PENGARUH KATALIS DAN RASIO UMPAN TERHADAP KONVERSI CPO PADA PEMBUATAN BAHAN BAKAR DIESEL

  

PENGARUH KATALIS DAN RASIO UMPAN TERHADAP

KONVERSI CPO PADA PEMBUATAN

BAHAN BAKAR DIESEL

Mulkan Hambali dan Tuti Indah Sari

  

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Abstract

  Process of alcoholysis between Crude Palm Oil (CPO) and Methanol with HCl as catalyst was

conducted in a batch reactor equipped with heater, thermometer, and sampling appratus to produce methyl

ester for biodiesel. Biodiesel produced could be used as alternative fuel regarding with energy diversification

using renewable fuel.

  Process variables included ratio of CPO and Methanol, that is 1 : 3, 1 : 5 , and 1 :7, reaction

temperature of 70, 90, and 110º C, and reaction time of 20, 40, 60 minutes. HCL 37% was used as catalyst

with the amount of 2 % from volume of CPO and agitation of 100 rpm. The amount of glycerol formed, free

fatty acid, and total fatty acid were analyzed to determine conversion of the reaction.

  The amount of conversion was influenced by ratio of CPO and Methanol, temperature, and reaction

time. The conversion increased with the increase of ratio of CPO and Methanol, temperature, and reaction

time. The highest conversion of 70.4% was found at the ratio of CPO and Methanol, temperature, and

reaction time of 1 : 7, 110ºC, and 60 minutes, respectively. Reaction kinetic constant increased as reaction

temperature elevated. The highest reaction kinetic constant increased as reaction temperature elevated. The

  • -2 -1 highestreaction constant of 1,080x10 minutes was found at 110ºC.

  Key Words : Crude Palm Oil (CPO), Biodiesel

Abstrak

  Proses alkoholisasi minyak kelapa sawit (CPO) dan metaol dengan katalis HCl dilakukan pada

reactor batch yang dilengkapi dengan pemanas, thermometer, dan alat sampling untuk menghasilkan metil

ester sebagai biodiesel. Biodiesel yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif dalam

rangka diverifikasi energi menggunakan bahan bakar yang terbarukan.

  Variabel proses meliputi rasio CPO dan methanol dengan perbandingan 1 : 3, 1 : 5, dan 1 : 7,

temperaturreaksi 70, 90, dan 110º C, serta waktu reaksi 20, 40, 60 menit. Katalis HCL 37% digunakan

sebanyak 2% dari volume CPO dan pengadukan 100 rpm. Analisa kadar gliserol, asam lemak bebas, asam

lemak total dilakukan untuk meghitung besarnya konversi yang dihasilkan.

  Besarnya konversi reaksi dipengaruhi oleh rasio CPO dan methanol, temperature, dan waktu reaksi.

Konversi reaksi mengalami reaksi sejalan dengan peningkatan rasio CPO dan methanol, temperature, dan

waktu reaksi. Konversi yang tertinggi dijumpai pada rasio reaktan 1 : 7, temperature 110ºC, dan waktu

reaksi 60 menit. Konstanta kinetika reaksi mengalami peningkatan dengan kenaikan temperature reaksi.

  • -2 -1 Pada temperature 110ºC, diperoleh konstanta kinetika reaksi tertinggi yaitu 1,080x10 menit .

  Kata Kunci : Minyak Kelapa Sawit (CPO), Biodiesel Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 16, April 2009

  35

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  2.2 Perlakuan dan Rancangan Percobaan Kajian

  Waktu reaksi divariasikan dari 20 sampai 60 menit dengan interval waktu 20 menit; sedangkan temperature reaksi divariasikan

  2.2.2. Rancangan Percobaan Konversi reaksi merupakan fungsi waktu reksi dan temperature reaksi.

  C, sedangkan waktu reaksi divariasikan dari 20, 40, 60 menit. Konversi reaksi ditentukan pada berbagai variasi temperature dan waktu reaksi serta katalis

  90 C, dan 110

  C,

  Temperatur reaksi divariasikan dari 70

  2.2.1 Perlakuan Percobaan Proses Alkoholisis minyak kelapa sawit dilakukan daengan memberikan perlakuan minyak kelapa sawit dengan methanol dengan perbandingan 1:3, 1:5, 1:7 dan ditambahkan katalis HCl 37% sebanyak 2% dalam raktor berpengaduk.

  Kebutuhan manusia akan energi saat ini semakin meningkat sementara cadangan sumber energi fosil khusunya minyak bumi semakin menipis. Pemerintah Indonesia akan mengimpor bahan bakar cair untuk memenuhi kebutuhan ini. Bahan bakar alternattif yang dapat diperoleh dari sumber daya alam yang terbarukan seperti biomassa perlu mendapat perhatian untuk mengatasi keterbatassan sumber energi fosil. Penggunaan bahan alternatif merupakan salah satu Kebijakan Energi Nasional untuk mengatasi krisis energi dan mendukung Program Sumatera Selatan sebagai Lumbung Energi Nasional.

  Bahan bakar alternatif yang bernilai ekonomis perlu dikembangkan, oleh karena itu pemilihan bahan baku dan teknologi menentukan nilai keekonomisan bahan bakar alternatif. Disamping pertimbangan ekonomi, bahan bakar alternatif yang akan digunakan agar memenuhi persyaratan lingkungan bagi gas buang yang dihasilkan oleh mesin kendaraan bermotor.

  Bahan baku yang digunakan adalah minyak kelapa sawit (CPO) yang didapat dari PT.Sinar Mas Sejahtera, methanol 96%, HCl yang digunakan sebagai katalis, asam asetat anhidrida, natrium asetat, NaOH dan Phenolphtalin yang didapat dari CV.Dira Sonita Palembang.

  2.1. Bahan Baku dan Alat

  II. METODOLOGI PENELITIAN

  Manfaat penelitain adalah diperolehnya bahan bakar alternatif berupa biodiesel dari minyak kelapa sawit, sebagai pengembangan teknologi proses dalam menghasilkan metal ester sebagai bahan bakar alternative, dan pengembangan sumber daya energi diluar energi fosil.

  1.3. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan bakar diesel alternatif berupa metal ester yang diperoleh dari proses esterifikasi minyak kelapa sawit, mendapatkan kondisi proses optimum, membandingkan sifat metal ester dengan spesifikasi bahan bakar motor diesel, dan mengetahui karakteristik metil ester yang dihasilkan sebagai bahan bakar diesel alternative.

  1.2. Tujuan Penenlitian

  Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk mengembangkan biodiesel dari minyak kelapa sawit. Hal ini dikarenakan Negara ini memiliki perkebunan. Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah bagaimana mendapatkan konversi yang maksimal melalui pengaturan kondisi operasi seperti waktu reaksi, temperature dan rasio reaktan, serta mendapatkan data kinetika reaksi yang dibutuhkan dalam desain reaktor.

  Minyak tumbuh-tumbuhan (vegetable oil) dan turunan ester telah menjadi perhatian para peneliti untuk dipertimbangkan sebagai bahan bakar mesin-mesin diesel. Rudolf Diesel 1912, dalam Downey (1989) memperkenalkan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan bakar “compression ignition engine”. Minyak kelapa sawit merupakan mminyak tumbuh- tumbuhan yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan bakar diesel alternatif. Pertimbangan penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan bakar diesel karena minyak kelapa sawit merupakan komoditi untuk menghasilkan sumber energi yang terbarukan (renewable). Selain minyak kelapa sait yang digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan bakar diesel, minyak bunga matahari dan minyak jarak dapat pula dipergunakan sebagai bahan bakar diesel.

  Peralatan yang digunakan meliputi Labu Leher Tigaa dengan pengaduk, Heating Mantle, Water Bath, Condenser, Pompa, Thermometer, Gelas Ukur, Centrifuge, Neraca Analitis, Erlenmeyer, Buret Digital, dan alat- alat lainya seperti pipet dan Erlenmeyer.

  = Rapat massa minyak kelapa sawit

  G

  s

  ) N

  HCl

  (1) W

  s

  Wa Dimana : G = Gliserol yang terbentuk, Mgek Wr = Berat campuran minyak dan methanol g Ws = Berat sampel yang diambil, g Wg = Berat lapis gliserol, g Wa = Berat lapisan gliserol yang dianalisis, g Vb = Volume HCl untuk titrasi blanko, ml Vs = Volume HCl untuk titrasi gliserol yang dianalisis, ml N HCl = Normalitas HCl, mgek/ml Konversi (XA),bagian (Griffins, 1995):

  X A = (2)

  G = (V

  (A t - A b )(V nb ρ mb ) Dimana : A

  b

  = Asam lemak bebas, m,gek/g minyak A

  t

  = Asam lemak total V nb = Volume minyak kelapa sait untuk

  Proses

  ρ mb

  b

  g

  dari 70 sampai 110 C dengan interval 20 C dan rasio reaktan minyak sawit dengan methanol 1:3, 1:5, 1:7. Jumlah run penelitian adalah 27.

  5. Masukkan kedalam tabung reaksi dan biarkan selama satu malam agar terjadi dua lapisan, yaitu metal ester yang berada dilapisan atasdan gliserol yang berada dilapisan bawah, agar pemisahan lebih bagus maka campuran dipisahkan lagi dengan Centrifuge. Metil ester yang berada dilapisan atas diambil dengan menggunakan pipet.

  r

  C, kemudian ditambahkan air 50 ml dengan suhu yang sama melalui pendingin balik. Campuran yang telah didinginkan dinetralkan dengan larutan NaOH 3 N dengan memakai indicator phenolpthalin kurang lebih 4 tetes sampai terbentuk warna merah muda. Selanjutnya ditambahkan lagi larutan NaOH 1 N sebanyak 10 ml. Kemudian campuran dididihkan kembali selama 15 menit dan selanjutnya didinginkan. Setelah itu dititrasi dengan HCl 1 N sampai warna merah hilang. Perhitungan Konversi : Gliserol yang terbentuk dihitung dengan persamaan (Griffin, 1955): W

  1. Prosedur Penelitian

  1. Masukan minyak kelapa sawit dan methanol dengan perbandingan minyak kelapa sawit dan methanol 1:3

  2. tambahkan katalis HCl kedalam campuran minyak kelapa sawit dan methanol 2% dari volume minyak sait. Asam klorida yang digunakan 37% dan rapat massanya 1,19 gr/ml

  3. Temperatur pada heating mantle diset pada 70 C dan heating mantle dinyalakan

  4. Setelah temperature yang diinginkan tercapai, ambil sampel setiap 20 menit selama 60 menit sebanyak kurang lebih 15 ml, kemudian didinginkan.

  W

  • – V

  6. Metil ester dan gliserol yang didapat dianalisa sifat-sifat fisik dan kimianya

  2. Analisa Hasil

  1. Kadar gliserol yang akan dianalisa dengan metode Asetin (Griffin, 1995).

  2. Metil ester yang akan dianalisa spesifikasinya sebagai bahan bakar diesel dengan menggunakan metode ASTM (American Society for Testing Material).

  2.1. Analisa Kadar Gliserol Sample dianalisis dengan cara

  Asetin (Griffin, 1995). Cuplikan ditimbang, kemudian dibiarkan semalam didalam corong pemisah agar sisa methanol menguap hingga terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan gliserol berada dibawah dan metal ester dilapisan atas. Lapisan ester yang berada diatas diambil dengan menggunakan pipet, sedangkan gliserol yang berada dilapisan bawah dianalisis dengan cara ditimbang lalu diambil 1,5 gr dimasukan kedalam Erlenmeyer lalu ditambahkan 3 gr natrium asetat dan 7,5 ml asam asetat anhidrid. Campuran dididihkan selama 1 jam. Dengan memasang pendingin balik pada Erlenmeyer. Lalu campuran didinginkan sampai suhu 60

  7. Prosedur 1 sampai dengan 6 diulangi untuk perbandingan minyak kelapa sawit dan methanol 1:5, dan 1:7 dan temperature reaksi 90 C dan 110º C

  2.2. Analisa Metil Ester Metil Ester yang merupakan hasil atas reaksi dipisahkan dari gliserol pada lapisan bawah dengan corong pemisah. Sebelum diuji sifat fisisnya, metal ester ini perlu dimurnikan dengan cara mencucuinya dengan NaCl 20% untuk mengikatgliserol yang masih tersisa, dilanjutkan dengan pengadukan. Setelah terbentuk dua lapisan, kemudian dipisahkan menggunakan corong pemisah. Lapisan atas merupakan metil ester didestilasi pada temperature kurang lebih 100 C untuk menghilangkan sisa methanol dan air. Residu yang merupakan metil ester murni diuji sifat fisisnya dengan cara ASTM (American Society for Testing Material) di Laboratorium Penguji Pertamina UP III Palembang, kemudian hasil pengujian dibandingkan dengan spesifikasi minyak diesel. Analisa sifat- sifat fisis metil ester yang diuji meliputi Specific Gravity, Kinematic Viscosity, Pour Point, Flash Point, Water Content, Sulfur Content, Colour ASTM dan Nilai Kalor.

  Penelitian yang dilakukan meliputi pengaruh temperature, rasio reaktan, dan waktu reaksi terhadap konversi. Hasil dari penelitian yaitu berupa metil ester yang sifat- sifat fisisnya diuji dengan metode ASTM (American Society for Testing Material) di Laboratorium penguji Pertamina UP III Palembang. Hasil uji fisis metil ester yag diperoleh dibandingkan dengan spesifikasi minyak diesel.

  Pada penelitian ini, variasi temperature yang digunakan adalah 70, 90, dan 110

  C. Rasio reaktan yang divariasikan adalah rasio Minyak : Metanol adalah 1:3, 1:5 dan 1:7 (mgek methanol/ mgek minyak). Persentase katalis yang digunakan adalah 2% dari volume minyak kelapa sawit. Variasi temperature, waktu reaksi dan rasio methanol dan minyak digunakan untuk mendapat konversi yang paling tinggi dari semua variasi yang digunakan.

  4.1. Konversi Reaksi

  4.1.1. Pengaruh Waktu Reaksi Hasil penelitian dengan variasi waktu dibuat dalam bentuk grafik antara konversi dan waktu sebagaimana yang disajikan pada gambar 3.1 samapi dengan

gambar 3.3. Dari gambar tersesebut dapat dilihat bahwa semakin lama waktu reaksi

  maka nilai konversi akan semakin bertambah. Hali ini disebabkan karena kesempatan tumbukan antar molekul akan semakin besar dengan bertambahnya waktu reaksi, dengan kondisi tersebut mengakibatkan konversi reaksi semakin bertambah.

  4.1.2. Pengaruh Rasio Reaktan Dari gambar 3.1 sampai dengan 3.3 dapat dilihat dengan jelas bagaimana hubungan antara konversi dan waktu dengan reaktan, sedangkan variable yang lain seperti katalis dibuat tetap. Rasio antara reaktan minyak : methanol yang divariasikan adalah 1:3, 1:5, 1:7, sedangkan waktu reaksi adalah 20 sampai 60 menit. . dari gambar tersebut menunjukan bahwa semakin besar rasio reaktan maka konversi reaksipun semakin meningkat. Hal ini terjadi karena dengan adanya peningkatan rasio reaktan maka tumbukan antara molekul pereaksi semakin besar pula.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

  4.1.3. Pengaruh temperature Konversi dipengaruhi oleh temperature reaksi sebagaimana yang ditampilkan pada gambar 3.1 sampai dengan gambar 3.3. Konversi reaksi mengalami kenaikan sejalan dengan peningkatan dari 43,1% sampai dengan 70,4% dengan meningkatnya suhu reaksi dari 70 C sampai dengan 110

  C. Hal ini disebabkan oleh peningkatan laju reaksi pada temperature yang lebih tinggi sehingga reaktan yang terkonversi menjadi lebih banyak.

  Waktu reaksi, t menit

Gambar 3.1 Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Konversi paa Temperatur 70 C dengan berbagai Rasio

  Reaktan

  Waktu reaksi, t menit

Gambar 3.2. Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Konversi pada Temperatur 90 C dengan berbagai Rasio

  Reaktan

  Waktu reaksi, t menit

Gambar 3.3. Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Konversi pada Temperatur 110 C dengan berbagai

  Rasio Reaktan

  4.2. Kinetika Reaksi Reaksi antara minyak kelapa sawit dan methanol berlangsung menurut reaksi sebagai berikut : R COOCH R COOCH CH OH

  1

  2

  

1

  3

  2 R

  2 COOCH + 3 CH

  3 OH R

  2 COOCH 3 + CHOH

  R COOCH R COOCH CH OH

  3

  2

  

3

  3

  2 Trigliserida + 3 Alkohol Metil Ester + Gliserol

  A + 3B C + D Karena reaksi ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan methanol yang digunakan berlebih maka kecepatan reaksi kekiri dapat diabaikan sehingga reaksinya menjadi : A + 3B C + D Persamaan kecepatan reaksi dengan asumsi C A o C A orde 1 terhadap minyak maka :

   d C A

  • -r = - = k C C = C (1 – x) = C – C x

  A A A Ao Ao Ao

  dC = -C dx

   d t A Ao x - C Ao dx

   C d C A A t - = kt

  • - ∫ = k dt C (1-x)

  A0

  = 0,000325

   dx x

  = -2144,6 K/Menit ∫ = kt 1 -x Dengan memisalkan 1-x == u, du = -dx

   du Energi aktivasi didapat dari slope = - E x

  R

  • ∫ = kt

  Dimana r = konstanta gas = 8.314

   u J/Mol K. E = - (Slope) R = 17830, 20 J/mol. x

  Menit

  • In u = kt

   o

  Sedangkan untuk mendapatkan nilai faktor

  x

  frekuensi (A) didapat dari nilai interseptnya

  • In (1-x) = kt

  o

  atau menggunakan persamaan :

  2 ∑ ∑ ∑

  ∑ X Y -

   X X Y

  • In (1-x) = kt

  Intercept = A =

  2

  2

  Nilai konstanta kinetika reaksi, k ditentukan nX - ( X) dari slope kurva –In (1-x) versus waktu t. nilai k pada temperature 700, 90 dan 110 C untuk dimana X = 1/T Y = In k. rasio reaktan 1:7 disajikan pada table 4.2.1

  2 No

  X Y

  X XY

  • 6

Tabel 4.2.1. Nilai Kinetika Reaksi 1 0.0029 -5.225 8.468x10 -

  TEMPERATUR (

  C) K (1/MENIT) 1 0.0152

  • 3
  • 70 5.380 x 10
  • >2 0.0027 -4.686 7.56
  • 3

  6

  90 9.225 x 10 5 0.0129

  • 2
  • 110 1.080 x 10
  • 3 0.0026 -4.528 6.812x10

  6

  1 0.0118

  • Energi aktivasi ditentukan dari persamaan 0.0082 -14.439 2.2842x1 &
  • 5

  Arrhenius: 7 0.0399

  • -E
  • 5

  k = A e / RT 2.2842x10 (-14.439)- 0.00827 (-0.0399) E

  In k = In A- / A= = 1.587

  RT

  1/menit

  • 5

  2 Dimana :

  3 (2.2842x10 ) – (0.00827) E = energi aktivasi, dan A = faktor frekuensi.

  4.3 Pengujian Sifat Fisis Metil Ester Metil ester yang dihasilkan

  Dengan membuat grafik antara In k versus 1/T kemudian diuji sifat fisisnya dengan metode menggunakan data Tabel 4.2.2 didapat nilai E ASTM (American Society for Testing and dari slope dan A dari Intersep. Materials) di laboratorium Pertamina UP-III Plaju. Lalu hasil pengujian sifat fisis tersebut

Tabel 4.2.2 Tabel Untuk menentukan Nilai dibandingkan dengan spesifikasi bahan bakar

  Energi Aktivasi diesel dari Pertamina. T (K) 1/T K LN K

  (1/MENIT)

  a. Spesific Gravity Bahan bakar mesin diesel mempunyai

  343.15 0.00291 0.00538 -5.225 specific grafity 0,820 – 0,920. Metil ester yang 363.15 0.00275 0.00922 -4.686 dihasilkan mempunyai specific gravity 0,9099, 383.15 0.00261 0.0108 -4.528 dengan demikian jika ditinjau dari specific gravity metil ester maka sudah termasuk dalam

  In k

  ∆ standar sifat fisis bahan bakar mesin diesel.

  Slope = Penggunaan specific grafity ini adalah untuk

  ∆ (1/T)

  mengukur massa minyak bila volumenya jika diketahui. Spesicic grafity juga berhubungan

  • 5,225 – (-4,528) dengan nilai kalor. Jika nilai specific gravity

  Slope = rendah, maka nilai kalornya semakinbesar jika 0,003 – 0002675 dinyatakan dalam persatuan berat (sesuai

  • 0,697
dengan standar mutu sifat fisis bahan bakar mesin diesel) b. Kinematic Viscosity

  Viskositas kinematik paa 100 F bahan bakar mesin diesel adalah 1,6 – 5,8 cSt. Sedangkan vikositas metil ester yang dihasilkan 2,961 cSt. Hal ini sudah memenuhi standar sifat fisis bahan bakar mesin diesel. Viskositas bahan bakar minyak sangat penting artinya terutama bagi mesin-mesin diesel maupun ketel uap. Jika terlalu viscous, bahan bakar tidak akan terbakar dalam waktu singkat dan unjuk kerja mesin akan meneurun. Sedangkan jika viskositas terlalu rendah maka akan merusak sistem injector dan terjadi penyalaan sendiri (self ignition)

  c. Pour Point Titik tuang bahan bakar mesin diesel maksimum 65

  F, sedangkan titik tuang metil ester 60 F dengan demikian telah memenuhi standar sifat fisis bahan bakar diesel. Titik tuang addalah suatu angka yang menyatakan temperature terendah dari bahan bakar minyak, sehingga massih dapat mengalir karena adanya gaya gravitasi.

  d. Flash Point Titik nyala bahan bakar mesin diesel minimum 150 F ddan titik nyala metil ester sendiri

  88 F, dengan demikian belum memenuhi standar. Titik nyaladibutuhkan untuk pertimbangan-pertimbangan keamanan dari penimbunan dan pengangkutan bahan bakar minyak terhadap bahaya kebakaran.

  e. Colour ASTM warna ASTM bahan bakar minyak diesel minimum 6, sedangkan warna ASTM metil ester hasil penelitian adalah 7.5 dengan demikian telah memenuhi standar. Warna ASTM tidak berpengaruh terhadap persyaratan pemakaian bahan bakar minyak untuk mesin diesel atau ketel uap.

  f. Water Content Sifat fisis ini berpengaruh terhadap persyaratan pemakaian bahan bakar minyak solar dan minyak diesel atau ketel uap, karena dapat menyebabkan pembakaran uang kurang sempurna. Dan bila kontak dengan oksida belerang akan menyebabkan korosi terhadap logam-logam dalam ruang bakar. Water content content minyak diesel max 0,25%wt, sedangkan air yang terkandung didalam metil ester adalah 0,00786%wt. Nilai ini sangat kecil sehingga sadah memenuhi standar spesifikasi minyak diesel.

  g. Nilai Kalori Nilai kalor dari metil ester yang dihasilkan dari penelitian dari penelitian ini adalah 19.054 btu/1b setelah dikonversi = 10.575 kkal/kg sedangkan nilai kalor bahan bakar minyak pada umumnya antara 10.160 – 11.000 kkal/kg maka nilai kalor metil ester ini sudah memenuhi standar. Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakardengan udaraa/oksigen.

  Nilai kalor ini dibutuhkan untuk menghitung jumlah konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan untuk suatu mesin dalam suatu periode.

  h. Ash Content Kadar abu adalah jumlah sisa dari minyak yang tertinggal, apabila suatu minyak dibakar sampai habis. Ash content minyak diesel dalam spesifikasi maksimum 0.02% wt, sedangkan metil ester mempunyai ash content 0,001% st sehingga telah memenuhi standar i. Sulfur Content

  Sulfur content minyak diesel maksimum 1,5% wt. Metil ester hasil hasil penelitian memiliki sulfur content 0,002% wt sehingga telah memenuhi standar. Keberadaan belerang dalam bahan bakar minyak tidak diharapkan karena dapat merusak. Sehingga jumlah belerang dalam bahan bakar minyak harus diatasi. Selama pembakaran, belerang teroksidasi oleh oksigen menjadi belerang oksida. Jika terjadi kontak antara oksisda belerang dengan air, maka akan menyebabkan korosi terhadap logam-logam didalam ruang bakar.

  IV.KESIMPULAN DAN SARAN

  5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

  1. reaksi alkoholis minyak kelapa sawit dan methanol dengan menggunakan katalis HCl 37% dapat menghasilkan Metil ester yang merupakan bahan bakar alternatif

  2. Semakin tinggi temperature maka konversi yang dihasilkan semakin besar, demikian pula dengan reaksi reaktan. Pada penelitian ini, konversi tertinggi yaotu sebesar 70,4% dicapai pada temperature 110 C dengan rasio Meyer, L.H.1976. Food Chemestry. Reinhold Publishing Corporation, New York. Pertamina, 1997. Bahan Bakar Minyak.

  Direktorat Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri. Perry, R.H. and Green,D. Perrys Chemical Enginering Hand book, 6 ed. P.3-38. Puppung, P.L.1985. Beberapa Minyak Nabati yang memiliki Potensi sebagai bahan bakar alternatif untuk motor diesel. Lembaran Publikasi lemigass, 4. Hal.34-

  3. Semakin lama reaksi maka semakin besar konversi yang dihasilkan. Pada penelitian ini, konversi terbesar adalah 70,4% yang berlangsung selama 60 menit

  4. Konstanta kinetika reaksi mengalami peningkatan sejalan dengan kenaikan temperature reaksi. Pada temperature 110 C dicapai konstanta kinetika reaksi tertinggi yaitu sebesar1,080x10

  • 2
  • 1 .

  menit

  5. Berdasarkan hasil pengujian sifat fisis dengan cara ASTM (American Society for Testing and Materials) terhaddap metil ester hasil penelitian, ternyata hasil tranesterifikasi minyak kelapa sawit mendekati sifat fisis bahan bakar mesin diesel produksi Pertamina

  5.2. Saran Untuk meningkatkan mutu atau nilai pakai produk metil ester agar dapat digunakan sebagai bahan bakar solar, diperlukan penelitian lanjutan seperti pemurnian, pengujian kelayakan dan sebagainya. Penelitian juga dapat dicoba dengan proses secara kontinyu. Selain itu, sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan terhadap gliserol sebagai produk samping dalam pembuatan metil ester.

  Vol.16. Hal 20-27.

  reaktan methanol: minyak kelapa sawit 7:1

  Suharto, S. 1985. Penggunaan Minyak nabati Sebagai Minyak Diesel. Lembaran Publikasi PPTMGB – Lemigas. No.3.

  36 Puppung, P.L. 1986. Penggunaan Minyak Kelapa Sebagai Bahan Bakar Motor Diesel. Lembaran Publikasi lemigas, 4. Hal.39-54

V. DAFTAR PUSTAKA

  Product. Vol 5, 5 ed.Jhon wiley aand sons, New York.P.33-46.

  Fieser, L. P., and Fieser, M.1957. Introduction to Organic Chemistry. Health, D. C and Company Boston.P.60-88. Hui, Y.H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat

  Faris, Rp.D “Methyl Ester in the Fatty Acid Industry”, Journal of America Oil Chemistry Society 1999.

  Agra, S.W.1995.Pirolisis Getah beberapa Jenis Tanaman untuk Membuat Bahan Cair Pengganti Bahan Bakar. Disertasi untuk memperoleh Derajat Doktor Dalam Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

  Boyke, L. “Produk Sawit sebagai Bahan Oleh Industri”, Buletin Perkebunan Kelapa Sawit, 1984-1985.