Geliat Media Massa dan Partai Politik Me

ABSTRAK
Geliat Media Massa dan Partai Politik Menuju Pemilu 2014
Tema: Media dan Pemilu
Oleh: Vinna Waty Sutanto
Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Surya
vinnawaty@yahoo.com,vinna.waty@surya.ac.id
Kebebasan pers di Era Reformasi memberikan angin segar bagi para pemodal untuk
mendirikan media baru dan memberikan kebebasan bagi insan pers untuk
menjalankan aspirasinya. Demokrasi pers menjadi euforia bagi para pemodal, insan
pers, dan pemangku kepentingan lainnya. Namun kebebasan pers tidak disertai
dengan kebebasan isi pemberitaan. Para pemilik media banyak yang menjadi
kerabat bahkan memiliki jabatan tertentu di partai politik dan hubungan ini pada
akhirnya dapat mempengaruhi kerja dan isi pemberitaan media.
Pergeseran penempatan ideologi partai politik telah berada pada titik tengah yang
mengarah pada pengaruh opini seiring perjalanan politik di Indonesia dengan
semakin banyaknya swing voters. Dinamika tersebut membuat banyak partai politik
yang akan melaju pada pemilu 2014 menggunakan media massa sebagai alat untuk
menggiring opini publik.
Penelitian ini membahas mengenai analisa dinamika perjalanan politik di Indonesia
yang sebelumnya menempatkan ideologi politik partai kepada masyarakat telah
bergeser pada penempatan pengaruh opini. Pergeseran ini, membuat semakin

banyak partai politik menggunakan media massa sebagai roda berpolitiknya. Untuk
itu, peneliti menelaah tentang ideologi media untuk kepentingan politik dan menelaah
media massa dalam melihat realitas politik di Indonesia khususnya pemberitaan
Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden menjelang pemilu 2014 dengan
menggunakan analisis framing Zhong Dang Pan dan Gerald M Kosicki. Media yang
diteliti adalah media online Okezone.com, Vivanews.com, Detik.com, dan
Kompas.com.
Kata kunci: Demokrasi Pers Indonesia, Pemilu 2014, Swing Voters, Ideologi
Politik Partai, Pengaruh Opini, Ideologi Media, Analisis Framing Zhong dan Pan
dan Gerald M Kosicki

1.Pendahuluan

Perkembangan media massa di Indonesia pada era Reformasi telah sampai
pada euforia kebebasan media setelah dihapusnya Peraturan menteri Penerangan
No 1/1984 yang selama ini dijadikan alat legalisasi pemberedelan. 1 Kemudian,
digantinya UU Pokok Pers No. 21 tahun 1882 dengan UU Pokok Pers No. 40 tahun
1999 yang salah satunya berisi tentang penerbitan dan pengelolaan yang dapat
dilakukan oleh setiap insan. Pada pasal 6 UU Pokok Pers No. 40 tahun 1999, Pers
memiliki kewenangan yang sangat besar diantaranya pers nasional berperan dalam

melaksanakan pemenuhan hak masyarakat untuk mengetahui; menegakkan nilainilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supermasi hukum, hak asasi
manusia, dan kebinekaaan; mengembangkan pendapat umum

berdasarkan

informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, mengkritis,
mengoreksi, dan menyarankan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Kebebasan pers telah
terwujud baik dari sisi penerbitan dan pengelolaan oleh masyarakat serta wewenang
pers yang mengarah pada kebebasan isi pemberitaan.2
Pada lima tahun pertama era Reformasi jumlah perusahaan penerbitan pers
sangat pesat. Pada tahun 1998-2003 tumbuh 600 perusahaan pers yang baru

2

dengan gaya pemberitaan dan cara-cara memperoleh informasi yang lebih bebas
dan beragam. Namun pada kenyataannya, kebebasan pers pada isi media
terbelenggu. Menurut Setiawan Santana, banyak pemilik media lama maupun media
baru yang menjadi kawan bahkan kader politisi dan kekuasaan, sehingga kinerja
redaksi dikooptasi dengan unsur politik. 3 Isi media menjadi tidak bebas dan

mengikuti alur dari keinginan partai politik sebagai alat mobilisasi partai.
Seiring dengan perjalanan politik di Indonesia dan pemanfaatan
media massa oleh partai politik yang disebabkan oleh semakin banyaknya swing
voters membuat banyak partai politik menggunakan media massa untuk mengiring
opini publik. Media tidak hanya sebagai alat pewarta dalam demokrasi melainkan
sebagai ruang untuk menanamkan pengaruh dan kekuasaan itu sendiri. Neralitas
media menjadi ilusi belaka. Bagdikian dalam gagasannya yang dikutip dari Nugroho

1

Suranto dkk, 1999, ix
Sumadiria, 2011, 25-26
3
Waty, 2008, 3

2

mengungkapkan kekinian dan relevansi politik adalah kekinian dan relevansi media.
Kuasa semakin ditentukan oleh corak penguasaan terhadap media. 4
Tingginya


pengaruh

media

massa

dalam

menggiring

opini

publik

mengakibatkan ideologi politik bukan lagi menjadi kekuatan yang dapat menarik para
pemilih terutama ketika pemilik media sebagai praktisi politik maka penggiringan
opini melalui media massa menjadi kekuatan baru. Media massa menjadi alat
sebagai ajang pencitraan publik, meruntuhkan popularitas lawan politik, dan alat
untuk menyerang balik kepada serangan-serangan politis. 5


2. Rumusan Masalah
Perjalanan politik di Indonesia telah mengalami pegolakan dan perubahan,
sebelumnya partai politik menempatkan ideologi politik partai kepada masyarakat,
kini partai politik menempatkannya pada pengaruh opini dengan memanfaatkan
media massa. Untuk itu peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:


Analisis mengenai pergerseran penempatan ideologi partai politik ke arah
penempatan pengaruh opini.



Analisis tentang Ideologi media untuk kepentingan politik



Konstruksi realitas oleh media massa berdasarkan analisis framing terhadap
pemberitaan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden menjelang Pemilu
2014.


3. Tinjauan Pustaka
3.1 Ideologi partai Politik di Indonesia
Pada setiap era kemimpinan akan terlihat pergolakan dan pergolakan dalam
sistem partai politik. Di Indonesia, pada tahun 1950-an, masa orde lama,
bermunculan banyak partai politik setelah dikeluarkannya Dekrit yang dibuat oleh
Wakil Presiden Mohammad Hatta pada bulan November 1945. Dekrit tersebut
mendorong para pemimpin politik untuk membentuk partai politik. Pada tahun 1951
dan 1955, partai politik digolongkan dalam tiga kelompok ideologis utama
diantaranya nasionalis, keagamaan, dan marxis. Partai utama pada masa itu
diantaranya PNI, Masjumi, dan PKI. Dilihat dari postur ideologis terlihat dua bentuk
pertentangan politik saat itu diantaranya partai pesar PNI dan Masjumi memobilisasi
pengikutnya berdasarkan garis vertikal dengan memilah masyarakat dalam kategori

4
5

Kompas, 2014, 155
Tjumano, 2013


berbasis budaya dan agama sedangkan PKI melambangkan politik kelas yang
berusaha memobilisasi secara horisontal berdasarkan pada perbedaan kelas.6
Awal Orde baru, pemerintah menjalankan banyak kebijakan dan terus
menerus mengkampanyenya tentang dibutuhkannya aristektur politik baru yang
lebih sesuai dengan Indonesia. Pemerintah mendirikan partai baru melalui partai
Golkar. Pada tahun 1974, kontrol yang relatif menyeluruh atas partai politik
memuncak, banyak partai lama yang dipaksa bergabung dalam dua partai baru yaitu
Partai Persatuan Pembangunan untuk partai-partai Islam dan Partai Demokrasi
Indonesia untuk partai-partai nasionalis dan Kristen. Pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Kepartaian dan Pemilu yang berisikan partai politik tidak
diperbolehkan mendirikan cabang partai di tingkat kecamatan ke bawah kecuali
Golkar. Pemerintah mewajibkan seluruh pegawai negeri memilih Golkar. Saat itu,
politik berada di tangan segelintir elite yang terdiri dari militer dan kaum birokrat.
Maka dapat diduga Golkar selalu menang dalam setiap Pemilu pada masa
kepemimpinan Orde Baru. Pemerintah menggunakan secara berlebihan Pancasila
(ideologi negara) untuk membungkam oposisi. Menurut pemerintah, Pancasila tidak
toleran terhadap ekster kanan yaitu Islam sebagai suatu ideologi dan ekstrem kiri
yaitu komunis.

6


Pasca Orde Baru, semua kekekangan politik dihapuskan dan partai
politik kembali mendapatkan kebebasannya untuk memobilisasi pemilih. Salah satu
dampak kebebasan berpolitik adalah dengan lahirnya banyak partai politik baru.
Memasuki pemilu tahun 1999 di era Reformasi, muncul persaingan antar partai di
Indonesia. Partai-partai tersebut memperlihatkan persaingan berdasarkan ideologi di
arena Pemilu. Pada pemilu tahun 1999 isu pokok yang memecah partai terdapat
dalam dua kubu yaitu kubu ideologis Islam dan sekuler. Ideologi-ideologi partai
peserta pemilu 1999 diantaranya PDIP dengan ideologi sekuler dan nasionalis,
Golkar dengan ideologi sekuler dan nasionalis, PPP dengan ideologi Partai Islam,
PKB dengan ideologi partai pluralis dan berbasis muslim, PK dengan ideologi Partai
Islam, PAN dengan ideologi puralis berbasis muslim, serta PBB dengan ideologi
partai Islam. Pada Pemilu 2004, kembali partai-partai yang berbasis ideologis Islam
dan sekuler menegaskan kembali ideologi mereka. Partai Demokrat dan PKPI
merupakan partai yang sekuler, PBB dan PSK berideologi Islam. Pada koalisi partai,
hampir tidak ada koalisi yang murni berbasis ideologi melainkan pasangan Capres
dan Cawapres merupakan kombinasi yang mewakili kedua spektrum ideologis yaitu
sekuler atau nasionalis dan Islam.
6


Ambardi, 2009, 46-250

6

3.2 Swing Voter
Fenomena yang terjadi sejak era Reformasi tepatnya berawal dari Pemilu
1999 hingga 2009 adalah munculnya swing voter. Menurut Irvani, peneliti di SMRC,
Swing Voter adalah perilaku pemilih yang berubah pilihannya dari satu pemilu ke
pemilu berikutnya. Kemunculan swing voter disebabkan oleh tingkat loyalitas pemilih
dengan partai sangat rendah dan hampir semua pemilih ternyata tidak memiliki
identitas partai sehingga mudah pindah ke lain hati. Tiga kali pemilu (1999, 2004,
dan 2009) menghasilkan tiga partai yang berbeda sebagai pemenang suara
terbanyak. Hal ini mengindikasikan besarnya swing voter dari satu pemilu ke pemilu
selanjutnya.7

3.3 Agenda Setting
Pemberitaan media merupakan cerminan dari kepentingan publik. Sebagai
cermin publik media menyajikan pemberitaan berdasarkan agenda seputar peristiwaperisitwa di masyarakat yang dipertimbangkan sebagai peristiwa yang penting.
Agenda yang dibuat oleh media disebut agenda setting. Menurut Bryant dan
Thompson agenda setting merupakan hubungan yang erat antara berita sebagai

imajinasi, proyek kontruksi yang belum selesai, isu publik yang memiliki arti penting,
atau pentingnya ditempatkannya pada isu-isu tertentu, menggambarkan sebuah tipe
dari efek komunikasi. Fungsi dari agenda setting menjadi jelas ketika berita
membawakan isu-isu penting yang belum diketahui oleh publik. Dalam membuat
keputusan, media mengatur agenda dalam hal berita yang akan disajikan kepada
khalayak. Media mengukur nilai berita berdasarkan persepsi mereka tentang
pentingnya sebuah berita untuk diberitakan kepada khalayak. Tahap awal untuk
meneliti agenda yang dibutuhkan oleh publik adalah dengan mengeksplorasi agenda
publik. 8
Dalam pembuatan agenda media akan dikendalikan oleh gatekeeper. Berita
yang masuk ke ruang redaksi media profesional akan disaring dan disunting oleh
gatekeeper.

8

Berita-berita seputar politik menjadi berita yang dibutuhkan oleh

masyakaran karena menurut McComb dan Shaw kebanyakan orang menginginkan
bantuan ketika berusaha memahami dan mengevaluasi politik dan kenyataan politik
3


dan mereka mendapatkannya melalui pemberitaan. Dalam membangun agenda
setting tentang pemberitaan politik, Kurt dan Gladys Engel Lang melihat bahwa
kekuatan media massa terletak pada posisinya yang selalu memperhatikan isu-isu
7
8

Detik.com, 2012
Bryant dan Thompson, 2002, 140-142

tertentu. Media massa dapat membangun pencitraan terhadap tokoh-tokoh politik
dan mereka akan secara terus-menerus menyajikan objek tentang individu sehingga
kahalayak dapat berfikir, mengetahui, dan memiliki perasaan dengan individu
tersebut.

8

3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Isi Media
Dalam mencari, mengolah, dan melaporkan berita, menurut Shoemaker dan
Rees, isi pemberitaan dipengaruhi oleh lima faktor seperti yang tergambar pada
diagram di bawah ini:
Level Ideologi 

Level Ekstramedia 

Level Organisasi 
Level 
Rutinitas 
Media 

Level 
Individu 

Diagram 3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Isi Media

8

Faktor yang mempengaruhi isi media pada tingkat individu diantaranya latar
belakang dan karakteristik (jenis kelamin, etnis, orientsi seksual, kalangan tertentu,
jenjang karier, latar belakang pendidikan), tingkah laku, nilai dan kepercayaan
individu ( perilaku politik dan orientasi agama secara personal), aturan profesional
dan etika. Kemudian pada tingkat rutinitas media, isi pemberitaan dipengaruhi oleh
penonton sebagai konsumen, organisasi media sebagai produser (penjaga gawang,
rutinitas berorganisasi), sumber di luar media sebagai pemasok (rutinitas saluran,
sumber resmi, para ahli, pemerintah, beradaptasi dengan birokrasi sumber). Pada
tingkat organisasi diantaranya tujuan dari organisasi serta peraturan dan struktur
organisasi. Tingkat keempat adalah level ekstramedia yaitu isi media dipengaruhi
oleh pemasang iklan, kontrol pemerintah, permintaan pasar, khalayak, dan teknologi.
Tingkat yang teratas adalah ideologi yang meliputi paradigma dan hegemoni media.9

9

Shoemaker dan Reese, 1996, 60

3.5 Ideologi media
Menurut Destutt de Tracy yang dikutip dari Dijk, ideologi merupakan ide-ide
umum. Memahami ideologi berarti memahami tentang bagaimana kita berfikir,
berbicara, dan berdebat. Pada ilmu sosial, ideologi merupakan prinsip dasar
kepercayaan dari sebuah kelompok dan anggotanya. 10 Media memiliki ideologi.
Fungsi pertama ideologi media adalah media sebagai integrasi sosial. Media akan
menjaga nilai-nilai kelompok dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok tersebut
dijalankan. Media dapat mendefinisikan nilai dan perilaku yang sesuai dengan nilai
kelompok dan perilaku atau nilai apa yang dipandang menyimpang. Semua nilai dan
pandangan tersebut tidak terjadi dengan sendirinya melainkan melalui proses
konstruksi. Pada peta ideologi akan digambarkan bagaimana peristiwa dilihat dan
diletakkan dalam tempat-tempat tertentu. Berita tidak dibentuk dalam ruang hampa
dan berita diproduksi dari ideologi dominan dalam suatu wilayah dengan kompetensi
tertentu. Ideologi pada media tidak hanya dikaitkan dengan ide-ide besar melainkan
juga dapat bermakna politik penandaan atau pemaknaan. Dalam arti luas ideologi
dapat dipahami pada saat kita melihat peristiwa dengan kacamata dan pandangan
tertentu. Proses kerja pembentukan dan produksi berita tidaklah netral karena ada
bias ideologi yang secara sadar dan tidak sadar yang dipraktkan oleh para pekerja
media. Kelompok elit yang diidentifikasi sebagai sumber yang dapat dipercaya tidak
hanya sebatas sumber melainkan dapat menjadi pendefinisi utama dari realitas.

11

Seseorang yang memiliki kekuasaan akan menggunakan kekuasaan dan otoritasnya
untuk mempengaruhi orang lain agar orang-orang tersebut mengikuti keinginannya.

4. Metode penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif analisis isi
dengan metode analisis framing. Pendekatan framing digunakan untuk melihat cara
pandang, konstruksi realitas jurnalis dalam pemberitaan (pembingkaian berita).
Pemaknaan pada suatu peristiwa oleh sang jurnalis terhadap suatu peristiwa dapat
mempengaruhi pemberitaaan, apakah ada bagian yang ditonjolkan atau dihilangkan.
Menurut Eriyanto ada dua esensi dari framing diantaranya bagaimana peristiwa
dimaknai dan bagaimana fakta itu ditulis. Hal ini akan berhubungan dengan
pemakaian kata, kalimat, dan gambar dalam mendukung gagasan.11
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan model analisis framing
Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang dibagi atas empat struktur besar
diantaranya:
10
11

Djik, 2004, 6
Eriyanto, 2012, 295

Tabel 1. Skema Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Struktur

SINTAKSIS

Perangkat Faming

1. Skema berita

Unit yang Diamati

Headline, lead, latar

informasi,
Cara wartawan menyusun fakta

kutipan, sumber,

pernyataan,
Penutup
SKRIP

2. Kelengkapan berita

Cara wartawan mengisahkan fakta

5W+1H

TEMATIK

3. Detail

Paragraf, proposisi, kalimat

Cara wartawan menulis fakta

4. Koherensi

hubungan antarkalimat

5. Bentuk kalimat
6. Kata Ganti

RETORIS

7. Leksikon

Cara wartawan menekankan fakta 8. Grafis

Kata, idiom, gambar/foto,
grafik

9. Metafora
Sumber: Eriyanto, 2012 : 295

Pada pengertian umum sintaksis merupakan susunan kata atau frase dalam kalimat
yang menunjuk pada pengertian susunan dan bagian berita (skema berita)
diantaranya headline, lead, latar informasi, sumber, dan penutup dalam satu
kesatuan teks berita. Skrip merupakan laporan berita yang disusun sebagai suatu
cerita dengan bentuk umum dari struktur skrip diantaranya pola 5 W dan 1 H.
Struktur tematik menganalisa cara wartawan menulis fakta. Elemen struktur tematik
diantaranya detail, koherensi, bentuk kalimat, dan kata ganti, yang diamati adalah
paragraf, proposisi, kalimat, dan hubungan antarkalimat. Struktur yang terakhir
adalah struktur retoris dari wacana berita yang menggambarkan pilihan gaya atau
kata oleh jurnalis untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan. Elemen struktur
retoris diantaranya leksikon, pemilihan, dan metarora dan unit yang diamati adalah
kata, idiom, gambar/foto, dan grafik.
Pada penelitian ini, menggunakan metode purposive sampling. Peneliti akan
menganalisa isi media pada pemberitaan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil
Presiden (Cawapres) menjelang Pemilu tahun 2014 dengan masa pemberitaan dari
bulan November hingga Desember 2013 dari empat media online diantaranya
Kompas.com, Detik.com, Okezone.com, dan Vivanews.com. Peneliti mengambil

sampling sebanyak sepuluh pemberitaan seputar Capres dan atau Cawapres dari
masing-masing media online yang menjadi objek penelitian.

5. Hasil dan Pembahasan
Fenomena yang terjadi pada pemilihan umum pasca Orde Baru pada pemilih
adalah munculnya swing voter. Buruknya citra partai di mata pemilih dan pemilih
merasa masih memiliki harapan sehingga memilih untuk swing dibandingkan tidak
memilih sama sekali (Golput). Dengan banyaknya swing voter menuntut partai politik
untuk bekerja sangat keras meyakinkan mereka untuk memilih partainya. Pada
Pemilu 1999 dan 2004, kekuatan swing voter sangat besar yaitu sekitar 47 persen
dari total pemilih. Berdasarkan survei LSI pada tahun 2008 ditemukan swing voter
pada dua pemilu dari tujuh partai besar cukup besar yaitu sekitar 37 persen. Swing
voter membuat partai yang tidak ada menjadi ada dan yang ada menjadi melemah,
atau menguat secara signifikan. Pada hasil pemilu 2004, kecenderungan swing voter
bersifat negatif terjadi pada semua partai besar kecuali Partai Demokrat kala itu.12
Pada Pemilu 2009, berdasarkan surveli LSI, swing voter cenderung tinggi
mencapai 34 persen. Presentase pemilih yang merasa dekat dengan partai politik
hanya 15 persen dan sisanya merasa tidak dekat dengan partai. Partai Demokrat
dan Partai Gerindra pada Pemilu 2004 mampu menarik swing voter karena berani
melakukan kampanye secara masif melalui media massa. 13
Menjelang Pemilu 2014, berdasarkan Survei Indonesia Indicator tercatat
sebanyak 253.718 pemberitaan tentang berita politik dari 2.027.311 berita yang
dipublikasikan oleh seluruh media online di Indonesia. Berita politik sebanyak 12,5
persen dari 272 media online di Indonesia dan menempati posisi pertama
dibandingkan tema lainnya. Pemberitaan politik didominasi oleh kasus korupsi,
sengketa pilkada, politik berbiaya tinggi, partai politik, calon legislatif, bahkan
persoalan teknis DPT. Menurut Rustika Herlambang, Direktur Komunikasi Indonesia
Indicator, keterkaitan politik dengan korupsi menimbulkan opini terhadap sejumlah
figur atau tokoh politik.

15

Berdasarkan hasil survei Saiful Mujani Research and

Consulting, swing voter dapat mencapai 50 persen dari total pemilih dan dapat
merombak peta kekuatan pada tahun 2014. 14
Peran media massa menjadi begitu dominan dibandingkan dengan
komunikasi yang bersifat orasi. Pada era Orde Lama dan Orde Baru parta politik
berkampanye dengan menempatkan ideologi partai politik (positioning ideologi)
12

Lsi.or.id, 2008, 2-12
Republika, 2008
14
Tribunnews, 2012

13

dengan berorasi namun kini kecenderungan partai politik menggunakan media
massa untuk mempengaruhi opini dengan melakukan pencitraan.
Sebanyak 2 persen dari total 2.027.311 berita yang dipublikasikan oleh 272
media online memberitakan tentang Calon Presiden.15 Berdasarkan analisa peneliti,
media Okezone.com memberikan porsi lebih kepada pemberitaan Calon Presiden
Wiranto dan Calon Wakil Presiden Hary Tanoesoedibjo dari partai Hanura.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 29 berita pasangan Wiranto dan
Hary Tanoesoedibjo dipublikasikan selama periode November-Desember 2013
dengan frekuensi kemunculan yang berdekatan waktunya diantaranya 1, 7, 8,9, 10,
16, 19, 21, 22 (dua berita), 26, 27, 28 November 2013 kemudian 2, 4, 7, 10, 13 (tiga
berita), 16, 23, 25, 27, dan 30 Desember 2013 (dua berita).
Porsi lebih juga diberikan kepada Calon Presiden Aburizal Bakrie yang
diusung oleh Partai Golkar oleh Media online Vivanews.com. Berdasarkan hasil
penelitian ditemukan sebanyak 38 berita tentang Aburizal Bakrie dengan frekuensi
publikasi yang berdekatan waktunya yaitu berita tanggal 4 (dua berita), 5 (tiga
berita), 12, 20, 7 (dua berita), 8, 9 (dua berita), 12, 13 (dua berita), 14, 15, 17, 20
(dua berita), 22 (dua berita), 23 (dua berita), 23 (tiga berita), 24 November 2013,
kemudian 9, 11, 13, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 27 Desember 2013. Jumlah frekuensi
kemunculan yang berdekatan dari hari ke hari merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan popularitas dari Capres dan Cawapres dan menggiring opini publik
untuk memilih mereka.
Berikut

tabel

hasil

analisa

perbandingan

pembingkaian

mengenai

pemberitaan Calon Presiden dan Wakil Presiden menjelang Pemilu tahun 2014 pada
empat media online periode November – Desember 2013:
Tabel 2. Perbandingan pembingkaian berita Capres dan Cawapres menjelang Pemilu
2014 pada empat media online periode November-Desember 2013

Elemen

Kompas.com

Detik.com

Okezone.com

Vivanews.com

Frame

Geliat tokoh politik
menjelang Pemilu 2014

Geliat tokoh politik
dan partai politik
menjelang Pemilu
2014.

Skematis

• Wawancara tim
pendukung calon
presiden
• Wawancara pakar
politik
• Wawancara tokoh
politik
• Wawancara calon
presiden
Upaya-upaya yang

• Wawancara tokoh
politik
• Wawancara pakar
politik
• Wawancara calon
presiden

Calon Presiden dan Calon
Wakil Presiden Wiranto dan
Hary Tanusudibyo dari
partai Gerindra sebagai
kandidat yang layak untuk
dipilih
• Wawancara calon
presiden dan calon
wakil Presiden
• Wawancara tokoh
politik dan pakar politik
untuk mendukung
pandangan redaksi

Calon Presiden
Aburizal Bakrie dari
Partai Golkar
sebagai kandidat
yang layak untuk
dipilih
• Wawancara
calon presiden
• Wawancara
tokoh politik

Pandangan positif terhadap

Upaya-upaya yang

Skrip

15

Antaranews, 2013

Upaya-upaya yang

dilakukan tokoh politik
untuk menarik perhatian
dan mengiring opini
positif calon pemilih.

Tematik

1. Duet pasangan Jusuf
kala dan mahfud MD
diyakini dapat
mengubah peta politik
2. Efektivitas iklan
Aburizal Bakrie akan
dievaluasi pada
Rapimnas Golkar
3. Prabowo menyatakan
dirinya siap untuk
bersaing dengan
Jokowi
4. Wiranto unjuk
kemampuan dengan
bernyanyi lagu
sebelum berbicara
tentang politik
5. Popularitas Anies
Baswedan masih
rendah
6. Kubu Gita Wirjawan
membantah
elektabilitas Gita
Wirjawan turun.
7. Haryono Isman
merasa tidak dikenal
sehingga ia
meluncurkan situs
pribadi
8. Prabowo menyambut
baik wacana duet
Mega dan Jokowi
9. Roma Irama
mengklaim dirinya dan
Jokowi merupakan
pasangan ideal
10. Kehadiran Dahlan
Iskan ke acara refleksi
akhir tahun PKS
mengudang
pertanyaan para
pewarta.

dilakukan partai
politik dan tokoh
politik untuk menarik
perhatian dan
menggiring opini
positif dari calon
pemilih.
1. Dukungan
politisi satu
partai kepada
Wiranto dan
Hary Tanoe
untuk
mengalahkan
Jokowi dan
Prabowo
2. Gita Wirjawan
mengakui
elektabilitas
dirinya masih
rendah
3. Aburizal Bakrie
tidak
mempermasala
hkan jika Jusuf
Kala menjadi
calon presiden
dari PKB.
4. Prabowo sudah
memiliki nama
untuk
mendampinginy
a sebagai calon
wakil presiden.
5. Kiai NU dan
DPW PKB
Jateng telah
mendeklarasika
n dukungannya
terhadap
pencalonan
Mahfud MD
6. Roma Irama
membantah
dirinya
mendekati
Jokowi.
7. Anis Bawedan
berkunjung ke
Pesisir Pandai
Bantul untuk
mendekati
petani.
8. Elektabilitas
Gita Wirjawan
naik di media
sosial
9. Prabowo tidak
tertarik dengan
konvensi rakyat
yang digagas
oleh
rohaniawan dan
akademisi.
10. PKS
mendukung
Anis Matta maju
ke Pemilihan
Presiden 2014.

pasangan Wiranto dan Hary
Tanusdibyo, namun
terdapat pandangan negatif
terhadap lawan politik
mereka.

1. Gita Wirjawan
membutuhkan brand
sehingga membangun
citra sebagai tokoh
muda
2. Prabowo terlihat emosi
pada saat memberikan
pembekalan kepada
Caleg Gerindra
3. Akbar Tanjung
meragukan kualitas
Golkar pada saat
proses pencalonan
Aburizal Bakrie
4. Jusuf Kala berpotensi
untuk membela suara
Partai Golkar namun
belum tentu mampu
dapat membelanya.
5. Roma irama optimis
akan didukung oleh
PKB.
6. Capres Wiranto berorasi
tentang kebutuhan
Indonesia akan
pemimpin yang
berintegritas dan
inovatif
7. Capres Wiranto
menyatakan Indonesia
membutuhkan
pemimpin yang dapat
membawa perubahan
baik.
8. Pesimistis jika Hidayat
Nur Wahid menjadi
Calon Presiden dari
PKS.
9. Yusril Ihza Mahendra
berharap menjadi salah
satu Capres alternatif
pada Pemilu 2014.
10. Pengusulan SBY
menjadi Cawapres
untuk menyelamatkan
Demokrat

dilakukan tokoh
politik untuk menarik
perhatian dan
mengiring opini
positif dari calon
pemilih.
1. Mahfud MD
menilai wacana
duet dirinya
dengan Jusuf
Kala merupakan
bagian dari
simulasi.
2. Aburizal Bakrie
naik angkot di
Jambi
3. Gita Wirjawan
berkonsultasi ke
KPK mengenai
rekening
sumbangan
keikutsertaanya
dalam konvesi
capres.
4. Pengunduran
diri Dino Patti
Djalal sudah
disetujui
presiden SBY
dan ia akan
fokus pada
konvensi capres
Partai
Demokrat.
5. Prabowo
mennyambut
baik wacana
pembentukan
poros tengah
jilid II oleh partai
berbasis massa
umat Islam dan
ia mengklaim
memiliki banyak
teman di poros
tengah.
6. Komentar Gita
dan Dahlan
mengenai
redupnya pamor
Konvensi
Demokrat.
7. Anis Matta
unggul di
Pemilu Raya
PKS Jambi
8. Ketua Umum
PKB
menegaskan
akan
menyusung
Roma Irama
menjadi Capres.
9. Anis Baswedan
tidak akan
blusukan demi
mememangkan
konvensi.
10. Aburizal Bakrie
memaparkan
strategi
memajukan
daerah tanpa
mengandalkan

Retoris

Leksikon:

Duet

Diyakini

Efektivitas

Dievaluasi

Bersaing

Magnet untuk
disorot

Jeblok

Mengklaim

Label:


Mensosialisasikan diri

Leksikon:

Blusukan

Andalan

Mengklaim

Duet

Kantongi

Gelirya

Menanjak

Pemberian label terhadap
lawan politik Wiranto dan
Hary Tanusudibyo
diantaranya:

Membangun citra

Marah-marah
Leksikon :

Mampukah

Diusung

Keok

Menyelamatkan

APBD.
Leksikon:

Digulirkan

Mengusung

Gratifikasi

Pamor

Blusukan

Beber

Menjelang Pemilu 2014, partai politik, calon presiden (capres), dan calon
wakil presiden (cawapres) berlomba-lomba berupaya untuk mendapatkan perhatian
dan berupaya untuk mengiring opini positif dari calon pemilih. Setelah dianalisa
terhadap empat media online yaitu Kompas.com, Detik.com, Okezone.com, dan
Vivanews.com terlihat para capres dan cawapres berupaya membangun citra positf
terhadap diri mereka dengan melakukan banyak kegiatan yang berhubungan dengan
kepentingan publik. Partai politik mengambil peran yang sangat aktif dalam
mendukung capres dan cawapres yang diusungnya.
Bagi para pemilik media yang juga menjadi capres dan cawapres ternyata
berperan penting dalam isi media. Ideologi media yang diusung berunsur politik
untuk memuluskan langkah mereka. Para pemilik media menggunakan media dalam
menggerakan roda politiknya dengan membingkai informasi untuk mempengaruhi
opini calon pemilih. Berdasarkan dari hasil penelitian pada Okezone.com yang
dimiliki oleh cawapres dari partai Hanura, Hary Tanoesoedibjo ditemukan pencitraan
untuk mendukung sang pemimpin media dengan pasangannya Wiranto. Agenda
media yang terlihat adalah pandangan positif yang dikonstruksikan oleh media akan
layaknya dipilih pasangan Wiranto dengan Hary Tanoesoedibjo pada tema berita
sedangkan pada tema berita tentang lawan politik mereka, Okezone.com cenderung
membingkai pemberitaan yang terkesan negatif. Pendapat dari pakar politik
digunakan untuk menguatkan pandangan redaksi.
Sedikit berbeda dengan Vivanews.com yang cenderung membingkai
pemberitaan dengan menonjolkan kegiatan dan program yang merakyat yang
dilakukan oleh Aburizal Bakrie tanpa membingkai secara negatif akan lawan politik
dari sang pemilik Vivanews.com, Aburizal Bakrie.

6. Kesimpulan
Swing voter yang menguat menjelang Pemilu 2014, membuat para calon
presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) berupaya untuk menarik
simpati dan membangun popularitas melalui media massa. Bahkan para pemilik

media yang menjadi capres dan cawapres menggunakan media massa yang
dimilikinya untuk membangun popularitas serta mengiring opini tentang dirinya dan
lawan politik. Ideologi media yang diusung menjadi berunsur politik demi
kepentingan pemilik media.
Keberadaan swing voter dan tingginya pengaruh media massa dalam
mengiring opini publik membuat ideologi partai politik bukan lagi menjadi suatu
kekuatan yang mampu menarik para pemilih. Partai politik bersama dengan capres
dan cawapres yang diusungnya menempatkan pengaruh opini untuk memenangkan
petarungan pada Pemilu 2014. Media massa menjadi alat untuk mencitrakan diri
bahkan untuk menjatuhkan lawan politik.

Daftar Pustaka
Ambardi, Kuskridho (2009). Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem
Kepartaian di Indonesia Era Reformasi. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Antaranews.
”Berita
Politik
Warnai
Sepanjang
2013.”
Diambil
http://www.antaranews.com/berita/411766/survei-253718-berita-politik-warnaisepanjang-2013; Internet 7 Febuari 2013.

dari

Bryant, Jennings dan Susan Thompson (2002). Fundamental of Media Effects. New
York: McGraw-Hill.
Detik.com. “SMRC: Swing Voter Berpotensi Ubah Peta Politik Pemilu 2014.” Diambil
dari
http://news.detik.com/read/2012/10/14/171433/2062200/10/smrc-swing-voterberpotensi-ubah-peta-politik-pemilu-2014; Internet diakses 7 Febuari 2013.
Dijk, Teun A. van. “Ideology and Discourse: A Multidisciplinary Introduction.” Diambil
dari www.discourses.org/…/Ideologi; Internet diakses 6 Febuari 2013.
Eriyanto (2012). Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media.
Yogyakarta: LKiS.
Kompas (2014). Menatap Indonesia 2014: Tantangan, Prospek Politik, dan Ekonomi
Indonesia. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
LSI. ”Kecenderungan Swing Voter Menjelang Pemilu Legislatif 2009: Trend Opini
Publik.” Diambil dari www.lsi.or.id/file_download/61; Internet diakses 6 Febuari 2013.
Republika.
”Swing
Voter
Pemilu
2009
Tinggi.”
Diambil
dari
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/08/11/17/14294-lsi-swingvoter-pemilu-2009-tinggi; Internet diakses 4 Febuari 2013
Shoemaker, Pamela J, Stephen D Reese (1996). Mediating The Message: Second
Edition. New York: Longman Publisher.
Sumadiria, AS Haris (2011). Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feture:
Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Suranto, Hanif, Hawe Setiawan, dan Ging Ginanjar (1999). Pers Indonesia Pasca
Soeharto: Setelah Tekanan Penguasa Melemah. Jakarta: Lembaga Studi Pers dan
Pembangunan.
Tjumano, Datuak Alat. ”Mereka-Reka Peta Politik Menjelang Pemilu 2014.” Diambil
dari
http://news.detik.com/read/2013/12/12/140127/2440108/103/4/mereka-rekapeta-politik-menjelang-pemilu-2014; Internet diakses 17 januari 2013.
Tribunnews. ”Jumlah Swing Voter Lebih Tinggi Ketimbang Parpol.” Diambil dari
http://www.tribunnews.com/nasional/2012/10/14/jumlah-swing-voter-lebih-tinggiketimbang-parpol; Internet diakses 4 Febuari 2013.
Waty, Vinna (2008). Skripsi: Analisis Framing Pemberitaan Pilkada Jakarta 2007
Pada Harian Media Indonesia dan Harian Republika Edisi 23 juli – 4 Agustus 2007.
Tangerang: Universitas Pelita Harapan.