Sipil Militer dan Status Quo (2)

RADAR MOJOKERTO
SENIN 30 AGUSTUS 2004

• SIPIL...
Sambungan dadhal30

Sipil, Militer, dan Status Quo
HASIL Pemilihan Presiden
putaran pertama yang telah
ditetapkan Komisi Pemilihan
Umum (KPU) pada 26 Juli 2004,
menempatkan Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla
dan Megawati SoekarnoputriHasyim Muzadi 8ebagai dua
pasangan yang 10108 ke putaran
kedua.
Ini berarti, calon dari kalangan
sipil (Mega) harus head to head
versus kandidat berJatar belakang militer (SBY) untuk
memerebutkan kursi RI-l.
Pada 20 September 2004 menjadi ajang pembuktian siapakah

yang lebih dipercaya rakyat
memimpinnegeri ini. Mega yang
merepresentasikan kekuatan
sipil atau SBY yang mencerminkan kekuatan militer. Bisa
jadi, inilah titik klimaks dari isu
sipil-militer yang telah mencuat
ke wac ana publik, setelah SBY
dicalonkan Partai Demokrat dan
Wiranto memenangi Konvensi
Partai Golkar.
Banyak pihak khawalir oleh
tampilnya kekuatan mililer
dalam panggung politik Indonesia. Kekhawatiran itu didasari oleh sejarah kelam masa-Ialu
ketika negeri ini dipimpin Soeharto, presiden berlatar be-

lakang militer
sejumlah daeOleh:
yang memerintah
rah. Akibatnya.
secara represif. Ahmad Safril Mubah * rakyat kehiManakala jendelangan

rasa
ral bintang lima ini berkuasa, aman dan merindukan stabilitas
kehidupan demokrasi terlindas seperti yang mereka rasakan
praktik otorilarianisme. Ke- ketika dipimpin sosok berlatar
bebasan berorganisasi, berpo- belakang militer.
litik, berpendapat. maupun
Kepemimpinan sipil terbukti
kebebasan pers dikekang, dan lemah karena telah gaga I mensuara rakyat dibungkam. Insti- ciptakan stabilitas. Sementara
tusi militer digunakan sebagai kepemimpinan militer terbukti
alaI unluk melakukan ilu. Karena gagal menumbuhkan demoilU, tak heran bila salu-satunya krasi. Dengan demikian, i su
nilai plus rezim militer hanya sipil-militer yang membayangi
satu, yakni terciptanya stabi- persaingan head to head SBY
litas.
lawan Mega sebenamya mengItulah sebabnya elemen-ele- hadapkan rakyat pad a dua pilimen pro-demokrasi menolak ke- han: Mendambakan demokrasi
pemimpinan militer dan ber- atau mengimpikan stabilitas.
harap kalangan sipil memimpin
Tetapi, apakah pilpres putaran
negara ini. Namun, ketika pe- kedua hanya didominasi isu
mimpin sipil -yang direpre- sipil-militer? Tentu saja tidak.
sentasikan oleh Habibie, Gus Sebab, ada isu lain yang tidak

Our, dan Mega- memegang kalah menonjol, yaitu isu statampuk kekuasaan, keadaan tus quo-anti status quo. Bertidak menjadi lebih baik. Me- dasarkan isu ini, Mega disimmang kran demokrasi terbuka bolkan sebagai kekuatan status
lebar, tetapi di sisi lain stabilitas quo yang tidak menginginkan
seolah lenyap di bumi nu- perubahan. Sedangkan SB Y
san tara ini.
dilambangkan sebagai kekuaDi era kepemimpinan sipil, tan anti status quo yang mengpuluhan bom meledak di ber- hendaki perubahan pemerinbagai wilayah dan konflik an- tahan.
taranak bangs a merebak di
Kelompok anti status quo

khawatir jika Mega kelak terpilih
menjadi presiden 2004-2009,
maka tidak akan ada perubahan
signifikan di Indonesia, karena
yang memerintah adalah figur
yang juga menjadi presiden
pada peri ode sebelumnya. Gaya
kepemimpinan dan kebijakan
Mega kemungkinan tidak jauh
berbeda dari yang ditampakkannya selama ini. Mega tetap
menjadi presiden pendiam yang
membiarkan kekayaan negara

diambil alih pihak asing dan
tidak memiliki hasrat melaksanakan agenda reformasi. Sehingga, Indonesia selama lima
tahun ke depan tak ada
bedanya dengan Indonesia tiga
tahun terakhir selama Mega memimpin. Negeri ini akan tetap
menjadi sarang koruptor, dan
penegakan hukum tidak dilaksanakan secara optimal.
Agar keadaan seperti itu tidak
kembali muncul, ke)ompokantistatus' quo menghendaki terjadinya pergantian kepemimpinan nasional. Dengan kata
lain, Mega harus tiilengserkan.
Dia tidak baleh lagi memimpin
republik ini. Siapa pun lawan
Mega di putaran kedua, dia
harus didukung.
セ@ Baca Sip;/... Hal39

Nah, SBY sebagai lawan kelompok status quo di putaran kedua
pemilihan presiden jelas diuntungkan dengan isu ini. SBY akan
mendapatkan dukungan penuh hanya karena senti men anti-status
quo.

Meskipun demikian, isu sipil-militer dan status quo-anti status quo
sepertinya tidak akan berpengaruh banyak terhadap dukungan
pemilih. Mengapa? Pertama, isu-isu itu adalah isu elitis yang tidak
mengakar pada masyarakat bawah (grass root), kelompok rakyat
terbesar bangsa ini. Rakyat bawah tidak ambil pusing dengan isu-isu
yang bagi mereka tidak berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Mereka lebih dipengaruhi oleh isu kesejahteraan, kemakmuran dan
keadilan. Bagi kalangan grass root, tidak peduli presiden sipil atau
militer, telap Mega atau ganti SBY, yang penting mereka makmur dan
sejahtera.
, Kedua, pemilih cenderung melihat papularitas capres dibandingkan
program dan track record capres. Pemilihan presiden sejatinya adaIah
kontes popularitas. Sehebat apa pun seorang kandidat, bila tidak
populer di mata rakyat, dia akan sulit meraup suara terbanyak. Suara
, terbanyak yang diraih SBY dan Mega pada pemilihan presiden
I putaran pertama lebih disebabkan oleh popularitas mereka di mala
, pemilih daripada karena program dan track record mereka. Isu
antimiliter yang diembuskan kepada SBY terbukti tidak cukup ampuh
menangkal laju pumawirawan jenderal itu menjadi jawara putaran
pertama. Jadi, buat apa memikirkan isu sipil-militer jika ternyata tidak

berpengaruh banyak terhadap pilihan rakyat?

* Ahmad Safril Mubah, pemerhati

masalah sosial dan politik.