Peran Pembelajaran Sastra dan Kekerasan

Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 147

DAFTAR ISI
SURAT REDAKSI
DAFTAR ISI
1. MODEL PEMBELAJARAN CERITA PENDEK YANG APRESIATIF

Eri Sarimanah

143 - 148

2. PERAN PEMBELAJARAN SASTRA DAN KEKERASAN PENDIDIKAN

Ekarini Saraswati

149 - 154

3. MENGATASI KESULITAN MENULIS PUISI PADA SISWA SEKOLAH DASAR
DENGAN MODEL SAVI

Supriyadi


155 -160

4. ANALISIS HEGEMONI KEKUASAAN DALAM NOVEL PABRIK KARYA PUTU
WIJAYA

Agga Ramses Wijakangka

161 - 177

5. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VII SMPN 5
PASURUAN MELALUI METODE PEMBELAJARAN IMAJINATIFTAHUN AJARAN
2007/2008

Dini Ayuning Tiyas

178 - 187

6. KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF SISWA KELAS X SMK TARUNA
BHAKTI MALANG TAHUN AJARAN 2007/2008


Rovimiyanti

188 - 196

Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 148

v

PERAN PEMBELAJARAN SASTRA DAN KEKERASAN PENDIDIKAN
Ekarini Saraswati
Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrak
Kekerasan dan Pendidikan adalah dua hal yang berlawanan secara diametral. Seperti
dirumuskan oleh Johan Galtung, kekeraan adalah setiap tindakan yang merintangi realisasi
diri (any avoidable impediment to self-realization). Berseberangan dengan kekerasan,
pendidikan justeru merupakan daya upaya agar anak didik dapat merealisasikan dirinya
dengan sepenuh-penuhnya. Pendidikan sebagai wahan penanaman nilai seperti dirumuskan
dalam GBHN, Komite Reformasi Pendidikan (KRP). Adapun nilai itu sendiri menurut
Ibnu Miskawaih terdiri dari tiga fakultas jiwa: berpikir, berkuasa dan nafsu. Nilai-nilai

tersebut terumuskan dalam kurikulum TK hingga perguruan tinggi di antaranya melalui
pembelajaran sastra. Realitas nilai yang terjadi dalam masyarakat berbeda dengna
banyaknya beban belajar yang begitu banyak yang diberikan di sekolah mulai TK hingga
perguruan tinggi yang melampaui batas kemampuan manusia.
Kata kunci: kekerasan, pendidikan, nilai-nilai
PENDAHULUAN
Kekerasan dan Pendidikan adalah dua
hal yang berlawanan secara diametral.
Seperti dirumuskan oleh Johan Galtung,
kekeraan adalah setiap tindakan yang
merintangi realisasi diri (any avoidable
impediment to self-realization).
Berseberangan dengan kekerasan,
pendidikan justeru merupakan daya upaya
agar anak didik dapat merealisasikan dirinya
dengan sepenuh-penuhnya. Pendidikan
mengantarkan anak didik menuju ke
kedewasaan. Kualitas kedewasaan meliputi
tiga aspek pokok, yaitu aspek kejiwaan,
kemasyarakatan, dan kebudayaan. Secara

kejiwaan, orang dewasa adalah orang yang
dapat mengatasi permasalahan secara
mandiri, memutuskan apa yang harus
dilakukan, dan memikul tanggung jawab
atas tindakannya. Secara kemasyarakatan,
orang dewasa adalah orang yang secara aktif

berpartisipasi di dalam kehidupan
masyarkatnya sesuai dengan kedudukan dan
peran yang disandangnya dan sesuai pula
dengan harapan-harapan yang hidup di
masyarakatnya. Terakhir, secara
kebudayaan, orang dewasa adalah orang
yang dapat menginternalisasi nilai-nilai yang
dianggap baik sebagai pedoman dalam
perilakunya.
Walaupun demikian, harus diakui pula
bahwa dalam pelaksanaan pendidikan tidak
jarang terjadi juga kekerasan, sehingga
fenomena tersebut menjadikan pendidikan

bukan lagi menjadi pusat pembentukan
pribadi yang luhur. Kita pernah dikejutkan
dengan perlakuan guru yang mengakibatkan
anak didiknya tewas atau terjadinya
tawuran-tawuran antarpelajar sehingga
menjadikan masyarakat takut menaiki
mobil yang di dalamnya telah duduk anak
sekolah. Sebuah realitas yang menyedihkan
Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 149

kalau kita bertanya dua puluh tahun yang
akan datang apa yang akan terjadi dengan
bangsa ini?
Mungkin kita perlu melihat berbagai
hal yang terkait dengan pendidikan ini.
PENDIDIKAN SEBAGAI WAHANA
PENANAMAN NILAI
Seperti yang tampak pada
pendahuluan di atas, pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari upaya penanaman nilai.

Malahan seluruh praktek pendidikan pada
hakikatnya adalah upaya
pengimplementasian nilai-nilai. Nilai itulah
yang memberi arah terhadap pelaksanaan
pendidikan dan sekaligus menjadi kriteria
untuk mengukur keberhasilan dan
kegagalannya.
Pertama-tama kita dapat melihat apa
yang dirumuskan dalam GBHN, yang
menekankan bahwa pembangunan diarahkan
pada pembangunan manusia seutuhnya yang
memiliki kesehatan jasmani dan rohani. Jika
kita berbicara tentang pembangunan
manusia berarti kita berbicara tentang
pendidikan. Mengenai pendidikan dan
pembangunan manusia, mau tidak mau,
harus berbicara juga tentang nilai-nilai
kemanusiaan. Membangun terutama berarti
memperbaiki atau menyempurnakan. Maka,
pembangunan manusia terutama berarti

memperbaiki atau menyempurnakan
manusia. Dalam praktek, hal itu
mengandaikan bahwa pendidik dan anak
didik bekerjasama untuk menumbuhkan
serta mengembangkan kemampuan anak
didik itu dalam menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan.
Kemudian kita lihat rumusan tujuan
pendidikan yang dibuat Komite Reformasi

Pendidikan (KRP) yang sarat dengan beban
yang ingin disampaikan. ”Pendidikan
nasional bertujuan mengembangkan
manusia Indonesia sesuai fitrahnya menjadi
pribadi yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia,
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni, memiliki kesehatan jasmani dan
rohani, memiliki keterampilan hidup yang
berharkat dan bermartabat, memiliki

kepribadian yang mantap dan mandiri, serta
memiliki tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan agar mampu mewujudkan
kehidupan bangsa yang cerdas ”
Dengan berbagai tuntutan yang begitu
banyak ada semacam tuntutan tersembunyi
yang diharapkan lewat pendidikan dapat
memecahkan berbagai persoalan bangsa.
Nilai itu sendiri apa? Bagaimana
implikasinya dalam pendidikan? Unsurunsur nilai berhubungan dengan akhlak yang
membahas tentang konsep manusia
bermoral. Konsep manusia bermoral itu
sendiri berdasarkan pendapat Ibnu
Miskawaih terdiri dari tiga fakultas Jiwa: 1.
fakultas yang berkaitan dengan berpikir,
melihat dan mempertimbangkan realitas
segala sesuatu; 2. fakultas yang
terungkapkan dalam marah, berani, berani
menghadapi bahaya dan ingin berkuasa,
menghargai diri dan menginginkan

bermacam-macam kehormatan; 3. fakultas
yang membuat kita memiliki nafsu sahwat
dan makan, keinginan pada nikmatnya
makanan, minuman, sanggama ditambah
kenikmatan-kenikmatan inderawi lainnya.
Tatkala aktivitas kebinatangan
memadai, dan kebajikan oleh jiwa berpikir
tidak menentang apa yang diputuskan jiwa
berpikir, di samping jiwa itu tidak
Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 150

tenggelam dalam memenuhi keinginan
sendiri, jiwa ini mencapai kebajikan sikap
sederhana (iffah) yang diiringi kebajikan
dermawan. Dan ketika aktivitas jiwa amarah
memadai, mematuhi segala aturan yang
ditetapkan jiwa berpikir, dan tidak bangkit
pada waktu yang tidak tepat atau tidak
terlalu bergolak, maka jiwa ini mencapai
kebajikan sikap sabar yang diiringi

kebajikan sikap berani. Barulah kemudian
timbul dari tiga kebajikan ini, yang serasi
dan berhubungan dengan tepat antara yang
satu dengan yang lainnya, satu kebajikan
lain yang merupakan kelengkapan dan
kesempurnaan tiga kebajikan itu, yaitu
kebajikan sifat adil. Jadi, arif, sederhana,
berani dan adil.
Kearifan merupakan keutamaan dari
jiwa berpikir dan mengetahui . Terletak pada
mengetahui segala yang ada ini, atau
mengetahui segala yang Illahiah dan
manusiawi. Pengetahuan ini membuahkan
pemahaman mana di antara hal-hal yang
mungkin yang harus dilakukan dan tidak
boleh dilakukan. Sederhana adalah
keutamaan dari bagian hawa nafsu.
Keutamaan ini tampak dalam diri manusia
ketika dia mengarahkan hawa nafsunya, dan
lalu dia bebas dari dan tidak menjadi hamba

hawa nafsunya. Keberanian adalah
keutamaan jiwa amarah dan muncul pada
diri seseorang bila jiwa ini tunduk dan patuh
terhadap jiwa berpikir serta menggunakan
penilaian baik dalam menghadapi hal-hal
yang membahayakan. Keadilan merupakan
kebajikan jiwa yang timbul akibat
menyatunya tiga kebajikan. Ketika tiga
fakultas bertindak selaras satu sama lain
hingga fakultas-fakultas tadi tidak saling
kontradiksi atau mengikuti keinginan-

keinginannya sendiri atas dasar
kecenderungan tabiatnya. Buah kebajikan
ini adalah sikap yang mendorong orang
memilih selalu untuk adil pada dirinya
sendiri dulu dan kemudian adil pada orang
lain dan menuntut keadilan dari mereka.
Bagian-bagian kearifan terdiri dari:
Pandai (al-dzikru) adalah menetapnya
gambaran tentang apa yang telah dicerap
jiwa atau imajinasi. Berpikir (al-ta’aqul)
adalah upaya mencocokkan obyek-obyek
yang dikaji oleh jiwa dengan keadaan
sebenarnya dari obyek-obyek ini.
Kejernihan pikiran (shafau al-dzihni)
merupakan kesiapan jiwa untuk
menyimpulkan apa saja yang dikehendaki.
Ketajaman dan kekuatan otak (juadat aldzihni) adalah kemampuan jiwa untuk
merenungkan pengalaman yang telah lewat.
Kemampuan belajar dengan mudah
(suhuwat al-ta’allum) adalah kekuatan jiwa
serta ketajaman dalam memahami sesuatu
yang dengan kemampuan ini dapat dipahami
masalah-masalah teoritis.
Keutamaan-keutamaan yang ada di
bawah sikap sederhana ini mencakup: malu,
tenang, sabar, dermawan, integritas, puas,
loyal, disiplin, diri, optimis, kelembutan,
anggun berwibawa, wara.
Rasa malu (al-haya) adalah tindakan
menahan diri karena takut melakukan halhal yang tak senonoh, dan kehati-hatian
menghindari celaan dan hinaan. Tenang (alda’at) adalah kemampuan seseorang
utnukmenguasai dirinya ketika dilanda
gejolak hawa nafsu. Sabar adalah tegarnya
diri terhadap gempuran hawa nafsu,
sehingga tidak terjebak busuknya
kenikmatan duniawi. Dermawan (al-sakha)
adalah kecenderungan untujk berada di
Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 151

tengah dalam soal memberi. Maksudnya
menyedekahkan harta seperlunya kepada
yang berhak menerimanya. Integritas adalah
kebajikan jiwa yang membuat seseorang
mencari harta di jalan benar, mendermakan
harta itu pada jalan yang benar pula, serta
menahan diri agar tidak mencari harta
padajalan yang tidak benar. Puas (al-qanaah) adalah tidak berlebihan dalam makan,
minum dan berhias. Loyal (al-damatsah)
adalah sikap jiwa yang tunduk pada hal-hal
yang terpuji, serta bersemangant mencapai
kebajikan. Berdisiplin diri (al-intizham)
adalah kondisi jiwa yang membuat jiwa
menilai segalanya dengan benar dan
menatanya dengan benar. Optimis atau
berpengharapan baik (husn al-huda)
merupakan keinginan melengkapi jiwa
dengan moral yang mulia. Kelembutan (almusalamah) adalah lembut hati yang sampai
ke jiwa dari watak yang bebas dari
kegelisahan. Anggun berwibawa (al-wiqar)
adalah ketegaran jiwa dalam menghadapi
gejolak tuntutan duniawi. Wara merupakan
pencetakan diri agar senantiasa berbuat baik
sehingga mencapai kesempurnaan jiwa.
Bagian-bagian dari berani: besar jiwa
adalah meninggalkan persoalan yang tak
penting dan mampu menanggung
kehormatan atau kehinaan. Oleh sebab itu,
pemilikna senantiasa mempersiapkan
dirinya untuk mencapai perbuatan agung.
Tegar (al-najdah) adalah kepercayaan diri
dalam menghadapi hal-hal yang
menakutkan, hingga pemilik sikap ini tidak
lagi dilanda kegelisahan. Ulet (‘azam alhimmah) merupakan kebajikan jiwa yang
emmbuat orang bahagia akibat bersungguhsungguh. Tenang merupakan kebajikan jiwa.
Dengan kebajikan ini seseorang menjadi

tenang dalam menghadapi nasib baik dan
nasib buruk, sekalipun kesulitan yang
menyertai kematian. Tabah merupakan
kebajikan jiwa yang membuat seseorang
mencapai ketenangan jiwa, tidak mudah
dirasuki bisikan-bisikan yang
mendorongnya melakukan kejahatan, dan
tidak mudah marah. Menguasai diri terlihat
pada waktu berselisih. Menguasai diri ini
terjadi bila jiwa mampu mengendalikan
gerakan-gerakannya pada seriusnya suatu
kondisi. Perkasa adalah kemauan
melakukan pekerjaan-pekerjaan besar
dengan harapan mendapat reputasi yang
baik. Ulet dalam bekerja (ikhtimal al-kaddi)
adalah kekuatan jiwa yang menggunakan
organ tubuhdemi kebaikan melalui praktik
dan kebiasaan yang baik.
Bagian-bagian dari Dermawan adalah:
murah hati (al-karam) merupakan
kecenderungan untuk mudahmenginfakkan
hartanya di jalan yang berhubungan dengan
hal-hal yang agung danbanyak manfaatnya.
Mementingkan orang lain (al-itsar)
merupakan kebajikan jiwa. Dengan
kebajikanini orang menahan diri dari yang
diingininya, demi memberikannya kepada
orang lain yang menurut hematnya lebih
berhak. Rela (al-nail) adalah bergembira
hati dalam berbuat baik dan suka pada
perbuatan itu. Berbakti (al-muwasah)
adalah menolong teman atau orang yang
berhak ditolong dan memberi mereka uang
dan makanan. Tangan terbuka (al-samahah)
adalah membelajakan sebagian dari apa
yang tidak boleh dibelanjakan.
Pengampunan adalah membatalkan bagian
dari apa yang seharusnya.
Bagian-bagian dari adil: bersahabat
(al-shadaqah) adalah cinta yang tulus, yang
Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 152

menyebabkan orang memperhatikan
masalah-masalah sahabatnya dan berbuat
baik untuknya. Bersemangat sosial adalah
berupaya seragam dalam pendapat dan
keyakinan. Silaturahmi dengan berbagi
kebaikan duniawi kepada kerabat dekat.
Memberi imbalan (mukafa’ah) adalah
membalas kebajikan sesuai dengan kebikan
yang diterima atau malah lebih. Baik dalam
bekerja sama (husn al-syarikah) adalah
mengambil dan memberi dalam berbisnis
dengan adil dan sesuai dengan kepentingan
pihak-pihak bersangkutan. Kejelian dalam
memutuskan persoalan (husn al-qadha)
adalah tepat dan adil dalam memutuskan
persoalan, tanpa diiringi rasa menyesal dan
mengungkit-ungkit. Cinta (tawaddu) adalah
mengharapkan cinta dari mereka yang zahid
dan mulia. Beribadah dengan
mengagungkan Asma Illahi Ta’ala dan
menghormati pembela-pembela-Nya. Takwa
kepada Allah adalah puncak dari faktorfaktor di atas.
. Untuk melaksanakan tujuan tersebut
telah digariskan berbagai kurikulum dari
mulai TK hingga perguruan tinggi agar
dapat menjadi manusia yang bermartabat.
Di TK dan SD siswa dididik untuk
menghargai dan menerima baik setiap orang
dengan cara melihat segi positif yang
dimiliki terutama sesama teman. Menerima
perbedaan-perbedaan yang ada untuk saling
memperkaya diri, ini dilakukan dengan cara
bermain bersama, bergaul atau bernyanyi
bersama. Mendahulukan kepentingan
bersama dengan cara menjelaskan dan
menemukan cara untuk mewujudkan
kepentingan bersama diperlukan sikap
tertentu misalnya tertib di kelas,
meningkatkan dialog agar tahu

mendengarkan pandangan orang lain,
memberikan kesempatan orang lain
berbicara, mengakui secara jujur apa yang
benar dari pendapat orang lain. Bekerja dan
bermain dalam tim perlu ditanamkan agar
anak didik dapat mengerti bahwa
sumbangan atau andil mereka masingmasing perlu, tidak ada waktu untuk
bermalas-malasan atau seseorang hanya
memikirkan kepentingan dirinya sendiri.
Bertindak adil dengan cara menekankan
perlunya kejujuran dalam melakukan tugas
ulangan atau ujian sehingga tidak terjadi
sikap nilai pilih kasih terhadap sesamanya.
Menepati janji akan kesanggupan tanggung
jawab yang telah digariskan. Kita dapat
menghargai diri kita maupun orang lain,
kalau kita menepati kesanggupan yang telah
dijanjikan, melaksanakan tugas dengan baik,
rapih dan secermat mungkin. Menyadari
kewajiban dan kebebasan sehingga dapat
mengetahui sampai di mana hak kita dan
hak orang lain. Menghargai dan
mengusahakan perbaikan lingkungan
dengan menjaga kebersihan dan kerapihan
kelas, halaman, peralatan sekolah dan
melibatkan diri dalam kelompok dengan
harus membentuk kelompok;
mengembangkan semangat kelompok yang
benar; membuat kelompoknya bersinar
keluar; memahami dan menerima saling
ketergantungan dan saling melengkapi, serta
solidaritas antar kelompok-kelompok.
Di kelas menengah murid sudah
dibimbing untuk mengenal dan menemukan
dirinya sendiri. Masa ini merupakan masa
yang kritis karena mereka berada di
persimpangan jalan dalam pencarian
identitas tersebut. Pada masa ini pula
mereka mencari makna kebenaran, keadilan,
Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 153

kedamaian, dan cinta kasih yang
sesungguhnya yang akan menjadi makna
dari identitas kehidupannya di dunia ini.
Masa ini disebut kritis karena mereka
menyadari adanya jurang antara apa yang
sesungguhnya ada (das Sein) dalam
kenyataan sehari-hari dengan apa yang
seharusnya ada (dan Sollen). Pendidikan
nilai diarahkan agar siswa berhasil keluar
dari moralitas yang heteronom (ditentukan
oleh faktor-faktor luar) ke moralitas yang
otonom (yang ditentukan oleh nilai-nilai
yang muncul dari kedalaman diri pribadi).
Untuk menanamkan nilai-nilai tersebut
dapat kita ambil dari karya sastra misalnya
cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A.
Navis yang dapat mengimplementasikan
tentang nilai kebenaran beragama.
Seseorang yang terus menerus
bersembahyang belum tentu mengisyaratkan
bahwa dia nanti akan masuk surga.
Demikian juga kita dapat membaca cerpen
Sabir dan Sepeda karya S. Fudoli yang
menggambarkan kemandirian dan cinta
kasih antar sesama
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa
pendidikan diarahkan oleh suatu kerangka
nilai tertentu dalam rangka membangun
manusia yang beradab, yang dapat
mengatasi segala permasalahan dengan
menggunakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai
kemanusiaan seperti kebenaran, keadilan,
dan lain-lain. Dalam kaitan ini jelaslah
bahwa kekerasan adalah cermin dari
kegagalan pendidikan nilai, karena orang
yang melakukan kekerasan mengingkari
nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya
menjadi pegangan, dan bukannya
menggunakan kekerasan sebagai jalan
pintas..

REALITAS NILAI YANG TERJADI
DALAM MASYARAKAT
Di dalam kenyataan di masyarakat
tentu jalannya tidak selicin dalam rumusanrumusan teoretis seperti dikemukakan di
atas. Banyak faktor yang ikut serta dalam
penyelenggaraan pendidikan sehingga nilainilai luhur yang diajarkan di sekolah telah
ternodai, misalnya dengan berbagai
kebijakan yang tidak tepat.Di bidang
akademik kita melihat pemaksaan beban
pelajaran. Ketika TK anak sudah dibebani
tugas membaca dan menulis yang
merupakan kegiatan yang seharusnya belum
diberikan karena TK diharapkan sebagai
tempat bermain anak. Demikian juga
pemaksaan beban pelajaran terjadi mulai
tingkat SD hingga SMU yang hampir merata
yang mewajibkan siswa harus belajar 42 jam
pelajaran (@45 menit) untuk 14 mata
pelajaran. Selain itu materi yang diberikan
bergantung pada isi buku teks. Semua isi
buku teks dijejalkan kepada siswa yang
harus menyelesaikannya pada waktu yang
telah ditentukan sehingga pelaksanaan PBM
lebih bersifat materi oriented daripada siswa
oriented . Demikian juga dengan perguruan
tinggi yang menetapkan kurikulum mata
kuliah yang bukan sebagai penunjang
bidang studi tetapi merupakan beban bagi
bidang studi yang dijalani, sehingga sering
mahasiswa mengeluhkan relevansi mata
kuliah tertentu terhadap bidang studi yang
digeluti.
Beban akademik yang telah banyak
harus ditambah juga dengan angka kelulusan
yang harus tinggi yang mendekati seratus
persen. Bila tidak guru akan dimarahi kepala
sekolah, kepala sekolah akan dimarahi
Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 154

pengawas, pengawas dimarahi pejabat di
atasnya dan seterusnya. Sehingga lebih
banyak mengandalkan kuantitas daripada
kualitas. Hasil tes menunjukkan ratusan
lulusan SD pada salah satu propinsi di
Sulawesi, hasilnya mengejutkan 1,5 persen
dari mereka belum lancar membaca.
Tidak heran apabila kualitas
pendidikan kita rendah dibandingkan negara
lain. Di forum International Mathematic
Olympic (IMO) delegasi kita belum pernah
meraih prestasi memadai. Begitu pula pada
forum The Third International Mathematics
and Science Study (TIMMS). Dari puluhan
ribu siswa usia 13 tahunan (di Indonesia
siswa SLTP) dari 42 negara, presatsi kita
menempati rangking 39 dari 42 negara.
Untuk sains, anak-anak Indonesia ada pada
rangking 40 dari 42 negara.
Secara internal hasil pengajaran kita
masih jauh dari memadai. Rata-rata nasional
nilai ebtanas murni (NEM) untuk bidang
studi matematika, IPA,. Bahasa Inggris dan
sebagainya juga amat rendah. Hal ini terjadi
di SD hingga SMU dan SMK
Selain itu masalah muatan lokal yang
merupakan mata pelajaran secara mandiri
masih tetap diatur sama tiap daerah dan
diujikan.
Masalah lain lain adalah kebijakan
terhadap sekolah swasta yang diskriminatif.
Yayasan dipersilakan mencari seluruh
pembiayaan pendidikan sendiri, tetapi
regulasinya dibuat Depdiknas. Sekolah
swasta di luar negeri dibantu menurut
banyaknya siswa yang masuk. Karena
pemerintah membantu siswa bukan
membantu lembaga. Ebtanas dipertahankan
karena merupakan proyek tahunan yang
menguntungkan pejabat depdiknas

Kebijakan ganti buku tiap tahun merupakan
bagian bisnis mereka yang berkolusi dengan
penerbit tak bermoral. Kebijakan pakaian
seragam nasional dipertahankan karena hal
ini menyangkut kelangsungan industri tekstil
milik orang Jakarta. Pemerintah lebih
senang membangun sekolah negeri yang ada
proyeknya daripada mengembangkan
sekolah swasta. Beasiswa hanya diberikan
kepada orang mampu bukan yang miskin
karena bodoh. Gaji guru yang telah
mengabdi selama 36 tahun masih di bawah
gaji pegawai BUMN yang baru bekerja satu
tahun
TIGA STRATEGI MENDIKNAS
Semua gambaran suram tentang
pendidikan tersebut karena masalah nilai
yang dianut. Mungkin menarik strategi yang
diajukan Malik Fajar tentang
mengembangankan suasana pendidikan
yang menyeluruh harus mengembangkan
kecerdasan, rasa hati nurani, dan
keterampilan yang dilakukan oleh tangan.
Pendidikan yang menyeluruh meliputi tidak
hanya kecerdasan dan keterampilan
(competence), tetapi juga kesadaran dan
penyadaran (conscience) dan rasa hati
(compassion).
Ide tersebut menarik karena selama
ini pendidikan yang menyeluruh seperti itu
tampaknya masih jauh dari yang diharapkan.
Kurikulum sekarang masih menjujung tinggi
supremasi akal misalnya siswa tingkat SMU
setiap minggu harus belajar 42 jam pelajaran
(@45 menit) untuk 14 mata pelajaran.
Selama di kelas I dan II siswa belajar bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris sembilan jam
pelajaran, selebihnya dibagi masing-masing
dua jam pelajaran untuk pendidikan agama,
Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 155

Pancasila, seni, jasmani, sejarah, dan
pelajaran IPS.
Materi IPS yang kegemukan, sejumlah
materi tumpang tindih antarjenjang
pendidikan seperti materi SLTP terlalu
banyak di SD, materi SMU menyodok di
SLTP. Bahkan penyusunan materi di SMU
untuk matematika dan fisika memunculkan
kesulitan bagi guru.Ada sejumlah pokok
bahasan yang sebenarnya membutuhkan
prasyarat pokok bahasan lain tidak bsa
begitu saja diajarkan. Belum lagi kesulitan
lintas mata pelajaran, misalnya, hitunghitungan teori dalam fisika yang
membutuhkan materi matematika, padahal
materi matematika baru diajarkan di tingkat
berikutnya (Kartono, 2000).
Proses pendidikan telah kehilangan
nurani karena guru lebih bersikap materi
oriented. Buku pelajaran sebagai acuan
harus dirunut taat jika ingin semua bahan
sampai ke tangan siswa. Berjejalnya materi
berbenturan dengan kalender akademis yang
ditetapkan Depdiknas. Yang lebih
menekankan penentuan hari efektif bukan
praksis pendidikan sehingga lebih
membebani guru dan siswa.
Pengajaran sastra yang diharapkan
mengasah nurani sangat ketinggalan
dibandingkan negara lain. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian Taufik Ismail
(Republika , 13 November 1997) yang
mengemukakan bahwa siswa SMU di
negara lain telah mewajibkan membaca
buku sastra dengan jumlah tertentu misalnya
Jerman 15 buku sastra New York 32 judul
buku sastra Rusia 12 judul buku sastra
Singapur dan Malaysia 6 judul buku sastra
sedangkan Indonesia kosong. Demikian juga
dalam tayangan kuis di televisi seperti LG

Prima yang menampilkan siswa-siswa SMU
terbaik mereka tergagap-gagap ketika harus
menjawab masalah sastra.
Di bidang ketrampilan yang sepertinya
belum tergarap benar masalah
ekstrakurikulum karena keterbatasan
fasilitas dan sarana juga tidak dijadikan
pelajaran wajib yang diujikan sehingga
banyak sekolah yang mengabaikan.
PENUTUP
Dari keseluruhan permasalahan yang
ada sebenarnya intinya adalah kurangnya
perhatian pemerintah terhadap pendidikan,
seperti tercermin dari sedikitnya dana yang
disediakan untuk pendidikan.
Kesalahan ini bisa dilihat pada tingkat
kebijakan pemerintah, saat DPR bersama
Presiden menetapkan APBN untuk
pendidikan di “papan bawah” yang kuirang
dari lima persen penghasilan bruto.
Kebijakan anggaran pendidikan yang rendah
ini menunjukkan pandangan bangsa
Indonesia terhadap pendidikan.
Rupanya bangsa Indonesia tidak
melihat pendidikan sebagai penanaman
modal jangka panjang. Apresiasi terhadap
aset manusia masa depan tidak tampak
secara sungguh-sungguh. Karena itu, jika
dunia pendidikan disalahkan dan dituntut
untuk menyelesaikan masalah bangsa yang
rumit saat ini adalah sebuah tuntutan yang
tidak seimbang dengan apresiasi yang
diterimanya.
Akhirnya proses reformasi pendidikan
terancam mandek. Ketika paradigma
pendidikan yang mengakar kuat masih
sentralistis dan sulit direformasi, proses
belajar mengajar tidak menunjukkan
perubahan yang berarti. Gagasan reformasi
Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 156

proses belajar mengajar tahun 1980-an
berupa CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)
pada praksisnya belum mencapai makna
sebenarnya. Kini gagasan proses belajar
yang baru muncul, misalnya Quantum
learning. Learning Revolution dan upayaupaya paradigmatis lain yang memposisikan
siswa sebagai subjek dan memberi tempat
bagi pembinaan IQ, EQ, SQ, dan AQ siswa

yang berujung pada out put pendidikan yang
memiliki karakter. Upaya-upaya kreatif sulit
terwujud, munculnya kelas-kelas besar
sebagai upaya penambahan dana, guru-guru
bukan sebagai pendidik tetapi pengajar
sehingga menjadi profesi yang rendah

Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 157

DAFTAR PUSTAKA
Arief Rachman. 2001. “Sebuah Refleksi Pendidikan”, Kompas, 22 Agustus.
Barnadib, Imam. 1994. Ke Arah Perspektif Baru Pendidikan . FIP IKIP Yogyakarta.
Darmaningtyas. 2001. “Reformasi Pendidikan, Sekadar Wacana”, Kompas, 22 Agustus.
Kartono. 2001. “Surat Terbuka Seorang Guru untuk Mendiknas”. Kompas, 22 Agustus.
Kaswardi, ed. 1993. Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 . Jakarta: Gramedia.
Ki Supriyoko. 2001. “Menghapus Salah Kaprah Pendidikan”, Kompas, 22 Agustus.
Miskawaih, Ibn. 1985. Menuju Ksempurnaan Akhlak. Diterjemahkan oleh Helmi Hidayat.
Bandung: Mizan.
Sayidiman Suryohadiprojol. 2001. “Subsidi Pemerintah untuk Pendidikan, Kompas, 22 Agustus.
Windu, I. Marsana. 1992. Kekuasaan dan Kekerasan menurut Johan Galtung. Yogyakarta:
Kanisius.

Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 157

Jurnal Artikulasi Vol.5 No.1 Februari 2008 | 158