Pengantar moneter dan krisis M

A. Pengertian Asuransi
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko, dengan cara mengalihkan /
mentransfer risiko tersebut dari pihak pertama ke pihak lain, dalam hal ini adalah kepada
perusahaan asuransi. Pelimpahan tersebut didasari dengan aturan-aturan hukum dan prinsipprinsip yang berlaku secara universal, yang dianut oleh pihak pertama maupun pihak lain.
Di Indonesia pengerian Asuransi menurut Undang – Undan No 1 Tahun 1992 tentang
Usaha Asuransi adalah sebagai berikut :
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan
mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan menurut KUHD pasal 246 disebutkan bahwa:
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi,
untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu”.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung 4 unsur, yaitu :
1. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak
penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur.
2. Pihak penanggung (insure) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan)

kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu
yang mengandung unsur tak tertentu.
3. Suatu peristiwa (accident) yang tak terntentu (tidak diketahui sebelumnya).
4. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak
tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian
dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan
karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata. Menurut Pasal 1774 KUH Perdata yaitu :

“Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang
hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak,
bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”.
Adapun pengertian asuransi menurut beberapa pakar ilmu, diantaranya :
1.

Definisi asuransi menurut Prof. Mehr dan Cammack :
"Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara
pengumpulan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian
individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata


2.

oleh mereka yang tergabung".
Definisi asuransi menurut Prof. Mark R. Green:
"Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan
mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup besar jumlahnya,

3.

sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu".
Definisi asuransi menurut C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins, yang mendefinisikan
asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu:
"Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang
penanggung dan asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau
badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial".
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas kiranya mengenai definisi asuransi yang
dapat mencakup semua sudut pandang :
"Asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada perekonomian,
dengan cara manggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko yang sama atau hampir

sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya dapat diramalkan dan
bila kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara proposional oleh semua pihak dalam
gabungan itu".

B. Sejarah dan Perkembangan Asuransi di Indonesia
Sejarah berdirinya asuransi di Indonesia tidak terlepas dari semakin berkembangnya bisnis
pemerintah kolonial Belanda pada sektor perkebunan dan perdagangan. Pada masa tersebut
perkebunan rempah-rempah, tembakau dan kelapa sawit yang menjadi ciri khas tanaman di
Indonesia tumbuh pesat. Pemerintah Belanda merasa perlu untuk menjamin kelangsungan
bisnis mereka bisa berjalan dengan baik dan mendapatkan perlindungan terhadap resiko
mulai dari proses panen sampai dengan pengiriman hasil panen tersebut ke negara mereka.

Secara umum perkembangan asuransi di Indonesia dibagi menjadi 2 tahap penting yaitu
zaman penjajahan dan zaman kemerdekaan
Sejarah perkembangan asuransi pada masa penjajahan
Pada masa penjajahan Belanda, untuk menunjang bisnis perkebunan dan perdagangan,
mereka mendirikan perusahaan asuransi kerugian pertama di Indonesia yaitu Bataviasche Zee
End Brand Asrantie Maatschappij pada tahun 1853 dengan perlindungan utama terhadap
resiko kebakaran dan asuransi pengangkutan. Setelah itu berdiri ada 2 jenis perlindungan
asuransi yang terdiri dari asuransi. Untuk itulah mereka mendirikan perusahaan asuransi

pertama di Indonesia dengan nama.
Lahirnya asuransi di Indonesia pertama kali didirikan oleh orang Belanda dengan nama
Nederlandsh Indisch Leven Verzekering En Liefrente Maatschappij (NILMIY) dengan
mengadopsi perusahaan Asuransi Belanda yaitu De Nederlanden Van 1845. Kelak
dikemudian hari setelah Indonesia merdeka, asuransi ini diambil alih Pemerintah Indonesia
dan berganti nama menjadi PT. Asuransi Jiwasraya . Disusul berikutnya oleh Asuransi Jiwa
Boemi Poetra 1912 pada tahun 1912.
Secara umum asuransi pada masa penjajahan dibagi menjadi 2 kategori:
· Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
· Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang
berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.
Sejarah perkembangan asuransi setelah masa kemerdekaan
Pada masa setelah kemerdekaan, ada 2 tahap penting perkembangan asuransi di Indonesia
yaitu:
1. Nasionalisasi Perusahaan asuransi asing
Perusahaan asuransi peninggalan penjajah Belanda yang dinasionalisasi adalah NV
Assurantie Maatshappij De Nederlandern dan Bloom Vander EE tahun 1845 menjadi PT
Asuransi Bendasraya. Selain itu Asuransi De Nederlanden Van 1845 dinasionalisasi menjadi
PT. Asuransi Jiwasraya


2. Pendirian dan penggabungan perusahaan asuransi baru
Pada masa kemerdekaan ada 2 langkah penting pemerintah terkait perkembangan asuransi di
Indonesia yaitu penggabungan asuransi PT Asuransi Bendasraya yang bergerak dalam
asuransi rupiah dan PT Umum Internasional Underwriters (PT UIU) yang bergerak dalam
asuransi valuta asing menjadi PT Asuransi Jasa Indonesia atau lebih dikenal dengan nama
Asuransi Jasindo. Selain penggabungan asuransi, pemerintah juga mendirikan beberapa
perusahaan asuransi baru untuk menunjang kesejahteraan masyarakat yaitu:
· Asuransi Jasa Rahardja untuk melindungi masyarakat dari resiko kecelakaan lalu lintas
· Perum Taspen untuk Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
· Perum Asabri untuk anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
· Jamsostek, yaitu asuransi kecelakaan tenaga kerja perusahaan swasta
Sejarah perkembangan asuransi modern di Indonesia
Perkembangan asuransi modern di Indonesia dimulai dengan semakin banyaknya perusahaan asuransi
yang berdiri di awal tahun 1980-an. Beberapa diantaranya seperti AIA Financial, Allianz, Avrist AXA
Mandiri, CIGNA, Prudential, dan Asuransi Sinar Mas hadir dan menawarkan berbagai macam produk
perlindungan dan bahkan investasi. Hal ini semakin menambah alternative pilihan bagi masyarakat
untuk medapatkan perlindungan terhadap resiko seperti yang diharapkan. Di sisi lain pemerintah juga
semakin tanggap dengan kebutuhan masyarakat akan perlindungan sehingga mulai tahun 2014 ini
lahir Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan sebagai gabungan
fungsi dan peran dari Jamsostek dan Askes pada periode sebelumnya.


C. Manfaat Asuransi
Pada dasarnya asuransi memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain:
1. Rasa aman dan perlindungan
Polis asuransi yang dimiliki oleh tertanggung akan memberikan rasa aman dari risiko
atau kerugian yang mungkin timbul. Kalau risiko atau kerugian tersebut benar-benar
terjadi, pihak tertanggung (insured) berhak atas nilai kerugian sebesar nilai polis atau
ditentukan berdasarkan perjanjian antara tertanggung dan penanggung.
2. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil
Prinsip keadilan diperhitungkan dengan matang untuk menentukannilai
pertanggungan dan premi yang harus ditanggung oleh pemegang polis secara periodik

dengan memperhatikan secara cermat faktor-faktor yang berpengaruh besar dalam
asuransi tersebut. Untuk mendapatkan nilai pertanggungan, pihak penanggung sudah
membuat kalkulasi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Semakin besar nilai
pertangguangan, semakin besar pula premi periodik yang harus dibayar oleh
tertanggung.
3. Polis asuransi dapat dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh kredit
4. Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan
Premi yang dibayarkan setiap periode memiliki substansi yang sama dengan

tabungan. Pihak penanggung juga memperhitungkan bunga atas premi yang
dibayarkan dan juga bonus (sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak).
5. Alat penyebaran risiko
Risiko yang seharusnya ditanggung oleh tertanggung ikut dibebankan juga pada
penanggung dengan imbalan sejumlah premi tertentu yang didasarkan atas nilai
pertanggungan.
6. Membantu meningkatkan kegiatan usaha
Investasi yang dilakukan oleh para investor dibebani dengan risikokerugian yang bisa
diakibatkan oleh berbagai macam sebab (pencurian, kebakaran, kecelakaan, dan lainlain).
D. Tujuan Asuransi
Pada dasarnya tujuan masyarakat menjadi nasabah perusahaan asuransi untuk
mengurangi risiko yang pasti (misalnya kematian) dan mungkin (misalnya kecelakaan)
terjadi dalam masyarakat dengan cara mempertanggungkan risiko tersebut pada
perusahaan asuransi atau risiko yang terjadi dalam masyarakat akan ditanggung
perusahaan asuransi. Secara rinci, berikut ini disajikan tujuan masyarakat menjadi
nasabah perusahaan asuransi yaitu:
1. Dalam pertanggungan dapat dilakukan pencegahan kerugian yang akan
memberikan keuntungan tertentu yaitu berupa pengurangan kerugian dan
pengurangan biaya yang menyangkut pertanggungan tersebut.
2. Pencegahan dan perlindungan untuk memperkecil kerugian yang terjadi dapat

berupa

pengeliminiran

sebab-sebab

yang

dapat

menimbulkan

kerugian,

perlindungan produk atau orang yang akan dirugikan, pengurangan kerugian, dan
perlindungan agar produk yang telah rusak tidak semakin rusak.
3. Memberikan keuntungan tertentu pada masyarakat yang mengikuti asuransi karena
dengan mengetahui besarnya risiko yang terjadi dapat diketahui besarnya kerugian
yang dialami.
E. Keuntungan Asuransi


Keuntungan dari usaha asuransi untuk masing – masing pihak adalah sebagai berikut.
1. Bagi nasabah
Masyarakat yang menolak konsep asuransi, biasanya disebabkan karena
kurangnya pengetahuan mereka pada keuntungan asuransi. Selain itu, ada sebuah
stigma tradisional yang menyebabkan seseorang sudah merasa apriori pada kata
asuransi. Beberapa stigma negatif seperti telah disebutkan sebelumnya semakin
diyakini sebagai sebuah kebenaran ketika pihak perusahaan asuransi sendiri misalnya
tidak memberikan edukasi secara jelas dan tepat. Terlepas dari itu semua, beberapa
keuntungan asuransi yang bisa didapatkan seseorang ketika menjadi nasabah
perusahaan asuransi antara lain :
a. Memberikan rasa aman dan ketenangan hidup.
b. Merupakan simpanan yang pada saat jatuh tempo dapat ditarik kembali.
c. Terhindar dari risiko kerugian atau kehilangan.
d. Memperoleh penghasilan di masa yang akan datang.
e. Memperoleh penggantian akibat kerusakan atau kehilangan.
f. Menjadikan seseorang bisa lebih tertib dalam mengatur keuangan mereka.
g. Memudahkan urusan.
2. Bagi perusahaan asuransi
a. Keuntungan dari premi yang diberikan ke nasabah.

b. Keuntungan dari hasil penyertaan modal di perusahaan lain.
c. Keuntungan dari hasil bunga dari investasi di surat – surat berharga.

F. Prinsip-prinsip Asuransi
Bahwasanya setiap perjanjian dilakukan mengandung prinsip-prinsip asuransi.
Tujuannya adalah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari
antara pihak perusahaan asuransi dengan pihak nasabahnya.
Prinsip-prinsip asuransi yang dimaksud adalah:
1. Insurable Interest

Merupakan hal berdasarkan hukum untuk mempertanggungkan suatu risiko
berkaitan dengan keuangan yang diakui sah secara hukum antara tertanggung
dan suatu yang dipertanggungkan dan dapat menimbulkan hak dan kewajiban
keuangan secara hukum.
2. Utmost Good Faith atau “itikad baik” dalam penetapan setiap suatu kontrak
haruslah didasarkan kepada itikad baik antara tertanggung dan penanggung
mengenai seluruh informasi baik materil maupun immaterial.
3. Indemnity atau ganti rugi artinya mengendalikan posisi keuangan tertanggung
setelah terjadi kerugian seperti pada posisi sebelum terjadinya kerugian tersebut.
4. Proximate cause adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya

suatu peristiwa secara berantai atau berurutan dan intervensi kekuatan lain,
diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen.
5. Subrogation merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi
kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang mengkibatkan kepentingan
asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.
6. Contribution suatu prinsip dimana penanggung berhak mengajak penanggungpenanggung lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk kut bersama
membayar ganti rugi kepada seseorang tertanggung, meskipun jumlah
tanggungan masing-masing penanggung belum tentu sama besarnya.
G. Produk – produk Asuransi
Produk-produk asuransi yang berkembang di Indonesia dewasa ini jika dilihat dari
berbagai segi adalah sebagai berikut:
1. Dilihat dari segi fungsinya
a. Asuransi kerugian (non life insurance)
Jenis asuransi kerugian seperti yang terdapat dalam UUD Nomor 2 Tahun 1992
tentang usaha asuransi menjelaskan pada asuransi kerugian menjalankan usaha
memberikan jasa untuk menanggulangi suatu risiko atas kerugian, kehilangan
manfaat dan anggung jawab hukum kepada pihak ketiga dari suatu peristiwa
yang tidak pasti.
Usaha asuransi kerugian dapat dibagi sebagai berikut:


Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup risiko kebakaran
seperti kebakaran, petir, ledakan dan kejatuhan pesawat.



Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengankutan (marine insurance)
penanggung atau perusahaan asuransi akan menjamin kerugian yang

dialami tertanggung akibat terjadinya kehilangan atau kerusakan paada
saat pelayaran.


Asuransi aneka yaitu jenis asuransi kerugian yang tidak dapat
digolongkan ke dalam asuransi kebakaran dan asuransi pengangkutan.
Seperti asuransi kendaraan bermotor, asuransi kecelakaan diri, pencurian
uang dalam pengangkutan dan penyimpanan, kecurangan dan
sebagainya.

b. Asuransi jiwa (life insurance)
Asuransi jiwa adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam
penanggulangan risiko yang berkaitan dengan jiwa atau meninggalnya seorang
yang dipertanggungkan. Seperti kematian, mengalami cacat, pemutusan
hubungan kerja, dan pengangguran.
Jenis-jenis asuransi jiwa meliputi asuransi berjangka (Term insurance), asuransi
tabungan (Endoument insurance), Anuity contrak insurance (anuitas).
c. Reasuransi (reinsurance)
Merupakan perusahaan yang memberikan jasa asuransi dalam petanggungan
ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian.
Fungsi reasuransi adalah :


Meningkatkan kapasitas akseptasi



Alat penyebaran risiko



Meningkatkan stabilitas usaha



Meningkatkan kepercayaan

2. Dilihat dari segi kepemilikannya
Dalam hal ini yang dilihat adalah siapa pemilik dari perusahaan asuransi tersebut,
baik asuransi kerugian, asuransi jiwa ataupun reasuransi.
a. Asuransi milik pemerintah
Yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagian besar atau bahkan 100 persen
oleh pemerintah Indonesia.
b. Asuransi milik swasta nasional

Asuransi ini kepemilikan sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional,
sehingga siapa yang paling banyak memiliki saham, maka memiliki suara
terbanyak dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
c. Asuransi milik perusahaan asing
Perusahaan asuransi jenis ini biasanya beroperasi di Indonesia hanyalah
merupakan cabang dari negara lain dan jelas kepemilikannya pun dimiliki oleh
100 persen oleh pihak asing.
d. Asuransi milik campuran
Merupakan jenis asuransi yang sahamnya dimiliki campuran antara swasta
nasional dengan pihak asing.
H. Sumbangan terhadap Sektor Keuangan
Ekonom meyakini Industri Jasa Keuangan akan tumbuh positif dan berkontribusi
positif kepada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional di 2017. Sektor ini tercatat menjadi
sektor dengan pertumbuhan tertinggi dalam pertumbuhan ekonomi nasional 2016 seperti
yang disampikan Badan Pusat Statistik (BPS) awal Februari ini.
Menurut BPS sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 8,9 % atau tertinggi
dibanding sektor lain seperti Informasi dan Komunikasi dan Jasa lainnya. Ekonom dari
Indef Eko Listiyanto mengatakan, kontribusi sektor jasa keuangan terus meningkat bagi
perekonomian. Bahkan dalam tiga tahun terakhir, porsi industri jasa keuangan khususnya
perbankan dan asuransi di ekonomi terus meningkat.
Secara umum sektor jasa keuangan dan asuransi berkontribusi 4,20% pada 2016 atau naik
kontribusinya dibanding tahun lalu sebesar 4,03 % di 2015 dan 2014 sebesar 3,86 %. Dari
sisi pertumbuhan sektor ini juga meningkat dalam tiga tahun terakhir karena pertumbuhan
sektor jasa keuangan dan asuransi memang tertinggi di 2016 atau 8,9% .
Data BPS menyebutkan jasa perantara bank, bank umum dan BPR tumbuh 9,57 % di 2015
menjadi 9,82 % di 2016. Subsektor perbankan menguasai 60-70 % sektor jasa keuangan.
Sementara sub sektor jasa keuangan lainnya seperti pegadaian, modal ventura, perusahaan
pembiayaan tumbuh tinggi dari 7,98% menjadi 9,24 %.
Kontribusi sektor keuangan meningkat, meskipun sektor ini bukan kontributor utama PDB

atau belum masuk 5 besar. Tahun ini masih mungkin untuk meningkat seiring tetap
positifnya pertumbuhan kelas menengah dan peran OJK sebagai otoritas dalam
mendorong pertumbuhan sektor ini.
Peran OJK sebagai otoritas yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan tentu
sangat besar dalam meningkatkan pertumbuhan sektor menjadi yang tertinggi dalam
pertumbuhan ekonomi nasional 2016. Keberadaan OJK sejak 2013 diyakini telah berperan
besar tidak hanya dalam mendorong kemajuan industri jasa keuangan dan menjaga
stabilitasnya tetapi juga dalam kontribusi sektor jasa keuangan terhadap pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan nasional.
Dewan Komisioner OJK periode pertama telah mengarahkan pengembangan sektor jasa
keuangan dalam tiga aspek yaitu, kontributif, stabil dan inklusif. Arah pengembangan
sektor jasa keuangan telah tercantum dalam Masterplan Sektor Jasa Keuangan 2015-2019.
Aspek kontributif adalah mengoptimalkan peran sektor jasa keuangan dalam mendukung
percepatan pertumbuhan ekonomi nasional, aspek stabil adalah menjaga stabilitas sistem
keuangan sebagai landasan bagi pembangunan yang berkelanjutan dan aspek inklusif
adalah mewujudkan kemadirian finansial masyarakat serta mendukung upaya peningkatan
pemerataan dalam pembangunan.
Selama 2013 sampai September 2016, OJK telah menerbitkan regulasi di sektor jasa
keuangan sebanyak 142 Peraturan OJK dan 119 Surat Edaran OJK. Serta meluncurkan
berbagai program strategis seperti Laku Pandai, Jaring, Layanan Keuangan Mikro,
Simpanan Pelajar, Sistem Perijinan dan Registrasi Terintegrasi, Tim Percepatan Akses
Keuangan Pemerintah Daerah (TPAKD) dan Satgas Waspada Investasi.

I.

Perbandingan dengan Negara lain
Jika dulu kita mungkin mengenal Asuransi Kesehatan (Askes) atau Jaminan
Kesehatan Tenaga Kerja (Jamsostek) serta asuransi kesehatan lainnya. Saat ini,
atau tepatnya sejak 1 Januari 2014, Askes telah berubah menjadi Jaminan
Kesehatan Nasional. Dengan menggunakan sistem Jaminan Kesehatan Nasional

(SJSN) yang masih terus disempurnakan, pemerintah Indonesia kini juga telah
membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengatur
perubahan pelayanan kesehatan yang berjenjang mulai dari pelayanan kesehatan
primer seperti puskesmas hingga pelayanan kesehatan rujukan seperti rumah sakit.
Membahas JKN yang baru lahir di Indonesia, tahukah Anda kalau sesungguhnya,
Pemerintah Indonesia sudah mulai mencoba memperkenalkan prinsip asuransi
sejak tahun 1947, dua tahun setelah Indonesia merdeka. Seperti disampaikan
Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia,
Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH dalam tulisannya terkait Sejarah
Asuransi Kesehatan.
Ia mengungkapkan ide JKN sebenarnya telah lama disiapkan sejak kestabilan
politik relatif tercapai sejak 1960. Hanya saja perubahan tersebut tidak dapat
diubah begitu saja mengingat sistem pelayanan kesehatan di Indonesia masih
menggunakan pola Fee For Service atau sistem pembayaran dimana rumah sakit
atau apotek menagihkan sesuai dengan pelayanan yang diberikan. Pembayaran ini
akan jauh lebih mahal bila masyarakat mengalami komplikasi penyakit. Dan sudah
pasti, masyarakat miskin tidak bisa berobat karena tingginya item pembayaran.
Mengubah total pikiran masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, saat ini telah
dikembangkan sistem JKN yang bersifat asuransi sosial alias subsidi silang.
Maksudnya, hampir sama dengan asuransi komersial dari sisi pembayaran premi
tiap bulan. Tapi bedanya, jauh lebih efektif. Karena dengan membayar premi,
seluruh penyakit akan ditanggung oleh BPJS tanpa harus memikirkan usia atau
beban penyakit. Selain itu, jaminan kesehatan masyarakat miskin juga telah diatur
oleh Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
(PBI). Artinya, sekitar 86,4 juta jiwa masyarakat miskin yang terdaftar di
Kementerian Sosial akan ditanggung preminya oleh pemerintah.
Sayangnya, baik fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas atau jumlah dokter
saat ini masih menjadi masalah walaupun terus didengungkan. Kesiapan JKN
dinilai Hasbullah masih kurang, apalagi dengan pola JKN sekarang, masyarakat
harus dihadapkan dengan perubahan pola layanan berjenjang. Dalam arti,

masyarakat harus memeriksakan diri terlebih dahulu di puskesmas atau klinik baru
selanjutnya bisa ke Rumah Sakit jika tidak bisa tertangani.
Disamping itu, melirik negara-negara lain yang terlebih dahulu memiliki Jaminan
Kesehatan Nasional, hampir semuanya memang telah mengarah pada penguatan
fasilitas kesehatan layanan primer seperti puskesmas atau klinik. Dan tentunya
bukan hal yang mudah sebab negara-negara Eropa baru merasakan manfaatnya
setelah puluhan tahun.
Lebih lanjut, Hasbullah menuturkan sejumlah perbedaan JKN dengan sistem
jaminan nasional yang berlaku di negara lain, sebagai berikut:
Thailand
Menurut Hasbullah, sebanyak 70 persen masalah kesehatan di Thailand, bisa
selesai di layanan primer. Selain itu, penghasilan dokter di sana bisa mencapai
sekira Rp 20 juta per bulan. Tapi, dia juga menjelaskan pada sistem asuransi sosial
yang berlaku disana, terdapat beberapa kendala pada tahun-tahun pertama, seperti
misalnya pendataan peserta jaminan sosial dan banyaknya peserta sakit yang
mendaftar.
Asuransi kesehatan di Thailand terdiri atas sistem jaminan kesehatan pegawai
negeri yang paket jaminannya amat liberal dan menjamin tidak saja anggota
keluarga pegawai, tetapi juga mencakup orang tua dan mertua pegawai. Seluruh
pegawai swasta mendapat jaminan kesehatan komprehensif melalui Badan
Jaminan Sosial yang dikelola oleh Depnakernya Thailand.
Sedangkan pekerja informal memperoleh jaminan melalui National Health
Security Office, sebuah lembaga independen mengelola sistem 30 Baht (mata uang
Thailand). Dengan sistem 30 Baht, seluruh penduduk di luar pegawai s wasta dan
pegawai negeri berhak mendapat pelayanan kesehatan komprehensif dengan hanya
membayar 30 Baht ( kurang lebih Rp 6.000) sekali berobat atau dirawat, termasuk
perawatan intensif dan pembedahan. Dengan demikian, seluruh penduduk Thailand
kini juga telah terbebas dari ancaman menjadi miskin bila jatuh sakit dan
karenanya akan lebih produktif membangun negaranya.

Inggris
Di Inggris, kata Hasbullah, sistem jaminan sosial nasionalnya dinamakan National
Health Service (NHS). Jaminan kesehatan ini didanai dan dikelola oleh pemerintah
secara nasional (tidak terdesentralisasi), namun sifat pengelolaanya sebagian
dibiayai dari kontribusi wajib oleh tenaga kerja (termasuk di sektor informal) dan
pemberi kerja. Sedangkan penyaluran dananya melalui anggaran belanja negara
yang sebagian besar bersumber dari pajak umum (tax-funded). Untuk cakupan
kepesertaan, NHS mencakup seluruh penduduk (universal coverage). Selain itu,
tidak ada kelas di rumah sakit karena pusat layanan kesehatan ada pada layanan
kesehatan primer.
Kanada
Sistem jaminan kesehatan di Kanada disebut juga Medicare. Sebelum tahun
1940an, penduduk Kanada mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cara
membayar dari kantong sendiri (out of pocket) sesuai dengan kemampuannya
masing-masing. Penduduk yang mampu bisa membeli asuransi kesehatan
komersial, tetapi sebagian besar penduduk tidak mampu membelinya. Hal itu
menimbulkan banyak masalah akses dan kemanusiaan akibat penduduk tidak
mampu membayar pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.
Usaha menyediakan jaminan kesehatan kepada semua penduduk baru dimulai
tahun 1947 ketika propinsi Saskathcwan memulai penyelenggaraan asuransi
kesehatan wajib yang sering juga disebut asuransi kesehatan publik, untuk
pelayanan rumah sakit saja. Sepuluh tahun kemudian, pemerintah federal tertarik
untuk memperluas sistem jaminan yang diberikan oleh propinsi Saskatchwan.
Pada tahun 1956, pemerintah federal merangsang propinsi lain untuk
menyelenggarakan jaminan perawatan rumah sakit dengan memberikan kontribusi
sebesar 50 persen dari dana yang dibutuhkan propinsi. Pada tahun 1961 seluruh
propinsi dan dua daerah teritorial telah menyetujui untuk memberikan paling tidak
jaminan rawat inap.

Medicare menggunakan prinsip dasar yang menjamin akses universal, portabel,
paket jaminan yang sama bagi semua penduduk dan dilaksanakan otonom di tiap
propinsi. Kini seluruh penduduk Kanada dapat menikmati pelayanan kesehatan
komprehensif tanpa harus memikirkan berapa besar biaya yang harus mereka
keluarkan dari kantong sendiri bahkan untuk penyakit berat sekalipun walaupun
pelayanan rawat jalan pada praktek dokter, baik yang praktek mandiri maupun
kelompok, masih harus dibayar sendiri oleh penduduk.
Amerika Serikat
Mengintip negara tetangga Kanada, pada saat ini, AS dapat dikatakan mempunyai
asuransi kesehatan nasional rawat inap untuk penduduk diatas 65 tahun saja
(lansia) yang disebut Medicare part A, B dan C. Tapi karena asuransi nasional di
Amerika Serikat hanya berlaku bagi penduduk lansia, tidak semua penduduk
Amerika yang berjumlah sekitar 280 juta jiwa memiliki asuransi kesehatan.
Sekitar 50 juta penduduk AS yang berusia di bawah 65 tahun (sekitar 25 persen
penduduk usia produktif) tidak memiliki asuransi kesehatan. Ini merupakan suatu
bukti kegagalan mekanisme pasar dalam bidang kesehatan, karena AS memang
didominisasi oleh asuransi kesehatan komersial. Dengan belanja kesehatan per
kapita kini lebih dari US$ 5.000 per tahun, AS adalah satu-satunya negara maju
yang tidak mampu memiliki asuransi kesehatan nasional.
Hasbullah menerangkan, Jerman dipandang sebagai negara pertama yang
memperkenalkan asuransi kesehatan sosial di jaman Otto von Bismarck di tahun
1883. Pada masa lalu, jumlah badan penyelenggara asuransi kesehatan sosial
(sickness funds), yang seluruhnya bersifat nirlaba, berjumlah sekitar lima ribuan.
Namun demikian, karena dorongan efisiensi dan portabilitas, banyak pengelola
dana yang bergabung sehingga kini jumlahnya sudah menysut menjadi 270 saja.
Kini asuransi kesehatan sosial terbesar dipegang oleh badan yang bernama AOK
yang mengelola hampir 70 persen peserta asuransi kesehatan sosial di Jerman.
Semua penduduk dengan penghasilan di bawah EUR 3.375 per bulan wajib
mambayar kontribusi untuk asuransi kesehatan yang kini mencapai 14 persen dari
upah sebulan. Penduduk yang berpenghasilan diatas itu, boleh tidak menjadi

peserta asuransi nasional, akan tetapi sekali mereka tidak ikut (opt out) dengan
membeli asuransi kesehatan komersial, mereka tidak diperkenankan lagi ikut
asuransi sosial. Akibatnya, hanya 10 persen saja penduduk Jerman yang membeli
asuransi kesehatan komersial
Belanda
Negeri kincir angin yang pernah dinobatkan menjadi negara dengan jaminan
kesehatan terbaik seluruh dunia memiliki sistem asuransi kesehatan yang sedikit
banyak mengikuti pola-pola Jerman dengan modifikasi. Belanda sesungguhnya
juga memberlakukan asuransi kesehatan nasional dengan risiko biaya medis yang
besar (exceptional medical expenses) yang dikelola oleh satu badan berskala
nasional yang dikenal dengan nama AWBZ ( Algemene Wet Bijzondere
Ziektekosten).
Pelayanan kesehatan yang tidak mahal dikelola oleh berbagai badan penyelenggara
asuransi kesehatan sosial yang bersifat nirlaba yang diatur oleh UU Sickness Funds
Act (ZFW). Sebagian penduduk berpenghasilan tinggi dibolehkan (opt out) untuk
membeli asuransi kesehatan komersial.
Jepang
Sebagai sekutu Jerman dalam Perang Dunia II di Asia, Jepang memiliki pola sistem
asuransi kesehatan yang mengikuti pola Jerman dengan berbagai modifikasi. Di
Jepang istilah asuransi nasional bernama Kokuho, Kokumin Kenko Hoken yang
digunakan untuk penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi pekerja mandiri (selfemployed), pensiunan swasta maupun pegawai negeri, dan anggota keluarganya.
Penyelenggara asuransi tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Sementara
asuransi kesehatan bagi pekerja aktif di sektor formal diatur dengan UU asuransi
sosial kesehatan secara terpisah. Jepang telah memulai mengembangkan asuransi
sosial kesehatan sejak tahun 1922 dengan mewajibkan pekerja di sektor formal
untuk mengikuti program asuransi kesehatan sosial. Akan tetapi, mewajibkan
asuransi kesehatan bagi pekerja sektor formal saja tidak bisa menjamin penduduk
di sektor informal dan penduduk yang telah memasuki usia pensiun mendapatkan

asuransi kesehatan. Untuk memperluas jaminan kesehatan kepada seluruh
penduduk (universal coverage), Jepang kemudian memperluas cakupan asuransi
kesehatan dengan mengeluarkan UU asuransi nasionalnya.
Dalam sistem asuransi kesehatan di Jepang, peserta dan anggota keluarganya harus
membayar biaya (cost sharing) yang besarnya bervariasi antara 20-30 persen dari
biaya kesehatan di fasilitas kesehatan. Bagian biaya inilah yang menjadi pangsa
pasar asuransi kesehatan komersial.
Korea Selatan memulai asuransi sosial pada Desember 1963 dengan mewajibkan
perusahaan yang mempekerjakan 500 karyawan atau lebih menyediakan asuransi
kesehatan bagi karyawannya. Kewajiban itu ditingkatkan sampai kepada
perusahaan yang mempekerjakan satu orang karyawan. Cakupan askes untuk
pekerja mandiri sudah diuji-coba sejak tahun 1981 dan pada tahun 1989 seluruh
penduduk telah memiliki asuransi. Suatu prestasi yang luar biasa, karena dalam
waktu relatif singkat Korea telah mampu mencapai cakupan universal.
Meski begitu, penyelenggaraanya masih dikelola oleh lebih dari 300 badan
asuransi kesehatan yang bersifat nirlaba yang dikelola oleh kelompok pekerja atau
pemerintah

daerah.

Mengingat

mobilitas

penduduk

yang

tinggi

dan

rendahnya efisiensi pengelolaan program asuransi sosial, maka dilakukan reformasi
menuju satu sistem. Sejak tahun 2000, asuransi sosial di Korea Selatan dikelola
oleh satu badan nasional dengan iuran maksimum 8 persen dari upah, ditanggung
bersama antara pekerja, pemberi kerja dan subsidi pemerintah.