       
 


Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa
apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan.”
a. Penafsiran dalam Tafsîr al-Marâghî
Dalam ayat ini Allah menjelaskan kepada mereka (ahl al-kitab)
sebagian gejala alam ini yang menunjukkan kepada keesaan Tuhan dan
sifat-sifat rahmah sebagai bukti nyata dari apa yang disebutkan dalam
ayat-ayat sebelumnya.1 Di antara fenomena yang ditunjuk ayat ini ialah:

 
Di dalam mengendalikan arah angin ini, tentu sesuai dengan kodrat
Allah dan sunnatullah yang diciptakan oleh Yang Maha Bijaksana.
1

Ahmad Mushthafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, juz 2 (Beirut: Dâr al-Fikr, 1946), 34.


3

Fungsinya ialah untuk mengawinkan antara serbuk jantan dan betina yang
terdapat di dalam tumbuhan, yang dijelaskan di dalam firman Allah:

  
Ada juga jenis angin yang tidak berfungsi sebagaimana di atas, tetapi
hanya untuk menggugurkan. Angin ini biasanya bertiup dari empat arah,
atau satu di antara empat arah tersebut, bahkan terkadang tidak menentu.
Semua ini menunjukkan kesatuan dari sumbernya dan menunjukkan kasih
sayang Allah yang telah menciptakan segalanya, di samping mengatur.

    
Pada mendung yang berkelompok dengan ketebalannya di udara itu
untuk kepentingan turunnya hujan di berbagai negara, cara turunnya pun
teratur, di samping mendung itu merupakan pemandangan indah dilihat
dari berbagai belahan bumi. Hal ini tentu akan bisa dirasakan oleh mereka
yang mengetahui masalah ini, atau orang yang belum pernah melihatnya.


  
Pada semua gejala itu terdapat petunjuk bagi orang-orang yang
berpikir untuk mengetahui watak dan rahasia-rahasianya. Sehingga dapat
dibedakan antara yang bermanfaat dan membahayakan, di samping dapat
diketahui betapa teliti dan halusnya kekuasaan Yang Maha Menciptakan
semuanya ini. Akhirnya akan sampai pada kesimpulan bahwa hanya yang
menciptakan semua inilah yang berhak untuk disembah dan ditaati.
Di dalam sebuah hadis dikatakan: “Celakalah orang yang mendengar
ayat ini, kemudian ia mengeluarkan riyaknya”. Maksud riyak di sini
adalah lendir yang keluar dari mulut. Pengertiannya adalah tidak
memperhatikan makna ayat ini, atau bersikap menyepelekan. Orang yang
memikirkan terhadap ayat ini tentu tidak akan mengeluarkan riyaknya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa Allah mempunyai dua kitab. Pertama,

4

ialah kitab yang berupa alam semesta. Kedua, berupa kitab yang
diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad saw. yaitu al-Qur’an.
Kemudian, cara untuk mengetahui masalah-masalah di atas haruslah
menggunakan akal pikiran yang telah diciptakan Allah. Siapapun yang

dapat mengambil pelajaran dari kedua kitab tersebut, berarti ia akan
berhasil. Sebaliknya, siapapun yang berpaling, tentu akan merugi, baik di
dunia maupun di akhirat.2
b. Penafsiran dalam Tafsir al-Azhar
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi”. Satu hal yang
pertama dilakukan sebagai bentuk perhatian terhadap penciptaan langit
dan bumi itu adalah dengan menghadap dan menengadah ke langit. Dari
sekian banyaknya lapisan pada langit, hanya sedikit yang dapat dilihat oleh
mata. Meski demikian, hal itu sudah mengagumkan. Terdapat jutaan
bintang, namun hanya sedikit yang dapat dilihat manusia dan bumi adalah
salah satu dari bintang tersebut. Manusia yang berada di bumi sudah
merasa dirinya besar, padahal dia hanya seperti sebutir pasir di antara
jutaan bintang. Suatu masa, oleh karena kagumnya manusia pada bintang
membuat mereka menyangka itu adalah Tuhan. Dengan bertambahnya
pengetahuan manusia tentang ilmu falak, bertambah kagum pada
keteraturan di langit, semestinya akal mereka terbimbing kepada adanya
yang mengatur hal tersebut.3
Di sisi lain, penciptaan bumi pun termasuk hal yang menakjubkan.
Daratan di bumi hanyalah seperempat bagian, sedangkan tiga perempatnya
adalah lautan. Namun, pada daratan yang hanya seperempat itu sungguh

banyak rahasia kekayaan Ilahi yang terpendam dan baru beberapa yang
diketahui oleh manusia. Sedangkan pada lautan yang menempati tiga
perempat bumi itu juga baru beberapa yang dapat terukur diketahui

2

Al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, juz 2, 37.
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 2 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), 49.

3

5

manusia kehebatannya. Semuanya tidaklah terjadi secara kebetulan,
namun ada keteraturan dibaliknya.
“Silih bergantinya malam dan siang .” Perputaran bumi mengelilingi
matahari menunjukkan adanya hitungan yang tepat, sehingga dapat
membagi tahun, bulan, hari, jam, menit, dan detik. Keteraturan silih
bergantinya siang dan malam itu karena keteraturan peredaran bumi
terhadap matahari, sehingga manusia dapat menerka terjadinya gerhana

bulan yang akan terjadi.
“Bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia .” Sejak zaman purbakala, manusia telah mengetahui pembuatan

kapal. Manusia berani membuat kapal meski sederhana, sebab manusia
mengetahui tentang peredaran angin dan kegunaan laut. Dengan kapal itu
manusia mengenal manusia lain meski yang berada pulau dan benua lain,
lalu terjadilah hubungan antara mereka untuk saling bertukar keperluan
hidup. Meski ada beribu kapal yang telah tenggelam akibat angin topan
dan ombak besar, namun keinginan manusia untuk berlayar tidaklah
hilang. Bahkan sekarang ada juga yang dapat terbang di udara, setelah
sebelumnya sudah ada yang dapat menyelam ke dasar laut. Manusia dapat
mencapai kemajuan sepesat ini sehingga dapat menghubungkan antar
bagian dunia jaraknya begitu jauh. Hal ini sebab mereka diberi ilmu
tentang perlayaran.
“Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air
itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan.” Di sini dijelaskan manfaat air hujan yang

dapat menghidupkan bumi yang telah mati. Hujan itu ada yang meresap ke

bawah tanah dan akhirnya menjadi telaga. Ada pula yang mengalir
menjadi sungai yang dapat mengairi sawah dan ladang, dan alirannya
bermuara pada laut. Dari laut akan menguap ke udara, terkumpul dan

6

menjadi hujan lagi.4 Dengan turunnya hujan, semuanya menjadi dapat
hidup, baik tumbuhan, binatang, maupun manusia. Kemudian manusia
membuat irigasi, bendungan air, dan tanggul besar.
“Dan pengisaran angin.” Hal ini sekarang disebut dengan peredaran
cuaca. Manusia dengan ilmunya dapat mengetahui peredaran dari timur,
barat, utara, dan selatan, serta menetukan pada waktu tertentu akan
kerasnya hembusan angin, panas atau dinginnya hawa udara, dan turunnya
hujan.
“Dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi.” Angin dapat
dikatakan dekat dengan manusia setiap hari, sedangkan awan jauh karena
ia beredar pada cakrawala yang lebih tinggi. Awan beredar dari sana ke
sini, membagikan hujan, dan mempengaruhi suhu pada bumi. Bertambah
modern hidup manusia, bertambah pula perhatian mereka atas pergeseran
awan, terutama dalam hal penentuan penerangan pesawat di udara.

“Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi
kaum yang memikirkan.” Semua hal yang telah dikemukakan Allah dalam
ayat ini menyuruh manusia untuk menggunakan akalnya untuk berpikir
dan merenungkan alam ciptaan-Nya, sehingga dapat mengenal Tuhan
dengan adanya perhatian terhadap alam tersebut.5
2. Q.S. al-A’râf/7: 57.

          
         
         
Artinya: “Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita
gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin
itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang
4
5

Istilah proses pembentukan awan atau penguapan air laut disebut evaporasi.
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 2, 50-53.

7


tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan
dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah
Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan
kamu mengambil pelajaran.”
a. Penafsiran dalam Tafsîr al-Marâghî
Pengertian Umum: Setelah Allah swt. menyebutkan tentang

kesendirian-Nya memegang kekuasaan, kerajaan, dan mengatur alam atas
maupun bawah, mengendalikan segala urusan sendirian, dan setelah Dia
menyuruh kita supaya menyeru kepada-Nya dengan merendahkan diri,
baik dengan suara rendah atau keras, dan melarang kita melakukan
kerusakan di bumi setelah bumi itu dibuat dengan baik dan diterangkan
pula kepada kita bahwa rahmat-Nya dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik, lalu dilanjutkan dengan menyebutkan beberapa macam
rahmat Allah. Yaitu bahwa Allah telah mengirimkan kepada kita angin
dengan segala yang dikandungnya, berupa hal-hal yang bermanfaat untuk
manusia. Karena dengan perantaraan angin itu turunlah hujan yang
merupakan sumber rezeki dan sebab kehidupan dari segala makhluk hidup
di muka bumi. Itu semua merupakan petunjuk yang sangat besar atas
kekuasaan Allah untuk membangkitkan kembali umat manusia dan
menghimpunnya.6
Penjelasan Mufradat/Kosakata:

: udara bergerak (angin). Menurut bahasa Arab, angin itu ada empat
sesuai dengan empat penjuru angin. Yaitu angin utara dan angin selatan.
Kedua angin itu disebut menurut nama arah dari mana keduanya mengalir.
Yang lain ialah angin saba atau angin qabul. Yang dimaksud adalah
angin timur. Mereka beranggapan angin ini datang dari Nejed,
sebagaimana angin selatan mereka anggap dari Yaman, sedang angin utara
mereka anggap dari Syam. Yang keempat ialah angin dabur yaitu angin

6

Al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, juz 8, 182.

8

barat. Adapun angin yang mengalir miring antara dua mata angin utama.
Maka angin seperti itu disebut nakha’. Ar-Raghib mengatakan, setiap
tempat

dalam

Al-Qur’an

di

mana

Allah

menyebutkan

tentang

dikirimkannya angin dengan lafaz mufrad, maka yang dimaksud ialah
angin azab. Sedang setiap tempat, di mana Allah menyebutkan tentang
dikirimkanya angin dengan lafaz jama’ maka yang dimaksud ialah angin
rahmat.

: adalah kata yang diringankan dari kata-kata

jamak dari basyir

yang antinya kabar gembira.

 : yang dimaksud ialah hujan.

: mengangkat (membawa).


mega atau awan.

: kami memperjalankan awan.
: Al-Balad dan al-Baldah ialah tempat di muka bumi, baik yang
ramai maupun yang sepi. Sedang baladun mayyitun ialah tanah yang tidak
bertumbuh-tumbuhan dan tidak ada rumputnya.7
Tafsiran:

          
   

Sesungguhnya Tuhanmu yang mengendalikan segala urusan makhluk
itulah yang mengirimkan angin dari sisi rahmat-Nya. Maksudnya, di antara
hujan–hujan dan dari sisi hujan, sedang angin itu merupakan kabar
7

Al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, juz 8, 181.

9

gembira tentang akan datangnya hujan. Maka dengan angin itu Allah
menyusun awan berat yang mengandung banyak air. Sehingga angin itu
membawa dan mengangkat angin ke udara. Kemudian Allah pun
menghalau awan itu untuk menghidupkan negeri yang mati, sawahsawahnya tandus, tempat-tempat minumnya binasa dan penduduknya
kehausan.

  
Dengan awan itu Kami turunkan air. Telah dibuktikan bahwa ketika udara
yang dekat dengan permukaan laut atau tempat lain terasa panas karena
pengaruh temperatur yang tinggi, maka membubunglah udara itu di
angkasa, lalu membeku ketika sampai di daerah yang dingin. Atau karena
ia bercampur dengan arus udara yang dingin. Jika udara itu menjadi
dingin, uap air yang ada padanya menebal, dan terbentuklah awan. Awan
timbul sebab semakin banyak uap air dalam udara di lapisan-lapisan
angkasa yang tinggi. Hal ini tidaklah tetap di suatu tempat, akan tetapi
berjalan pada arah horizontal terdorong oleh kekuatan angin yang jauhnya
dari bumi berkisar antara satu sampai sepuluh mil, dan warnanya menjadi
gelap, penuh dengan air apabila telah dekat dari permukaan bumi. Itulah
yang menimbulkan hujan, karena telah berkumpulnya titik-titik air yang
ada padanya, sebagian dengan sebagian lainnya. Pengaruh dingin itu
membentuk titik-titik besar yang jatuh melewati sela-sela awan ke bumi
akibat beratnya.

    
Dengan air itu Kami keluarkan bermacam buah-buahan yang beraneka
rasa, warna dan baunya. Setiap tanah mengeluarkan buah-buahan yang
berbeda-beda, yang semuanya menunjukkan kekuasaan Allah dan
anugerah-Nya.

10

  
Seperti halnya kami mengeluarkan bermacam-macam tanaman dari tanah
yang mati, menghidupkannya kembali dengan perantaraan air. Kami akan
mengeluarkan mereka yang telah mati, baik manusia atau lainnya, karena
zat yang Maha Kuasa pula untuk mengeluarkan makhluk yang telah mati.

 
Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran dari persamaan ini sehingga
hilanglah anggapanmu tentang tidak mungkinnya kebangkitan.8
b. Penafsiran dalam Tafsir al-Azhar
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira
sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan).” Pada ayat ini angin disebut

dalam bentuk jamak, yakni riyâh yang artinya banyak angin atau berbagai
macam angin. Bentuk tunggalnya adalah rîh. Dipahami bahwa segala
macam angin adalah pembawa berita gembira, yaitu awal dari rahmat
Allah yang akan dilimpahkan kepada makhluk. Sehingga, arti ayat ini
dapat diperluas menjadi segala angin yang berhembus adalah membawa
berita gembira atau rahmat Allah yang akan datang kepada manusia.
Kata riyâh dan rîh itu satu pokok asalnya dengan kata rûh dan arwâh.
Sehingga, kata angin atau berbagai angin itu sama artinya dengan nyawa
atau berbagai nyawa. Bahkan dalam bahasa Arab yang fasih seringkali
mengartikan nyawa dengan angin. Kalau tidak ada angin (udara, hawa,
atau cuaca), tidak akan ada yang namanya hidup. Nyawa adalah sebagian
dari angin, atau satu pokok artinya dengan angin. Sehingga, nyawa tidak
ada kalau angin tidak ada. Uraian menurut ilmu Fisika9 atau Kimia10,
bahwa udara terdiri dari oksigen11, nitrogen12, dan karbonat13, yang mana
8

Al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, juz 8, 182-184.
Ilmu tentang zat dan energi seperti panas, cahaya, dan bunyi.
10
Ilmu tentang susunan sifat dan reaksi suatu unsur atau zat.
11
Gas dengan rumus O2, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau, merupakan
komponen dari kerak bumi.
9

11

jika salah satu di antaranya tidak ada maka tidak ada pula yang namanya
hidup di dunia ini.
“Hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami
halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah
itu.” Angin atau cuaca tadi bila telah sampai kepada puncak dinginnya,

berubahlah ia menjadi uap, dari uap itu berubah menjadi gumpalan awan
yang berat dan tebal. Dari dinginnya itu, berubah menjadi air dan air itu
kalau semakin meningkat dinginnya berubah menjadi salju atau es. Jika
cukup berat dalam dinginnya itu, maka turunlah hujan. Maka, jika awan
telah berat, angin menghalaunya lagi ke bagian bumi yang telah mati,
sehingga dengan adanya hujan dapat menghidupkan kembali bumi itu.
“Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam
buah-buahan.” Dengan sebab hujan tadi, hiduplah kembali tanah yang

tandus, benih-benih atau biji-biji, dan rerumputan yang tadinya kering
dapat tumbuh dan berkembang. Bagian bumi yang mati ada yang masanya
pendek, misalnya daerah padang rumput di negeri yang sedang dalam
peralihan dari musim panas ke musim hujan. Di musim panas rumput mati
menjadi hidup kembali di musim hujan. Kayu-kayuan yang gugur daun,
bahkan sampai mati pada musim gugur, di musim semi setelah musim
dingin, ia akan hidup kembali. Namun, ada juga yang bagian bumi yang
mati dalam jangka lama, misalnya di padang pasir. Meskipun turun hujan,
oleh karena sangat tandus tanahnya, hanya banjir yang dibawanya dan
mengalir begitu saja ke laut. Meskipun ada yang diserap bumi, namun dia
menghilang saja dalam pasir, mengendap ke bawah dan mencari jalan di
bawah tanah menuju lautan. Namun, ketika manusia dapat menembus
bumi dengan bor agar air itu keluar, maka ia dapat digunakan untuk
menghidupkan padang yang mati itu. Dari sini dapat dipahami begitu
pentingnya hujan, ia turun ke bumi menjadi tiga macam: (1) Membasahi
12

Gas tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak beracun, dengan rumus N.
Mineral hasil senyawa antara karbon, oksigen, dan unsur lainnya.

13

12

permukaan bumi seperti biasa, (2) Mengendap di gunung lalu terkumpul
menjadi sungai dan mengalir, dan (3) Mengendap ke bawah tanah.
Penyebutan angin berbentuk jamak, yakni riyâh, dapat menarik
perhatian orang yang berminat memperhatikan penjuru angin dan musim.
Di masa sekarang, setelah ilmu pelayaran di laut dan ilmu penerbangan di
udara, perhatian terhadap angin dan cuaca lebih mendalam lagi. Tidak
setiap angin membawa berita rahmat bagi setiap bagian bumi yang didiami
manusia, tetapi ada di antara angin membawa gembira untuk suatu bagian
dan tidak untuk bagian yang lain. Maka, persoalan hembusan angin dan
turunnya hujan itu dapat diperdalam oleh ahli pengamat cuaca. Dalam ayat
ini, setelah angin berhembus, awan menjadi mendung, turun hujan, bumi
menjadi hidup, tanaman berbuah, maka hendaklah manusia memikirkan
kelanjutan dari ayat, “Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang
yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” Sehingga

dapat dipahami bahwa yang demikian itu adalah perkara yang mudah bagi
Allah. Hal ini juga dapat menjadi dasar bagi keyakinanmu akan adanya
kiamat, dan manusia yang telah mati pun akan dihidupkan kembali.14
3. Q.S. al-Hijr/15: 22.

        
   

Artinya: “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuhtumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum
kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya .”
a. Penafsiran dalam Tafsîr al-Marâghî
Di antara karunia dan kebaikan-Nya kepada para hamba ialah Dia
mengirimkan kepada mereka angin. Hembusan angin terdiri atas beberapa
macam: (1) Membawa awan, yang dengannya pula mengawinkan

14

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 8, 263-266.

13

pepohonan dengan hujan yang diturunkan kepadanya, lalu mengubahnya
dari satu keadaan kepada keadaan yang lain dan memberinya kehidupan
yang baru, yaitu ketika bunga-bunganya merekah dan dahan-dahannya
berbuah, setelah sebelumnya layu dan tampak seakan mati. (2) Untuk
memindahkan

serbuk

bunga

jantan

kepada

bunga

betina,

agar

mengeluarkan bunga dan buah-buahan bagi manusia. (3) Untuk
menghilangkan debu yang melekat pada pepohonan, agar makanan masuk
ke pori-porinya, sehingga hal ini menjadi gerak badan bagi pohon dan
tanaman seperti gerak badannya hewan. Kemudian kami turunkan hujan
dari awan mendung, lalu hujan itu kami sediakan bagi kalian untuk
menyirami tanaman dan memberi minum binatang ternak kalian. Hal itu
dapat meluruskan perkara penghidupan dan mengatur urusan hidup kalian,
hingga waktu yang telah ditetapkan.15
b. Penafsiran dalam Tafsir al-Azhar
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuhtumbuhan).” Angin dapat mengawinkan antar bunga. Tiupan angin yang

halus mempertemukan mereka sehingga dapat berpadu dan menjadi buah.
“Dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu
dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.”

Jika dibaca sepintas, ayat ini tidak akan meresep ke dalam batin.
Kalau langit tidak menurunkan hujan, bagaimana manusia hidup? Kalau di
zaman modern ini, dengan memutar keran air saja sudah dapat air itu
memancar seberapa kita kehendaki, tetapi jika sentral air itu rusak dan
berhenti mengalir, maka akan ribut penduduk kota itu dan terasa bahwa
bukan kita yang menguasai air. Begitu pun kalau kemarau berkepanjangan
hingga sawah menjadi kering. Adakah manusia cukup mempunyai
simpanan air? Justru membuat manusia kembali menunggu belas kasihan
hujan.16
15

Al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, juz 14, 17-18.
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 13-14, 179.

16

14

B. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran
1. Persamaan
Kedua

kitab

tafsir

ini

sama-sama

bercorak

adabi

al-ijtimâ’î,

menggunakan metode tahlîlî dengan bentuk bi al-ra’yî. Keduanya juga
termasuk kitab tafsir di masa modern-kontemporer.
Dari segi penafsiran, pada Q.S. al-Baqarah/2: 164, para penafsir samasama menjelaskan bahwa manusia seharusnya menggunakan akal mereka
untuk memikirkan adanya keteraturan dan fenomena pada alam semesta. Di
balik keteraturan itu dapat membimbing manusia untuk mengenal adanya
Sang Maha Pengatur. Selanjutnya, pada penafsiran Q.S. al-A’râf/7: 5 juga
sama-sama menjelaskan tentang iman kepada hari kebangkitan.
2. Perbedaan
Dari segi latar belakang geografis pengarang tafsir, al-Marâghî berasal
dari kota al-Marâghah, sebelah selatan kota Kairo.17 Sedangkan Hamka
berasal dari kabupaten Agam, Sumatera Barat.18
Dari segi penafsiran ketiga ayat di atas, nilai keilmiahan tafsir lebih
dominan di Tafsir al-Azhar. Kemudian, pada penafsiran Q.S. al-Hijr/15: 22,
pada Tafsîr al-Marâghî lebih menekankan penjelasan fungsi angin, sedangkan
Tafsir al-Azhar penekanannya pada penjelasan tentang hujan.
C. Posisi Angin dan Awan serta Fungsinya
Dalam al-Qur’an penjelasan tentang angin (rîh dan riyâh) terulang
sebanyak 29 kali yang tersebar di dalam 26 surah, 21 surah Makiyyah dan 5
surah Madaniyyah. Kata rîh dalam bentuk tunggal terulang dalam al-Qur’an
sebanyak 19 kali, sedangkan kata riyâh teulang dalam al-Qur’an sebanyak 10
kali.19 Penyebutan kata angin dalam bentuk tunggal (rîh) maka ia disebutkan
Khobir Siregar, “Ahmad Musthafa al-Maraghi” dalam http://plus.google.com/, diakses
pada 18 Maret 2018.
18
Muhammad Nurdin Fathurrahman, “Biografi Abdul Karim Amrullah: Ulama Reformis
Islam di Indonesia” dalam http://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/, diakses pada 18 Maret
2018.
19
DS Puadah, “Penafsiran Muhammad Quraish Shihab terhadap Ayat-Ayat tentang Angin
dalam Tafsir al-Misbah” dalam eprints.walisongo.ac.id/, diakses pada 16 Mei 2018.
17

15

dalam konteks azab atau bencana, sedangkan jika menggunakan bentuk
jamak (riyâh) maka yang dimaksud adalah rahmat.20 Contoh penyebutan
angin yang bermakna azab dan awan yang tidak membaawa hujan dapat
dilihat dalam Q.S. al-Ahqâf/46: 24.21
1. Posisi Angin dan Awan
Posisi angin dekat dengan manusia, sebab keberadaannya dari sana ke sini
dapat dirasakan oleh manusia. Sedangkan posisi awan jauh dari manusia,
sebab keberadaannya pada cakrawala yang lebih tinggi, yakni di langit.22
2. Fungsi Angin dan Awan
a. Angin membantu proses pembuahan dalam tumbuhan
Dalam perkawinan tumbuh-tumbuhan diperlukan angin yang akan
membantu proses pembuahan. Tanpa angin pertumbuhan dan proses
pembuahan dalam tumbuhan akan terhambat. Jadi, tidak hanya manusia
yang sangat memerlukan angin, tetapi tumbuhan pun membutuhkan angin
dalam membantu pertumbuhan dan perkembangannya.23
Di satu pihak ayat di atas menunjukkan kepada kita bahwa angin itu
merupakan faktor penting dalam pembuahan kebanyakan jenis tanaman
dalam pengetahuan ahli-ahli botani24 zaman sekarang. Ternyata dalam alQur’an telah disebutkan berabad-abad yang lalu bahwa angin berfungsi
sebagai alat pembuahan. Di pihak lain, angin pun merupakan faktor
penting yang mengendalikan awan. Angin menaburinya dengan nucleus

Sufyan Ilyas, Lafadz-Lafadz dalam al-Qur’an: Isim, Fiil, Ataf, Mufrad, Jamak,
Sinonim, Antonim dalam http://sufyanilyas.wordpress.com diakses pada 16 Mei 2018.
21
M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 2013), 187
22
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 2, 52.
23
Ilyas dan Abu Bakar, Konsep al-Qur’an tentang Lingkungan Hidup (Pekanbaru: Suska
Press, 2008), 59.
24
Cabang ilmu biologi tentang kehidupan tumbuh-tumbuhan.
20

16

(inti sel) dari kondensasi25 dan mengumpulkannya di angkasa menjadi
hujan.26
b. Angin menggerakkan awan
Berdasarkan interaksi angin dengan awan, berikut beberapa fungsinya:
1) Menggerakkan permukaan air untuk menaikkan tetesan air di
permukaan ombak.
2) Menggerakkan awan setelah pembentukan dan penaikannya dengan
mengambil uap air ke lapisan atas pada atmosfer.
3) Mengendalikan pergerakan awan secara perlahan.
4) Memisahkan awan yang membawa hujan dan mendistribusikan
mereka di tempat yang berbeda.27
c. Awan menurunkan hujan
Dengan adanya angin yang membuat pergerakan antar bagian awan
tebal,

mengakibatkan

bertambahnya

jumlah

uap

air

dalam

perjalanannya.28 Setelah daya angkat pada awan melemah, terjadilah
tindih-menindih. Setelah tidak mampu lagi membawa awan itu,
keluarlah hujan dari celah-celah tindihan tersebut ke bagian bumi yang
Allah kehendaki.29
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa angin berperan utama dalam
terbentuknya curah hujan.

Angin membantu dalam berkumpul dan

naiknya awan, yang mana setelah awan itu terkumpul akan turun hujan
untuk membasahi bumi. Hal ini juga tertera dalam firman Allah QS. ArRum: 48:30

25

Perubahan uap air atau benda gas menjadi benda cair pada suhu udara di bawah titik

embun.

Muhammad Jamaluuddin el-Fandy, Al-Qur’an tentang Alam Semesta (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), 32-33.
27
Yusuf al-Hajj Ahmad, Mukjizat Ilmiah di Bumi dan Luar Angkasa, terj. Putri Aria
Miranda, Noor Cholis (Solo: Aqwam, 2016), 107.
28
Shihab, Mukjizat al-Qur’an, 185.
29
Shihab, Mukjizat al-Qur’an, 188.
30
Lihat el-Fandy, Al-Qur’an tentang Alam Semesta, 37.
30
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah,409.
26

17

         
          
        

Artinya: “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu
menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut
yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu
Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka apabila hujan itu turun
mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka
menjadi gembira.

18

PENUTUP

Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad adalah perintah
untuk membaca, namun tidak ditentukan objek bacaan yang harus dibaca. Maka,
hal ini menunjukkan umum objek bacaan tersebut. Disamping ayat qauliyah,
terdapat pula ayat kauniyah-Nya.
Dengan memperhatikan dan mempelajari ayat-ayat kauniyah yang berada
dekat di sekitar manusia, seperti angin, sampai yang berada jauh dengan manusia,
seperti awan, memiliki fungsi yang sangat bermanfaat bagi manusia. Angin dan
awan sebagai bagian kecil dari alam ini sudah selayaknya manusia menggunakan
akalnya untuk memikirkan hal tersebut dan pada akhirnya mereka dapat mengenal
Tuhan mereka yang telah menciptakan, menguasai, dan mengatur alam ciptaanNya.

19

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’ân al-Karîm.

Buku:
Ahmad, Yusuf al-Hajj. Mukjizat Ilmiah di Bumi dan Luar Angkasa, terj. Putri
Aria Miranda, Noor Cholis. Solo: Aqwam, 2016.
El-Fandy, Muhammad Jamaluuddin. Al-Qur’an tentang Alam Semesta. Jakarta:
Bumi Aksara, 1995.
Hamka. Tafsir al-Azhar, juz [2], [8], [14]. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004.
Ilyas dan Abu Bakar. Konsep al-Qur’an tentang Lingkungan Hidup. Pekanbaru:
Suska Press, 2008.
Al-Marâghî, Ahmad Mushthafa. Tafsîr al-Marâghî, juz [2], [8], [14]. Beirut: Dâr
al-Fikr, 1946.
Shihab, M. Quraish. Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan, 2013.

Internet:
Fathurrahman, Muhammad Nurdin. “Biografi Abdul Karim Amrullah: Ulama
Reformis

Islam

di

Indonesia”

dalam

http://biografi-tokoh-

ternama.blogspot.co.id/, diakses pada 18 Maret 2018.

Siregar, Khobir. “Ahmad Musthafa al-Maraghi” dalam http://plus.google.com/,
diakses pada 18 Maret 2018.
Puadah, DS. “Penafsiran Muhammad Quraish Shihab terhadap Ayat-Ayat tentang
Angin dalam Tafsir al-Misbah” dalam eprints.walisongo.ac.id/, diakses
pada 16 Mei 2018.
Ilyas, Sufyan. “Lafadz-Lafadz dalam al-Qur’an: Isim, Fiil, Ataf, Mufrad, Jamak,
Sinonim, Antonim” dalam http://sufyanilyas.wordpress.com/, diakses pada
16 Mei 2018.
Aplikasi:
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline.

20