mawarits dan wasiat1

Ilmu yang membahas tentang aturan dan
pembagian harta warits.

Dasar Hukum
Mawarits


Pertama, Al-Qur’an, Surat An Nisa’ ayat 11 menerangkan :
“ Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan[272]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih
dari dua[273], maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan;
jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.
Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibubapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal
itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

[272]. Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena
kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban
membayar maskawin dan memberi nafkah. (Lihat surat An Nisaa ayat 34
).
[273]. Lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang
diamalkan Nabi.

 Kedua,

As-Sunah, sebagaimana Sabda
Rasul SAW : “Ibnu Abas berkata bahwa
Rasul SAW bersabda : “ Berikanlah bagianbagian terten- tu kepada orang-orang
berhak, sedangkan kelebihannya berikan
kepada penerima yang lebih utama yaitu
laki-laki”.

 Ketiga, Ijma’ Ulama. Ulama bersepakat dan

berkesimpulan bahwa hukum pembagian
warisan

ialah
sesuatu
yang
telah
digariskan oleh Al-Qur’an dan As-Sunah.

Bahasan Mawarits
Persoalan-persoalan yang berkaitan dgn
Hukum Warits :
Hal-hal yg berkaitan dengan adanya
Kewarisan:
1.Rukun Kewarisan
2.Syarat-syarat kewarisan
3.Sebab-sebab menerima warisan
4.Penghalang menerima warisan
5.Hak Muwarits yg wajib ditunaikan oleh
ahli waris sebelum warisan dibagikan.

1. Rukun
Kewarisan

1. Ada orang yang meninggal dunia
(muwarits).
2. Ada harta yg ditinggalkan
(mauruts/mirats).
3. Ada orang yg menerima warisan
(ahli waris).

2. Syarat-syarat
Kewarisan
a. Adanya kematian orang yg

mewariskan.
b. Ahli waris msh hidup ketika orang yg
mewaris kan meninggal.
c. Adanya hubungan yg menyebabkan
hak dlm menerima warisan dengan
sah.

3. Sebab-sebab Menerima
Warisan

a. Adanya hubungan nasab atau

kekerabatan (Al-qarabah).
b. Adanya pertalian yang sah atau
pernikahan (Al-musaharah).
c. Adanya pemerdekaan budak (wala’).
d. Ikatan Islam, apabila seorang
meninggal dunia dan tdk meningglkn
ahli waris yg berhak atas hartanya, mk
seluruh harta diberikan kpd Bait al-mal
untuk kepentingan dan kemaslahatan
umum umat Islam.

4. Penghalang Menerima
Warisan
Yang menyebabkan seseorang terhalang untuk
menerima warisan ialah:

Pertama, Jauhnya kekerabatan. Adanya orang yg lbh
berhak

dan lbh dekat dlm kekerabatan (Mahjub).
Kedua, Dilarang untuk menerima warisan (Mahrum)
dng alasan :
a. Adanya perbedaan agama.
b. Adanya perbudakan, seseorang yg menjadi budak
tidak berhak mewarisi harta dari orang yg merdeka
meskipun termasuk kerabatnya. Hal ini disebabkan
krn budak beserta apa yg dimilikinya berada dlm
penguasaan tuannya.
c. Adanya pembunuhan, yaitu pembunuhan yg
dilakukan seorang ahli waris terhadap muwarits.
Seperti anak yg membunuh bapaknya.

5.

Hak Muwarits yg wajib ditunaikan

oleh
ahli waris sebelum warisan
Hak orang.meninggal dan kewajiban ahli waris

dibagikan
sebelum harta warisan dibagikan ialah :
a. Melaksanakan hal ybs dng harta yg
ditinggalkan atau harta warisan, seperti
zakat yg perlu dikeluarkan atas harta
tersebut, sewa terhadap harta apabila ada.
b. Membyr beaya perwtn rmh sakit kalau
muwarits masuk rmh sakit, biaya perawatan
dan penyelenggaraan jenazah.
c. Melunasi hutang-hutangnya.
d. Melaksanakn wasiat yg tlah diwasiatkan
muwarits (pewaris) seblm meninggal.

JUMLAH PENERIMA WARITS SECARA UMUM
Secara keseluruhan orang yg berhak
menerima warisan ada 25 orang, dengan
perincian sebagai berikut :
Pertama, penerima warits dari laki-laki :
1. Anak laki-laki.
2. Cucu laki-laki dari garis laki-laki dst ke

bawah
3. Ayah
4. Kakek dari bapak / ayahnya ayah
5. Saudara laki-laki sekandung

6. Saudara laki-laki seayah
7. Saudara laki-laki seibu
8. Anak laki-laki dr saudara laki-laki

sekandung
9. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
10.Paman/sdr laki-laki ayah sekandung
11.Paman seayah
12.Anak laki-laki paman sekandung
13.Anak laki-laki paman seayah
14.Suami dari istri yang meninggal
15.Seorang laki-laki yg memerdekan budak

Kedua, Penerima warits dari perempuan :
1.Anak perempuan

2.Cucu perempuan dari garis laki-laki
3.Ibu
4.Nenek dari garis ayah
5.Nenek dari garis ibu
6.Saudara perempuan sekandung
7.Saudara perempuan seayah
8.Saudara perempuan seibu
9.Istri dari suami yang meninggal
10.Perempuan yg memerdekakan budak

Pertama, bagian ½ ialah :
a. Anak Perempuan, apabila hanya seorang
diri dan tidak mempunyai saudara lakilaki. Firman Alloh, “Jika anak perempuan
itu seorang saja, ia memperoleh separuh
harta.” (Q.S. An-Nisa : 11)
b. Cucu perempuan dari anak laki-laki,
apabila seorang diri dan tidak ada cucu
perempuan lainnya dari anak laki-laki.
Firman Alloh, “Alloh mensyari’atkan
bagimu tentang (pembagian pusaka

untuk) anak-anakmu” (Q.S. An-Nisa : 11)

c. Saudara

perempuan seayah, apabila
hanya seorang diri dan tidak ada saudara
laki-laki seayah, mayit tidak mempunyai
asal keturunan, Firman Alloh, “Jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai
anak
dan
mempunyai
saudara
perempuan,
maka
bagi
saudaranya
yang
perempuan

itu
seperdua dari harta” (Q.S. An-Nisa; 176)
d. Saudara perempuan sekandung, apabila
ia sendirian tidak ada saudara laki-laki
sekandung.
e. Suami, apabila tidak ada anak kandung
maupun anak tiri.

Kedua, bagian ¼ ialah :
a.Suami, apabila ada anak, ada cucu lakilaki dari anak laki-laki (kandung/tiri).
b.Istri atau beberapa istri jika ada,
apabila tidak ada anak atau cucu dari
anak laki-laki. Firman Alloh, “Para istri
memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak.” (Q.S. An-Nisa; 12)

Ketiga, bagian 1/8 ialah :
 Istri atau beberapa istri jika ada,
apabila ada anak laki-laki (kandung/tiri)

atau cucu dari anak laki-laki.
Keempat, bagian 2/3 ialah :
a.Dua orang anak perempuan atau lebih,
apabila mereka tidak memiliki saudara
laki-laki. (Q.S. An-Nisa; 11)

b. Dua

orang anak perempuan atau lebih,
apabila tidak ada anak laki-laki atau
perempuan sekandung, tidak ada cucu dari
anak laki-laki.
c. Dua saudara perempuan sekandung atau
lebih, apabila tidak punya anak, tidak ada
kakek, tidak ada saudara laki-laki kandung
dan tidak ada cucu perempuan atau lebih
dari anak laki-laki. Firman Alloh,”Jika saudara
perempuan itu ada dua orang, bagi keduanya
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
yang meninggal” (Q.S. An-Nisa; 176)
d. Dua orang saudara perempuan atau lebih
seayah, apabila tidak ada keturunan (anak
mayit) dan asal (ayah mayit, kakek mayit)

Kelima, bagian 1/3 ialah :
a. Ibu, apabila tidak ada anak, tidak ada
cucu dari anak laki-laki, tidak ada
saudara laki-laki atau perempuan baik
sekandung, seayah, dan seibu dari mayit.
(Q.S. An-Nisa; 11)
b. Dua orang atau lebih saudara perempuan
maupun laki-laki seibu, apabila tidak ada
asal/leluhur mayit dan keturunan, jumlah
laki-laki atau perempuan dua orang atau
lebih, atau satu orang laki-laki dan satu
orang perempuan. (Q.S. An-Nisa; 12)

Keenam, bagian 1/6 ialah :
a. Ibu, apabila ada anak, atau ada cucu
dari
anak
laki-laki,
ada
saudara
sekandung, seayah maupun seibu.
Firman Alloh, “Bagi kedua orang tuanya,
masing-masing mendapat seperenam.”
(Q.S. An-Nisa; 11)
b. Ayah, apabila ada anak laki-laki atau
perempuan atau cucu dari anak laki-laki.
c. Nenek, apabila tidak ada ibu dari bapak
maupun ibu mayit.

d. Cucu perempuan dari anak laki-laki

seorang atau lebih, apabila ada
seorang anak perempuan sekandung.
e. Saudara perempuan seayah seorang
atau lebih, apabila ada saudara
perempuan sekandung.
f. Kakek, apabila tidak ada ayah mayit,
atau ada anak mayit, atau ada cucu
dari anak laki-laki.
g. Saudara laki-laki atau perempuan
seibu, apabila sendirian.

 PENGHITUNGAN WARISAN DENGAN SEBAB

TERTENTU
1. AUL
Artinya naik, bertambah atau meningkat.
Sedangkan secara terminologi Aul dapat
diartikan dng bertambah jumlah bagian shg
besar bagian yg didaptkan berkurang krn
jumlah ahli waris banyak.
2.RADD
Berarti mengembalikan. Sedangkan secara
terminologi ialah adanya kelebihan harta
warisan setelah dibagikan .
3. BAYI DALAM KANDUNGAN
Bayi berhak dan menjadi ahli waris yg lahir
dlm keadaan hidup dan telah diketahui jenis
kelaminnya dan lahir dalam usia kandungan
minimal 6 bln.

4. ANAK ZINA DAN ANAK LI’AN

Li’an adalah sumpah seorang suami
yg ditujukan kpd istrinya atas
tuduhan zina, suami tsb siap
menerima laknat dari Alloh apabila
tuduhannya tdk benar.
Apabila
tuduhan zina yg ditujukan suami
kepada istrinya tsb benar maka
anak yg terlahir disebut dengan
anak li’an.

5. BANCI

Seorang banci dpt menjadi ahli
waris dan berhak mendapatkan
bagian warisan setelah ditemukan
jenis kelamin asal atau aslinya.
6. ORANG HILANG

Ahli waris hendaklah mengetahui
dng jelas status orang hilang tsb,
setelah tidak bs diketemukan atau
telh diketahui telah meninggal maka
harta warisan dapat dibagikan.

WASIAT ialah :
Pesan yang disampaikan seseorang
sebelum
meninggal
menyangkut
urusan
harta
yang
akan
ditinggalkannya.
Wasiat dapat dilaksanakan apabila orang
yang berwasiat itu telah meninggal.

Mengingat Wasiat ini berkaitan dengan
harta
maka
wasiat
tersebut
mempunyai batasan antara lain, wasiat
hendaklah tidak melebihi sepertiga dari
harta peninggalan orang yang memberi
wasiat dan wasiat hendaklah tidak
diberikan kepada ahli waris yang telah
mendapatkan bagian yang cukup.

RUKUN DAN SYARAT WASIAT
1. Ada orang yang berwasiat (mushi).
Syaratnya : Baligh, berakal, berwasiat
dengan sukarela dan tidak ada paksaan.
2. Ada orang yang mendapat wasiat
(musha lahu). Syaratnya : orang yang
diberi wasiat jelas, baik nama ataupun
alamatnya, orang tersebut ada ketika
wasiat dilaksanakan, dan dipandang
mampu dalam menjalankan wasiat yang
diberikan.

3. Ada sesuatu yang diwasiatkan (musha

bihi).
Syaratnya : yang diwasiatkan berupa
barang bernilai dan dapat diwariskan,
barang tersebut ada ketika wasiat
dibuat, dan barang yang diwasiatkan
milik penuh orang yang memberi wasiat.
4. Adanya ucapan wasiat (sighat).
Syarat dari ucapan ialah bahwa ucapan
tersebut jelas dan dapat dipahami
sebagai wasiat.